Anda di halaman 1dari 27

Pasal 53 UU PTUN menyatakan bahwa yang

menjadi objek Pengadilan Tata Usaha Negara


(PTUN) adalah Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN), sementara Pasal 1 ayat 3 UU PTUN
menyatakan KTUN merupakan penetapan tertulis
dari Pejabat Pemerintah yang menyangkut hal
atau obyek tertentu, dengan subjek keputusan
yang jelas dan bukan ditujukan untuk umum,
serta sudah dapat menimbulkan akibat hukum.
Surat keputusan, surat biasa, memo dan surat
sakti atau referensi, yang telah memenuhi syaratsyarat tersebut dapat digugat dalam PTUN.
Namun demikian, dalam UU 9/2004 diperjelas
kembali jenis-jenis KTUN yang tidak dapat di
gugat dalam PTUN yakni:
1. KTUN yang merupakan perbuatan hukum
perdata misalkan masalah jual beli antara instansi
pemerintah dengan perseorangan atau badan
hukum yang didasarkan hukum perdata.
2. KTUN yang merupakan pengaturan yang
bersifat umum misalkan peraturan hukum berisi
norma-norma yang mengikat semua orang.
3. KTUN yang masih memerlukan persetujuan
misalkan keputusan yang masih harus disetujui
oleh instansi lain.
4. KTUN berdasarkan ketentuan KUHP.

5. KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil


pemeriksaan badan peradilan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. KTUN mengenai tata usaha Tentara Nasional
Indoensia
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik pusat
maupun daerah mengenai hasil pemilihan umum.

Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua


macam cara antara lain:
I. Melalui Upaya Administrasi:
1. Definisi
Upaya administratif adalah suatu prosedur yang
dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum
perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu
Keputusan Tata Usaha Negara (Penjelasan Pasal
48 ayat (1) UU No. 5/1986 sebagaimana telah
dirubah oleh UU No. 9/2004).
2. Dasar Hukum
Di dalam UU No. 5/1986 sebagaimana telah
dirubah oleh UU No. 9/2004 diatur dalam Pasal
48, yang berbunyi:
(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan

untuk menyelesaikan secara administratif


sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal
atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/administratif yang
tersedia.
(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) jika seluruh upaya administratif yang
bersangkutan telah digunakan.
3. Bentuk Upaya Administrasi serta cara
penilaian:
Berdasarkan penjelasan Pasal 48 UU No. 5/1986
sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004,
disebutkan adanya dua bentuk upaya
administrasi, yaitu:
(1) Banding administratif
Jika seseorang atau badan hukum perdata tidak
puas dengan suatu Keputusan Tata Usaha
Negara, maka dapat melakukan upaya
administrasi. Prosedur upaya administrasi
tersebut harus dilaksanakan di dalam lingkungan
pemerintahan sendiri. Dalam hal penyelesaiannya
harus dilakukan oleh instansi lain dari yang
mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan,
maka prosedur tersebut dinamakan Banding

Administrasi.
Contoh banding administratif antara lain:
Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
staatsblad 1912 Nr 29 (Regeling van het beroep
in belastings zaken) jo. Undang-undang Nomor 5
Tahun 1959 tentang perubahan Regeling van het
beroep in belastings zaken, Keputusan Badan
Pertimbangan Kepegawaian berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Keputusan Panitia Penyelesaian perselisihan
Perburuhan Pusat Berdasarkan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian
Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan
Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Keputusan
Gubemur berdasarkan pasal10 Ayat (2) Undangundang Gangguan Staatsblad 1926 No. 226.
(2) Keberatan
Adalah suatu prosedur penyelesaian Keputusan
Tata Usaha Negara yang harus dilakukan sendiri
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan tersebut.
Contoh:
Pasal 27 UU No.9/1994 tentang Ketentuan-

Ketentuan Umum Perpajakan.


