Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara warga
masyarakat adalah dengan perantaraan kekuasaan kehakiman, orang yang merasa
dirugikan hak atau kepentingannya menggugat orang yang dianggap merugikannya
dimuka pengadilan yang berwenang. Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara
mereka di muka pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna
menyelesaikan perkaranya, sehingga hak-hak yang diberikan oleh hukum materiil
maupun kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum materiil, baik yang
berupa hukum tertulis maupun yang tidak tertulis, dapat diwujudkan lewat pengadilan.
Untuk keperluan ini mereka harus mentaati ketentuan peraturan perundangan yang
mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan yang berlaku. Peradilan
yang bersifat cepat, sederhana, biaya murah dan dengan kata-kata sederhana seringkali
justru terjadi sebaliknya. Kalau kita perhatikan bahwa suatu perkara perdata yang
diajukan kemuka pengadilan diselesaikan dalam waktu yang relatif lama. Dalam
penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat mempergunakan upaya yang diberikan
oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan dalam proses (upaya hukum). Salah satu
upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh tergugat dalam sidang pemeriksaan perkara
adalah upaya hukum melawan gugatan yang berupa eksepsi dan rekonveksi disamping
jawaban atas pokok perkaranya (verweer ten prinsipaal). Penggugat juga diberi hak
untuk membantah atas jawaban tergugat dalam bentuk Replik, begitupun tergugat juga
berkesempatan mengajukan Duplik atas jawaban yang disampaikan oleh penggugat.
Replik-Duplik ini bisa terjadi berulang kali selama itu diperlukan.
Faktor lain yang menyebabkan persidangan menjadi lama adalah adanya interfensi
dari pihak lain. Yang biasa disebut dengan pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja
mendukung penggugat untuk memenangkan tuntutannya atau berpihak kepada tergugat
agar lepas dari segala tuntutan. Bahkan pihak ketiga boleh mengajukan dirinya sendiri
untuk masuk dalam proses acara persidangan tanpa mebela siapapun. Terkait dengan
beberapa masalah diataslah kami mencoba menjelaskan sedikit dalam makalah ini.

1
BAB II
JAWAB-MENJAWAB DALAM HUKUM ACARA PERDATA

A. Jawaban Gugatan

Pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala
kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim. Dalam pemeriksaan perkara
dipersidangan Pengadilan Negeri jawab-menjawab antara kedua belah pihak merupakan
hal amat penting. Namun demikian, apa yang dikemukakan oleh tergugat merupakan
hal yang lebih penting lagi, karena tergugat merupakan sasaran penggugat. Karena itu
dalam jawab-menjawab, jawaban tergugatlah yang mendapat tempat pertama.

Pada dasarnya tergugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat. Tetapi jika
tergugat menjawabnya, jawaban itu dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan.
Namun dalam perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara tertulis.
Jawaban tergugat ini dilakukan apabila upaya perdamaian yang dilakukan hakim tidak
berhasil. Karena kedua belah pihak tetap pada prinsip atau pendiriannya, maka hakim
mempersilahkan kepada Penggugat untuk membacakan gugatannya. Setelah selesai
dibacakan gugatan tersebut hakim akan memberi kesempatan kepada Tergugat untuk
menjawab atau menangkis gugatan dari Penggugat dengan fakta-fakta yang
diketahuinya secara tertulis, biasanya hakim memberikan waktu satu minggu kepada
Tergugat supaya siap dengan jawabannya dan dibacakan pada acara sidang berikutnya. 1

Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:


1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang disebut dengan
tangkisan atau eksepsi.
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara dibagi 2 kategori, yaitu:
Jawaban tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi
gugatan penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya.
Jawaban tergugat berupa bantahan. Bila tergugat membantah, maka pihak
penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya
bertujuan agar gugatan penggugat ditolak.
1
Retnowulan Sutantio, dkk..Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar
Maju, 2005), Hlm. 210

2
Terkait tangkisan atau eksepsi, bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan
tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Tujuan pokok pengajuan eksepsi,
yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa
pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan
menjatuhkan putusan negatif, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan
berdasarkan putusan negatif itu, pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung
penyelesaian materi pokok perkara.

