PERMASALAHAN
GUGATAN
KONTENTIOSA 2
KELOMPOK 4:
Ezra Zachary Rakan Maoelana (11200480000077)
Sifa Alfyyah Asathin (11200480000085)
Keumala Eka Putri (11200480000109)
PEMBAHA
01. SAN 03.
PENCABUTAN PENGGABUNGAN
GUGATAN GUGATAN
Cara Pencabutan, akibat Hukum Tujuan Penggabungan, Syarat, Beberapa
Pencabutan, Pencabutan Hak Penggugat, dll. Penggabungan yang tidak dibenarkan, dll.
02. 04.
PERUBAHAN PIHAK DALAM
GUGATAN GUGATAN
Hak Perubahan Gugatan, Batas Waktu, Kekeliruan Pihak, Akibat Hukum,
Syarat Perubahan, dll. Penerapan Pihak, dll.
1. PENCABUTAN
GUGATAN
“
“Salah satu permasalahan hukum mungkin yang timbul dalam proses berpekara di depan
pengadilan adalah pencabutan gugatan. Dalam pencabutan gugatan, para pihak penggugat
biasanya mencabut gugatan selama proses pemeriksaan berlangsung dan alasannya sangat
bervariasi salah satu contohnya adalah gugatan yang diajukan tidak sempurna.” Berhubungan
dengan masalah pencabutan gugatan, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:.
—PENCABUTAN GUGATAN
1. Dapat menjadi pedoman pada pasal 271-272 Rv, berdasarkan
prinsip process Doelmagtiheid (Kepentingan Beracara).
Dengan dipedomani-nya pasal 271-272 Rv, terdapat 2 kategori yang berdasarkan
prinsip Process Doelmagtiheid, yaitu:
Meskipun tidak dapat diajukan secara fakta dan data statistik mengenai jumlah
pencabutan gugatan, hal itu tidak dapat menghindari kebenaran akan terjadinya
banyak kasus pencabutan gugatan, oleh karena itu masalah pencabutan gugatan,
merupakan kebutuhan praktik yang membutuhkan pedoman dan pelaksanaan
penerapannya.
Dalam praktik pengadilan, pada permasalahan pencabutan gugatan, HIR dan RGB
tidak mengaturnya. Dalam kekosongan tersebut, perlu dicari landasan pedoman
hukum yang dapat dipertanggungjawabkan agar penerapannya tidak mengurangi
hak atau kepentingan para pihak terutama kepentingan penggugat.
1. Dapat menjadi pedoman pada pasal 271-272 Rv, berdasarkan prinsip process
Doelmagtiheid (Kepentingan Beracara).
HIR dan RGB tidak mengatur pencabutan gugatan
1. Pasal 271 dan 272 Rv berdasarkan Prinsip Process Doelmagtiheid, meskipun Rv (hukum acara perdata) tidak
berlaku, dalam masalah tertentu masih perlu dipedomani sesuai dengan prinsip process doelmagtiheid
(kepentingan beracara) atau process order (ketertiban beracara) apabila tentang hal itu tidak berlaku dalam HIR
dan RGB. Penggunaan pasal 271 dan 272 Rv sebagai pedoman untuk rujukan dalam menyelesaikan masalah
pencabutan gugatan sesuai dalam Buku II "pedoman Tugas dan Administrasi Peradilan".
2. Yurisprudensi, selain ketentuan pasal 271 dan 272 Rv, hakim dapat mempergunakan yurisprudensi atau mengikuti
putusan peradilan terdahulu sebagai rujukan dalam menyelesaikan pencabutan gugatan.
2. Pencabutan Merupakan Hak Penggugat
Hukum perlu menjaga keseimbangan kepentingan dalam pencabutan gugatan. Bukan hanya kepentingan
penggugat yang perlu diperhatikan, tetapi kepentingan tergugat pun harus dilindungi. Maka sistem
pencabutan gugatan yang dianggap memberi keseimbangan kepada penggugat dan tergugat berpedoman
pada cara penerapan sebagai berikut:
Penerapan ini berpedoman kepada ketentuan pasal 271 Rv alinea pertama, menegaskan: "Penggugat dapat mencabut perkaranya dengan syarat,
asalkan hal itu dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawaban". Dalam hal tergugat belum menyampaikan jawabannya, meskipun para
pihak telah hadir dipersidangan, dianggap pemeriksaan belum berlangsung. Dalam keadaan yang demikian, hukum memberikan hak penuh
Penerapan ini berpedoman dan merujuk kepada alinea kedua pasal 271 Rv yang menegaskan, "setelah ada jawaban maka pencabutan istansi
hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan“. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan tergugat. Apabila pencabutan
gugatan tidak dibatasi, berati hukum memberi pembenaran kepada pengugat untuk bertindak sewenang-wenangnya kepada tergugat .
