Anda di halaman 1dari 12

NAMA : GALUH RETNO KUSUMA NINGRUM

NIM : 202010110311436
KELAS :G

UAS HUKUM TATA USAHA NEGARA

A. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat tiga pilar kekuasaan, yaitu Kekuasaan
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif (Kehakiman). Berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman,
dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan) Jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004, ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan lingkungan peradilan yang terakhir
dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada
tanggal 29 Desember 1986, adapun tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman,
tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan
menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang
tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan Tata Usaha
Negara (PERATUN) menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung
tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 pada tanggal 14 Januari 1991,
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) resmi beroperasi, salah satunya adalah
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA yang berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dengan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA mempunyai tugas dan wewenang:


“memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, yaitu suatu sengketa
yang timbul dalam bidang hukum TUN antara orang atau badan hukum perdata (anggota
masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN (pemerintah) baik dipusat maupun didaerah
sebagai akibat dikeluarkannya suatu Keputusan TUN (beschikking), termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (vide Pasal 50 Jo. Pasal 1
angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009)”.
Maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi Subjek di Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat, dan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Tergugat. Sedangkan yang menjadi Objek di Peradilan Tata
Usaha Negara (PERATUN) adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking).

Dasar Hukum Pembentukan PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PERATUN):


Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1991, Tentang Pembentukan Peradilan Tata Usaha
Negara;
Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 5
Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009, Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor : 5 Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Kedudukan Dan Kewenangan PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PERATUN)


Tempat Kedudukan Pengadilan (Pasal 6 Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004).
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/Kota.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) berkedudukan di ibukota Propinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Propinsi.

b. Permasalahan
Menimbang, bahwa Para Pelawan telah mengajukan gugatan perlawanan terhadap Penetapan
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor : 3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN.SMD,
tanggal 4 Februari 2021 melalui surat gugatan perlawanan tertanggal 5 Februari 2021, yang
diterima dan didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada
tanggal 5 Februari 2021, dengan register perkara nomor: 3/PLW/TF/2021/PTUN.SMD, yang
isinya sebagai berikut:
Bahwa Para Pelawan dalam Gugatan Perlawanan ini bermaksud melakukan upaya hukum
terhadap Keputusan Penetapan Dismissal Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor :
3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN-SMD tanggal 04 Februari 2021 yang amar bunyinya sebagai
berikut:
1. Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak diterima;
2. Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini
sejumlah Rp. 628.500,- (Enam Ratus Dua Puluh Delapan Ribu Lima Ratus Rupiah);
Bahwa terhadap Putusan Penetapan Dismissal Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda dalam
Perkara Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) Nomor:
3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN- SMD tanggal 4 Februari 2021 Pelawan telah menyatakan
PERLAWANAN, maka oleh karena Perlawanan diajukan dalam tenggang waktu yang
ditentukan dalam undang-undang, maka sudah sepatutnya Perlawanan dari Pelawan ini dapat
diterima dan dipertimbangkan kembali;
Bahwa menurut Pelawan, Putusan Penetapan Dismissal Pengadilan Tata Usaha Negara
Samarinda dalam Perkara Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Penguasa (onrechtmatige
overheidsdaad) Nomor : 3/PEN- DIS/TF/2021/PTUN-SMD tanggal 04 Februari 2021 telah
mengandung kekeliruan didalam peritmbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga sampai
menyebabkan terjadinya keputusan yang keliru, tidak benar, dan merugikan Pelawan, maka dari
itu Pelawan merasa keberatan atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda
menetapkan Dismissal atas Perkara Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Penguasa (onrechtmatige
overheidsdaad) Nomor : 3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN-SMD tanggal 22 April 2021 tersebut
diatas;
B. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian Hukum Normatif
Jenis Penelitian Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus
normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Dasar Hukum
Jika mencermati pertimbangan hukum Penetapan Nomor 3/Pen- Dis/2021/PTUN. SMD, tanggal
4 Pebruari 2021 halaman 6 dan 7, dasar hukum Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda
mendismissal gugatan Penggugat adalah Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 76 ayat (1),
ayat (2) dan auyat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2014, Pasal 2 ayat
(2) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019

