Anda di halaman 1dari 30

GUGATAN, UPAYA

ADMINISTRATIF &
TENGGANG WAKTU
Oleh :
M. IRVITA, S.E., S.H.
A. GUGATAN
Permohonan yang berisi tuntutan terhadap
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
keputusan.
Subjek PTUN
1. Penggugat
Penggugat sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 9
Tahun 2004 adalah Setiap Orang atau
Badan Hukum Perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan TUN adalah:
 Orang yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN)
 Badan Hukum Perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Gugatan Perwakilan Kelompok
(Class Action)
 Suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam
mana satu orang atau lebih yang mewakili
kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau
diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili
sekelompok orang yang jumlahnya banyak,
yang memiliki kesamaan fakta atau dasar
hukum antara wakil kelompok dan anggota
kelompok dimaksud (Pasal 1 huruf a Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2002)
2. Tergugat
 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya
atau yang dilimpahkan kepadanya, yang
digugat oleh orang atau badan hukum
perdata.
Yang dapat digugat atau dijadikan tergugat sebagaimana
diuraikan dalam pengertian tergugat diatas adalah jabatan
yang ada pada Badan Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan KTUN berdasarkan wewenang dari Badan
TUN itu atau wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Hal
ini mengandung arti bahwa bukanlah orangnya secara
pribadi yang digugat tetapi jabatan yang melekat kepada
orang tersebut. Misalnya; Kepala Dinas Pendidikan,
Kepala Daerah dan lain-lain, sehingga tidak akan menjadi
masalah ketika terjadi pergantian orang pada jabatan
tersebut.
Menurut Pasal 56 UU 5/86, pada pokoknya
gugatan harus memenuhi sebagai berikut :
 Syarat formil, yang berisi identitas
penggugat, tergugat maupun kuasanya.
 Syarat materil :
a. Dasar gugatan / posita
b. Tuntutan (petitumi)
PROSEDUR DISMISSAL
 Prosedur dismissal adalah suatu proses
penelitian terhadap gugatan yang masuk di
PTUN yang dilakukan oleh Ketua
pengadilan.
Mahkamah Agung didalam SEMA No 2
tahun 1991, pada pokoknya menyatakan :
1. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua
dan dapat menunjuk Hakim sebagai reportir.
2. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat
permusyawaratan atau dilaksanakan secara
singkat.
3. Ketua pengadilan berwenang memanggil dan
mendengarkan keterangan para pihak
sebelum menentukan penetapan dismissal
apabila diangap perlu.
4. Penetapan dismissal berisi gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima atau tidak berdasar dan
ditanda tangani oleh ketua dan panitera.
5. Penetapan dismissal diucapkan dalam rapat
permusyawaratan, sebelum hari pesidangan
ditentukan dengan memanggil kedua pihak
untuk mendengarkannya.
BAGAN PROSES GUGATAN

GUGATAN KEPANITERAAN PROSES DISMISSAL


<Psl 53> <Psl 59> <Psl 62>
Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk
melakukan dismissal terhadap gugatan
ditentukan secara limitatif dalam Pasal 62 ayat
(1) huruf a sampai dengan huruf e Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak
termasuk dalam wewenang Pengadilan.
Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”,
menurut penjelasannya adalah fakta yang
dijadikan dasar gugatan. Atas dasar fakta
tersebut Penggugat mendalilkan adanya suatu
hubungan hukum tertentu, dan oleh karenanya
mangajukan tuntutan.
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi
oleh Penggugat sekalipun ia telah
diberitahu dan diperingatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada
alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan
sebenarnya sudah terpenuhi oleh
Keputusan TUN yang digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau
telah lewat waktunya.
PROSES DISMISSAL TIDAK LOLOS
PERLAWANAN ACARA SINGKAT
Psl 62 (3) Psl 62 (4)

PUTUSAN MAJELIS HAKIM

DITOLAK
(Tdk ada Upaya Hukum)

DIKABULKAN
ACARA BIASA (Psl. 68)
PERLAWANAN TERHADAP
PENETAPAN DISMISSAL
Pasal 62 ayat (3), (4), (5) dan (6) UU
PERATUN:
1. Ayat (3) Terhadap Penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diajukan perlawanan kepada
Pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari
setelah ditetapkan;
2. Perlawanan tersebut diajukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56.
3. Ayat (4) Perlawanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan dengan acara
singkat.
4. Ayat (5) Dalam hal perlawanan tersebut
dibenarkan oleh Pengadilan, maka Penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur
demi hukum dan pokok gugatan akan
diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut
Acara biasa.
5. Ayat (6) Terhadap putusan mengenai
perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya
hukum.
Selanjutnya dalam JUKLAK Mahkamah Agung
RI No.222/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober
1993, ditentukan :
a. Dalam proses perlawanan terhadap Penetapan
Dismissal, setidak-tidaknya Penggugat/Pelawan
maupun Tergugat didengar dalam persidangan tanpa
memeriksa pokok gugatan.

b. Putusan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal


tidak tersedia upaya hukum apapun (vide Pasal 62
ayat 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), baik
upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.
c. Dalam hal pihak Pelawan mengajukan
perlawanan, banding atau upaya hukum
lainnya, maka Panitera berkewajiban
membuat Akta Penolakan Banding.
d. Nomor dalam perkara perlawanan adalah
sama dengan Nomor gugatan asal dengan
ditambah kode PLW.
PROSES DISMISSAL LOLOS

ACARA BIASA ACARA CEPAT


Psl. 68 Psl. 98

• Majelis Hakim • Hakim Tunggal


• Pemeriksaan Persiapan • Sidang – Sidang
• Sidang – Sidang • Kesimpulan
• Kesimpulan • Putusan
• Putusan
UPAYA ADMINISTRATIF
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo
Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986, untuk
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
yang timbul sebagai akibat diterbitkannya suatu
Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)
dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu
antara lain :
 Melalui upaya administrasi (Vide Pasal 48 jo
Pasal 51 ayat (3);
 Melalui gugatan (Vide pasal 1 angka 5 jo pasal
53).
PENGERTIAN UPAYA ADMINISTRASI
Menurut Penjelasan pasal 48 Undang-Undang
No. 5 Tahun 1986, upaya administratif adalah
merupakan prosedur yang ditentukan dalam
suatu peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha
Negara yang dilaksanakan dilingkungan
pemerintah sendiri (bukan oleh badan peradilan
yang bebas), yang terdiri dari :
a. Prosedur keberatan;
b. Prosedur banding administratif;
DASAR HUKUM UPAYA ADMINISTRASI
Dalam pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Peradilan
Tata Usaha Negara, disebutkan sebagai berikut :
1. Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu,
maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus
diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia;
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud ayat (1) jika seluruh upaya
administratif yang bersangkutan telah digunakan.
BENTUK UPAYA ADMINISTRASI DAN
CARA PENGUJIANNYA

Dalam Ketentuan Pasal 48 Undang-Undang No.


5 Tahun 1986, bentuk upaya administrasi ada 2
(dua) yaitu :
1. Banding Administrasi;
2. Keberatan.
1. Banding Administratif

Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha


Negara tersebut dilakukan oleh instasi lain
dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan.
2. Keberatan

Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha


Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara
tersebut.
MA. RI

Sengketa
TUN
Banding
PT. TUN
Administratif

Upaya
Administratif

Keberatan
P TUN
Administratif
Sekian & Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai