Anda di halaman 1dari 52

RUANG LINGKUP

PERMASALAHAN
GUGATAN
KONTENTIOSA 2
KELOMPOK 4:
Ezra Zachary Rakan Maoelana (11200480000077)
Sifa Alfyyah Asathin (11200480000085)
Keumala Eka Putri (11200480000109)
PEMBAHA
01. SAN 03.
PENCABUTAN PENGGABUNGAN
GUGATAN GUGATAN
Cara Pencabutan, akibat Hukum Tujuan Penggabungan, Syarat, Beberapa
Pencabutan, Pencabutan Hak Penggugat, dll. Penggabungan yang tidak dibenarkan, dll.

02. 04.
PERUBAHAN PIHAK DALAM
GUGATAN GUGATAN
Hak Perubahan Gugatan, Batas Waktu, Kekeliruan Pihak, Akibat Hukum,
Syarat Perubahan, dll. Penerapan Pihak, dll.
1. PENCABUTAN
GUGATAN

“Salah satu permasalahan hukum mungkin yang timbul dalam proses berpekara di depan
pengadilan adalah pencabutan gugatan. Dalam pencabutan gugatan, para pihak penggugat
biasanya mencabut gugatan selama proses pemeriksaan berlangsung dan alasannya sangat
bervariasi salah satu contohnya adalah gugatan yang diajukan tidak sempurna.” Berhubungan
dengan masalah pencabutan gugatan, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:.

—PENCABUTAN GUGATAN
1. Dapat menjadi pedoman pada pasal 271-272 Rv, berdasarkan
prinsip process Doelmagtiheid (Kepentingan Beracara).
Dengan dipedomani-nya pasal 271-272 Rv, terdapat 2 kategori yang berdasarkan
prinsip Process Doelmagtiheid, yaitu:

 Pencabutan gugatan kebutuhan praktik

Meskipun tidak dapat diajukan secara fakta dan data statistik mengenai jumlah
pencabutan gugatan, hal itu tidak dapat menghindari kebenaran akan terjadinya
banyak kasus pencabutan gugatan, oleh karena itu masalah pencabutan gugatan,
merupakan kebutuhan praktik yang membutuhkan pedoman dan pelaksanaan
penerapannya.

 HIR dan RGB tidak mengatur pencabutan gugatan

Dalam praktik pengadilan, pada permasalahan pencabutan gugatan, HIR dan RGB
tidak mengaturnya. Dalam kekosongan tersebut, perlu dicari landasan pedoman
hukum yang dapat dipertanggungjawabkan agar penerapannya tidak mengurangi
hak atau kepentingan para pihak terutama kepentingan penggugat.
1. Dapat menjadi pedoman pada pasal 271-272 Rv, berdasarkan prinsip process
Doelmagtiheid (Kepentingan Beracara).
 HIR dan RGB tidak mengatur pencabutan gugatan

1. Pasal 271 dan 272 Rv berdasarkan Prinsip Process Doelmagtiheid, meskipun Rv (hukum acara perdata) tidak
berlaku, dalam masalah tertentu masih perlu dipedomani sesuai dengan prinsip process doelmagtiheid
(kepentingan beracara) atau process order (ketertiban beracara) apabila tentang hal itu tidak berlaku dalam HIR
dan RGB. Penggunaan pasal 271 dan 272 Rv sebagai pedoman untuk rujukan dalam menyelesaikan masalah
pencabutan gugatan sesuai dalam Buku II "pedoman Tugas dan Administrasi Peradilan".

2. Yurisprudensi, selain ketentuan pasal 271 dan 272 Rv, hakim dapat mempergunakan yurisprudensi atau mengikuti
putusan peradilan terdahulu sebagai rujukan dalam menyelesaikan pencabutan gugatan.
2. Pencabutan Merupakan Hak Penggugat
Hukum perlu menjaga keseimbangan kepentingan dalam pencabutan gugatan. Bukan hanya kepentingan
penggugat yang perlu diperhatikan, tetapi kepentingan tergugat pun harus dilindungi. Maka sistem
pencabutan gugatan yang dianggap memberi keseimbangan kepada penggugat dan tergugat berpedoman
pada cara penerapan sebagai berikut:

1. Pencabutan mutlak hak Penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung.

2. Atas persetujuan tergugat apabila pemeriksaan telah berlangsung


2. Pencabutan Merupakan Hak Penggugat
 Pencabutan mutlak hak Penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung.

Penerapan ini berpedoman kepada ketentuan pasal 271 Rv alinea pertama, menegaskan: "Penggugat dapat mencabut perkaranya dengan syarat,

asalkan hal itu dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawaban". Dalam hal tergugat belum menyampaikan jawabannya, meskipun para

pihak telah hadir dipersidangan, dianggap pemeriksaan belum berlangsung. Dalam keadaan yang demikian, hukum memberikan hak penuh

kepada penggugat untuk mencabut gugatan tanpa persetujuan pihak tergugat.

 Atas persetujuan tergugat apabila pemeriksaan telah berlangsung

Penerapan ini berpedoman dan merujuk kepada alinea kedua pasal 271 Rv yang menegaskan, "setelah ada jawaban maka pencabutan istansi

hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan“. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan tergugat. Apabila pencabutan

gugatan tidak dibatasi, berati hukum memberi pembenaran kepada pengugat untuk bertindak sewenang-wenangnya kepada tergugat .
3. CARA PENCABUTAN

Cara pencabutan berpedoman kepada ketentuan pasal 272


Rv sebagai rujukan. Terdapat beberapa hal yang perlu
Yang berhak melakukan
dijelaskan dalam pelaksanaan pencabutan gugatan. pencabutan

Pencabutan gugatan yang


belum diperiksa dilakukan
dengan surat.

