Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu : Hj. Ida Mursidah, S.H.,M.M.,M.H.

Disusun Oleh :
Tarpi Setiawan 211120054
Abu Shihab 211120053
Muhammad Khaetami 211120052

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYAR’IAH
UIN SULTAN MAULANA HASANUDIN
SERANG BANTEN
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang maha esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai tuntutan hak .
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas silabus mata kuliah
Hukum perdata dan yang memberi kami tugas yaitu Ibu Dosen Hj. Ida Mursidah,
S.H.,M.M.,M.H. Kami telah melakukakan beberapa observasi pada beberapa sumber
rujukan dan kami mendapatkan hasil yang cukup.
Terima kasih kepada para orang tua kami yang telah mendidik kami dari kecil
hingga sekarang, dan terima kasih pula untuk para guru yang telah mendidik kami
juga sehingga mengganggap kami sebagai anak sendiri dan untuk semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami berharap makalah ini akan bermanfaat bagi teman-teman dan kami
menerima kritik dan saran apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini.Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Serang, 17 Oktober 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii

BAB I PEMBUKAAN

A. Latar Belakang........................................................................................................................ 3

B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 3

C. Tujuam .................................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Putusan................................................................................................................. 4

B. Macam-macam Putusan......................................................................................................... 5

C. Putusan Hakim yang dapat dilaksanakan Lebuh dahulu

.......................................................................................................................................................

D. Putusan dan isi putusan

.......................................................................................................................................................

E. Kekuatan putusan hakim........................................................................................................

B. Pelaksannaan putusan.....................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................................

B. Saran .......................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................


BAB I

A. Latar belakang

Manusia sebagai makhluk zoon politicon dalam kehidupan bermasyarakat


akan selalu berhubungan satu sama lain. Hubungan tersebut dapat berupa
hubungan yang menyenangkan maupun hubungan yang menumbuhkan
pertentangan atau konflik atau sengketa. Pertentangan atau konflik tersebut
tentu saja akan mengganggu tatanan masyarakat. Oleh karena itu
keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu tersebut harus dipulihkan
ke keadaan semula. Di dalam negara yang berdasar atas hukum cara
menyelesaikan konflik atau pertentangan/sengketa tidak boleh dengan cara
menghakimi sendiri melainkan dengan cara yang diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk menyelesaikan konflik atau pertentangan atau sengketa
tersebut yakni melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa di pengadilan pada
dasarnya dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman Pasal 2 ayat (4), Pasal 4 ayat (2), HIR Pasal 121 ayat (4), 182, 183
dan Rbg Pasal 145 ayat (4), Pasal 192 dan Pasal194.1Dalam hal ini kami
membahas berbagai hal yang berkaitan tentang putusan hakim agar senantiasa
dapat menambah wawasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Putusan ?
1
Mukti Arto, teori dan seni menyelesaikan Perkara perdata di pengadilan, Penerbit : kencana, depok
hal 67-84
2. Apa saja Macam-macam putusan ?
3. Apa saja bentuk Putusan dan isi putusan ?
4. Bagaimana Kekuatan putusan hakim ?
5. Bagaimana pelaksanaan putusan ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Putusan

2. Mengetahui macam-macam putusan

3. Mengetahui bentuk dan isi putusan

4. Mengetahui kekuatan putusan hakim

5. Mengetahui proses pelaksanaan putusan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Putusan

Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3

1. Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari
pemeriksaan perkara gugatan(kontentius
2. Penetapan ialah juga pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tulisan
dan ucapan oleh hakim dalam sidang terbuka bentuk umum, sebagai hasil dari
pemeriksaan perkara permohonan (voluntair)
3. Akta perdamaian ialah yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah
antara para pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengketa dan
berlaku sebagai putusan

Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak satu
minggu sebelum di ucapkan di persidangan, untuk menghindari adanya perbedaan isi
putusan yang di ucapkan denganyang tertulis.
Selain itu, perlu diketahui pula bahwa hakim juga mengeluarkan penetapan-
penetapan lain yang bersifat teknis administratip yang dibuat bukan sebagai produk
sidang.