Prosedurnya dilakukan dengan penilaian secara
lengkap oleh instansi yang mengurus, Lengkap di
sini berarti dinilai dari segi hukum dan dari
kebijaksanaan, sedangkan penilaian di Pengadilan
hanya dari segi hukum saja.
i. Cara Untuk Membedakan Suatu Sengketa Harus
Diselesaikan Melalui Banding Administratif atau
Keberatan
Untuk dapat membedakannya, maka dapat dilihat
dari pejabat atau instansi yang berwenang
menyelesaikannya. Atas hal ini terbagi atas dua
kemungkinan, yaitu:
1. Banding Administratif, apabila diselesaikan
oleh instansi atasan pejabat yang mengeluarkan
keputusan tata usaha negara tersebut atau
instansi yang lainnya dari badan atau pejabat tata
usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata
usaha negara.
2. Keberatan, apabila diselesaikan oleh instansi
atau pejabat yang mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara.
ii. Upaya Hukum Atas Upaya Hukum Administrasi
dan Keberatan
Pada Penjelasan Pasal 48 Ayat (2) UU No. 5/1986
sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004,

dinyatakan bahwa:
Apabila seluruh prosedur dan kesempatan
tersebut pada penjelasan ayat (1) telah ditempuh,
dan pihak yang bersangkutan masih tetap belum
merasa puas, maka barulah persoalannya dapat
digugat dan diajukan ke Pengadilan.
Upaya yang dapat ditempuh tersebut antara lain:
a. Setelah upaya Banding administratif, maka
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara sebagai Pengadilan Tingkat I/
pertama (Pasal 51 ayat (3) UU No. 5/1986
sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004).
b. Setelah melalui upaya Keberatan, maka dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.
iii. Sisi Positif dan Negatif Atas Lembaga Upaya
Administratif
Sisi positif lembaga upaya administratif adalah:
Menilai lengkap suatu keputusan, baik dari aspek
legalitas (rechtmatigheid) maupun aspek
opportunitas (doelmatigheid), sehingga para
pihak tidak dihadapkan pada hasil keputusan
menang atau kalah seperti halnya di Pengadilan,
tapi dengan pendekatan musyawarah.
Sisi negatif lembaga upaya administratif
adalah:

Permasalahan dapat saja terjadi pada tingkat


obyektivitas penilaian. Hal ini karena badan Tata
Usaha Negara yang menerbitkan surat Keputusan
bisa saja terkait kepada kepentingannya secara
langsung ataupun tidak langsung kepada
Keputusan yang dikeluarkannya tersebut.
Bergesernya kedudukan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara menjadi instansi pertama terhadap
sengketa yang menempuh banding administratif,
dapat mengakibatkan:
Pencari keadilan akan kehilangan satu tingkatan
atau kesempatan memperoleh saluran Peradilan
Administrasi;
Ada kemungkinan sebagian besar sengketa
administrasi akan lebih banyak mengalir ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
iv. Skema Proses Penyelesaian Upaya Administrasi
4.
II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal
53 UU no. 5 tahun 1986)
Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku tidak ada kewajiban untuk
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
tersebut melalui Upaya Administrasi, maka
seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata

Usaha Negara.
Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di
Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 pihak, yaitu:
Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan
Hukum Perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan tata
Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara baik di pusat atau di daerah.
Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
yang dilimpahkan kepadanya.
HAK PENGGUGAT:
1. Mengajukan gugatan tertulis kepada PTUN
terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
(pasal 53)
2. Didampingi oleh seorang atau beberapa orang
kuasa (pasal 57)
3. Mengajukan kepada Ketua Pengadilan untuk
bersengketa cuma-cuma (pasal 60)
4. Mendapat panggilan secara sah (pasal 65).
5. Mengajukan permohonan agar pelaksanaan
keputusan TUN itu ditunda selama pemeriksaan
sengketa TUN sedang berjalan, sampai ada
putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan
hukum tetap (pasal 67).