Pencabutan gugatan yang


sudah diperiksa
dilakukan dalam sidang
Yang berhak melakukan pencabutan

● Penggugat sendiri secara pribadi


Menurut hukum, penggugat sendiri yang paling berhak melakukan pencabutan karena dia sendiri yang paling mengetahui
hak dan kepentingannya dalam kasus perkara yang bersangkutan.
● Kuasa yang ditunjuk penguggat
Pencabutan dapat juga dilakukan kuasa yang ditunjuk penggugat berdasarkan surat kuasa khusus yang digariskan Pasal 123
HIR, dan SEMA No. 1 Tahun 1971 dan di dalamnya dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut. Atau dapat juga
dituangkan dalam surat kuasa tersendiri yang secara khusus memberi penegasan untuk melakukan pencabutan gugatan.
Pencabutan yang dilakukan kuasa yang tidak diberi wewenang untuk itu oleh penggugat tidak sah (illegal), dan tindakan
kuasa tersebut dapat dianggap menyalahgunakan wewenang (abuse of authority). Tindakan kuasa yang demikian dapat
dikualifikasi perbuatan melawan hukum (onrechmatige dead) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Pencabutan gugatan yang belum diperiksa
dilakukan dengan surat.
Pencabutan gugatan yang belum diperiksa di sidang pengadilan, mutlak menjadi hak penggugat. Sejalan dengan hal yg
dimaksud, pencabutan dapat dilakukan penggugat dengan cara berikut:
1). Pencabutan dilakukan dengan surat
● Ditujukan dan disampaikan kepada Ketua PN
● Berisi penegasan pencabutan gugatan. Pencabutan yang dilakukandengan lisan pada prinsipnya tidak sah dan harus
ditolak. Akan tetapi dapat juga dibenarkan dengan syarat.
● Pencabutan dilakukan di depan Ketua PN atau panitera.
● Atas pencabutan itu dibuat akta pencabutan yang ditandatangani penggugat dan Ketua PN atau panitera. tujuan utama
pencabutan harus berbentuk surat atau akta, agar tercipta dan terbina kepastian hukum (legal certainty), dan sekaligus
menjadi bukti tentang kebenaran pencabutan.
Pencabutan gugatan yang belum diperiksa
dilakukan dengan surat.

2). Ketua PN Menyelesaikan Administrasi Yustisial atas Pencabutan:


● dalam hal panggilan sidang belum disampaikan kepada tergugat, Ketua PN cukup memerintahkan panitera mencoret
perkara dari buku register.
● apabila panggilan sidang sudah disampaikan kepada tergugat, tindakan administrasi yustisial yang mesti diselesaikan
Ketua PN atau majelistersebut adalah: Memerintahkan juru sita menyampaikan pemberitahuan pencabutan kepada
tergugat, Pemberitahuan pencabutan dapat disampaikan pada hari sidang yang ditentukan, dan memerintahkan panitera
melakukan pencoretan perkara dari buku register.
Kewajiban PN menyampaikan pemberitahuan pencabutan kepada tergugat. merupakan pelaksanaan fungsi peradilan demi
tegaknya kepastian dan pelayanan hukum yang baik.
Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa
dilakukan dalam sidang

Cara pencabutan gugatan yang sudah diperiksa perkaranya di sidang pengadilan, merujuk kepada ketentuan pasal 272 Rv
sebagai pedoman seperlunya. Acuan pedoman penerapan yang dapat diambil dari pasal tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Pencabutan dilakukan pada sidang
Apabila perkara telah diperiksa, minimal pihak tergugat telah menyampaikan jawaban:
● Pencabutan mutlak mesti dilakukan dan disampaikan penggugat pada sidang pengadilan;
● Penyampaian pencabutan dilakukan pada sidang yang dihadiri tergugat.
Dengan begitu pencabutan hanya dapat dilakukan dan dibenarkan pada sidang pengadilan yang memenuhi syarat
contradictoir, yaitu harus dihadiri para pihak. Tidak dibenarkan pencabutan dalam persidangan secara ex-parte (tanpa
dihadiri tergugat)
Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa
dilakukan dalam sidang

