Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 4

Audrey Adyuta Putri Ririn Olivia Siallagan Sony Landina

1101100900016 1101100900356

1101100900374 1101100900376

Monalisa Tampubolon Tatiana Romanova

1101100900419

Awal mulanya terbentuk Peradilan Tata Usaha Negara di indonesia ialah untuk mengatasi permasalahan yang timbul diantara rakyat dan para pelaku tindakan pemerintahan, yang bertujuan untuk meyejahterakan rakyat serta menciptakan keadaan yang aman, tentram dan tertib dalam tata kehidupan bernegara. Disebabkan oleh hal-hal di atas maka UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara lahir untuk mengakomodir rakyat memperjuangkan haknya yang dibatasi atau diambil oleh penguasa secara melawan hukum melalui Keputusan Tata Usaha Negara yang dikerluarkan oleh pejabat terkait.

Peradilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk mengontrol para pejabat negara secara yuridis atau judicial control. Dengan lahirnya lembaga yudisial ini diharapkan dapat melindungi rakyat yang merasa dirugikan dengan adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Bahkan dalam UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai perubahan UU No. 5 Tahun 1986 menentukan penggugat dapat terdiri dari orang atau badan hukum perdata. Peradilan Tata Usaha Negara berfungsi sebagai lembaga yudisial untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara rakyat dengan penguasa yang dalam hal ini adalah pelaksana tindakan pemerintah.

Dalam praktek peradilan, seringkali suatu gugatan yangg telah diajukan ke pengadilan perlu dilakukan perubahan. Dalam pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara perubahan gugatan dan jawaban gugatan masih dapat dilakukan sampai dengan reflik dan duplik, asal disertai dengan alasan yang cukup dan tidak merugikan pihak lawan ( Pasal 75 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1986 ). Selain adanya perubahan gugatan, penggugat berhak pula setiap saat mencabut kembali gugatannya sebelum tergugat memberi jawabannya. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan penggugat, maka akan dikabulkan oleh hakim, apabila mendapat persetujuan dari tergugat ( Pasal 76 UU PTUN dan Pasal 271 Rv ).

Pengajuan gugatan dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara adalah langkah awal untuk untuk membatalkan Keputusan Tata Usaha Negar yang dirasa merugikan Penggugat melalui proses peradilan. Pencabutan perkara, sekalipun tidak diatur di dalam HIR dan R.Bg., namun kebutuhan praktik peradilan mengharuskan adanya pedoman dalam pelaksanaan. Karena kekosongan aturan itulah, Pasal 271-272 Rv dapat dijadikan sebagai pedoman oleh pengadilan. Ada suatu prinsip yang harus dijunjung oleh pengadilan, bahwa pencabutan perkara merupakan hak penggugat yang melekat pada diri penggugat seperti halnya pengajuan gugatan bagi Penggugat. Sebagai akibat dari pencabutan perkara, maka sengketa yang termuat dalam surat gugatan dinyatakan berakhir, tertutup segala upaya hukum, kedua pihak dinyatakan kembali kepada keadaan semula (restitutio in integrum), dan biaya perkara dibebankan kepada penggugat.

Terhadap gugatan yang sudah didaftarkan

Pengadilan Tata Usaha Negara dan sudah membayar serta mendapatkan nomor register masih dapat dicabut kembali oleh Penggugat atau kuasanya. Ketentuan yang mengatur tentang pencabutan gugatan tersebut adalah pasal 76 UU PTUN, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1)

di

Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban Ayat (2) Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu pencabutan oleh akan dikabulkan oleh Pengadilan hanya apabila disetujui Tergugat.

Disamping ketentuan diatas, dalam praktek dapat terjadi Pencabutan Gugatan disebabkan karena antara pihak-pihak telah terjadi perdamaian diluar sidang. Terkait dengan dikabulkannya permohonan pencabutan gugatan, meskipun tidak diatur secara jelas oleh Pasal 76 UU PTUN, namun dalam prakteknya telah ditempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Permohonan pencabutan gugatan tersebut agar dibuat secara

tertulis ditujukan kepada Ketua/Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan 2. Untuk adanya kepastian hukum maka dikabulkannya permohonan pencabutan gugatan tersebut dibuat dalam bentuk Penetapan 3. Dalam hal gugatan tersebut telah dikeluarkan Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara maupun oleh Majelis Hakim, maka mengabulkan permohonan pencabutan gugatan tersebut dibuat Penetapan 4. Penetapan yang berisi mengabulkan permohonan pencabutan gugatan tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dibuat berita acara.

Ketentuan yang mengatur tentang

pencabutan gugatan adalah pasal 76 Undangundang Nomor 5 Tahun 1986. Contoh kasus yang mengajukan permohonan pencabutan gugatan dan dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sengketa antara Indral Haski Bin Sa'eran melawan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tanggamus dengan alasan sbb:

- Bahwa berdasarkan Eksepsi Tergugat tertanggal 9 Juni 201 0 yang mengatakansengketa ini bukan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara melainkan adalah kewenangan Pengadilan Negeri; - Bahwa berdasarkan Eksepsi Tergugat tertanggal 9 Juni 2010 yang mengatakanSengketa ini telah lewat waktu dari 90 (Sembilan puluh) hari sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-undang Nomor : 9 Tahun 2004 yang isinya Tergugat menolak gugatan Penggugat karena sudah lewat tenggang waktu (kadaluwarsa); - Bahwa mengingat didalam sengketa ini ada unsur pidananya maka Penggugat akan menindaklanjuti sengketa ini ke Pengadilan Urnum atau Pengadilan Negeri.

Dalam pencabutan gugatan, ada dua faktor yang

menjadi penyebab dicabutnya suatu gugatan. Pertama, sudah terjadi upaya perdamaian di luar persidangan antara penggugat dan tergugat. Kedua, tidak dikabulkannya materi pokok perkara yang diajukan karena ketidaklengkapan materi untuk kemudian dilakukan revisi. Selain itu, pencabutan gugatan juga dapat dilakukan apabila tergugat telah memenuhi tuntutan Penggugat serta terdapat kekeliruan yang fatal dari surat gugatan sehingga surat gugatan harus dicabut dan diajukan kembali.

Anda mungkin juga menyukai