Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PROSES JAWAB MENJAWAB

Dosen pengampu
Supriyadi S.H., M.H.I
Penyusun
Kelompok 4
Niken Muji Astuti
(221025013)
Amna Ramadhani
(221025004)

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA


Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Proses Jawab Menjawab” tepat waktu.

Makalah “Proses Jawab Menjawab” disusun guna memenuhi tugas dosen pada program studi
Ilmu Hukum di Universitas Teknologi Sumbawa. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “Proses Jawab Menjawab”.

kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen mata kuliah
“Hukum Acara Perdata”. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang kami tekuni. kami juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

1
Daftasr isi
Kata pengantar.......................................................................................................................……..1
Daftar isi.........................................................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................................................3
1.1 Latar belakang................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................................................5
2.1 Pencabutan Gugatan dan Perubahan..............................................................................................5
2.1.1 Pencabutan gugatan...............................................................................................................5
2.1.2 Perubahan gugatan.................................................................................................................6
2.2 Jawaban Gugatan................................................................................................................................8
2.3 Replik Duplik...............................................................................................................................10
2.4 Masuknya Pihak Ketiga...............................................................................................................12
BAB III........................................................................................................................................................15
KESIMPULAN............................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara warga masyarakat
adalah dengan perantaraan kekuasaan kehakiman, orang yang merasa dirugikan hak atau
kepentingannya menggugat orang yang dianggap merugikannya dimuka pengadilan yang
berwenang.

Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara mereka di muka pengadilan adalah
untuk mendapatkan keputusan yang adil guna menyelesaikan perkaranya, sehingga hak-hak yang
diberikan oleh hukum materiil maupun kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum
materiil, baik yang berupa hukum tertulis maupun yang tidak tertulis, dapat diwujudkan lewat
pengadilan. Tentu saja para pencari keadilan tersebut, terutama pihak yang mengajukan gugatan
(Penggugat), mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai.

Untuk keperluan ini mereka harus mentaati ketentuan peraturan perundangan yang
mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan yang berlaku. Peradilan yang
bersifat cepat, sederhana, biaya murah dan dengan kata-kata sederhana seringkali justru terjadi
sebaliknya. Kalau kita perhatikan bahwa suatu perkara perdata yang diajukan kemuka pengadilan
diselesaikan dalam waktu yang relatif lama. Ini bisa dikarenakan oleh para pihak yang
berperkara sendiri, hakim yang memeriksa perkaranya, saksi-saksi dan mungkin juga hukum
acara yang dipakai sudah tidak memadai.

Dalam penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat mempergunakan upaya yang diberikan
oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan dalam proses (upaya hukum). Salah satu upaya hukum
yang dapat dipergunakan oleh tergugat dalam sidang pemeriksaan perkara adalah upaya hukum
melawan gugatan yang berupa eksepsi dan rekonveksi disamping jawaban atas pokok perkaranya
(verweer ten prinsipaal). Penggugat juga diberi hak untuk membantah atas jawaban tergugat
dalam bentuk Replik, begitupun tergugat juga berkesempatan mengajukan Duplik atas jawaban
yang disampaikan oleh penggugat. Replik-Duplik ini bisa terjadi berulang kali selama itu
diperlukan.

3
Faktor lain yang menyebabkan persidangan menjadi lama adalah adanya interfensi dari pihak
lain.Yang biasa disebut dengan pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja mendukung penggugat
untuk memenangkan tuntutannya atau berpihak kepada tergugat agar lepas dari segala tuntutan.
Bahkan pihak ketiga boleh mengajukan dirinya sendiri untuk masuk dalam proses acara
persidangan tanpa mebela siapapun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu definisi Perubahan dan pencabutan gugatan ?