Menurut ilmu pengetahuan hukum acara perdata, tangkisan atau eksepsi


dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Eksepsi tolak (declinatoir exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang


bersifat menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk
jenis ini ialah eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya
gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus, eksepsi penggugat tidak berhak
mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin naik banding.
2. Eksepsi tunda (dilatoir exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat
menunda diteruskannya perkara. Termasuk jenis ini adalah eksepsi karena ada
penundaan pembayaran dari penggugat sehingga tuntutan penggugat belum bisa
dikabulkan.
3. Eksepsi halang (peremptoir exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang
bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah mendekati
pokok perkara. Termasuk jenis ini eksepsi tentang lampau waktu, eksepsi
tentang penghapusan hutang.2

Eksepsi tolak juga eksepsi prosesuil, karena didasarkan pada ketentuan Hukum
Acara Perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi prosesuil untuk
menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa karena bukan wewenang hakim atau
karena tidak diperkenankan menurut ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku.
Eksepsi tunda dan eksepsi halang disebut juga eksepsi materiil, karena didasarkan pada
ketentuan hukum materiil, yaitu hukum perdata. Tergugat memberikan jawaban yang
berupa eksepsi materiil untuk menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa atau
diteruskan karena bertentangan dengan ketentuan hukum perdata.

2
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 221

3
Selain eksepsi, tergugat juga diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap
penggugat. Dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang pertama,
tergugat berkedudukan sebagai penggugat, sedang penggugat berkedudukan sebagai
tergugat. Akan tetapi dalam acara gugatan antara penggugat dengan tergugat (gugat
konvensi) tergugat dapat menggugat kembali pihak penggugat yang tidak merupakan
acara yang terpisah dari gugatan yang pertama. Gugatan dari pihak tergugat ini disebut
gugat balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam gugatan pertama atau gugat
konvensi, disebut sebagai penggugat dalam konvensi/tergugat dalam rekonvensi, sedang
tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi/penggugat dalam rekonvensi.3

Gugat rekovensi dalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat
dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka atau disebut juga gugatan balasan,
gugatan balik. Tidak berarti meskipun tergugat membalas gugatan, lalu ada 2 perkara
yang terpisah. Dalam gugatan tersebut berisi :

Ada pihak penggugat dan pihak tergugat


Penggugat dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.

Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi itu :

Penggugat menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi


Tergugat menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.

Jadi kedua perkara terserbut diperiksa dan diputus sekaligus dalam satu putusan. Dan
masing-masing pihak akan berusaha membuktikan kebenaran masing-masing dalil
gugatannya disertai tuntutan (petitum) masing-masing pihak.

Menurut ketentuan pasal 132 a H.I.R 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan,
tergugat dapat mengajukan rekonvensi kecuali dalam tiga hal, yaitu:

1. Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu


kwalitas, sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat pribadi dan
sebaliknya.
2. Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa
gugatan tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi.

3
Sudsikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Mandar Maju, 2006),
hlm. 124

4
3. Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan
putusan hakim. Dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi
menyangkut penetapan hak karena perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi
pelaksanaan hak yang telah ditetapkan dala putusan itu. Sedangkan rekonvensi
itu masih menyangkut penetapan hak, rekonvensi semacam ini harus ditolak.

Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu
surat putusan. Tetapi apabila hakim berpendapat bahwa perkara yang satu (konvensi)
dapat diperiksa lebih dulu, maka hakim dapat memisahkan gugatan konvensi dan
rekonvensi itu. Jika perkara itu dipisah, maka kedua perkata tersebut tetap diperiksa
oleh hakim yang sama.4

B. Replik Penggugat

Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi replik
berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam
perkara perdata. Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban
tergugat. Oleh karena itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan
tergugat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat
untuk mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap
jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan
untuk memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya.