2. Meminta persetujuan dari Tergugat


Mengenai hal ini sudah dijelaskan. Apabila pemeriksaan perkara sudahberlangsung, pencabutan harus mendapat persetujuan
tergugat. Olehkarena itu, apabila ada pengajuan pencabutan gugatan di sidang pengadilan,proses yang harus ditempuh
majelis untuk menyelesaikannya adalahsebagai berikut:
 Majelis menanyakan pendapat tergugat
Menanyakan pendapat tergugat tentang hal ini tidak dapat ditunda.Harus langsung pada saat itu juga. Namun jawaban
tergugat tidakmusti diberikan pada saat itu. Kepadanya dapat diberi waktu untuk berpikir dalam jangka waktu tertentu.
 Tergugat menolak pencabutan
Jika tergugat menolak pencabutan gugatan yang dilakukan penggugatmakapengadilan atau Majelis harus tunduk menaati (comply) atas penolakan.
Dan terhadap penolakan tergugat, pengadilan atau Majelis tidak boleh mengambil kebijaksanaan selain pada penolakan itu. Dan memerintahkan
Panitera untuk mencatat penolakan dalam berita acara sidang, sebagai bahan bukti otentik atas penolakan itu
Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa
dilakukan dalam sidang
3. Tergugat menyetujui pencabutan
Apabila tergugat menyetujui pencabutan, tindak lanjut yang perlu diselesaikan majelis adalah
Pencabutan mutlak mesti dilakukan dan disampaikan penggugat pada sidang pengadilan;
 menerbitkan putusan atau penetapan pencabutan
Persetujuan pencabutan yang diberikan tergugat, selain dicatat dalam berita acara dituangkan juga dalam bentuk putusan
atau penetapan. Mungkin lebih tepat berbentuk putusan atas alasan apabila tergugat menyetujui pencabutan, penyelesaian
gugatan (perkara) menjadi: bersifat final, dalam arti sengketa di antara penggugat dan tergugat berakhir. Dan sifat final itu
atas penyelesaian perkara berdasarkan kesepa katan (agreement) di depan sidang pengadilan, sehingga pencabutan
merupakan undang-undang bagi para pihak berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata.
 memerintahkan pencoretan perkara dari register atas alasan pencabutan.
Perintah pencoretan dari register, tidak hanya dimaksudkan sebagai pengakhiran pemeriksaan perkara, tetapi juga untuk
ketertiban administrasi yustisial.
4. Akibat Hukum Pencabutan

Pasal 272 Rv mengatur akibat hukum pencabutan gugatan. Ketentuan pasal ini dapat dijadikan pedoman dengan cara
memodifikasi dengan kebutuhan perkembangan. Akibat hukum pencabutan gugatan dianggap penting dan dapat
dijelaskan hal-hal berikut:
a. Pencabutan mengakhiri perkara.
b. Tertutup segala upaya hukum bagi para pihak.
c. Para pihak kembali kepada keadaan semula.
d. Biaya perkara dibebankan kepada penggugat.
5. Pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut

Pasal 124 HIR masih tetap memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan yang digugurkan
sebagai perkara baru, dengan syarat dibebaninya untuk membayar biaya perkara. Pedoman yang dianggap rasional dan
praktis mengenai permasalahan yang timbul dalam kasus pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut sebagai berikut:
• Yang dicabut tanpa memerlukan persetujuan tergugat dapat diajukan Kembali
• Gugatan yang dicabut atas persetujuan tergugat, tidak dapat diajukan kembali
02.

PERUBAHAN
GUGATAN
PERUBAHAN GUGATAN

Renvoi atau perubahan gugatan merupakan hak yang diberikan kepada


penggugat yang diatur dalam Pasal 127 Rv, yang berbunyi sebagai berikut:
“Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya
sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah
pokok gugatannya.”
Menurut Yahya Harahap, karena Pasal 127 Rv sendiri menegaskan
melakukan perubahan gugatan adalah hak penggugat, berarti menurut
hukum penggugat berhak mengajukan perubahan gugatan kepada majelis
hakim yang memeriksa perkara dan bukannya meminta atau memohon izin
atau perkenaan untuk melakukan perubahan gugatan.
Batas waktu pengajuan perubahan gugatan

Terdapat beberapa pendapat mengenai batas waktu pengajuan perubahan gugatan,


yakni sebagai berikut:
a. Sampai saat perkara diputus
Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 127 Rv, penggugat berhak mengubah atau
mengurangi tuntutan sampai saat perkara diputus.
b. Batas waktu pengajuan pada hari sidang pertama
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan yang diterbitkan
MA, batas jangka waktu pengajuan hanya boleh dilakukan pada hari sidang pertama. Selain
harus diajukan pada sidang pertama, juga disyaratkan para pihak harus hadir.
c. Sampai pada tahap replik-duplik
Menurut Yahya Harahap, praktik peradilan cenderung menerapkan perubahan hingga tahap
ini.
Syarat perubahan gugatan sebenarnya tidak disebutkan dalam Pasal 127 Rv, namun
menurut Yahya Harahap, praktik peradilan menentukan syarat formil keabsahan pengajuan
perubahan.
Dalam Buku Pedoman MA, dimuat syarat sebagai berikut:
a. Pengajuan perubahan pada sidang yang pertama dihadiri tergugat
Syarat formil ini ditegaskan oleh MA dalam Buku Pedoman yang menyatakan:
Diajukan pada hari sidang pertama, dan
Para pihak hadir.
b. Memberi hak kepada tergugat untuk menanggapi
Syarat formil dinyatakan dalam Buku Pedoman MA sebagai berikut:
Menanyakan kepada tergugat tentang perubahan itu,
Serta memberi hak dan kesempatan untuk menanggapi dan membela kepentingannya.
Yahya Harahap mengambil kesimpulan berikut terkait hak tergugat untuk menanggapi
berdasarkan Putusan MA No. 843 K/Sip/1984:
Perubahan gugatan tanpa mendengar pendapat tergugat, dianggap tidak sah;
Dengan demikian, PN salah menerapkan hukum acara karena telah membenarkan perubahan
gugatan tanpa memberi kesempatan kepada tergugat mengajukan pendapat dan persetujuannya
atas perubahan tersebut;
Oleh karena itu, perubahan gugatan dianggap tidak pernah ada.
c. Tidak menghambat acara pemeriksaan
Syarat ini dikemukakan Asikin dalam catatan perkara No. 943 K/Pdt/1984. Ditegaskan, kebolehan
perubahan gugatan tidak menghambat acara pemeriksaan perkara. Apabila perubahan itu sedemikian
rupa, sehingga hakim memperkirakan, secara objektif perubahan mengakibatkan proses tahap replik-
duplik yang sudah berlangsung terpaksa diperpanjang, perubahan dikategorikan mempersulit dan
menghambat jalannya pemeriksaan. Namun, syarat ini harus diterapkan secara cermat dan kasuistik.
Berdasarkan putusan MA di atas, terdapat penegasan bahwa perubahan gugatan tidak memerlukan
persetujuan tergugat. Bagi hukum, sikap dan pendapat apa pun yang dikemukakan tergugat tidak
menimbulkan masalah. Boleh menolak atau menyetujui, dan keduanya tidak mempengaruhi keabsahan
pengajuan perubahan, asalkan perubahan itu diberitahukan serta diberi kesempatan kepada tergugat
untuk menanggapi.
Pada akhirnya, kewenangan untuk menentukan apakah perubahan gugatan secara substansial dapat
dibenarkan atau tidak, sepenuhnya menjadi hak dan kewenangan hakim. Pendapat dan tanggapan
tergugat tidak dapat membatalkan perubahan.
Jangkauan kebolehan perubahan atau pengurangan, pertama-tama dijelaskan dalam Pasal 127 Rv yang
mana batasannya adalah tidak boleh mengubah atau menambah pokok gugatan. Ada pun pengertian
pokok gugatan tidak dijelaskan dalam Pasal 127 Rv. Yahya Harahap, ahli hukum acara perdata Indonesia,
berpendapat bahwa pengertian pokok gugatan secara umum adalah materi pokok gugatan atau materi
pokok tuntutan, atau kejadian materiil gugatan. Oleh karena itu, batas umum perubahan atau
pengurangan gugatan, tidak boleh mengakibatkan terjadinya perubahan kejadian materiil gugatan.
pembatasan perubahan gugatan secara kasuistik berdasar praktik peradilan