3. CARA PENCABUTAN
Cara pencabutan gugatan yang sudah diperiksa perkaranya di sidang pengadilan, merujuk kepada ketentuan pasal 272 Rv
sebagai pedoman seperlunya. Acuan pedoman penerapan yang dapat diambil dari pasal tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Pencabutan dilakukan pada sidang
Apabila perkara telah diperiksa, minimal pihak tergugat telah menyampaikan jawaban:
● Pencabutan mutlak mesti dilakukan dan disampaikan penggugat pada sidang pengadilan;
● Penyampaian pencabutan dilakukan pada sidang yang dihadiri tergugat.
Dengan begitu pencabutan hanya dapat dilakukan dan dibenarkan pada sidang pengadilan yang memenuhi syarat
contradictoir, yaitu harus dihadiri para pihak. Tidak dibenarkan pencabutan dalam persidangan secara ex-parte (tanpa
dihadiri tergugat)
Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa
dilakukan dalam sidang
Pasal 272 Rv mengatur akibat hukum pencabutan gugatan. Ketentuan pasal ini dapat dijadikan pedoman dengan cara
memodifikasi dengan kebutuhan perkembangan. Akibat hukum pencabutan gugatan dianggap penting dan dapat
dijelaskan hal-hal berikut:
a. Pencabutan mengakhiri perkara.
b. Tertutup segala upaya hukum bagi para pihak.
c. Para pihak kembali kepada keadaan semula.
d. Biaya perkara dibebankan kepada penggugat.
5. Pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut
Pasal 124 HIR masih tetap memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan yang digugurkan
sebagai perkara baru, dengan syarat dibebaninya untuk membayar biaya perkara. Pedoman yang dianggap rasional dan
praktis mengenai permasalahan yang timbul dalam kasus pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut sebagai berikut:
• Yang dicabut tanpa memerlukan persetujuan tergugat dapat diajukan Kembali
• Gugatan yang dicabut atas persetujuan tergugat, tidak dapat diajukan kembali
02.
PERUBAHAN
GUGATAN
PERUBAHAN GUGATAN
pembatasan perubahan gugatan secara kasuistik berdasar praktik peradilan, yakni sebagai berikut:
a. Tidak boleh mengubah materi pokok perkara
Perubahan gugatan atau tuntutan yang menimbulkan akibat terjadinya perubahan materi pokok perkara tidak
diperbolehkan atau dilarang. Penegasan ini terdapat dalam Putusan MA No. 547 K/Sip/1973, yang menyatakan
bahwa “perubahan gugatan mengenai materi pokok perkara adalah perubahan tentang pokok gugatan, oleh karena itu
harus ditolak.”
b. Perubahan gugatan yang tidak prinsipil dapat dibenarkan
Contohnya terdapat pada putusan MA No. 1535 K/Pdt/1983 dimana perubahan gugatan yang berkenaan dengan
perbaikan hubungan darah antara para tergugat dengan pewaris penggugat, dianggap tidak prinsipil, karena
perubahan itu, tidak berakibat menimbulkan perubahan posita gugatan.
c. Perubahan nomor Surat Keputusan
Perubahan gugatan yang berkenaan dengan penyempurnaan nomor Surat Keputusan Gubernur yang semula tidak
disebut dalam gugatan, dianggap tidak bertentangan dengan hukum. MA dalam Putusan No. 484 K/Pdt/1983
menyatakan bahwa perubahan gugatan yang berkenaan dengan penyempurnaan penyebutan nomor SK Gubernur
atas tanah terperkara yang sebelumnya tidak disebut dalam gugatan, tidak dianggap sebagai perubahan materi pokok
perkara.