Hal ini misalnya: penetapan hari sidang, pnetapan penundaan sidang , penetapan
perintah sita jaminan, penetaan perintah pemberitahuan isi putusan dan sebagainya.
Semua itu bukan produk sidang dan tidak perlu diucapkan dalam sidang terbuka ,
serta tidak memakai titel ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

B. Macam-Macam Putusan
Diihat dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara ada 2 macam
1. Putusan akhir ialah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan,
baik yang telah melalui semua tahap emeriksaan maupun yang tidak/belum
memenuhi semua tahap pemeriksaan.
2. Putusan sela ialah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan
perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalanya pemeriksaan.
Dalam hukum acara dikenal beberapa macam putusan sela yaitu:
a) Putusan preparatoir, yaitu putusan persidangan mengenai jalannya
pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan
akhir. Sebagai contoh untuk menolak pengunduran pemeriksaan saksi.
b) Putusan interlocutoir, yaitu putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian. Sebagai contoh, putusan untuk memeriksa saksi atau
pemeriksaan setempat. Karena putusan ini menyangkut masalah
pembuktian, maka putusan interlocutoir akan mempengaruhi putusan
akhir.
c) Putusan incidentiel, adalah putusan yang yang berhubungan dengan
insuden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
Contoh putusan yang yang membolehkan pihak ketiga ikut serta dalam
suatu perkara.
d) Putusan provisional, yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu
permintaan pihak yangberkara agar di adakan tindakan pendahuluan guna
kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan, sebagai
contoh dalam perceraian sebelum pokok perkara diputuskan, istri minta
dibebaskan dari kewajiban untuk tinggal bersama dengan suaminya,
karena suaminya suka menganiayanya. Contoh lain, dalam hal atap rumah
yang disewa oleh penggugat dirusak oleh tergugat sedang pada waktu itu
musim hujan sehingga tergugat harus segera dihukum untuk memperbaiki
atpt tersebut.2
C. Putusan Hakim yang dapat dilaksanakan Lebuh dahulu

Menurut hukum acara perdata pada dasarnya putusan pengadilan hanya dapat
dilaksanakan apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Namun demikian dalam HIR/RBG terhadap kerentuan yang memberikan
kemungkinan putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uit voerbaar bij voorraad).

Pada pasal 180 HIR/191(1) RBG menentukan pengadilan negri dapat


memerintahkan supaya putusan dapat dijalankan lebih dahulu wakaupuan ada
perlawanan,atau banding, jika:

a. Ada surat yang sah (akta otentik) atau tulisan dibawah tangan yang menurut
undang-undang mempunyai kekuatan bukti
b. Ada putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap
c. Dikabulkannya gugatan yang didahulukan (gugatan provesional) dalam hal
sengketa dalam hak milik.

Tetapi tentang menjalankan lebih dahulu putusan ini sama sekali tidak dapat
menyebabkan orang untuk disandra.(pasal 180(2) HIR191(2)RBG).

Ternyata lembaga uit voerbaar bij voorraad menimbulkan banyak masalah dalam
praktek pelaksanaannya, sehingga mahkama agung berapa kali mengeluarkan surat
edaran silih berganti untuk memberi petunjuk penetapan putusan yang dapat
dilaksanakan lebih dahulu tersebut.

Sebelum tahun 1964 hakim leluasa untuk menjatuhkan putusan yang dapat
dilaksanakan lebih dulu, apabila syarat-syarat hukum yang disebut dalam pasal 180
(1) /HIR191 HIR (1)RBG telah terpenuhi, akan tetapi dengan adanya surat edaran
NO. 13/1964 ,mahkamah agung menginstruksikan kepada kepada para hakim agar,
jika putusan itu dimintakan banding, agar sedapat mungkin jangan memberikan
putusa yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, kecuali apabila benar-benar dipandang

2
Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009), 130
perlu memberikan putusan itu, namun pelaksanaannya harus medapat persetujuan
lebih dahulu dari Mahkama Agung.