6. Mengubah alasan yang mendasari gugatannya


hanya sampai dengan replik asal disertai alasan
yang cukup serta tidak merugikan kepentingan
tergugat (pasal 75 ayat 1)
7. Mencabut jawaban sebelum tergugat
memberikan jawaban (pasal 76 ayat 1)
8. Mempelajari berkas perkara dan surat-surat
resmi lainnya yang bersangkutan di kepaniteraan
dan membuat kutipan seperlunya (pasal 81)
9. Membuat atau menyuruh membuat salinan
atau petikan segala surat pemeriksaan
perkaranya, dengan biaya sendiri setelah
memperoleh izin Ketua Pengadilan yang
bersangkutan (pasal 82)
10. Mengemukakan pendapat yang terakhir
berupa kesimpulan pada saat pemeriksaan
sengketa sudah diselesaikan (pasal 97 ayat 1)
11. Mencantumkan dalam gugatannya
permohonan kepada Pengadilan supaya
pemeriksaan sengketa dipercepat dalam hal
terdapat kepentingan penggugat yang cukup
mendesak yang harus dapat disimpulkan dari
alasan-alasan permohonannya (pasal 98 ayat 1)
12. Mencantumkan dalam gugatannya
permohonan ganti rugi (pasal 120)
13. Mencantumkan dalam gugatannya

permohonan rehabilitasi (pasal 121)


14. Mengajukan permohonan pemeriksaan
banding secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi
TUN dalam tenggang waktu empat belas hari
setelah putusan Pengadilan TUN diberitahukannya
secara sah (pasal 122)
15. Menyerahkan memori banding dan atau
kontra memori banding serta surat keterangan
bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan
ketentuan bahwa salinan memori banding dan
atau kontra memori banding diberikan kepada
pihak lainnya dengan perantara Panitera
Pengadilan (pasal 126 ayat 3)
16. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi
secara tertulis kepada MA atas suatu putusan
tingkat terakhir Pengadilan (pasal 131)
17. Mengajukan permohonan pemeriksaan
peninjauan kembali kepada MA atas suatu
putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (pasal 132)
KEWAJIBAN PENGGUGAT:
Membayar uang muka biaya perkara (pasal 59)
HAK TERGUGAT:
1. Didampingi oleh seorang atau beberapa orang
kuasa (pasal 57)
2. Mendapat panggilan secara sah (pasal 65)

3. Mengubah alasan yang mendasari jawabannya


hanya sampai dengan duplik asal disertai alasan
yang cukup serta tidak merugikan kepentingan
penggugat (pasal 75 ayat 2)
4. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban
atas gugatan, pencabutan gugatan oleh
penggugat akan dikabulkan olen pengadilan
hanya apabila disetujui tergugat (pasal 76 ayat 2)
5. Mempelajari berkas perkara dan surat-surat
resmi lainnya yang bersangkutan di kepaniteraan
dan membuat kutipan seperlunya (pasal 81)
6. Mengemukakan pendapat yang terakhir berupa
kesimpulan pada saat pemeriksaan sengketa
sudah diselesaikan (pasal 97 ayat 1)
7. Bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk
mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan
sengketa tersebut (pasal 97 ayat 2)
8. Mengajukan permohonan pemeriksaan banding
secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi TUN
dalam tenggang waktu empat belas hari setelah
putusan Pengadilan TUN diberitahukannya secara
sah (pasal 122)
9. Menyerahkan memori banding dan atau kontra
memori banding serta surat keterangan bukti
kepada Panitera Pengadilan TUN dengan
ketentuan bahwa salinan memori banding dan

atau kontra memori banding diberikan kepada


pihak lainnya dengan perantara Panitera
Pengadilan (pasal 126 ayat 3)
10. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi
secara tertulis kepada MA atas suatu putusan
tingkat terakhir Pengadilan (pasal 131)
11. Mengajukan permohonan pemeriksaan
peninjauan kembali kepada MA atas suatu
putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (pasal 132)
KEWAJIBAN TERGUGAT:
1. Dalam hal gugatan dikabulkan, badan/pejabat
TUN yang mengeluarkan Keputusan TUN wajib
(pasal 97 ayat 9):
a. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan;
atau
b. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan
dan menerbitkan Keputusan TUN yang baru;
c. Menerbitkan Keputusan TUN dalam hal
gugatan didasarkan pada pasal 3
2. Apabila tidak dapat atau tidak dapat dengan
sempurna melaksanakan putusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap
disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi
setelah putusan Pengadilan dijatuhkan dan atau
memperoleh kekuatan hukum tetap, ia wajib