b. Penerapan Fakta dan Norma Hukum


Fakta hukum bahwa perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat
pemerintahan merupakan tindakan pemerintahan, sehingga penyelesaiannya menjadi
kewenangan peradilan tata usaha negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014
dan labih lanjut pedoman penyelesaiannya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019;

c. Pertimbangan Hukum
- Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Perlawanan Para Pelawan adalah
sebagaimana tersebut pada bagian “tentang duduk perkara” diatas;
- Menimbang, bahwa terhadap gugatan Perlawanan Para Pelawan tersebut, Terlawan II,
Terlawan III, dan Terlawan V telah mengajukan Jawabannya sebagaimana tertuang dalam
bagian Tentang Duduk Sengketa diatas;
- Menimbang, bahwa dalam gugatan perlawanannya, Para Pelawan pada pokoknya memohon
kepada Majelis Hakim untuk menyatakan Gugatan Perlawanan Para Pelawan terhadap
Putusan Dismissal beralasan hukum, sehingga Gugatan Perkara Nomor
3/G/TF/2020/PTUN.SMD dapat diteruskan, diperiksa, diadili, serta diselesaikan dalam
persidangan hingga mempunyai Putusan yang dikenakan hukum tetap atau inkrah.
Sedangkan Terlawan II, Terlawan III, dan Terlawan V dalam jawabannya pada pokoknya
memohon agar Majelis Hakim menolak Gugatan Perlawanan Para Pelawan atau setidak-
tidaknya menyatakan perlawanan Para Pelawan tidak dapat diterima;
- Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan mengenai dalil para pihak,
terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai tenggang waktu pengajuan Gugatan
Perlawanan dari Para Pelawan;
- Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 62 ayat (3) huruf a Undang- Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada pokoknya mengatur “terhadap penetapan
tidak lolos proses dismissal dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang
waktu empat belas hari setelah diucapkannya penetapan”;
- Menimbang, bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor:
3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN.SMD, pada pokoknya menyatakan Gugatan Para Penggugat
tidak diterima (tidak lolos proses dismissal), diucapkan pada Persidangan yang terbuka
untuk umum pada tanggal 4 Februari 2021, sedangkan gugatan perlawanan dari Para
Pelawan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada tanggal
5 Februari 2021, dengan demikian gugatan perlawanan dari Para Pelawan diajukan masih
dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang- undang;
- Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan mengenai dalil
Para Pelawan di dalam gugatan perlawanannya yang pada pokoknya mendalilkan:
1. Bahwa Para Pelawan keberatan terhadap salah satu pertimbangan Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara Samarinda dalam Penetapannya yang mempersoalkan salah satu petitum
Para Penggugat, yang mana tidak relevan dengan ketentuan Surat Edaran Mahkamah
Agung RI, Nomor 2 tahun 1991 tentang Petunjuk Beberapa Ketentuan dalam Undang-
Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Bagian II Proses
Dismissal Poin 4;
2. Bahwa pertimbangan yang menyamakan makna frasa sengketa tindakan pemerintahan
dengan makna frasa sengketa perbuatan melawan hukum (onrechmatige overheidsdaad)
adalah kekeliruan yang nyata dan salah dalam penerapan hukum;
3. Bahwa pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI. No.2 tahun 2019 tidak
menyebutkan “Perbuatan Melawan Hukum” melainkan menyebut “Tindakan
Pemerintahan” yang memiliki makna frasa yang berbeda satu dengan lainnya dengan
ditandai penyebutan pada pasal yang berbeda-beda yakni Pasal 1 ayat (1), ayat (3) jo.
Pasal 8 Perma No. 2 tahun 2019 terkait makna tindakan pemerintahan/sengketa tindakan
pemerintahan, sedangkan penyebutan “sengketa perbuatan melanggar hukum” terdapat
dalam Pasal 1 ayat (4) Perma No. 2 tahun 2019 tanpa pernah mengaskan atau
menyatakan bahwa kedua frasa ini memiliki makna yang sama, sehingga pertimbangan
dalam penetapan yang menyamakan kedua frasa tersebut tidaklah dapat dibenarkan,
tidak berdasar, dan merupakan kekeliruan yang nyata sehingga bertentangan dengan
Pertimbangan huruf a sampai dengan huruf c Perma No.2 Tahun 2019;
- Menimbang, bahwa dalam jawaban Terlawan II, Terlawan III, dan Terlawan V mendalilkan
yang pada pokoknya sependapat dengan penetapan dismissal Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara Samarinda;
- Menimbang bahwa dari dalil Para Pihak tersebut, maka Majelis Hakim akan
mempertimbangkan mengenai dalil-dalil keberatan yang diajukan oleh Para Pelawan,
dimulai dari dalil pertama terlebih dahulu;
- Menimbang, bahwa setelah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Samarinda khususnya pada pertimbangan yang dimaksud oleh Para Pelawan, Majelis Hakim
berpendapat dalam pertimbangan tersebut bukanlah alasan untuk menyatakan tidak
diterimanya gugatan Para Penggugat melainkan untuk menegaskan bahwa gugatan yang
didaftarkan oleh Para Penggugat masuk dalam kategori gugatan perbuatan melawan hukum,
sebagaimana tertuang dalam petitum gugatannya yang memohon agar Pengadilan
memerintahkan Tergugat melakukan perbuatan berupa melaksanakan penegakan hukum atas
laporan Para Pengugat dan memberikan kemudahan kepada Para Penggugat untuk
mendapatkan alat bukti yang keberadaannya dalam kekuasaan Tergugat II dan Tergugat III,
dengan demikian dalil pertama Para Pelawan tidaklah beralasan hukum;
- Menimbang, bahwa terhadap dalil kedua dan ketiga Gugatan Perlawanan Para Pelawan
Majelis Hakim berpendapat dalil tersebut masih saling berhubungan yakni
mempermasalahkan penggunaan frasa “perbuatan melawan hukum” dan “tindakan
pemerintahan” dalam Penetaan Dismissal a quo, sehingga terhadap kedua dalil tersebut akan
dipertimbangkan secara bersama-sama, sebagai berikut:
- Menimbang, bahwa pada bagian “Menimbang” huruf b Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa
Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad), disebutkan “bahwa
perbuatan melawan hukum oleh bagan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige
overheidsdaad) merupakan tindakan pemerintahan sehingga menjadi kewenangan
peradilan tata usaha negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan” (vide Bukti P.Plw- 2);
- Menimbang, berdasarkan dasar pertimbangan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tersebut, maka ditemukan fakta hukum bahwa
perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan merupakan
tindakan pemerintahan, sehingga penyelesaiannya menjadi kewenangan peradilan tata
usaha negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 dan labih lanjut pedoman
penyelesaiannya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2019;
- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim
berpendapat dalil kedua dan ketiga Gugatan Perlawanan Para Pelawan tidaklah beralasan
hukum, karena perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan
termasuk dalam tindakan pemerintahan sehingga penggunaannya dalam pertimbangan
penetapan dismissal Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda telah tepat;
- Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan mengenai
permasalahan hukum yang menjadi pokok pengujian dalam perkara ini, yakni apakah alasan
serta dasar pertimbangan hukum Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda yang
terdapat didalam Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor:
3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN.SMD., tanggal 4 Februari 2021 telah sesuai dengan ketentuan
pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara ataukah tidak;
- Menimbang, di dalam pertimbangannya, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda
pada pokoknya menyatakan bahwa terhadap Gugatan Para Penggugat tidak dilampirkan
dengan upaya administratif yang telah ditempuh atau Gugatan diajukan sebelum menempuh
upaya administratif sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda belum berwenang
untuk mengadili gugatan Para Penggugat sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan
Mahkamah Agung Repuublik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019, yang menyatakan
“Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili Sengketa Tindakan Pemerintahan
setelah menempuh upaya administrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi
Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif”;
- Menimbang, lebih lanjut dengan memperhatikan gugatan Para Pelawan serta berdasarkan
ketentuan Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, diatur bahwa:
“Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu
penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan, bahwa gugatan yang
diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar; dalam hal:
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud Pasal 56 tidak dipenuhi oleh Penggugat
sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan;
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat;
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya;