Kemudian Surat Edaran NO. 3/1971 tanggal 17 mei 1971, Mahkama Agung
mencabut surat edaran MA NO.13/1964 dan SEMA NO. 15/1969, dan
mempercayakan pendapat putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu kepada
pengadilan negri sebagaimana ditentukan undang-undang.Mahkama Agung meminta
perhatian kepada para ketua dan hakim pengadilan negri, untuk dapat menjatuhkan
putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, sebagaimana tercantum dalam pasal
180(1) HIR (1) RBG, dan harus berhati-hati mempergunakan lebaga tersebut, kareana
apabila dalam tingkat banding atau kasasi ternyata putusan yang dapat dijatuhkan
lebih dahulu dibatalkan, maka akan timbul kesulitan-kesulitan untuk mengembalikan
kepada keadaan semula.

Selain itu Mahkama Agung mengeluarkan surat edaran NO. 6/1975 tanggal 1
Desember 1975 yang meminta kepada semua ketua pengadilan tinggi dan ketua
pengadilan negri diseluruh Indonesia agar tidak menjatuhkan putusan yang dapat
dilaksanakan terlebih dahulu, walaupun syarat-syarat dalam pasal 180 (1) HIR/ 191
(1) RBG dipenuhi. Hanya dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan, putusan yang
demikian yang sangat exepitional sifatnya dapat dijatuhkan. Dalam hal inipun
hendaknya diingat bahwa putusan itu diberikan :

a. Apabila ada conservatoir beslag yang harga barang-barang disita yang


tidak akan mencukupi untuk menutupi jumlah yang digugat
b. Jika dipandang perlu dengan jaminan oleh pihak pemohon eksekusi yang
seimbang dengan catatan:
1. Bahwa benda-benda jaminan hendaknya yang mudah disimpan dan
mudah digunakan untuk mengganti pelaksanaan jika putusan yang
bersangkutan yang tidak dibenarkan nanti oleh hakim banding atau
dalam kasasi
2. Jangan menerima penjaminan orang(borg) untuk menghindarkan
pemasukan pihak ketiga dalam proses
3. Penentuan benda serta jumlah terserah kepada ketua pengadilan negri
4. Benda-benda jaminan dicatat dalam daftar tersendiri srperti daftar
benda-benda sitaan dalam perkara perdata .
Didalam SEMANO. 6/1975 itu juga diberikan petunjuk agar
pada saat mengucapkan putusan yang bersangkutan, putusan atau
setidak-tidaknya konsepnya sudah selesai yang menyebut pula dasar-
dasar apa yang menjadi pertimbangan di kabulkannya permohonan uit
voerbaar bij voorraad Itu jika ada permohonan penundaan eksekusi,
maka 2 minggu setelah putusan diucapkan, selain putusan harus
sudah dikirim kepada pengadilan pengadilan tinggi dan tembusannya
kepada mahkamah agung. Dalam waktu dua minggu setelah
menerima permohonan tersebut pengadilan tinggi memberikan
putusan tentang penundaan.
Pada tanggal 1 april 1978 Mahkama Agung mengeluarkan pula
Surat Edaran NO. 03/1987 yang isinya menegaskan kembali kepada
ketua/Hakim Pengadilan Negri diseluruh Indonesia, agar tidak
menjatuhkan putusan uit voerbaar bij voorraad walapun syarat-
syarat dalam pasal 180(1) HIR/191(1)RBG telah dipenuhi. Hanya
dalam hal-hal yang tidak dapat di hindarkan, putusan demikian yang
sangat exeptional sifatnya dapat dijatuhkan dengan mengingat
syarat-syarat yang tercantum dalam SEMA NO. 06/1975 tanggal 1
desember 1975.