pembatasan perubahan gugatan secara kasuistik berdasar praktik peradilan, yakni sebagai berikut:
a. Tidak boleh mengubah materi pokok perkara
Perubahan gugatan atau tuntutan yang menimbulkan akibat terjadinya perubahan materi pokok perkara tidak
diperbolehkan atau dilarang. Penegasan ini terdapat dalam Putusan MA No. 547 K/Sip/1973, yang menyatakan
bahwa “perubahan gugatan mengenai materi pokok perkara adalah perubahan tentang pokok gugatan, oleh karena itu
harus ditolak.”
b. Perubahan gugatan yang tidak prinsipil dapat dibenarkan
Contohnya terdapat pada putusan MA No. 1535 K/Pdt/1983 dimana perubahan gugatan yang berkenaan dengan
perbaikan hubungan darah antara para tergugat dengan pewaris penggugat, dianggap tidak prinsipil, karena
perubahan itu, tidak berakibat menimbulkan perubahan posita gugatan.
c. Perubahan nomor Surat Keputusan
Perubahan gugatan yang berkenaan dengan penyempurnaan nomor Surat Keputusan Gubernur yang semula tidak
disebut dalam gugatan, dianggap tidak bertentangan dengan hukum. MA dalam Putusan No. 484 K/Pdt/1983
menyatakan bahwa perubahan gugatan yang berkenaan dengan penyempurnaan penyebutan nomor SK Gubernur
atas tanah terperkara yang sebelumnya tidak disebut dalam gugatan, tidak dianggap sebagai perubahan materi pokok
perkara.
d. Perubahan tanggal tidak dianggap merugikan kepentingan tergugat
MA dalam putusannya No. 823 K/Sip/1973 menyatakan bahwa perubahan tanggal yang tertulis dalam gugatan tidak
dianggap merugikan kepentingan tergugat karena:
Perubahan itu dianggap tidak mengubah posita gugatan;
Juga tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingan tergugat;
Oleh karena itu, tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum acara yang berlaku, bahkan sebaliknya sesuai dengan
asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

e. Tidak mengubah posita gugatan


Dalam putusan MA No. 1043 K/Sip/1971 dinyatakan bahwa dilarang dan tidak dibenarkan perubahan yang mengakibatkan
perubahan posita gugatan. Yang dimaksud dengan perubahan posita adalah perubahan itu mengakibatkan terjadinya
penggantian posita semula menjadi posita baru atau posita lain. Misalnya, posita jual-beli, diubah menjadi sewa-menyewa
atau hibah.

f. Pengurangan gugatan tidak boleh merugikan tergugat


Pasal 127 Rv memberi hak kepada penggugat mengurangi gugatan atau tuntutan. Misal dalam Putusan MA No. 848
K/Pdt/1983, ditegaskan perubahan ganti rugi dari Rp 13.000.000,00 (tiga belas juta Rupiah) menjadi Rp 4.000.000,00
(empat juta Rupiah) dapat dibenarkan karena tidak mengenai materi pokok perkara, dan bahkan bukannya merugikan tetapi
menguntungkan tergugat. Namun, beda halnya apabila pengurangan gugatan merugikan kepentingan tergugat. Misalnya
dalam perkara pembagian harta warisan penggugat mendalilkan harta peninggalan orang tua belum dibagi waris. Semula
penggugat memasukkan seluruh harta warisan, meliputi harta yang dikuasai dan yang berada di tangannya dengan yang
dikuasai ahli waris yang lain. Pada sidang pengadilan, penggugat mengurangi objek harta warisan yang digugat dengan cara
mengeluarkan harta yang dikuasainya dari gugatan, sehingga harta yang menjadi objek gugatan hanya yang dikuasai oleh
03.