memberitahukannya kepada Ketua Pengadilan dan


penggugat (pasal 117 ayat 1)
3. Memberikan ganti rugi dalam hal gugatan
penggugat atas permohonan ganti rugi
dikabulkan oleh Pengadilan (pasal 120)
4. Memberikan rehabilitasi dalam hal gugatan
penggugat atas permohonan rehabilitasi
dikabulkan oleh Pengadilan (pasal 121)
4. PROSEDUR PENERIMAAN GUGATAN DI PTUN
UU PTUN tidak mengatur secara tegas dan
terperinci tentang prosedur dan penerimaan
Perkara Gugatan di PTUN yang harus ditempuh
oleh seseorang atau Badan Hak Perdata yang
akan mengajukan /memasukkan gugatan di
Pengadilan Tata Usaha Negara, namun pokokpokok yang dapat diuraikan adalah sebagai
berikut:
1. Tempat Mengajukan Gugatan
Gugatan yang telah disusun / dibuat
ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya,
kemudian didaftarkan di Panitera Pengadilan Tata
Usaha Negara yang berwenang sesuai dengan
ketentuan Pasal 54.
Ayat (1) Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara
diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan

Tergugat
Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
berkedudukan tidak dalam satu faerah Hukum
Pengadilan, Gugatan diajukan kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi kedudukan salah
satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat
tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan
tempat kediaman Pengugat, maka Gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Penggugat selanjutnya
diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Ayat (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan
sifat sengketa Tata Usaha Negara yang
bersangkutan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah, Gugatan dapat diajukan kepada
Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat
Ayat (5) Apabila Penggugat dan Tergugat
berkedudukan atau berada di luar negeri,
Gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
Ayat (6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam
negeri dan Penggugat di luar negeri, Gugatan
diajukan kepada Pengadilan ditempat kedudukan
Tergugat.

2. Administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara


Panitera yang telah menerima Pengajuan Gugatan
tersebut kemudian meneliti Gugatan apakah
secara formal telah sesuai dengan syarat-syarat
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 56 UU No.5
tahun 1986, apabila ada kekuranglengkapan dari
Gugatan tersebut Panitera dapat menyarankan
kepada Penggugat atau Kuasanya untuk
melengkapinya dalam waktu yang telah
ditentukan paling lambat dalam waktu 30 hari
baik terhadap Gugatan yang sudah lengkap
ataupun belum lengkap selanjutnya Panitera
menaksir biaya panjer ongkos perkara yang harus
dibayar oleh Penggugat atau Kuasanya yang
diwujudkan dalam bentuk SKUM (Surat Kuasa
Untuk Membayar) atau antara lain:
Biaya Kepaniteraan
Biaya Materai
Biaya Saksi
Biaya Saksi Ahli
Biaya Alih Bahasa
Biaya Pemeriksaan Setempat
Biaya lain untuk Penebusan Perkara
Gugatan yang telah dilampiri SKUM tersebut
kemudian diteruskan ke Sub bagian Kepaniteraan
Muda Perkara untuk penyelesaian perkara lebih

lanjut.
Atas dasar SKUM tersebut kemudian Penggugat
atau kuasanya dapat membayar di kasir (dibagian
Kepaniteraan Muda Perkara) dan atas
pembayaran tersebut kemudian dikeluarkan,
kwitansi pembayarannya. Gugatan yang telah
dibayar panjer biaya perkara tersebut kemudian
didaftarkan didalam buku register perkara dan
mendapat nomor register perkara.
Gugatan yang sudah didaftarkan dan mendapat
nomor register tersebut kemudian dilengkapi
dengan formulir-formulir yang diperlukan dan
Gugatan tersebut diserahkan kembali kepada
Panitera dengan buku ekspedisi penyerahan
berkas.
Selanjutnya berkas perkara gugatan tersebut oleh
Panitera diteruskan / diserahkan kepada Ketua
Pengadilan untuk dilakukan Penelitian terhadap
Gugatan tersebut, yaitu dalam proses dismissal
ataupun apakah ada permohonan penundaan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat, beracara cepat maupun ber-acara
Cuma-Cuma.
5. PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN DI PTUN
Di Pengadilan Tata Usaha Negara suatu gugatan
yang masuk terlebih dahulu harus melalui