Sebelumnya apabila Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dapat melaksanakan


tugasnya dengan cepat, dimana dalam taraf banding atau kasasi perkara perdata dapat
selesai dalam waktu maksimal 3 bulan, maka putusan yang dapat dilaksanakan
terlebih dahulu ini tidak diperlukan.

Sebaliknya kenyataan saat ini banyaknya tunggakan perkara,kurangnya tenaga


hakim baik dipengadilan tinggi maupun di Mahkama Agung yang selain
melaksanakan pokoknya sebagai hakim juga banyak melakukan tugas-tugas di luar
tugas pokoknya sebagai hakim sehingga penylesaian perkara secara cepat masih
merupakan angan-angan, oleh sebab itu putusan dapat dilaksanakan masih di
perlukan.

Selain itu, putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu masih diperlukan atau
masih terasa kegunaannya dalam menghadapi debitur. Debitur atau pihak-pihak
berutang yang licik yang sengaja menghambat penyelesaian perkara.
Pemeriksaan dengan cara cepat dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam peradilan tata usaha negara selain memeriksa dengan acara biasa, juga dikenal
pemeriksaan dengan acara cepat sebagaimana diatur dalam pasal 98 dan 99.
Pemeriksaan dengan cara cepat dapat diajukan oleh penggugat kepada pengadilan,
apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat
disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya.kepentingan penggugat dianggap
cukup mendesak apabila kepentingan itu menyangkut tata usaha negara yang
berisikan, misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati.
Sebagai kriteria dapat dipergunakan alasan-alasan pemohon yang memang dapat di
terima. Pemeriksaan dengan cara cepat tidak cukup hanya didasarkan pada alasan
diatas, tetapi ada alasan lain yangbisa dijadikan dasar. Misalnya penggugat tidak
mampu secara ekonomis. Penggugat demikian ini memang bisa mengajukan
permohonan untuk berperkara secara Cuma-Cuma. Tetapi akan lebih adil apabila
pemeriksaannya pun apabila pemeriksaannya dilaksanakan dengan acara cepat.
Berperkara dengan Cuma-Cuma, tidak berarti sama sekali bebas dari biaya, tetapi
penggugat tetap masih mengeluarkan biaya lain. misalnya biaya tranportasi dari
tempat penggugat ke pengadilan atau sebaliknya, dan biaya-biaya lain yang tidak
termasuk biaya perkara.

Setelah permohon tersebut diterima oleh pengadilan, ketua pengadilan dalam


jangka waktu 14 hari mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak
dikabulkannya permohonan tersebut. Terhadap penetapan ini tidak dapat digunakan
upaya hukum.

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal dan ketua
pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkan penetapan pemeriksaan
dengan acara cepat, menentukan hari,tempat dan waktu sidang tanpa melalui proses
prosedur pemeriksaan persidangan3

Kemudian jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan
dijatuhkan, ada tiga,

1. Putusan gugur putusan gugur ialah putusan yang menyatakan bahwa


gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak hadir

3
Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009), 132-135
2. Putusan versek ialah putusan yang dijatuhan karena tergugat/termohon
tidak hadir meskipun telah dipanggil secara resmi
3. Putusan kontradiktoir ialah putusan akhir yang pada saat
dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak atau
para pihak

Jika dilihat dari segi isinya terdapat gugatan/perkara ada dua macam, yaitu
positif dan negatif, yang dapat dirinci menjadi empat macam

1. Tidak menerima gugatan penggugat (=negatif)


2. Menolak gugatan penggugat seluruhnya (=negatif)
3. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak
menerima selebihnya (=positif dan negatif)
4. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya (=positif)

Jika dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan
maka ada tiga macam