PENGGABUNG
AN GUGATAN
1. PENGERTIAN DAN PENGATURAN
PENGGABUNGAN GUGATAN

Secara teknis mengandung pengertian penggabungan beberapa gugatan dalam satu


gugatan. Disebut juga sebagai kumulasi gugatan (samenvoeging van vordering), yaitu
penggabungan dari lebih satu tuntutan hukum ke dalam satu gugatan. Dalam hukum
positif tidak mengatur adanya penggabungan gugatan. Baik dari HIR (Herzien Indonesis
Reglement) ataupun RGB (Rechtsreglement Buitengewesten), tidak mengatur. Begitu juga
Rv (Reglement of de Rechtsvordering), tidak mengatur secara tegas dan tidak melarang.
Dengan demikian Rv membolehkan penggabungan gugatan.
2. TUJUAN PENGGABUNGAN GUGATAN

Berdasarkan putusan MA No. 5 K/Pdt./1983, dalam pertimbangannya secara tersirat dikemukakan manfaat
dan tujuan penggabungan gugatan. Begitu juga dalam putusan MA no. 880 K/Sip/1970, terdapat
pertimbangan mengenai manfaat dan tujuan penggabungan. Akan tetapi didalam HIR dan RGB tidak
mengatur penggabungan gugatan. Dilihat dari putusan di atas, dapat dikemukakan manfaat dan tujuan dari
penggabungan gugatan:
2. TUJUAN PENGGABUNGAN GUGATAN

● Mewujudkan peradilan yg sederhana

Melalui sistem penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan, dapat dilaksanakan penyelesaian beberapa perkara
melalui proses tunggal, dan dapat dipertimbangkan serta diputuskan dalam satu putusan. Sebaliknya, jika masing-masing
digugat secara terpisah, maka terpaksa ditempuh proses penyelesaiannya terhadap masing-masing perkara.

● Menghindari putusan yang saling bertentangan

Manfaat lainnya melalui sistem penggabungan adalah dapat dihindari munculnya putusan yang saling bertentangan dalam
kasus yang sama. Apabila gugatan digabung dalam satu gugatan, dapat dipastikan hanya ada putusan tunggal yang benar-
3. SYARAT PENGGABUNGAN
GUGATAN

Sehubungan dengan penggabungan, perlu dijelaskan dalam salah satu putusan MA No.
2990 K/Pdt/1990, yang memberikan gambaran acuan penerapan penggabungan gugatan.
Berdasarkan putusan tersebut, maka dapat dikemukakan syarat pokok kumilasi dari
penggabungan gugatan.

a. Pertama, gugatan yang digabungkan harus sejenis, tidak boleh berbeda-beda.


b. Kedua, penyelesaian hukum dan kepentingan yang dituntut para penggugat adalah
sama.
c. Ketiga, hubungan hukum antara para penggugat dan tergugat adalah sama.
d. Keempat, pembuktian dari gugatan tersebut harus sama dan mudah, sehingga tidak
mempersulit pemeriksaan secara kumulasi.
4. BENTUK PENGGABUNGAN
GUGATAN
Dalam bentuknya dibagi secara Teori dan praktik, dan juga diketahui terdapat dua bentuk penggabungan, yaitu:
● Kumulasi Subjektif
Pada bentuk ini, dalam satu surat gugatan terdapat:
a. Beberapa orang penggugat atau tergugat.
b. penggugat terdiri dari beberapa orang yang berhadapan dengan seorang tergugat saja. Begitu juga sebaliknya. Kumulasi
subjektifnya tergantung dari banyaknya penggugat atau tergugat.
c. Dapat juga terjadi bentuk kumulasi subjektif yang meliputi pihak penggugat dan tergugat. Pada kumulasi ini,
penggugat terdiri dari beberapa orang dan berhadapan dengan beberapa orang dari tergugat.
● Kumulasi Objektif
Dalam bentuk ini, yang digabung adalah gugatan. Penggugat menggabung beberapa gugatan dalam satu surat gugatan. Jadi
yang menjadi faktor dari kumulasi adalah gugatan, yang digabungkan dalam bentuk satu gugatan.
5. BEBERAPA PENGGABUNGAN YANG
TIDAK DIBENARKAN
Pada bagian ini, akan dijelaskan beberapa penggabungan yang tidak dapat dibenarkan atau dilarang oleh hukum. Larangan
itu, bersumber dari hasil pengamatan praktik peradilan.
• Pemilik objek gugatan berbeda
Penggugat mengajukan gugatan kumulasi terhadap beberapa objek dan masing-masing objek gugatan dimiliki oleh pemilik
yang berbeda dan berlainan. Penggabungan yang demikian baik secara objektif dan subjektif tidak dapat dibenarkan.
• Gugatan yang digabungkan tunduk pada hukum acara yang berbeda.
Penggabungan gugatan bertitik tolak pada prinsip, perkara yang dugabungkan tunduk pada hukum acara yang sama, tidak
dibenarkan menggabungkan beberapa gugatan yang tunduk kepada hukum acara yang berbeda. Meskipun antara gugatan
terdapat hubungan erat, faktor ini harus disingkirkan apabila masing2 gugatan tunduk kepada ketentuan hukum acara yg
berbeda.
5. BEBERAPA PENGGABUNGAN YANG
TIDAK DIBENARKAN.2
Pada bagian ini, akan dijelaskan beberapa penggabungan yang tidak dapat dibenarkan atau dilarang oleh hukum. Larangan
itu, bersumber dari hasil pengamatan praktik peradilan.
• Gugatan tunduk pada kompetensi absolut yang berbeda
Telah disinggung bahwasannya jika terdiri dari beberapa gugatan, yang masing-masing tunduk kepada kewenangan absolut
yang berbeda maka penggabungan tidak dapat dibenarkan. Yang artinya tidak dibenarkan melakukan penggabungan gugatan
yang berbeda yurisdiksi (lingkup kekuasaan) yang mengadilinya.
• Gugatan rekonvensi tidak ada hubungannya dengan gugatan konvensi
Sesuai dengan ketentuan pasal 132a ayat (1) HIR, tergugat berhak mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga terjadi
penggabungan antara konvensi dan rekonvensi, sehingga terjadi penggabungan antara konvensi dan rekonvensi. Akan tetapi
kebolehan seperti itu, tetap berpatokan pada syarat, terdapat hubungan erat antara keduanya. Apabila tidak terdapat
hubungan erat diantara keduanya, maka tidak dibenarkan.
Penggabungan gugatan cerai dengan pembagian harta
bersama.