beberapa tahap pemeriksaan sebelum


dilaksanakan Pemeriksaan didalam Persidangan
yang terbuka untuk umum. Apabila dilihat dari
Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan ada 3
(tiga) Pejabat yaitu Panitera, Ketua dan Hakim/
Majelis Hakim, akan tetapi apabila dilihat dari
tahap-tahap materi gugatan yang diperiksa ada 4
tahap pemeriksaan yang harus dilalui:
Tahap I
Adalah Tahap penelitian administrasi dilaksanakan
oleh Panitera atau Staf panitera yang ditugaskan
oleh Panitera untuk melaksanakan Penilaian
administrasi tersebut
Tahap II
Dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara, dan pada tahap ke-II tersebut Ketua
memeriksa gugatan tersebut antara lain:
a. Proses Dismissal: yaitu memeriksa gugatan
tersebut apakah gugatannya terkena dismissal.
Apabila terkena maka berdasar pasal 62 UU
PTUN, artinya gugatan tidak diterima dan Ketua
dapat mengeluarkan Penetapan Dismissal.
Sedangkan apabila tidak, ternyata gugatan
tersebut tidak memenuhi salah satu syarat
dismissal, makaperkara tersebut dapat diperiksa
dengan acara biasa dan dapat pula ditunjuk

Hakim/Majelis Hakim yang memeriksa, memutus,


dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
yang berupa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.
b. Ketua dapat juga memeriksa apakah didalam
gugatan tersebut ada Permohonan Penundaan
Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat atau tidak dan sekaligus dapat
mengeluarkan penetapan.
c. Ketua dapat juga memeriksa apakah ada
permohonan Pemeriksaan dengan Cuma-Cuma
dan mengeluarkan Penetapan
d. Ketua dapat juga memeriksa apakah dalam
gugatan tersebut ada permohonan untuk
diperiksa dengan acara cepat ataukah tidak.
e. Ketua dapat pula menetapkan bahwa gugatan
tersebut diperiksa dengan acara biasa dan
sekaligus menunjuk Majelis Hakim yang
memeriksanya.
Tahap III
Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara
sesuai dengan Penetapan Penunjukan Majelis
Hakim yang menyidangkan perkara tersebut yang
dikeluarkan oleh Ketua PTUN.
Tahap IV
Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Penetapan

terhadap gugatan kemudian Majelis menetapkan


untuk Pemeriksaan gugatan tersebut didalam
persidangan.yang terbuka untuk umum.
6. PENCABUTAN GUGATAN DI PTUN
Terhadap gugatan yang sudah didaftarkan di
Pengadilan Tata Usaha Negara dan sudah
membayar serta mendapatkan nomor register
masih dapat dicabut kembali oleh Penggugat
atau kuasanya.
Ketentuan yang mengatur tentang pencabutan
gugatan tersebut adalah pasal 76 UU PTUN, yang
antara lain berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1)
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut
gugatannya sebelum tergugat memberikan
jawaban
Ayat (2)
Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas
gugatan itu pencabutan oleh akan dikabulkan
oleh Pengadilan hanya apabila disetujui Tergugat.
Disamping ketentuan diatas, ternyata dalam
praktek dapat terjadi yaitu Pencabutan Gugatan
disebabkan karena antara pihak-pihak telah
terjadi perdamaian diluar sidang. Terkait
dengan dikabulkannya permohonan pencabutan
gugatan, meskipun tidak diatur secara jelas oleh

Pasal 76 UU PTUN, namun dalam prakteknya


telah ditempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Permohonan pencabutan gugatan tersebut
agar dibuat secara tertulis ditujukan kepada
Ketua/Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan
2. Untuk adanya kepastian hukum maka
dikabulkannya permohonan pencabutan gugatan
tersebut dibuat dalam bentuk Penetapan
3. Dalam hal gugatan tersebut telah dikeluarkan
Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan
Tata Usaha Negara maupun oleh Majelis Hakim,
maka mengabulkan permohonan pencabutan
gugatan tersebut dibuat Penetapan
4. Penetapan yang berisi mengabulkan
permohonan pencabutan gugatan tersebut
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk
umum dan dibuat berita acara.
7. INTERVENSI DALAM SENGKETA TATA USAHA
NEGARA
Intervensi didalam Undang-undang No.5 tahun
1986 jo Undang-undang No.9 tahun 2004 diatur
didalam Pasal 83, yaitu sebagai berikut:
Ayat (1) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap
orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak
lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik

atas prakarsa sendiri, maupun atas prakarsa


Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha
Negara, dan bertindak sebagai:
a. Pihak yang membela sengketa haknya atau
b. Peserta yang bergabung dengan salah satu
pihak yang bersengketa.
Ayat (2). Permohonan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dikabulkan oleh Pengadilan
dengan putusan yang dicantumkan dalam berita
acara siding.
Ayat (3). Permohonan banding terhadap putusan
Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus
bersama-sama dengan permohonan banding
terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.
Bunyi penjelasan pasal 83 Undang-undang No.5
tahun 1986 adalah sebagai berikut:
Ayat (1-2). Pasal ini mengatur kemungkinan bagi
seseorang atau Badan Hukum Perdata yang
berada diluar pihak yang sedang berperkara
untuk ikut serta atau diikutsertakan dalam proses
pemeriksaan perkara yang sedang berjalan.
Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal
sebagai berikut:
1. Pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin
mempertahankan atau membela hak dan

kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan


oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang
sedang berjalan.
Untuk itu ia harus mengajukan permohonan
dengan mengemukakan alasan serta hal yang
dituntutnya.
Putusan sela pengadilan atas permohonan
tersebut dimasukkan dalam berita acara siding.
Apabila permohonan itu dikabulkan, ia dipihak
ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang
mandiri dalam proses perkara itu dan disebut
sebagai Penggugat Intervensi.
Apabila permohonan itu tidak dikabulkan, maka
terhadap Putusan Sela Pengadilan itu tidak dapat
dimohonkan banding.
Sudah barang tentu pihak ketiga tersebut masih
dapat mengajukan gugatan baru diluar proses
yang sedang berjalan asalkan ia dapat
menunjukan bahwa ia berkepentingan untuk
mengajukan gugatan itu dan gugatannya
memenuhi syarat.
2. Ada kalanya masuknya pihak ketiga dalam
proses perkara yang sedang berjalan itu karena
permintaan salah satu pihak (Penggugat atau
Tergugat). Disini pihak yang memohon agar pihak
ke-III selama proses tersebut bergabung dengan

dirinya untuk memperkuat posisi hukum dalam


sengketanya.
3. Masuknya pihak ke-III ke dalam proses perkara
yang sedang berjalan dapat terjadi atas prakarsa
hakim yang memeriksa perkara itu.
Ayat (3) cukup jelas
Dari ketentuan diatas didalam prakteknya
ternyata terdapat hal-hal yang tidak jelas antara
lain:
1. Pada ketentuan pasal 83 ayat (1) yaitu katakata selama pemeriksaan berlangsung kapan
yang dimaksud dengan selama pemeriksaan
berlangsung tersebut.
Selama Pemeriksaan Berlangsung Undangundang tidak menjelaskan, sementara itu dalam
proses berperkara di Pengadilan Tata Usaha
Negara dikenal beragam pemeriksaan sehubungan
dengan istilah tersebut lalu kapan pihak ke-III
dapat masuk dalam perkara ?
Menurut Indroharto Selama Pemeriksaan
Berlangsung adalah selama pemeriksaan
persiapan, alasannya kalau sudah masuk
pemeriksaan perkara, dengan masuknya intervensi
(khususnya tussenkomst), maka pemeriksaan akan
mundur kembali.
Jadi setelah pemeriksaan persiapan maka

sebaiknya permohonan intervensi ditolak.


Berdasarkan SEMA No.222/Td.TUN/X/1994
ditentukan bahwa permohonan Intervensi
selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan saksisaksi, pendapat ini dikemukakan dengan alasan
menghindari pemeriksaan persiapan yang diulang
kembali.
Namun demikian dalam praktek ada pendapat
bahwa kalau mengurangi maksud pasal 83, maka
sebaiknya pendapat Indroharto dan SEMA patut
dicermati kembali. Karena kemungkinan pihak keIII tipis sekali mengetahui kepentingannya sampai
dengan pemeriksaan persiapan yang tertutup,
kecuali Pejabat Tata Usaha Negara
memberitahukan kepada pihak ke-III kepentingan
pihak ke-III kurang dilindungi, oleh karena itu
dengan tidak adanya pembatasan maka hakim
dapat memperoleh lebih banyak informasi untuk
memperoleh kebenaran materiil.
2. Begitu juga pada ketentuan kapan Hakim
dapat mengadakan Putusan sela. Apakah perlu
diberikan tanggapan oleh pihak-pihak atas
permohonan yang diajukan oleh pihak ke-III atau
pihak Penggugat atau Tergugat sendiri, maka MA
RI telah memberikan pedomannya dalam Surat
MA RI No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14