2. Apa itu Jawaban gugatan ?

3. Apakah yang di maksud dengan Replik duplik ?

4. Bagaimana Intervensi Masuknya pihak ketiga ?

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pencabutan Gugatan dan Perubahan

2.1.1 Pencabutan gugatan

Herzeine Inlandsch Reglement (“HIR”) dan Reglement Buiten Govesten (“RBg”) tidak
mengatur ketentuan mengenai pencabutan gugatan. Landasan hukum untuk pencabutan gugatan
diatur dalam ketentuan Pasal 271 dan Pasal 272 Reglement op de Rechsvordering (“Rv”). Pasal
271 Rv mengatur bahwa penggugat dapat mencabut perkaranya tanpa persetujuan
tergugat.
dengan syarat pencabutan tersebut dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawabannya.
Tata cara pencabutan gugatan berpedoman pada ketentuan Pasal 272 Rv. Pasal 272
Rv mengatur beberapa hal mengenai pencabutan gugatan, yaitu :
a. Pihak yang berhak melakukan pencabutan gugatan
Pihak yang berhak melakukan pencabutan gugatan adalah penggugat sendiri secara
pribadi, hal ini dikarenakan penggugat sendiri yang paling mengetahui hak
dan
kepentingannya dalam kasus yang bersangkutan. Selain penggugat sendiri, pihak lain
yang berhak adalah kuasa yang ditunjuk oleh penggugat. Penggugat memberikan kuasa
kepada pihak lain dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 123 HIR dan di dalam surat
kuasa tersebut dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut gugatan.
b. Pencabutan gugatan atas perkara yang belum diperiksa dilakukan dengan surat
Pencabutan gugatan atas perkara yang belum diperiksa mutlak menjadi hak
penggugat dan tidak memerlukan persetujuan dari tergugat. Pencabutan
gugatan
dilakukan dengan surat pencabutan gugatan yang ditujukan dan disampaikan kepada
Ketua Pengadilan Negeri (“PN”). Setelah menerima surat pencabutan gugatan, Ketua
PN menyelesaikan administrasi yustisial atas pencabutan.
c. Pencabutan gugatan atas perkara yang sudah diperiksa dilakukan dalam siding
Apabila pencabutan gugatan dilakukan pada saat pemeriksaan perkara sudah
berlangsung, maka pencabutan gugatan harus mendapatkan persetujuan dari tergugat.

5
Majelis Hakim akan menanyakan pendapat tergugat mengenai pencabutan
gugatan
tersebut. Apabila tergugat menolak pencabutan gugatan, maka Majelis Hakim
akan menyampaikan pernyataan dalam sidang untuk melanjutkan pemeriksaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan memerintahkan panitera untuk mencatat penolakan
dalam berita acara sidang, sebagai bukti otentik atas penolakan tersebut.
Apabila tergugat menyetujui pencabutan, maka Majelis Hakim akan
menerbitkan penetapan atas pencabutan tersebut. Dengan demikian, sengketa diantara
penggugat dan tergugat telah selesai dan Majelis Hakim memerintahkan pencoretan
perkara dari register atas alas an pencabutan
Pasal 272 Rv juga mengatur mengenai akibat hukum pencabutan gugatan, antara lain:
1.3 Pencabutan mengakhiri perkaraPencabutan gugatan bersifat final, artinya sengketa diantara
penggugat dan tergugattelah selesai.
1.4 Para pihak kembali kepada keadaan semulaPencabutan gugatan menimbulkan akibat bagi
para pihak yaitu demi hukum parapihak kembali pada keadaan semula sebagaimana
halnya sebelum gugatan diajukan,seolah-oleh diantara para pihak tidak pernah terjadi
sengketa. Pengembalian kepadakeadaan semula dituangkan dalam bentuk penetapan
apabila pencabutan terjadi sebelumperkara diperiksa. Selain itu pengembalian kepada
keadaan semula dituangkan dalambentuk amar putusan apabila pencabutan terjadi
atas persetujuan tergugat dipersidangan.
1.5 Biaya perkara dibebankan kepada penggugat pihak yang mencabut gugatan berkewajiban
membayar biaya perkara. Ketentuan ini dianggap wajar dan adil karena penggugat yang
mengajukan gugatan dan sebelum PN menjatuhkan putusan tentang kebenaran dalil
gugatan, penggugat sendiri mencabut gugatan yang diajukannya.1
2.1.2 Perubahan gugatan

Pengaturan mengenai perubahan gugatan tidak diatur dalam Herziene Indonesich


Reglement(“HIR”) maupun Rechtsreglement Buitengewesten (“RBg”), namun diatur
dalam Pasal 127Reglement op de Rechtsvordering (“Rv”), yang menyatakan bahwa:

1
Harahap, M. Yahya. (2010). Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, Dan
Putusan Pengadilan). Jakarta: Sinar Grafik.