1. Diklaratoir yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan


tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut hukum. Misalnya:
putusan yang menyatakan sah tidaknya suatu perbuatan hukum atau
keadaan/status hukum seseorang, menyatakan boleh tidaknya untuk
melakukan suatu perbuatan hukum dan sebagainya.
2. Konstitutif yaitu suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan
keadaan hukum baru, berbeda dengan keadaaan hukum sebelumnya
misalnya putusan perceraian.
3. Kondemnatoir yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah
satu pihak untuk melakukan atau tidak melaksanakan sesuatu atau
menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi prestasi
D. Putusan dan isi putusan
Mengenai bentuk dan isi putusan hakim diatur dalam pasal 1 83 dan 1 84
HIR/pasal 1 94 dan 1 95 R.Bg. ada dua macam keputusan hakim sebagai
produk/ hasil pemeriksaaan perkara dipersidangan yaitu Penetapan dan
putusan.
Yang dimaksud dengan penetapan ialah keputusan pengadilan atas
perkara permohonan, sedangkan putusan adalah keputusan pengadilan atas
perkara gugatan berdasarkan adanya sengketa demikian penjelasan pasal 60
UU No.7/1989.

Surat putusan
Putusan hakim harus dibuat secara tertulis dan ditanda tangani sebagai
dokumen resmi. Suatu putusan hakim, terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Kepala putusan
b. Identtas para pihak
c. Pertimbangan yang memuat tentang “duduknya perkara” dan
“pertimbangan hukum”
d. Amar atau diktumputusan

Secara rinci, maka surat putusan harus dibuat menurut ketentuan serta
memuat hal-hal sebagai berikut

1. Judul dan nomer putusan


2. Tanggal putusan
3. Kepala putusan
4. Nama dan tingkat peradilan yang memutus perkara
5. Tentang duduknya perkara
6. Tentang hukumnya/pertimbangan hukum
7. Amar putusan
8. Pembebanan perkara
9. Hubungan amar dan petitum
10. Tanggal putusan dan pengucapan putusan
11. Penanda tanganan putusan
12. Pembendelan
13. Pemberitahuan isi putusan
14. Catatan kekuatan hukum tetap
15. Salinan putusan
E. Kekuatan putusan hakim
HIR /RBG sama sekali tidak memuat kerentuan tentang kekuatan putusan
hakim, kecuali dalam pasal 180 HIR/191 RBG hanya menyebutkan adanya
suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan tetap. Pasal 1917 dan 1918
KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang
memperoleh kekuatan mutlak. Juga dalam pasal 21 UU NO.14/1970 ada
disebutkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian karna ada putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap., maka tentu ada putusan hakim yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan
yang menurut ketentuan undang-undang, tidak ada kesempatan lagi untuk
menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Jadi putusan yang
tidak dapat diganggu gugat. Sebagai contoh, putusan verstek ( putusan tanpa
hadirnya tergugat) yang tidak diajukan perlawanan. Putusan pengadilan
tingkat pertama yang tidak diajukan banding. Putusan pengadilan tinggi yang
tidak diajukan kasasi. Putusan kasasi yang tidak diajukan upaya hukum luar
biasa yaitu peninjauan kembali putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Sedangkan ptusan yang belum mempunyai hukum tetap adalah putusan
yang menurut ketentuan perundang-undangan masih terbuka kesempatan
untuk menggunakan upaya hukum melawan putusan ini misalnya perlawanan
(verzet), banding kasasi.4
Putusan hakim mempunyai 3 macam kekuatan
1. Kekuatan mengikat artinya putusan hakim itu mengikat para pihak
yang berperkara dan yang terlibat dalam perkara itu
2. Kekuatan pembuktian artinya dengan putusan hakim itu telah
diperoleh kepastian tentang sesuatu yang terkandung dalam
putusan itu
3. Kekuatan eksekutorial yakni kekuatan untuk dilaksanakannya apa
yang ditetapkan dalam putusan itu sacara paksa oleh alat-alat
negara.5
F. Pelaksannaan putusan
1. Pelaksaan putuan dalam waktu 8 hari setelah putusan memeperolerh
kekuatan untuk dijalankan adalah tiak perlu (pasal 196 H.I.R)
2. Penjualan barang di muka umum.