Oktober 1993 pada angka 4.


Intervensi:
a. Sebaiknya sebelum Hakim mengeluarkan
penetapan dalam putusan selanya yang
bermaksud untuk menarik pihak ke-III atas
inisiatif Hakim yang bersangkutan dipanggil lebih
dahulu dan diberikan penjelasan-penjelasan
apakah ia bersedia masuk dalam perkara yang
sedang diperiksa.
b. Pihak ketiga (III) yang bukan badan atau
Pejabat TUN) yang bergabung engan pihak
Tergugat asal seyogyanya berkedudukan sebagai
saksi yang menyokong tergugat, karena ia
mempunyai kepentingan yang parallel
denganTergugat asal dan ia tidak dapat
berkedudukan sebagai pihak tergugat sesuai
ketentuan pasal 1 angka 6 UU No.5 tahun 1986.
c. Pihak ketiga yang membela haknya sendiri
hraus mengajukan gugatan intervensi dan
berkedudukan sebagai Penggugat Intervensi
d. Sebelum Majelis menolak atau mengabulkan
permohonan gugatan Intervensi sebaiknya
didengar juga tanggapan Penggugat dan
Tergugat asal apakah benar pihak ke-III yang
mengjukan permohonan Intervensi tersebut
mempunyai kepentingan

Ditolak atau dikabulkan permohonan Intervensi


tersebut harus dituangkan dalam putusan sela
yang dicantumkan dalam berita acara siding
seperti ketentuan Pasal 83 ayat (2) UU No.5
tahun 1986
3. Begitu juga bagaimana tentang sikap
Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap adanya
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terhadap
adanya banding dari pihak ketiga terhadap
ditolaknya permohonan masuk sebagai pihak
intervensi, oleh MA.RI dalam suratnya No.051/
Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992, telah
diberikan pedoman sebagai berikut:
Pada angka II Intervensi (Pasal 83):
Dalam hal Intervensi dari pihak ketiga ditolak
oleh Pengadilan dan pihak Intervensi mengajukan
permohonan banding / kasasi, sedangkan
Pengadilan Tinggi / Mahkamah Agung
berpendapat bahwa Intervensi tersebut
dikabulkan, maka dapat ditempuh 2 cara:
a. Pengadilan Tinggi mengambil putusan sela
sebelum memutuskan pokok perkara dengan
memerintahkan kepada Pengadilan yang
bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan halhal yang relevan dengan perkara (intervensi)
tersebut. Setelah hasil pemeriksaan tersebut

diterima oleh Pengadilan Tinggi, baru diambil


putusan akhir mengenai pokok perkara oleh
Pengadilan Tinggi.
b. Pengadilan Tinggi dapat melakukan
pemeriksaan sendiri dan mengambil putusan akhir
pokok perkara
4. Manfaat Intervensi
a. Pihak ke-III yang masuk dalam proses tidak
tunduk pada pasal 55
b. Bagi Majelis Hakim, masuknya pihak ke-III
memudahkan untuk mencari kebenaran materiil
c. Dari sudut beracara, masuknya pihak ke-III
untuk menghindari banyaknya jumlah perkara
yang sama
d. Dimungkinkannya intervensi pihak ke-III untuk
menghindari kemungkinan terjadi putusan yang
berbeda satu sama lain seandainya perkara
dipisah
e. Proses intervensi terhadap perkara yang
sedang berjalan untuk menghindari terjadinya
gugatan perlawanan pihak ke-III sebagaimana
diatur dalam Pasal 118 Undang-undang No.5
tahun 1986

Anda mungkin juga menyukai