Sebagaimana halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam HIR/R.Bg,
akan tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata, replik biasanya berisi dalil-dalil
atau hak-hak tambahan untuk menguatkan dalil-dalil gugatan penggugat. Penggugat
dalam replik ini dapat mengemukakan sumber sumber kepustakaan, pendapat pendapat
para ahli, doktrin, kebiasaan, dan sebagainya. Peranan yurisprudensi sangat penting
dalam replik, mengigat kedudukanya adalah salah satu dari sumber hukum. Untuk
menyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti poin-poin jawaban tergugat.

Pada tahap replik, penggugat dapat menegaskan kembali gugatannya yang


disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan penggugat melaui hakim. Replik
yaitu jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas

4
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 141

5
gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya, dengan
mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata dipengadilan negeri
setelah tergugat mengajukan jawaban.5

Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat


dimana Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya atas
sanggahan yang diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban yang diberikan
Tergugat. Replik tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam pasal 142 Rv (Reglement
op Rechtsverordering).

Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan


atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang dikemukakan dalam
jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil yang bertolak belakang dengan dalil
Penggugat dalam gugatannya maka pada tahap replik penggugat akan berusaha
memperkuat dalil yang telah dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat
doktrin atau Yurisprudensi yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah tergugat
tersebut. Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat dalil tersebut juga
ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan akan dalil yang telah dikemukakan
dalam gugatan semula.

Dalam replik juga dikemukakan dalil baru yang belum pernah dinyatakan dalam
gugatan. Dalil baru tersebut biasanya merupakan dalil yang berdiri sendiri tetapi
posoisinya tetap akan semakin memperkuat dalil-dalil gugatan secara keseluruhan
sebagaimana yang dikemukakan dalam gugatan semula. Dengan demikian dapat
dikatakan dalil-dalail yang dikemukakan penggugat dalam repliknya merupakan dalil-
dalil yang membatah dalil-dalil tergugat dalam jawabannya juga sekaligus semakin
mempertegas dan memperkokoh dalil-dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan
semula. Bila ada eksepsi yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya maka
penggugat pada repliknya harus memberikan tanggapannya yang cecara keseluruhan
berisi dalil-dalil yang mematahkan eksepsi yang dikemukakan tergugat tersebut.

Demikian pula bila ada eksepsi-eksepsi lain, maka penggugat dalam repliknya
harus memberikan tanggapan atas eksepsi tersebut apakah membenarkan atau

5
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,. Hlm. 223

6
menolaknya. Demikian pula pada bagian pokok perkara dalam replik maka ada klausul
yang harus dimuat yaitu:

Pertama adalah menyatakan bila pada bagian eksepsi yang berisi sanggahan atau
penolakan atas dalil eksepsi tergugat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pokok perkaranya tersebut. Hal ini penting dinyatakan karena hampir sebagian besar
eksepsi merupakan eksepsi yang termasuk dalam pokok perkara sehingga harus
diperiksa dan diputus bersama-sama dalam pokok perkara pada putusan akhir.

Kedua, klausul yang berisi penolakan atas sebagian atau seluruhnya dari dalil-
dalil yang dikemukakan oleh tergugat dalam jawabannya dan menyatakan diakui bila
ada pengakuan sepanjang memang diakui oleh penggugat. Kemudian penggugat harus
menetukan sikap dan kejelasan pokok masalahnya atas setiap dalil-dalil yang
dikemukakan oleh tergugat satu demi satu. Penolakan itu harus dimuat dalam repliknya
satu demi satu. Bila ternyata dalil-dalil dalam jawaban tersebut mempunyai kesamaan
maka penggugat dalam menanggapinya bisa memasukan penolakannya tersebut dalam
suatu kesatuan. Bila dalam jawaban tergugat mengajukan eksepsi maka petitum dari
replik juga mengalami pergeseran bentuk yang tidak sama dengan petitum dalam
gugatan dan petitum dalam jawaban sepanjang mengenai eksepsinya.6

C. Duplik Penggugat

Setelah penggugat mengajukan replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah


duplik, yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan
replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat
untuk meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan
penggugat.

Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat
dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam
repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang
dapat meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan penggugat. Tahapan replik
dan duplik dapat saja diulangi sampai terdapat titik temu antara penggugat dengan
tergugat atau dapat disimpulkan titik sengketa antara penggugat dan tergugat, atau tidak
tertutup kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan dibukanya kembali proses

6
Sudsikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,. hlm. 130

7
jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik yang diajukan
penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil yang
telah pernah dikemukakan di depan sidang. Tergugat selalu mempunyai hak bicara
terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang
relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban atau
pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui izin dari ketua majelis.

Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu
oleh hakim ketua majlis. Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti jawaban
atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara
akan cepat, singkat dan tepat.

Pada tahap duplik, maka tergugat dapat mejelaskan kembali jawabannya yang
disangkal oleh penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang sehingga hakim
memandang cukup untuk itu yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Duplik
merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Bila perlu dalil tersebut sekaligus juga harus
dapat mematahkan atau setidaknya melemahkan dalil yang dikemukakan penggugat
dalam repliknya.

Kemudian dalam pokok perkara sama dengan replik ada dua klausul yang harus
dimuat. Pertama, berisi pernyataan agar dalil-dalil yang dikemukakan pada bagian
eksepsi dianggap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok perkaranya.
Kedua, merupakan pernyatan yang menolak dalil-dali penggugat secara keseluruhan,
kecuali memang ada dalil yang diakui olehnya.Kemudian dalil-dalil pada replik harus
satu demi satu dibantah/ ditolak atau mungkin diakui oleh tergugat. Sedang bentuk
petitumnya memakai model yang sama dengan replik namun isinya tentunya harus
bertentangan dengan apa yang dikemukakan pada replik tersebut.7

7
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 229

8
D. Contoh

Perihal : Eksepsi atas gugatan penggugat Pekanbaru, 16 April 2010


No : 105 / Eks / XII / 2010

Kepada :
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
Perdata No,45/PDT.G/2010/PN.PBR
Di Pengadilan Pekanbaru

Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Hotman Paris, S.H., Advokat, berkantor di JL.MH Thamrin Kav .33 Sukajadi 10210,
berdasarkan surat kuasa tanggal 29 Maret 2010, terlampir, berdasarkan surat kuasa
khusus yang aslinya tersimpan dalam berkas perdata dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama tergugat:

Nama Lengkap : Fidha Juliana


Tempat Lahir : Bekasi
Umur / Tanggal Lahir : 18 Tahun / Juli 1991
Jenis Kelamin : Wanita
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Kampung Sawah Rt. 04 Rw .02 Jati Murni
Agama : Islam
Pekerjaan : Direktur PT.Juliana Jaya

DALAM EKSEPSI
Tergugat menyampaikan keberatan atas gugatan penggugat dengan alas an sebagai
berikut :
GUGATAN PENGGUGAT TIDAK SESUAI DENGAN HUKUM ( EXCEPTIE
ONRECHTMATIG OF ONGEGROUND )
Di dalam gugatannya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah melawan hukum
karena :

9
1. Bahwa tergugat menolak dengan tegas menolak dalil dalil penggugat kecuali
dalil dalil secara tegas di akui kebenarannya oleh tergugat.
2. Bahwa benar telah terjadi perjanjian jual beli yang di laksanakan pada tanggal 30
Desember 2009.
3. Bahwa penggugat mengatakan tergugat secara sengaja tidak menyerahkan gedung
sesuai dengan tanggal perjanjian. Bahwa sampai dengan tanggal 30 desember
2009 gedung yang di jual belum selesai di renovasi, tergugat bukan menggingkari
perjanjian tetapi gedung tersebut memang belum selesai di renovasi.
4. Bahwa penggugat secara jelas meminta uang panjar dari perjanjian tersebut di
kembalikan sedangkan tergugat telah mengurus segala yang berkenaan dengan
perjanjian tersebut seperti renovasi gedung, pengurusan sertifikat dll.
5. Bahwa dengan secara sengaja penggugat menyatakan bahwa tergugat tidak
menyerahkan segala bentuk sertifikat tanah, bangunan dan proses balik nama
dalam perjanjian tersebut. Bahwa sampai dengan saat ini sertifikasi tanah, gedung
dan balik nama sedang diproses, dan hingga saat ini surat surat tersebut belum
ada di tangan tergugat.
6. Bahwa dengan secara jelas penggugat meminta ganti rugi yang terlalu besar
sehingga tidak dapat di terima secara rasional.Bahwa permintaan penggugat atas
ganti rugi yang di ajukan tersebut tidak masuk akal, karena jumlah ganti rugi yang
di minta terlalu besar.jika di jumlahkan maka tergugat harus membayar ganti rugi
sebesar Rp.560.000.000,-. Hal tersebut tidak dapat di terima secara rasional.
7. Bahwa dengan secara jelas penggugat menginginkan sita marital harta tergugat
atas keinginan tergugat. Hal itu tidak dapat di terima karena tergugat belum
terbukti bersalah atas hal ini.
8. Adanya kelalaian yang di lakukan oleh tergugat atas teguran yang di sampaikan
tergugat. Hal itu tersebut di karenakan tergugat sedang berada di Malaysia dan
belum mengurus surat kuasa kepada kuasa hukum.

Berdasarkan alasan alasan tersebut di atas , maka tergugat mohon kepada


majelis hakim Pengadilan negeri Jakarta Pusat agar memeriksa dan memutus
perkara ini dengan putusan sebagai berikut :

10
1. Menyatakan bahwa tergugat tidak bersalah atas perjanjian jual beli gedung
ini.
2. Menyatakan bahwa seharusnya penggugat memberikan tenggang waktu
kepada tergugat.
3. Menyatakan bahwa penyerahan sertifikat tanah, gedung di lakukan setelah
renovasi di selesaikan.
4. Menyatakan bahwa sita marital harta sebagaimana di uraikan di dalam
poin 12 tidak dapat di terima didepan majelis hukum.
5. Menyatakan bahwa ganti rugi sebesar 70% sebagaimana di uraikan pada
poin 10 tidak dapat di terima di depan majelis hukum.
6. Menyatakan bahwa penyerahan Gedung Perkantoran Jaya Tirta yang
terletak di Jalan, Malang 65452 ,Blok 3, Nomor 8b , Luas Tanah 400 M2,
Jumlah Lantai 4 (empat) Lantai akan di lakukan setelah renovasi selesai.
7. Menghukum penggugat membayar biaya perkara.

Apabila Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat berpendapat lain, Mohon seadil
adilnya ( Aex Aquo et bono ).

Hormat Kami
Kuasa Tergugat,

ERIZOLINA.SH.MH

11
Perihal : Replik Pekanbaru, 20 April 2010
No : 75 / Rep / XII / 2010
REPLIK
Perkara Perdata No. 45/PDT.G/2010/PN.PBR

PUJI SURANING UTAMI .PENGGUGAT


MELAWAN
FIDHA JULIANA..TERGUGAT

Kepada :
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
Perdata No,45/PDT.G/2010/PN.PBR
Di Pengadilan Tinggi PEKANBARU

Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama penggugat, Kuasa penggugat dengan ini mengajukan Replik atas
jawaban tergugat yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa penggugat tetap pada dalil dalil sebagaimana telah di kemukakan di
dalam gugatan dan menolak seluruh dalil dalil yang di kemukakan oleh tergugat
kecuali yang di akui penggugat secara tegas.
2. Bahwa penggugat memohon agar penyerahan sertifikat tanah, gedung, dll di
serahkan sebelum renovasi gedung, karena penggugat takut jika tergugat
mengingkari perjanjian tersebut.
3. Bahwa penggugat memohon agar tergugat tidak mengundur undur waktu
penyerahan gedung dan segala hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli
tersebut.
4. Bahwa penggugat menginginkan ganti rugi sebesar Rp.560.000.000,- di
karenakan ada sumber lain yang menyatakan bahwa gedung tersebut telah di jual
ke pihak lain, jika benar hal tersebut terjadi penggugat meminta down payment
dan uang ganti rugi dari saudara tergugat.

