Anda di halaman 1dari 3

Menggugat Warisan karena Wasiat

Oleh : Fazat Azizah, SH., S.Sy*

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Selamat siang, ada yang ingin saya tanyakan tentang waris. Begini, ayah (A) saya meninggal
bulan Februari lalu dan sekarang keluarga sedang membahas tentang pembagian harta waris.
Ternyata setelah dibahas, kakak tertua Z (anak laki-laki merupakan saudara seayah dengan kami)
mengaku mendapatkan surat wasiat bahwa semua harta peninggalan ayah diberikan kepadanya.
Sementara kami 5 (bersaudara), 1 saudara seayah, 4 saudara seayah-seibu (saya W anak ke-3, K
anak ke-2 Pr, I anak ke-4 Pr dan M anak ke-5 Lk) dan ibu (B). Perlu diketahui bahwasannya ibu
kakak Z sudah bercerai sebelum kami lahir. Adapun yang ingin saya tanyakan, apakah kami bisa
menggugat atau meminta agar harta tersebut dibagikan juga kepada kami? Bagaimana bagian
masing-masing?

Nona W di Surabaya.

Wa’alaikumsalam Wr Wb

Terima kasih atas pertanyaan nona W di tempat.

Nona W, untuk pertanyaan mengenai apakah kalian dapat melakukan tuntutan, apabila ditinjau
berdasarkan Burgerlijk Wetboek (BW) –BW sebagai unifikasi hukum yang menundukkan diri
kepada undang-undang- ataupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) –bagi yang memeluk agama
Islam- jawabannya bisa. Adapun dasar hukum yang menguatkan posisi W dan saudara serta ibu
ditegaskan dalam Pasal:

Pasal 832

Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik
yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri
yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.

Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua
harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang
meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Pasal 833

Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang,
semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian
berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka Hakim dapat memerintahkan
agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan.

Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan
berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan
memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk
penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman
untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.

Pasal 834

Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua
orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak
ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah
menghentikan besitnya.

Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli
waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk
menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan
itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan
yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.

Pasal 913:

“Legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian dan harta
benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-
undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu,
baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat.”

Pasal 920 BW menjelaskan tentang posisi ahli waris terhadap wasiat:

“Pemberian-pemberian atau hibah-hibah, baik antara yang masih hidup maupun dengan
surat wasiat, yang merugikan bagian legitieme portie, boleh dikurangi pada waktu
terbukanya warisan itu, tetapi hanya atas tuntutan para legitimaris dan para ahli waris
mereka atau pengganti mereka. Namun demikian, para legitimaris tidak boleh menikmati
apa pun dan pengurangan itu atas kerugian mereka yang berpiutang kepada pewaris.”

Sementara ditinjau berdasarkan KHI dijelaskan dalam Pasal 195 yang berisi tentang:

“(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan
dua orang saksi, atau dihadapan Notaris. (2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-
banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. (3)
Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris. (4) Pernyataan
persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang
saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.”

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam undang-undang Perdata maupun Hukum Islam
di atas, bahwa wasiat hanya bisa digugat oleh ahli waris dan dalam hal ini ahli warisnya
adalah Z, W, K, I, M, dan B. Oleh karena, dalam undang-undang telah menjelaskan mengenai
wasiat dan larangannya, maka wasiat Pewaris yang hanya memberikan semua harta kepada Z,
selaku anak dari istri pertama –sementara Pewaris masih memiliki ahli waris lain yang sah yaitu
W, K, L, M dan B- dengan demikian wasiat batal demi hukum.

Sementara berdasarkan hukum Islam, apabila masih ingin menjalankan wasiat hanya bisa
diberikan paling banyak adalah 1/3 bagian dari harta kepada ahli waris dengan catatan
memperoleh persetujuan dari semua ahli waris yang lain. Adapun berkenaan dengan pertanyaan
apakah boleh menuntut, secara hukum ada payungnya maka wasiat batal demi hukum karena
tidak ada persetujuan.

(Bagian I)

Anda mungkin juga menyukai