4
Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009),131
5
Mukti arto , praktek perkara perdata pada pengadilan perdata, pustaka pelajar yogyakarta
hal 245-265
a. Sesuai dengan PAsal 200 (9) H.I.R penjualan lelas terhadap barang-
barang tidak bergerak cukup dengan diumumkan satu kali.
b. Bahwa pelelangan tidak di tempatkan di tempat itu berada iyu tidak
dilarang Oleh undang- undang karena pemindahan tempat pelelangan
memang dimungkinkan berdasarkan pasal 20 ayat (2) ;Vendu
Reglement S. 1908;1896
3. Eksekusi
a. Eskekusi riil dalam bentuk penjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal
200 ayat (1) HIR, pasal 218 ayat (2) R.Bg
b. Pasal 196 HIR/207 R.Bg mengatur tentang pelaksanaan putusan yang
diakibatkan dari tindakan tergugat/enggan untuk secara suka rela
melaksanakan isi putusan untuk membayar sejumlah uang, sehingga
pihak penggugat sebagai pihak yang dimenangkan mengajukan
permohonan secara lisan atau tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama
agar putusan dapat dijalankan.
c. Pasal 225 HIR/259 R.Bg berkaitan dengan pelaksanaan putusan untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu yang tidak ditaati, sehingga dapat
dimintakan pemenuhan tersebut dinilai dalam bentuk uang. Maksud
pelaksanaan putusan yang diatur dalam ketentuan ini adalah untuk
menguangkan bagian tertentu dari harta kekayaan pihak tergugat
sebagai pihak yang dikalahkan dengan tujuan guna memenuhi isi
putusan sebagai termuat dalam amarnya, yang telah memenangkan
pihak penggugat sebagai pemohon eksekusi.Yang dimaksudkan
eksekusi riil dalam ketentuan pasal 1033 Rv. adalah dilaksanakan
putusan yang memerintahkan pengosongan atas benda tidak bergerak.
Dalam praktek di pengadilan,tergugat yang dihukum untuk
mengosongkan benda tidak bergerak tersebut setelah terlebih dahulu
ditegur, untuk mengosongkan dan menyerahkan benda tidak bergerak
tersebut kepada penggugat selaku pihak yangdimenangkan.Apabila
tidak bersedia melaksanakan perintah tersebut secara sukarela, maka
Ketua Pengadilan dengan penetapan akan memerintahkan Panitera atau
Juru Sita, kalau perlu dengan bantuan alat negara (Polisi/ABRI) dengan
paksa melakukan pengosongan terhadap tergugat dan keluarga serta
6
Ropuan Rambe, Hukum Acara Perdata lengkap,Pustaka Stain Purwokerto, Hal 411-422
segenap penghuni yang ada, ataupun yang mendapat hak dari padanya,
dengan menyerahkannya kepada Penggugat selaku pemohon eksekusi.7

7
https://rudini76ban.wordpress.com/2009/09/29/“pelaksanaan-putusan-hakim-eksekusi”/
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak satu
minggu sebelum di ucapkan di persidangan, untuk menghindari adanya
perbedaan isi putusan yang di ucapkan denganyang tertulis.
2. Putusan adalah bersifat mengikat dan tidak bisa serta merta, hakim telah
memperoleh kepastian sesuatu yang terkandung dalam putusan tersebut
3. Pelaksanaan putusan di lakukan oleh juru sita dan dibantu oleh panitera
DAFTAR PUSTAKA

Makarao, Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009)

Rambe, ropuan. 2002. Hukum acara perdata lengkap. Jakarta. Sinar grafika

Arto, mukti. 20017. Teori dan seni menyelesaikan perkara perdata di pengadilan.
Depok. Kencana, depok

Arto,Mukti , praktek perkara perdata pada pengadilan perdata, pustaka pelajar yogyakarta

https://www.hukumonline.com/index.php/klinik/detail/lt52d5e034652f7/putusan-
perkara-perdata-sebagai-alat-bukti (Ahad 19:30)

Anda mungkin juga menyukai