Jika bertitik tolak dari Putusan MA No. 2205 K/Pdt/1981, tidak dibenarkan menggabungkan
gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama. Menurut putusan itu, hukum acara tidak
membolehkan penggabungan antara gugatan cerai dengan pembagian harta bersama. Alasan
yang sering diajukan, antara kedua gugatan masing-masing berdiri sendiri. Gugatan perceraian
berada di depan, dan pembagian harta bersama berada di belakang.
04.

Pihak
Dalam Gugatan
1. Kekeliruan Pihak Menimbulkan Gugatan Error In
Persona
Yang bertindak sebagai penggugat/ tergugat harus orang yang benar-benar memiliki kedudukan dan kapasitas yang tepat menurut
hukum. Keliru dan salah bertindak akan mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil.

Cacat formil yang ditimbulkan atas kekeliruan atau kesalahan yang bertindak sebagai penggugat atau tergugat, dikualifikasi
mengandung error in persona.

A. Diskualifikasi in Person

Terjadi apabila yang bertindak sebagai penggugat orang yang tidak memenuhi syarat (diskualifikasi), disebabkan
karena :

 Tidak mempunyai hak untuk menggugat perkara yang disengketakan


 Tidak cakap melakukan tindakan hukum
B. Salah Sasaran Pihak yang Digugat

Orang yang ditarik sebagai tergugat keliru (gemis aanhoeda nigheid). Seperti hal nya salah sasarn, menggugat anak dibawah
umumr tanpa mengikutsertakan orang tua/ walinya. Bisa juga perseroan terbatas yang belum disahkan menurut pasal 9 ayat (1) UU
No.1/1995, tidak dapat bertindak sebagai badan hukum. Yang harus ditarik sebagai tergugat adalah pengurusnya.

C. Gugatan Kurang Pihak (Plurium Litis Consortium)

“Pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang ditarik sebagai tergugat”
● Tidak lengkap, masih ada orang yang mesti ikut bertindak sebagai penggugat/ tergugat
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
● Oleh karenanya gugatan “error in persona” dalam bentuk Plurium Litis Consortium artinya gugatan yang diajukan kurang pihaknya
infographics & images by Freepik
2. Akibat Hukum Kesalahan Pihak

Bentuk kekeliruan apa pun yang terkandung dalam gugatan, sama sama mempunyai akibat hukum:
● Gugatan dianggap tidak memenuhi syarat formil, oleh karenanya gugatan mengandung cacat formil
● Gugatan harus dinyatakan tidak dapat di terima (Nietontvankelijke verklaard)

Tindakan yang dianggap tepat dilakukan menghadapi gugatan cacat error in persona :
1. Memperbaiki / menyempurnakan pihak yang dinyatakan cacat oleh pengadilan
2. Perbaikan dilakukan dengan menempatkan pihak yang tepat atau memasukkan orang yang bersangkutan baik sebagai pihak penggugat
atau tergugat

Cara yang dianggap paling efektif dan efisien jika PN menjatuhkan gugatan “error in persona”
• Kurang efektif dan efisien, Jika mengajukan upaya hukum (banding dan atau kasasi)
• Lebih tepat melakukan perbaikan yang dilanjutkan dengan pengajuan kembali sebagai perkara baru.
3. Penerapan Pihak Dihubungkan dengan Kasus Perkara

Penggugat harus sedapat meungkin menghindari kesalahan atau kekeliruan mendudukan pihak
dalam gugatan, agar gugatan tidak mengandung cacat error in persona. Adapunn beberapa
patokan yang perlu diperhatikan

A. Pihak Dalam Perkara Yang Timbul Dari Perjanjian

. Yang dapat menjadi pihak baik tergugat atau penggugat dalam sengketa yang timbul dalam perjanjian, hanya terbatas pada diri
orang yang terlibat menjadi pihak dalam perjnajian dimaksud. Pihak ketiga tidak ikut terlibat dalam perjanjian, dan tidak dapat menuntut
pembatalan/ mengajukan tuntutan wanprestasi. Selain itu untuk menghindari cacat kurangnya pihak, maka semua orang yang ikut menjadi
pihak dan menandatangani perjanjian harus ikut sebagai tergugat/ penggugat.
B. Menarik Seluruh Penggarap, Apabila Penguasaan Secara Kolektif

● ketiga bersaudara menggarap tanah terperkara berdasarkan warisan dari orang tuanya, maka walaupun hanya seorang saja yang
ditarik sebagai pihak, tetapi tetap dianggap sah
● Namun jika ketiga bersaudara menguasai tanah secara terpisah dan individual (kolektif), berarti pemilik berhadapan secara

terpisah antara masing masing penggarap. Disini mereka semua harus hadir, dan apabila tidak maka gugatan tidak dapat diterima .