- Menimbang, berdasarkan keseluruhan uraian pertimbangan diatas, maka dapatlah


disimpulkan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda baru berwenang mengadili
sengketa tindakan pemerintahan, termasuk didalamnya perbuatan melanggar hukum oleh
badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) setelah ditempuh
upaya administratif oleh Penggugat (vide supra);
- Menimbang, bahwa selama proses pembuktian, tidak ditemukan bukti surat yang
menerangkan Para Pelawan telah mengajukan upaya administratif;
- Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor:
3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN.SMD., tanggal 4 Februari 2021 yang pada pokoknya
menyatakan gugatan Penggugat tidak tidak diterima karena Para Penggugat tidak
melampirkan upaya administratif yang telah ditempuh atau gugatan diajukan sebelum
ditempuh upaya administratif, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf e
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga oleh
karenanya Majelis Hakim sependapat dengan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara Samarinda a quo dan beralasan hukum untuk menolak Gugatan Perlawanan dari
Para Pelawan;
- Menimbang, bahwa oleh karena gugatan perlawanan Para Pelawan ditolak, maka terhadap
Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor: 3/PEN-
DIS/TF/2021/PTUN.SMD, tanggal 4 Februari 2021 beralasan hukum untuk dikuatkan;
- Menimbang, bahwa oleh karena gugatan perlawanan Para Pelawan dinyatakan ditolak, maka
berdasarkan ketentuan Pasal 110 dan 112 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, kepada Para Pelawan sebagai pihak yang kalah, dihukum
untuk membayar biaya perkara yang jumlahnya akan ditentukan dalam amar putusan ini;