6
“Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat
perkaradiputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggugat memiliki
hakuntuk mengajukan perubahan gugatan, namun hanya yang bersifat mengurangi
atau tidakmenambah dasar daripada tuntutan dan peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar
tuntutan. Jika perubahan gugatan berupa penambahan dasar atau peristiwa yang menjadi dasar
tuntutan, maka hal tersebut akan sangat merugikan kepentingan tergugat. Dengan kata lain,
perubahan gugatan diperbolehkan selama tidak merubah materi gugatan, melainkan hanya segi
formal dari gugatan (misalnya: perubahan atau penambahan alamat penggugat, nama atau alias
dari penggugat atautergugat)
 Syarat Perubahan Gugatan
Peraturan mengenai syarat mengajukan perubahan gugatan tidak terdapat dalam Pasal 127
Rv. Namun, dalam buku pedoman yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung (“MA”), terdapat
syarat formil untuk mengajukan perubahan gugatan, dimana hal tersebut sangat
penting
diterapkan dalam praktik peradilan. Dalam buku pedoman MA, dijelaskan
mengenai syarat formil dalam mengajukan perubahan gugatan, yaitu:
a. Pengajuan perubahan pada sidang yang pertama dihadiri tergugatSyarat formil ini,
ditegaskan oleh MA dalam buku pedoman, yang menyatakan:
- Diajukan pada hari sidang pertama, dan
- Dihadiri oleh para pihak
Dari ketentuan tersebut, penggugat juga tidak dibenarkan mengajukan
perubahangugatan:
- Di luar hari sidang, dan
- Pada sidang yang tidak dihadiri tergugat.
Tujuan dari syarat - syarat formil ini adalah untuk melindungi kepentingan tergugat
dalammembela diri. Jika perubahan dibenarkan di luar sidang dan di luar hadirnya tergugat,
maka akandianggap sangat merugikan kepentingan tergugat.
b. Memberi hak kepada tergugat untuk menanggapiSyarat formil ini pun digariskan oleh MA,
yang menyatakan:
- Menanyakan kepada tergugat tentang perubahan gugatan yang bersangkutan,

7
- Memberi hak dan kesempatan kepada tergugat untuk menanggapi dan membela
kepentingannya.
c. Tidak menghambat acara pemeriksaanDalam hal ini, perubahan gugatan tidak boleh
menghambat jalannya pemeriksaan dipengadilan. Apabila perubahan gugatan tersebut
menghambat jalannya pemeriksaan,maka akan menjadi masalah baru lagi di antara kedua
belah pihak yang berperkara,seperti bertambahnya jangka waktu proses pemeriksaan
sehingga memakan waktuyang lama dalam proses penyelesaian perkaranya.
Perubahan gugatan tersebut diajukan kepada majelis hakim yang
memeriksaperkara. Apabila perubahan gugatan sudah diterima oleh hakim, maka hakim
wajibuntuk memeriksa isi dari perubahan gugatan tersebut. Hal terpenting yang
perludiperhatikan dalam pemeriksaan tersebut terletak pada konten atau isi dari
perubahangugatan yang diajukan, yakni apakah gugatan yang telah diubah itu bertentangan
atautidak bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, peran hakim dalam
masalahperubahan gugatan yang telah diajukan ini sangat penting karena apabila
isi dariperubahan gugatan tersebut bertentangan dengan hukum, sedangkan hakim
menyetujuiperubahan gugatan yang bertentangan dengan hukum tersebut, maka dapat
dikatakanbahwa hakim telah melanggar kewajibannya untuk menegakkan keadilan.2

2.2 Jawaban Gugatan

Pada tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan
mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.Dalam pemeriksaan
perkara dipersidangan Pengadilan Negeri jawab-menjawab antara kedua belah pihak
merupakan hal amat penting. Namun demikian, apa yang dikemukakan oleh tergugat
merupakan hal yang lebih penting lagi, karena tergugat merupakan sasaran penggugat.
Karena itu dalam jawab-menjawab, jawaban tergugatlah yang mendapat tempat pertama.
Pada dasarnya tergugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat. Tetapi jika tergugat
menjawabnya, jawaban itu dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Namun dalam
perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara tertulis. Jawaban tergugat
ini dilakukan apabila upaya perdamaian yang dilakukan hakim tidak berhasil. Karena kedua

2
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, (Yogyakarta : Pelajar Offset, 2005), h.100

8
belah pihak tetap pada prinsip atau pendirianya, maka hakim mempersilahkan kepada
Penggugat untuk membacakan gugatannya. Setelah selesai dibacakan gugatan tersebut
hakim akan memberi kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab atau menangkis gugatan
dari Penggugat dengan fakta-fakta yang diketahuinya secara tertulis, biasanya hakim
memberikan waktu satu minggu kepada Tergugat supaya siap dengan jawabannya dan
dibacakan pada acara sidang berikutnya.
Menurut pasal 121 ayat (2) HIR/pasal 145 R.Bg jo pasal 132 ayat (1) HIR/pasal 158
(1) R.Bg, tergugat dapat mengajukan jawaban secara tertulis atau lisan. Didalam
mengajukan jawaban tersebut tergugat harus hadir secara pribadi dalam sidang atau
diwakilkan oleh kuasa hukumnya, apabila tergugat/kuasa hukumnya tidak hadir dalam
sidang meskpun mengirimkan surat jawabannya, tetap dinilai tidak hadir dan jawabannya itu
tidak perlu diperhatikan, kecuali dalam hal jawaban yang berupa eksepsi atau tangkisan
berupa pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkaranya itu.[2]
Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang disebut dengan
tangkisan atau eksepsi.
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara yang sedang berlangsung
(verweer ten principale).3
Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara yang sedang berlangsung dapat
dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
a. Bantahan berupa eksepsi
Bantahan adalah pernaytaan yang tidak mmbenarkan atau tidak mengakui apa yang
digugat terhadap Tergugat. Jika tergugat mengajukan bantahan, maka bantahan nya itu,
harus disertai dengan alasan-alasan.
Sedangkan eksepsi adalah suau tangkisan yang tidak menyangkut pokok perkara,
pada dasarnya berupa bantahan yang bersifat formal. tetapi bisa juga alasan materil. Dalam
prakteknya menyusun jawaban berupa bantahan itu memerlukan uraian tentang kejadian-
kejadian secara terperinci sebelum ditutup dengan kesimpulan dan mohon ditoloknya
gugatan. Tujuan diajukan eksepsi ini adalah untuk menggagalkan gugatan atau perlawanan
dari segi hukum formal.
3
Retnowulan Sutantio Dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek , (Bandung :
Mandar Maju, 1997), h.38.

9
Dalam praktik hukum acara perdata yang berlaku saat ini, tangkisan atau eksepsi
Tergugat dapat dibagi kepada dua kelompok besar, yaitu:
1) Eksepsi formal atau prossessual exeptie
Eksepsi formil ini sering juga disebut dengan eksepsi tolak karena pengajuan eksepsi
ini karena pengajuan eksepsi ini didasarkan pada tangkisan supaya pokok perkara yang
dijadikan dalil gugat oleh penggugat ditolak pemeriksaan nya oleh Majelis Hakim, sebab hal
tersebut tidak dibenarkan oleh ketentuan yang diatur oleh hukum acara perdata.
2) Eksepsi Materil atau material exseptie
Eksepsi ini ditunjukan dengan tujuan agar hakim yang memeriksa perkara yang
sedang berlangsung tidak melanjutkan pemeriksaan nya karena perkara tersebut dalil
gugatan yang bertentangan dengan hukum perdata (hukum materil).
b. Bantahan mengenai pokok perkara
Bantahan terhadap pokok perkara merupakan bantahan langsung kepada dalil gugat,
keadaan, fakta kejadian, pembuktian, dan sebagainya. Ini isi bantahan untuk melumpuhkan
hasil lawan, juga bermaksud melumpuhkan kebenaran kejadian hukum yang berkenaan
dengan posita. Bantahan terhadap pokok perkara ini dilaksanakan dengan cara
menyingkirkan kekuatan pembuktian dalil gugat dengan alat-alat bukti yang sah sesuai
dengan batas minimum pembuktian.
Jawaban tergugat dalam bantahan terhadap pokok-pokok perkara biasanya disusun
berdasarkan pada dalil-dalil gugatan yang berisikan antara lain:
1) Bantahan terhadap apa yang dikemukakan penggugat dalam dalil gugatan nya,
misalnya dalil gugat mengatakan bahwa tergugat telah melanggar janji taklik talak yaitu
pergi membiyarkan tergugat selama 6 bulan lamanya, maka dalam jawaban tergugat
membantah bahwa dirinya tidak pernah membiyarkan penggugat selama 6 bulan lamanya.
2) Mengakui atau membenarkan dalil-dalil gugat yang diajukan oleh penggugat
seluruhnya, sehingga dalil-dalil gugat tersebut tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya.
3) Mengajukan fakta baru, ada kemungkinan tergugat mengemukakan fakta-fakta
baru untuk membenarkan kedudukannya. Misalnya iya mengemukakan, seandainya tergugat
one prestasi, tetapi hak itu bukan kemauannya senidiri melainkan karena ada daya paksa.

2.3 Replik Duplik

10
2.3.1 Pengertian Replik Duplik

Replik merupakan pemberian hak kepada pihak penggugat untuk menanggapi jawaban yang
diajukan oleh tergugat. Dalam praktik, pemeriksaan perkara perdata persidangan, pihak
tergugat diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban atas gugatan dari pihak penggugat,
baik secara tertulis maupun lisan. Apabila jawaban gugatan tersebut dilakukan secara tertulis
baik berupa eksepsi (penolakan) maupun bantahan terhadap pokok perkara, maka majelis
hakim memberi kesempatan kepada pihak penggugat untuk menjawab kembali hal-hal yang
dikemukakan oleh tergugat di dalam replik. Penggugat dapat mengemukakan sumber-sumber
kepustakaan, pendapat-pendapat para ahli, doktrin, untuk menguatkan dalil gugatan yang
diajukan sebelumnya.

Pada proses perkara perdata di pengadilan, jawaban gugatan dari tergugat selain memuat
jawaban atau bantahan terhadap pokok perkara, juga termuat eksepsi serta dapat pula memuat
gugatan balik atau gugatan rekonvensi. Dalam menyusun replik, pihak penggugat perlu
memperhatikan jawaban gugatan dari pihak tergugat tersebut. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan replik yaitu :

 Penggugat dalam menyusun replik selayaknya harus menguasai hal-hal yang


terkait dengan eksepsi.
 Penggugat dalam menyusun replik harus mempertimbangkan dengan isi gugatan
balik atau rekonvensi dari tergugat.
 Penggugat dalam menyusun replik harus mempertimbangkan dali-dalil bantahan
atas gugatan balik atau rekonvensi yang diajukan tergugat dan juga harus
mempertimbangkan alat bukti yang dapat memperkuat dalil-dalil bantahan
terhadap gugatan balik tersebut.
 Penggugat dalam menyusun replik lazimnya selalu memuat permintaan pada
majelis hakim untuk mengabulkan tuntutan dalam gugatan.

Duplik merupakan jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan oleh pihak
penggugat.4 Sama dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik

4
Dharmawan, Ni Ketut Supasti. 2016. Klinik Hukum Perdata Clinical Legal Education (CLE) Knowledge, Skill & Value.
2016: Udayana University Press

11
diajukan sebelumnya, yang secara umum berisi bantahan terhadap gugatan yang diajukan oleh
penggugat. Tergugat dalam duplik dapat saja membenarkan dalil atau tuntutan yang diajukan
oleh penggugat dalam replik, namun tidak pula menutup kemungkinan tergugat
menyampaikan dalil-dalil baru yang dapat menguatkan bantahan atas replik. Dalam menyusun
duplik, diharapkan dalil-dalil atau pernyataan yang diajukan oleh tergugat agar tidak
bertentangan dengan dalil-dalil yang telah dibuat dalam jawaban gugatan atau eksepsi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa replik dan duplik di dalam hukum acara
perdata merupakan proses jawab-menjawab sebelum memasuki proses pembuktian
dipersidangan.