d. Perubahan tanggal tidak dianggap merugikan kepentingan tergugat
MA dalam putusannya No. 823 K/Sip/1973 menyatakan bahwa perubahan tanggal yang tertulis dalam gugatan tidak
dianggap merugikan kepentingan tergugat karena:
Perubahan itu dianggap tidak mengubah posita gugatan;
Juga tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingan tergugat;
Oleh karena itu, tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum acara yang berlaku, bahkan sebaliknya sesuai dengan
asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
PENGGABUNG
AN GUGATAN
1. PENGERTIAN DAN PENGATURAN
PENGGABUNGAN GUGATAN
Berdasarkan putusan MA No. 5 K/Pdt./1983, dalam pertimbangannya secara tersirat dikemukakan manfaat
dan tujuan penggabungan gugatan. Begitu juga dalam putusan MA no. 880 K/Sip/1970, terdapat
pertimbangan mengenai manfaat dan tujuan penggabungan. Akan tetapi didalam HIR dan RGB tidak
mengatur penggabungan gugatan. Dilihat dari putusan di atas, dapat dikemukakan manfaat dan tujuan dari
penggabungan gugatan:
2. TUJUAN PENGGABUNGAN GUGATAN
Melalui sistem penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan, dapat dilaksanakan penyelesaian beberapa perkara
melalui proses tunggal, dan dapat dipertimbangkan serta diputuskan dalam satu putusan. Sebaliknya, jika masing-masing
digugat secara terpisah, maka terpaksa ditempuh proses penyelesaiannya terhadap masing-masing perkara.
Manfaat lainnya melalui sistem penggabungan adalah dapat dihindari munculnya putusan yang saling bertentangan dalam
kasus yang sama. Apabila gugatan digabung dalam satu gugatan, dapat dipastikan hanya ada putusan tunggal yang benar-
3. SYARAT PENGGABUNGAN
GUGATAN
Sehubungan dengan penggabungan, perlu dijelaskan dalam salah satu putusan MA No.
2990 K/Pdt/1990, yang memberikan gambaran acuan penerapan penggabungan gugatan.
Berdasarkan putusan tersebut, maka dapat dikemukakan syarat pokok kumilasi dari
penggabungan gugatan.
Jika bertitik tolak dari Putusan MA No. 2205 K/Pdt/1981, tidak dibenarkan menggabungkan
gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama. Menurut putusan itu, hukum acara tidak
membolehkan penggabungan antara gugatan cerai dengan pembagian harta bersama. Alasan
yang sering diajukan, antara kedua gugatan masing-masing berdiri sendiri. Gugatan perceraian
berada di depan, dan pembagian harta bersama berada di belakang.
04.
Pihak
Dalam Gugatan
1. Kekeliruan Pihak Menimbulkan Gugatan Error In
Persona
Yang bertindak sebagai penggugat/ tergugat harus orang yang benar-benar memiliki kedudukan dan kapasitas yang tepat menurut
hukum. Keliru dan salah bertindak akan mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil.
Cacat formil yang ditimbulkan atas kekeliruan atau kesalahan yang bertindak sebagai penggugat atau tergugat, dikualifikasi
mengandung error in persona.
A. Diskualifikasi in Person
Terjadi apabila yang bertindak sebagai penggugat orang yang tidak memenuhi syarat (diskualifikasi), disebabkan
karena :
Orang yang ditarik sebagai tergugat keliru (gemis aanhoeda nigheid). Seperti hal nya salah sasarn, menggugat anak dibawah
umumr tanpa mengikutsertakan orang tua/ walinya. Bisa juga perseroan terbatas yang belum disahkan menurut pasal 9 ayat (1) UU
No.1/1995, tidak dapat bertindak sebagai badan hukum. Yang harus ditarik sebagai tergugat adalah pengurusnya.
“Pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang ditarik sebagai tergugat”
● Tidak lengkap, masih ada orang yang mesti ikut bertindak sebagai penggugat/ tergugat
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
● Oleh karenanya gugatan “error in persona” dalam bentuk Plurium Litis Consortium artinya gugatan yang diajukan kurang pihaknya
infographics & images by Freepik
2. Akibat Hukum Kesalahan Pihak
Bentuk kekeliruan apa pun yang terkandung dalam gugatan, sama sama mempunyai akibat hukum:
● Gugatan dianggap tidak memenuhi syarat formil, oleh karenanya gugatan mengandung cacat formil
● Gugatan harus dinyatakan tidak dapat di terima (Nietontvankelijke verklaard)
Tindakan yang dianggap tepat dilakukan menghadapi gugatan cacat error in persona :
1. Memperbaiki / menyempurnakan pihak yang dinyatakan cacat oleh pengadilan
2. Perbaikan dilakukan dengan menempatkan pihak yang tepat atau memasukkan orang yang bersangkutan baik sebagai pihak penggugat
atau tergugat
Cara yang dianggap paling efektif dan efisien jika PN menjatuhkan gugatan “error in persona”
• Kurang efektif dan efisien, Jika mengajukan upaya hukum (banding dan atau kasasi)
• Lebih tepat melakukan perbaikan yang dilanjutkan dengan pengajuan kembali sebagai perkara baru.