d. Pertimbangan Hakim
Pertimbangan Majelis Hakim yaitu:
1. Alasan-alasan/Keberatan-keberatan Pertimbangan Majelis Hakim yang berbunyi:
“menimbang, bahwa setelah membaca Gugatan Para Penggugat, Gugatan tersebut
didaftarkan dalam kategori Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang
penyelesaiannya sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2014
tentang administrasi Pemerintahan dan peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang pedoman penyelesaian sengketa tindakan
Pemerintahan dan kewenangan mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad), dimana dalam
salah satu isi petitumnya, Para Penggugat memohon kepada Pengadilan
agar memerintahkan Para Tergugat untuk melaksanakan penegakan Hukum atas
Laporan Para Penggugat yang didasari Pasal 108 ayat (1) dan (2) KUHAP dan
memberikan segala kemudahan kepada Para Penggugat untuk mendapatkan alat
bukti yang keberadaannya dalam kekuasaan Tergugat II dan III”;
Bahwa berdasarkan bunyi pertimbangan Hukum Majelis Hakim diatas in casu
melibatkan UU. No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan
mempersoalkan salah satu Petitum Para Pelawan semula Para Penggugat, yang
mana tidak relevan dengan ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung RI nomor 2
tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-
Undang No. 5 Tahun 1986 Tentanhg Peradilan Tata Usaha Negara bagian II Proses
Dismissal Poin 4 yang Berbunyi:
“4. Dalam hal adanya petitum Gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan,
maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum tersebut;
ketentuan tentang perlawan terhadap ketetapan dismissal juga berlaku dalam hal
ini”. Dimana sangat jelas, apa yang dipersoalkan Majelis Hakim dalam Petitum
tidak sepantasnya menjadi alasan Majelis Hakim untuk serta merta
mendismissalkan seluruh Gugatan yang merupakan kategori Gugatan Perbuatan
Melanggar Hukum (onrechtmatige overheidsdaad), dimana mengacu pada Pasal
1365 KUHPerdata yang berbunyi:
“tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”;
Apalagi Petitum dipersoalkan Majelis Hakim dalam Gugatan nomor :
3/G/TF/2020/PTUN-SMD bukanlah hal yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan
seperti lazimnya sengketa Administrasi Pemerintahan, melainkan Petitum yang
mengandung permintaan Penegakan Hukum berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan (2)
yang memiliki kekuatan hukum mengikat berikut proses-prosesnya untuk wajib
dilaksanakan Para Penegak Hukum atau Penyelenggara Negara Sesuai Pasal 108 ayat
(3) KUHAP;
1. Alasan-alasan/Keberatan-keberatan Pertimbangan Majelis Hakim yang berbunyi:
“menimbang bahwa didalam pemeriksaan administrasi pengajuan Gugatan a quo
oleh petugas dan pejabat kepaniteraan yang dituangkan dalam resume Gugatan,
terdapat catatan bahwa Para Penggugat belum melalui upaya administratif dan
meski telah diberi penjelasan terkait belum adanya upaya administrasi yang
dilampirkan, Para Penggugat tetap ingin mendaftarkan Gugatannya dst...”;
Bahwa berdasarkan bunyi pertimbangan hukum Majelis Hakim diatas telah jelas in
casu mempersoalkan Upaya Administrasi yang wajib ditempuh lazimnya sengketas
Tata Usaha Negara dimana harus dimaknai sebagai „ Sengketa Tindakan
Pemerintahan “ yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 jo Pasal 8 PERMA No. 2
Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan
Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad), sementara Gugatan para Penggugat
dalam Gugatan bernomor Register 3/G/TF/2020/PTUN-SMD bukan sengketa
Tindakan Pemerintahan melainkan Sengketa Perbuatan Melanggar Hukum oleh
badan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad),
Oleh sebab itu pertimbangan Majelis Hakim yang menyamakan makna Frasa sengketa
tindakan Pemerintahan dengan makna Frasa Sengketa Perbuatan Melawan Hukum
(onrechtmatige overheidsdaad) adalah kekeliruan yang nyata dan salah dalam
penerapan hukum;
Sehingga sangat keliru sekali jika tuntutannya meminta ditegaskannya hukum atas
dasar hak dan kewajiban berdasarkan Pasal 108 KUHPerdata berikut proses
penegakan hukum itu sendiri, dimaknai oleh Majelis Hakim PTUN sebagai
permohonan Keputusan Tata Usaha Negara yang erbsifat Administratif berdasarkna