C. Pihak ketiga dari siapa tanah diperoleh pembeli, harus ikut ditarik sebagai tergugat

 Prinsip Umum
Disini mengharuskan menarik pihak ketiga sebagai tergugat, apabila tanah yang disengketakan diperoleh tergugat dari pihak ketiga.
Ketentuan bersifat memaksa dan pelanggaran atasnya mengakibatkan gugatan catat formil “pluraium litis conortium”.
 Pihak ketiga yang telah diperiksa sebagai saksi, tidak perlu ditarik sebagai pihak
Meskipun dari pihak ketiga dari siapa objek tanah snegketa diperoleh tidak ditarik sebagai tergugat, hal itu dapat ditolerir, asalkan
pihak ketiga tersebut diperiksa sebagai saksi. Pihak ketiga tidak perlu ikut digugat lagi apabila telah diperiksa menjadi saksi.

 Yang lebih baik, menarik sebagai pihak


Untuk menghindari terjadinya kekurangan pihak dalam gugatan, lebih baik menarik pihak ketiga yang bersangkutan sebagai pihak
daripafa menjadikannya saksi.

 Penarikan pihak ketiga disesuaikan dengan kebutuhan dalil gugatan


Penarikan pihak ketiga sebagai tergugat tidak lagi sebagai prinsip umum yang ketat, tetapi mengarah pada pelenturan yang bercorak
kausuistik yang penerapannya digantungkan kepada kebutuhan/ kepentingan dalil gugatan
D. Pihak dalam gugatan rekonvensi, hanya terbatas pada diri penggugat konvensi

Yang dapat dan yang boleh ditarik sebagai tergugat rekonvensi, terbatas pada diri penggugat konvensi, mereka yang sama
kedudukannya sebagai tergugat konvensi, tidak dapat dijadikan tergugat rekonvensi.

E. Tidak semua ahli waris jadi pihak

Untuk menghindari terjadinya akibat buruk dari banyak nya ahli waris, maka praktik peradilan melunturkan penerapannya, dengan jalan
mentolelir hanya menggugat satu/ beberapa orang ahli waris. Pelenturan tersebut juga ditegaskan dalam putusan MA No. 1218 K.Pdt/1983.

Sehubungan dengan gugatan yang menyangkut ahli waris, maka dapat dikemukakan beberapa variabel :
• Tidak diketahui secara pasti berapa ahli waris
• Cukup seorang ahli waris sebagai penggugat untuk menggugat harta warisan yang dikuasai pihak ketiga
• Tidak mesti mengikutkan janda menuntut harta warisan yang ada di tangan pihak ketiga
• Ahli waris tidak boleh menghalangi ahli waris lain mengajukan gugatan
• Sengketa pembagian harta warisan
F. Yang Sah Bertindak Mewakili Perseroan Terbatas (PT)

Sehubungan dengan melekatnya persona standi in judicio pada perseroan, terdapat beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan
terkaitnya yaitu:

1). Persona standi in judicio perseroan baru ada dan sah setelah mendapat pengesahan menteri
2). Direktur yang bertindak tapa persetujuan komisaris menjadi tanggung jawab pribadi,
3). Yang jadi pihak adalah perseroan apabila telah mendapat pengesahan

G. Cabang atau perwakilan dapat bertindak atau ditarik sebagai pihak

Dahulu yang dianggap sah bertindak di depan pengadilan, hanya kantor pusat. Namun justru hal ini menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu
pengadilan melonggarkan dan mengizinkan cabang/ perwakilan sebagai pihak tergugat/ penggugat. Yang bertindak mewakilinya di depan
pengadilan adalah kepala cabang.

Tindakan hukum kepada pimpinan cabang yang sudah diberhentikan, tidak dapat dituntut kepada cabang perseroan, melainkan yang ditarik adalah
pihak pribadinya.
H. Persekutuan Komanditer (CV) atau Persekutuan Firma, tidak dapat bertindak sebagai persona standi in judicio

CV atau Firma belum merupakan badan hukum. Menurut Putusan MA No. 879 K/Sip/1974, CV dalam lalu lintas hukum belum merupakan subjek
hukum yang tersendiri terlepas dari anggota persero pengurus, sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum tersendiri,. Yang dapat melakukan
hanyalah anggota pengurusnya.

I. Kedudukan penanggung sebagai pihak

Penanggung berjanji akan memenuhi perikatan perjanjian utang apabila debitur tidak memenuhinya. Ciri persetujuan penangungan yaitu:
• Pernyataan dari penangung secara sukarela kepada kreditur untuk melaksanakan pemenuhan prestasi untuk & atas nama debitur, apabila debitur
wanprestasi
• Sifat subsidiary yaitu perjanjian pokok antara kreditur & debitur, dan perjanjian subsidiary antara penjamin & kreditur yang identik dengan
perjanjian pokok.
• Memberi hak opsi kreditur memilih siapa yang dituntutnya memenuhi prestasi.
J. Majikan atau Atasan harus ikut ditarik sebagai pihak atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan bawahan

Setiap kerugian yang dialami pihah ketiga akibat PMH orang tanggungannya, bertanggung jawab atas kerugian tsb :
• Orang tua dan wali bertanggung jawab atas anak yang belum dewasa yang tinggal bersama mereka
• Majikan dengan orang yang mereka angkat sebagai wakil urusan mereka ‘’
• Guru sekolah dan kepala tukang bertanggung jawab atas murid selama berada dalam pengawasan.