B. Dasar Hukum Replik dan Duplik

Dasar hukum replik dan duplik adalah Reglemen Acara Perdata atau Reglement op de
Rechtsvodering (Rv). Pasal yang memuat ketentuan replik dan duplik adalah sebagai berikut :

 Pasal 70 Rv menerangkan bahwa bila penggugat berpendapat ada alasan-alasan untuk


memanggil seseorang untuk menanggungnya, maka ia harus mengajukan permohonan
untuk itu dengan kesimpulan yang disertai alasan-alasan pada hari ia harus
mengajukan jawaban balik (replik).
 Pasal 115 Rv menerangkan bahwa setelah jawaban diberikan dalam persidangan, maka
pengacara penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawaban kembali (replik)
yang dapat dijawab lagi oleh pengacara tergugat (duplik).
 Pasal 142 Rv menerangkan bahwa tenggat waktu yang sama para pihak dapat saling
menyampaikan surat-surat jawaban (replik) dan jawaban balik (duplik) yang dengan
cara yang sama bersama-sama dengan surat-surat yang bersangkutan diserahkan
kepada panitera.

2.4 Masuknya Pihak Ketiga

Dalam suatu perkara perdata setidaknya terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu pihak
penggugat dan pihak tergugat. Setiap pihak berusaha untuk mempertahankan hak-haknya di
dalam persidangan. Namun bagaimana bila terdapat kepentingan pihak lain di luar penggugat
maupun tergugat yang ternyata berpengaruh dalam suatu perkara perdata yang sedang
berjalan, pihak ketiga yang ikut serta dalam perkara tersebut adalah pihak intervensi.

12
Intervensi sendiri merupakan perbuatan hukum oleh pihak ketiga yang mempunyai
kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah
satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung.

Berdasarkan Pasal 279 Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang merupakan ketentuan


hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan
peralihan UUD NRI Tahun 1945 berbunyi :

“Barang siapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan
antara pihak-pihak lain, dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan.”5

Sehingga intervensi oleh pihak ketiga dalam perkara perdata dimungkinkan apabila
pihak tersebut memiliki kepentingan pada pokok perkara yang sedang berlangsung. Proses
intervensi sendiri dapat dilakukan berdasarkan inisiatif sendiri dari pihak ketiga maupun
karena adanya pihak ketiga yang ditarik masuk oleh salah satu pihak yang berperkara.

A. Jenis – Jenis Intervensi


 Voeging
Peristiwa masuknya pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara dengan mendukung salah
satu pihak, yaitu penggugat atau tergugat. Proses masuknya pihak ketiga ini
berdasarkan inisiatif sendiri dari pihak ketiga tersebut. Pihak ketiga tersebut dapat
memilih untuk mendukung penggugat ataupun tergugat, tergantung kepada
kepentingan dari pihak ketiga atas objek perkara.
 Tussenkomst
Peristiwa masuknya pihak ketika atas inisiatifnya sendiri dalam pemeriksaan suatu
perkara perdata. Berbeda dengan voeging, pada tussenkomst ini pihak ketiga masuk
sebagai pihak sendiri yang berhadapan dengan penggugat dan tergugat. Sehingga
pihak ketiga pada tussenkomst tidak memihak kepada pihak manapun dan berdiri atas
kepentingannya sendiri. Persyaratan utama tussenkomst adalah pihak ketiga yang
ingin masuk sebagai pihak dalam perkara yang sedang berlangsung harus memiliki
hubungan yang erat dengan pokok perkara.
 Vrijwaring

5
Pangaribuan, E.J.R. (2023). Pentingkah pengaruh pihak lain di luar Penggugat atau Tergugat dalam suatu perkara perdata. 2
(1).