Pasal 75 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang- Undang RI No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan;
2. Alasan/alasan/ Keberatan-keberatan Pertimbangan Hakim yang berbunyi; “menimbang
bahwa lebih lanjut pengaturan mengenai upaya Administratif pada perkara perbuatan
melanggar hukum oleh badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, diatur pula dalam
ketentuan Pasal 2 ayat (2) peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa tindakan Pemerintahan dan
Kewenangan mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan/atau Pejabat
Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) yang isinya menyatakan “Pengadilan Tata
Usaha Negara berwenang mengadili Sengketa Tindakan Pemerintahan setelah
menempuh UpayabAdministratif sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administarif Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaina Sengketa Administrasi
Pemerintahan setelah menempuh Upaya Administratif‟”dst...”; Bahwa berdasarkan
bunyi pertimbangan Hukum Majleis Hakim datas telah jelas in casu berniat
memperkuat pertimbangan hukumnya untuk memutuskan gugatan Para Penggugat
dengan mengacu pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun
2019, namun pertimbangan Majelis Hakim terdapat kekeliruan yang nyata, salah
dan tidak dapat dibenarkan karena Pasal yang dimaksud terdapat dalam BAB II
dimana mengatur tentang kewenangan mengadili sengketa Tindakan Pemerintahan
bukan mengatur mengenai upaya administratif pada perkara Perbuatan Melanggar
Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan seperti apa yang tersebut dalam
pertimbangan Majelis Hakim diatas, untuk itu Para Pelawan harus meluruskannya
kemabli bahwa pada Pasal 2 ayat (2) tidak menyebutkan “perbuatan melanggar
hukum” melainkan menyebut “tindakan pemerintahan”yang meliki makna Frasa
berbeda satu dengan lainnya ditandai dengan penyebutan “Perbuatan melanggar
hukum” dan “tindakan Pemerintahan” pada Pasal yang berbeda-beda yakni Pasal 1
ayat (1), ayat (3) jo Pasal 8 PERMA Nomor 2 tahun 2019 terkait makna tindakan
pemerintahan/sengketa tindakan pemerintahan, sedangkan penyebutan “sengketa
perbuatan melanggar hukum” terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) PERMA Nomor 2
tahun 2019 tanpa pernah menegaskan atau menyatakan bahwa kedua Frasa ini
memiliki makna yang sama, sehingga jika dipaksakan menyamakan kedau makna
frasa tersebut, maka sama saja telah memanipulasi makna dalam Peraturan
Mahkamah Agung Republik indonesia Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pedoman
Penyelesaian sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili
Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
(onrechtmatige overheidsdaad);
Bahwa dengan demikian pertimbangan-pertimbangan hakim seterusnya yang
menyamakan makna Frasa Perbuatan melanggar hukum/sengketa perbuatan
melanggar hukum dengan makna frasa tindakan Pemerintahan/sengketa tindakan
Pemerintahan in casu tidaklah dapat dibenarkan, tidak berdasar dan merupakan
kekeliruan yang nyata sehingga bertentangan dengan Pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c PERMA Nomor 2 Tahun 2019 yang
menjadi dasar penetapan Peraturan Mahkamah Agung RI tentang Pedoman
Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili
Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
(onrechtmatige overheidsdaad);
Bahwa berdasarkan dalil-dalil pokok Gugatan Para Pelawan yang memiliki
argumen hukum terhadap pertimbangan Majelis Hakim yang diuraikan pada poin 1
sampai 3 diatas, maka penetapan Dismissal terhadap Gugatan Perbuatan Melanggar
Hukum Nomor 3/G/TF/2020/PTUN.SMD yang didasari ketentuan Pasal 62 ayat (1)
huruf e Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dengan Nomor 3/PEN- DIS/TF/2021/PTUN.SMD tidak dapat dibenarkan
dan harus dibatalkan karena Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa
(onrechtmatige overheidsdaad) bukanlah persengketaan yang timbul dalam bidang
administrasi, melainkan mengacu pada Pasal 1365 KUH Perdata yang kewenangan
mengadilinya diatur dalam BAB II Pasal 2 Ayat (1) PERMA Nomor 2 tahun 2019
tentang Pedoman Penyelesaian sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan
mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat.