12
5. Bahwa tindakan penggugat meminta sita marital adalah benar karena jika benar
tergugat menjual kembali gedung tersebut maka penggugat telah di rugikan dan
di tipu oleh tergugat.
6. Bahwa pengugat menyatakan bahwa kelalaian yang di lakukan oleh saudara
tergugat di lakukan dengan sengaja , jika memang tergugat mempunyai itikad
baik tergugat akan membarikan pesan singkat kepada penggugat.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, mohon majelis hakim perkara a quo untuk
menjatuhkan putusan sebagai berikut :

DALAM KONVENSI
Dalam Eksepsi :
Menolak eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya

Dalam Pokok Perkara:


1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara dan denda 0,2% atas
keterlambatan.
Subsider
Apabila hakim memiliki pendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et
bono).

Kuasa Penggugat,

RENDI AKBAR.SH.M hum

13
Perihal : Duplik atas Replik penggugat Pekanbaru , 23 April 2010
No : 105 / duplik / XII / 2010
DUPLIK
Perkara Perdata No.45/PDT.G/2010/PN.PBR

PUJI SURANING UTAMI.PENGGUGAT

MELAWAN

FIDHA JULIANA.TERGUGAT

Kepada :
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
Perdata No,45/PDT.G/2010/PN.PBR
Di Pengadilan Tinggi PEKANBARU

Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama tergugat, Kuasa tergugat dengan ini mengajukan duplik atas replik
penggugat yaitu sbb :
1. Bahwa tergugat tetap pada dalil dalil sebagaimana telah di kemukakan di dalam
gugatan dan menolak seluruh dalil dalil yang di kemukakan oleh tergugat
kecuali yang di akui tergugat secara tegas.
2. Bahwa tergugat menyatakan secara jelas akan menyerahkan gedung dan surat
surat tersebut dan tidak akan mengingkari janji.
3. Bahwa tergugat meminta tenggang waktu kepada penggugat selama 2 minggu
dari surat ini di berikan untuk menyelesaikan renovasi gedung dan penyerahan
surat surat berhubungan dengan gedung tersebut.
4. Bahwa jika dalam jangka waktu tersebut tergugat mampu menyelesaikan hal
hal yang berkenaan dengan perjanjian, tergugat menginginkan penggugat
mencabut gugatan yang telah di tujukan kepada tergugat seperti :
Pengembalian down payment yang di ajukan penggugat.
Ganti rugi sebesar 70 % dari angka perjanjian tersebut.
Sita marital harta yang tertera dalam surat gugatan.

14
5. Bahwa tergugat telah mempunyai itikad baik kepada penggugat di harapkan agar
penggugat menghargai tergugat dan dapat kembali menjalin kerja sama.
6. Bahwa atas keterlambatan ini tergugat akan membayar denda sebesar 0,2%
Yang di ajukan penggugat.

Berdasarkan uraian diatas, maka kami mohon kepada Majelis Hakim yang Terhormat
agar memberikan agar memberikan putusan sebagai berikut :
1. Menerima jawaban Tergugat sebagaimana yang dimohonkan dalam petitum
jawaban semula.
2. 2. Menerima jawaban Tergugat secara keseluruhan.
3. Menerima permohonan Tergugat atas duplik tersebut.
4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebagaimana tercantum
dalam petitum jawaban Tergugat semula.
Subsider:
Apabila hakim memiliki pendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et
bono).

Hormat Kami
Kuasa Tergugat,

ERIZOLINA.SH.MH

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tahap-tahap dalam persidangan yaitu diantaranya sebagai berikut :


Pembacaan gugatan
Yaitu pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil
gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam
surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan
tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
Jawaban gugatan
Yaitu pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan
segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.
Replik penggugat
Yaitu respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat.
Duplik tergugat
Yaitu jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat.
Pembuktian
Yaitu penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil
gugat.
Kesimpulan
Yaitu masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan pendapat akhir
tentang hasil pemeriksaan
Putusan hakim
Yaitu hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan
menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri
sengketa.

16
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika

Manan, Abdul. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan


Agama. Jakarta: Kencana

Mertokusumo, Sudsikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Mandar


Maju

Sutantio, Retnowulan dkk. 2005. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek.
Bandung: Mandar Maju

17

Anda mungkin juga menyukai