3. Penerapan Pihak Dihubungkan dengan Kasus Perkara
Penggugat harus sedapat meungkin menghindari kesalahan atau kekeliruan mendudukan pihak
dalam gugatan, agar gugatan tidak mengandung cacat error in persona. Adapunn beberapa
patokan yang perlu diperhatikan
. Yang dapat menjadi pihak baik tergugat atau penggugat dalam sengketa yang timbul dalam perjanjian, hanya terbatas pada diri
orang yang terlibat menjadi pihak dalam perjnajian dimaksud. Pihak ketiga tidak ikut terlibat dalam perjanjian, dan tidak dapat menuntut
pembatalan/ mengajukan tuntutan wanprestasi. Selain itu untuk menghindari cacat kurangnya pihak, maka semua orang yang ikut menjadi
pihak dan menandatangani perjanjian harus ikut sebagai tergugat/ penggugat.
B. Menarik Seluruh Penggarap, Apabila Penguasaan Secara Kolektif
● ketiga bersaudara menggarap tanah terperkara berdasarkan warisan dari orang tuanya, maka walaupun hanya seorang saja yang
ditarik sebagai pihak, tetapi tetap dianggap sah
● Namun jika ketiga bersaudara menguasai tanah secara terpisah dan individual (kolektif), berarti pemilik berhadapan secara
terpisah antara masing masing penggarap. Disini mereka semua harus hadir, dan apabila tidak maka gugatan tidak dapat diterima .
C. Pihak ketiga dari siapa tanah diperoleh pembeli, harus ikut ditarik sebagai tergugat
Prinsip Umum
Disini mengharuskan menarik pihak ketiga sebagai tergugat, apabila tanah yang disengketakan diperoleh tergugat dari pihak ketiga.
Ketentuan bersifat memaksa dan pelanggaran atasnya mengakibatkan gugatan catat formil “pluraium litis conortium”.
Pihak ketiga yang telah diperiksa sebagai saksi, tidak perlu ditarik sebagai pihak
Meskipun dari pihak ketiga dari siapa objek tanah snegketa diperoleh tidak ditarik sebagai tergugat, hal itu dapat ditolerir, asalkan
pihak ketiga tersebut diperiksa sebagai saksi. Pihak ketiga tidak perlu ikut digugat lagi apabila telah diperiksa menjadi saksi.
Yang dapat dan yang boleh ditarik sebagai tergugat rekonvensi, terbatas pada diri penggugat konvensi, mereka yang sama
kedudukannya sebagai tergugat konvensi, tidak dapat dijadikan tergugat rekonvensi.
Untuk menghindari terjadinya akibat buruk dari banyak nya ahli waris, maka praktik peradilan melunturkan penerapannya, dengan jalan
mentolelir hanya menggugat satu/ beberapa orang ahli waris. Pelenturan tersebut juga ditegaskan dalam putusan MA No. 1218 K.Pdt/1983.
Sehubungan dengan gugatan yang menyangkut ahli waris, maka dapat dikemukakan beberapa variabel :
• Tidak diketahui secara pasti berapa ahli waris
• Cukup seorang ahli waris sebagai penggugat untuk menggugat harta warisan yang dikuasai pihak ketiga
• Tidak mesti mengikutkan janda menuntut harta warisan yang ada di tangan pihak ketiga
• Ahli waris tidak boleh menghalangi ahli waris lain mengajukan gugatan
• Sengketa pembagian harta warisan
F. Yang Sah Bertindak Mewakili Perseroan Terbatas (PT)
Sehubungan dengan melekatnya persona standi in judicio pada perseroan, terdapat beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan
terkaitnya yaitu:
1). Persona standi in judicio perseroan baru ada dan sah setelah mendapat pengesahan menteri
2). Direktur yang bertindak tapa persetujuan komisaris menjadi tanggung jawab pribadi,
3). Yang jadi pihak adalah perseroan apabila telah mendapat pengesahan
Dahulu yang dianggap sah bertindak di depan pengadilan, hanya kantor pusat. Namun justru hal ini menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu
pengadilan melonggarkan dan mengizinkan cabang/ perwakilan sebagai pihak tergugat/ penggugat. Yang bertindak mewakilinya di depan
pengadilan adalah kepala cabang.
Tindakan hukum kepada pimpinan cabang yang sudah diberhentikan, tidak dapat dituntut kepada cabang perseroan, melainkan yang ditarik adalah
pihak pribadinya.