e. Penerapan Hukum atas Amar Putusan


1. Mengabulkan Gugatan Perlawanan Para Pelawan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Gugatan Perlawanan Para Pelawan terhadap Putusan Dismissal beralasan
hukum, sehingga Gugatan Perkara Nomor 3/G/TF/2021/PTUN.SMD dapat diteruskan,
diperiksa, diadili, serta diselesaikan dalam persidangan hingga mempunyai putusan
yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah;
3. Membebankan seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada yang
berwenang sesuai dengan peraturan Perundang-undanganyang berlaku; Atau
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil- adilnya (ex aequo
et bono);

MENGADILI:
1. Menolak Gugatan Perlawanan dari Para Pelawan;
2. Menguatkan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor:
3/PEN-DIS/TF/2021/PTUN.SMD., tanggal 4 Februari 2021;
3. Menghukum Para Pelawan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 820.000,-
(delapan ratus dua puluh ribu rupiah );

D. KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
-
b. Saran
-
E. DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=metode+normatif&sxsrf=AB5stBhvNtgdsa09EfwHe7n2C4BB1B
JPfw%3A1688922190297&ei=TuiqZM_pEcK64-
EPwPSqsA8&ved=0ahUKEwjPyNK5jYKAAxVC3TgGHUC6CvYQ4dUDCA8&uact=5&oq=meto
de+normatif&gs_lcp=Cgxnd3Mtd2l6LXNlcnAQAzIFCAAQgAQyBQgAEIAEMgUIABCABDIFC
AAQgAQyBQgAEIAEMgUIABCABDIFCAAQgAQyBQgAEIAEMgUIABCABDIFCAAQgAQ6
BwgjEOoCECc6FQgAEAMQjwEQ6gIQtAIQjAMQ5QIYAToVCC4QAxCPARDqAhC0AhCMAx
DlAhgBOgcIIxCKBRAnOgcIABCKBRBDOgsIABCABBCxAxCDAToLCC4QgAQQsQMQgwE6
CAguEIAEELEDOgsILhCvARDHARCABDoECCMQJzoJCAAQigUQChBDOgsILhCABBDHAR
CvAToKCAAQigUQsQMQQzoICAAQigUQsQM6CAgAEIAEELEDOgcIABANEIAESgQIQRgA
UIQKWMc5YKY7aAZwAXgBgAHsBYgB0R-
SAQ02LjkuMS4xLjEuMS4xmAEAoAEBsAEUwAEB2gEGCAEQARgL&sclient=gws-wiz-serp

Anda mungkin juga menyukai