K. Pihak yang jadi penyebab cekcok, tidak dapat bertindak sebagai penggugat menurut penceraian

Suami atau istri atau pihak yang menjadi perselisihan, tidak berhak atau tidak dapat bertindak sebagai penggugat menurut penceraian berdasarkan
pasal 19 huruf f P>P. No. 9 tahun 1975. Hakim tidak patut menyatakan pecahnya perkawinan disebabkan tindakan/ kesalahan salah satu pihak.
Mencari kesalahan akan nya dapat menimbulkan akibat buruk bagi suami-istri dan anak anaknya.
L. Istri kedua tidak berhak menggugat harta bersama suami dengan istri pertama

Apa yang menjadi harta bersama antara suami dengan istri pertama maupun kedua, terpisah dan berdiri sendiri menjadi hak mereka masing-
masing. Oleh karena itu, penggugat sebagai istri kedua, tidak berhak menjadi penggugat untuk menuntutnya, sebab harta tersebut merupakan harta
istri pertama dengan anak-anaknya.

M. Yang harus ditarik sebagai pihak adalah pemberi kuasa

Pemberi kuasa melimpahkan kekausaan kepada peneirma kuasa untuk melakukan sesuatu atas nama pemberi kuasa. Adapun yang dapat ditarik
sebagai tergugat atas sengketa dari perjanjian yang dibuat kuasa untuk & atas nama pemberi kuasa:
• Pemberi kuasa
• Dengan syarat, jika tindakan tsb dilakukan sesuai dengan fungsi & kewenangan yang diberikan kepadanya
• Kuasa baru dapat ditarik sebagai tergugat, jika tindakan yang dilakukan melampaui batas
N. Penggantian pihak karena meninggal

1. Terggugat meninggal digantikan oleh ahli warisnya

• Kedudukan tergugat digantikan oleh ahli waris


• Peralihan penggantian itu berdasarkan titel umum
• Penggantian kedudukan tersebut tidak memerlukan persetujuan dari penggugat, sebab tampilan ahli waris menggantikan
pewaris sebagai tergugat (bukan hak tetapi kewajiban)
• Penggugat tidak perlu memperbaiki atau memperbarui (renewal) gugatan

2. Penggugat Meninggal Digantikan oleh ahli waris

Dikemukakan putusan MA No. 431 K?Sip?1973.


• Penggugat digantikan oleh ahli waris berdasarkan titel umum
• Namun untuk itu, harus ada persetujuan seluruh ahli waris
• Apabila tidak tercapai persetujuan dari seluruh ahli waris untuk melanjutkan gugatan semula, gugatan harus dinyatakan
gugur
O. Gugatan harta bersama terhadap pihak ketiga, cukup suami

Sama halnya dengan harta warisan, tidak perlu semua ikut sebagai pihak. Cukup suami atau istri yang bertindak sebagai
panggugat untuk menggugat harta bersama yang berada di tangan atau penguasaan pihak ketiga tanpa hak. Penerapan ini
ditegaksan dalam putusan MA No. 231 K/Sip 1956.

P. Orang asing dapat ditarik sebagai tergugat

Menurut Asikin (ketentuan pasal 100 Rv) yang membeirkan hak menggugat orang asing di Indonesia adalah hak overdadig yaitu hak melampaui
batas teritorial. Tujuan untuk melindungi kepentingan WNI terhadap WNA

Mereka dapat ditarik sebagai tergugat di depan pengadilan dengan syarat, sengketa yang timbul :
• Bersumber dari perjanjian/ perikatan yang dilakukan/ dibuat di Indonesia
• Perjanjian yang dibuat dimana saja dengan warga negara Indonesia
Q. Eksekusi putusan pengadilan Indonesia terhadap WNA terbentur pada doktrin teritorial sovereignty

Doktrin ini adalah dasar aturan yang menegaskan :


• Putusan pengadilan yang diambil di suatu negara, tidak secara langsung diakui dan dilaksanakan di negara lain
• Doktrin Territorial Sovereignty hanya dapat diatasi melalui asas reciprocity enforcement, berdasarkan perjanjian bantuan peradilan/
judicial assistant secara bilateral atau multilateral.

Prinsip teritorial sovereignty juga dikenal di Indonesia, diatur dalam pasal 436 Rv :
• Putusan hakim/ pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di Indonesia
• Atas putusan hakim, perkara nya dapat diajukan untuk diperiksa dan diputus sebagai perkara baru di Indonesia
• Apabila diajukan sebagai perkara baru, maka putusan pengadilan asing itu :

- Dapat dijadikan fakta hukum


- Dapat dojadikan bukti otentik
- Dapat dianggap mengandung fakta yang benar
THANKS!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik
ALTERNATIVE ICONS
ENROLLMENT PROCESS

STEP 1 STEP 2 STEP 3

May 15 June 20 September 15

Saturn Mercury Mars

Saturn is a gas giant and has Mercury is the smallest planet in Despite being red, Mars is
several rings the Solar System actually a cold place
ALTERNATIVE RESOURCES

Anda mungkin juga menyukai