H. Persekutuan Komanditer (CV) atau Persekutuan Firma, tidak dapat bertindak sebagai persona standi in judicio
CV atau Firma belum merupakan badan hukum. Menurut Putusan MA No. 879 K/Sip/1974, CV dalam lalu lintas hukum belum merupakan subjek
hukum yang tersendiri terlepas dari anggota persero pengurus, sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum tersendiri,. Yang dapat melakukan
hanyalah anggota pengurusnya.
Penanggung berjanji akan memenuhi perikatan perjanjian utang apabila debitur tidak memenuhinya. Ciri persetujuan penangungan yaitu:
• Pernyataan dari penangung secara sukarela kepada kreditur untuk melaksanakan pemenuhan prestasi untuk & atas nama debitur, apabila debitur
wanprestasi
• Sifat subsidiary yaitu perjanjian pokok antara kreditur & debitur, dan perjanjian subsidiary antara penjamin & kreditur yang identik dengan
perjanjian pokok.
• Memberi hak opsi kreditur memilih siapa yang dituntutnya memenuhi prestasi.
J. Majikan atau Atasan harus ikut ditarik sebagai pihak atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan bawahan
Setiap kerugian yang dialami pihah ketiga akibat PMH orang tanggungannya, bertanggung jawab atas kerugian tsb :
• Orang tua dan wali bertanggung jawab atas anak yang belum dewasa yang tinggal bersama mereka
• Majikan dengan orang yang mereka angkat sebagai wakil urusan mereka ‘’
• Guru sekolah dan kepala tukang bertanggung jawab atas murid selama berada dalam pengawasan.
K. Pihak yang jadi penyebab cekcok, tidak dapat bertindak sebagai penggugat menurut penceraian
Suami atau istri atau pihak yang menjadi perselisihan, tidak berhak atau tidak dapat bertindak sebagai penggugat menurut penceraian berdasarkan
pasal 19 huruf f P>P. No. 9 tahun 1975. Hakim tidak patut menyatakan pecahnya perkawinan disebabkan tindakan/ kesalahan salah satu pihak.
Mencari kesalahan akan nya dapat menimbulkan akibat buruk bagi suami-istri dan anak anaknya.
L. Istri kedua tidak berhak menggugat harta bersama suami dengan istri pertama
Apa yang menjadi harta bersama antara suami dengan istri pertama maupun kedua, terpisah dan berdiri sendiri menjadi hak mereka masing-
masing. Oleh karena itu, penggugat sebagai istri kedua, tidak berhak menjadi penggugat untuk menuntutnya, sebab harta tersebut merupakan harta
istri pertama dengan anak-anaknya.
Pemberi kuasa melimpahkan kekausaan kepada peneirma kuasa untuk melakukan sesuatu atas nama pemberi kuasa. Adapun yang dapat ditarik
sebagai tergugat atas sengketa dari perjanjian yang dibuat kuasa untuk & atas nama pemberi kuasa:
• Pemberi kuasa
• Dengan syarat, jika tindakan tsb dilakukan sesuai dengan fungsi & kewenangan yang diberikan kepadanya
• Kuasa baru dapat ditarik sebagai tergugat, jika tindakan yang dilakukan melampaui batas
N. Penggantian pihak karena meninggal
Sama halnya dengan harta warisan, tidak perlu semua ikut sebagai pihak. Cukup suami atau istri yang bertindak sebagai
panggugat untuk menggugat harta bersama yang berada di tangan atau penguasaan pihak ketiga tanpa hak. Penerapan ini
ditegaksan dalam putusan MA No. 231 K/Sip 1956.
Menurut Asikin (ketentuan pasal 100 Rv) yang membeirkan hak menggugat orang asing di Indonesia adalah hak overdadig yaitu hak melampaui
batas teritorial. Tujuan untuk melindungi kepentingan WNI terhadap WNA
Mereka dapat ditarik sebagai tergugat di depan pengadilan dengan syarat, sengketa yang timbul :
• Bersumber dari perjanjian/ perikatan yang dilakukan/ dibuat di Indonesia
• Perjanjian yang dibuat dimana saja dengan warga negara Indonesia
Q. Eksekusi putusan pengadilan Indonesia terhadap WNA terbentur pada doktrin teritorial sovereignty
Prinsip teritorial sovereignty juga dikenal di Indonesia, diatur dalam pasal 436 Rv :
• Putusan hakim/ pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di Indonesia
• Atas putusan hakim, perkara nya dapat diajukan untuk diperiksa dan diputus sebagai perkara baru di Indonesia
• Apabila diajukan sebagai perkara baru, maka putusan pengadilan asing itu :
Saturn is a gas giant and has Mercury is the smallest planet in Despite being red, Mars is
several rings the Solar System actually a cold place
ALTERNATIVE RESOURCES