13
Peristiwa masuknya pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara karena ditarik oleh salah
satu pihak yang sedang berperkara, dalam hal ini pihak tergugat. Penarikan pihak
ketiga oleh tergugat dilakukan untuk membebaskan tergugat dari kewajiban atau
tanggung jawab pada pokok perkara dan melampiaskan hal tersebut kepada pihak
ketiga yang ditarik. Pihak tergugat dalam jawaban atau dupliknya dapat mengajukan
permohonan kepada majelis hakim agar pihak ketiga ditarik sebagai pihak dalam
pokok perkara. Sehingga dalam vrijwaring, masuknya pihak ketiga dalam suatu
perkara perdata bukan berdasarkan inisiatif dari pihak ketiga tersebut.
B. Gugatan Intervensi
Dalam melakukan upaya intervensi, pihak ketiga dapat mengajukan gugatan pada
pengadilan pada pengadilan di mana pokok perkara sedang berjalan untuk dapat turut serta
dalam pokok perkara. Hal ini dikenal sebagai gugatan intervensi. Gugatan intervensi adalah
suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga dikarenakan adanya kepentingan
dalam gugatan tersebut dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak
dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung. Dalam gugatan intervensi, pihak ketiga
dapat berperan sebagai penggugat intervensi dan tergugat intervensi. Namun pengajuan
permohonan gugatan intervensi harus diajukan sebelum pembuktian, yaitu dalam proses
pembacaan gugatan dan jawaban gugatan. Hal ini dikarenakan pengadilan perlu melakukan
pemeriksaan terhadap gugatan intervensi yang diajukan pihak ketiga tersebut.
Setelah melakukan pemeriksaan tersebut, maka majelis hakim akan mengeluarkan
putusan sela (tussen vonis) untuk memutuskan apakah gugatan intervensi diterima atau
ditolak. Apabila gugatan intervensi diterima, maka pihak ketiga selanjutnya dapat ikut serta
dalam pemeriksaan perkara tersebut.

14
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Landasan hukum untuk pencabutan gugatan


diatur dalam ketentuan Pasal 271 dan Pasal 272 Reglement op de Rechsvordering (“Rv”). Pasal
271 Rv mengatur bahwa penggugat dapat mencabut perkaranya tanpa persetujuan
tergugat. Dengan syarat pencabutan tersebut dilakukan sebelum tergugat menyampaikan
jawabannya.
Pengaturan mengenai perubahan gugatan tidak diatur dalam Herziene Indonesich
Reglement(“HIR”) maupun Rechtsreglement Buitengewesten (“RBg”), namun diatur
dalam Pasal 127Reglement op de Rechtsvordering (“Rv”), yang menyatakan bahwa:
“Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat
perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya.”
Pada dasarnya penggugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat tetapi jika tergugat
menjawabnya, jawaban itu dapat dilakukan secara tertulis dan lisan.
Adapun jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang disebut dengan tangkisan
atau eksepsi.
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principale).
Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat dimana
Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya atas sanggahan
yang diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban yang diberikan Tergugat.
Duplik merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Dalam membuat duplik tergugat
diharapkan dalil-dalilnya tidak bertentangan dengan dalil-dalilnya yang dimuat dalam
jawaban.
Intervensi yaitu masuknya pihak ketiga dalam gugatan yang sedang berlangsung.
Intervensi diatur di dalam Pasal 279-282 Rv. Pihak yang melakukan intervensi disebut sebagai
INTERVENIEN. Jenis Intervensi, antara lain: Voeging, Tussenkomst, Vrijwaring.

15
DAFTAR PUSTAKA
studocu.com (2019, 10 april). 10 Pencabutan DAN Perubahan Gugatan - PENCABUTAN DAN
PERUBAHAN GUGATAN PRODI HUKUM KELUARGA FAKULTAS. Diakses pada 22
september 2023, Pencabutan DAN Perubahan Gugatan - PENCABUTAN DAN PERUBAHAN
GUGATAN PRODI HUKUM KELUARGA FAKULTAS - Studocu

Herni Widanarti, Ery Agus Priyono,Dkk(2019) Arti Penting Jawaban Atas Gugatan Sebagai Upaya
Mempertahankan Hak-Hak Tergugat, Law, Development & Justice(vol.2) 1

16

Anda mungkin juga menyukai