Disusun Oleh :
Tarpi Setiawan 211120054
Abu Shihab 211120053
Muhammad Khaetami 211120052
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PEMBUKAAN
A. Latar Belakang........................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 3
C. Tujuam .................................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusan................................................................................................................. 4
B. Macam-macam Putusan......................................................................................................... 5
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
B. Pelaksannaan putusan.....................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................................
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Putusan ?
1
Mukti Arto, teori dan seni menyelesaikan Perkara perdata di pengadilan, Penerbit : kencana, depok
hal 67-84
2. Apa saja Macam-macam putusan ?
3. Apa saja bentuk Putusan dan isi putusan ?
4. Bagaimana Kekuatan putusan hakim ?
5. Bagaimana pelaksanaan putusan ?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusan
1. Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari
pemeriksaan perkara gugatan(kontentius
2. Penetapan ialah juga pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tulisan
dan ucapan oleh hakim dalam sidang terbuka bentuk umum, sebagai hasil dari
pemeriksaan perkara permohonan (voluntair)
3. Akta perdamaian ialah yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah
antara para pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengketa dan
berlaku sebagai putusan
Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak satu
minggu sebelum di ucapkan di persidangan, untuk menghindari adanya perbedaan isi
putusan yang di ucapkan denganyang tertulis.
Selain itu, perlu diketahui pula bahwa hakim juga mengeluarkan penetapan-
penetapan lain yang bersifat teknis administratip yang dibuat bukan sebagai produk
sidang.
Hal ini misalnya: penetapan hari sidang, pnetapan penundaan sidang , penetapan
perintah sita jaminan, penetaan perintah pemberitahuan isi putusan dan sebagainya.
Semua itu bukan produk sidang dan tidak perlu diucapkan dalam sidang terbuka ,
serta tidak memakai titel ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
B. Macam-Macam Putusan
Diihat dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara ada 2 macam
1. Putusan akhir ialah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan,
baik yang telah melalui semua tahap emeriksaan maupun yang tidak/belum
memenuhi semua tahap pemeriksaan.
2. Putusan sela ialah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan
perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalanya pemeriksaan.
Dalam hukum acara dikenal beberapa macam putusan sela yaitu:
a) Putusan preparatoir, yaitu putusan persidangan mengenai jalannya
pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan
akhir. Sebagai contoh untuk menolak pengunduran pemeriksaan saksi.
b) Putusan interlocutoir, yaitu putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian. Sebagai contoh, putusan untuk memeriksa saksi atau
pemeriksaan setempat. Karena putusan ini menyangkut masalah
pembuktian, maka putusan interlocutoir akan mempengaruhi putusan
akhir.
c) Putusan incidentiel, adalah putusan yang yang berhubungan dengan
insuden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
Contoh putusan yang yang membolehkan pihak ketiga ikut serta dalam
suatu perkara.
d) Putusan provisional, yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu
permintaan pihak yangberkara agar di adakan tindakan pendahuluan guna
kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan, sebagai
contoh dalam perceraian sebelum pokok perkara diputuskan, istri minta
dibebaskan dari kewajiban untuk tinggal bersama dengan suaminya,
karena suaminya suka menganiayanya. Contoh lain, dalam hal atap rumah
yang disewa oleh penggugat dirusak oleh tergugat sedang pada waktu itu
musim hujan sehingga tergugat harus segera dihukum untuk memperbaiki
atpt tersebut.2
C. Putusan Hakim yang dapat dilaksanakan Lebuh dahulu
Menurut hukum acara perdata pada dasarnya putusan pengadilan hanya dapat
dilaksanakan apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Namun demikian dalam HIR/RBG terhadap kerentuan yang memberikan
kemungkinan putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uit voerbaar bij voorraad).
a. Ada surat yang sah (akta otentik) atau tulisan dibawah tangan yang menurut
undang-undang mempunyai kekuatan bukti
b. Ada putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap
c. Dikabulkannya gugatan yang didahulukan (gugatan provesional) dalam hal
sengketa dalam hak milik.
Tetapi tentang menjalankan lebih dahulu putusan ini sama sekali tidak dapat
menyebabkan orang untuk disandra.(pasal 180(2) HIR191(2)RBG).
Ternyata lembaga uit voerbaar bij voorraad menimbulkan banyak masalah dalam
praktek pelaksanaannya, sehingga mahkama agung berapa kali mengeluarkan surat
edaran silih berganti untuk memberi petunjuk penetapan putusan yang dapat
dilaksanakan lebih dahulu tersebut.
Sebelum tahun 1964 hakim leluasa untuk menjatuhkan putusan yang dapat
dilaksanakan lebih dulu, apabila syarat-syarat hukum yang disebut dalam pasal 180
(1) /HIR191 HIR (1)RBG telah terpenuhi, akan tetapi dengan adanya surat edaran
NO. 13/1964 ,mahkamah agung menginstruksikan kepada kepada para hakim agar,
jika putusan itu dimintakan banding, agar sedapat mungkin jangan memberikan
putusa yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, kecuali apabila benar-benar dipandang
2
Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009), 130
perlu memberikan putusan itu, namun pelaksanaannya harus medapat persetujuan
lebih dahulu dari Mahkama Agung.
Kemudian Surat Edaran NO. 3/1971 tanggal 17 mei 1971, Mahkama Agung
mencabut surat edaran MA NO.13/1964 dan SEMA NO. 15/1969, dan
mempercayakan pendapat putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu kepada
pengadilan negri sebagaimana ditentukan undang-undang.Mahkama Agung meminta
perhatian kepada para ketua dan hakim pengadilan negri, untuk dapat menjatuhkan
putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, sebagaimana tercantum dalam pasal
180(1) HIR (1) RBG, dan harus berhati-hati mempergunakan lebaga tersebut, kareana
apabila dalam tingkat banding atau kasasi ternyata putusan yang dapat dijatuhkan
lebih dahulu dibatalkan, maka akan timbul kesulitan-kesulitan untuk mengembalikan
kepada keadaan semula.
Selain itu Mahkama Agung mengeluarkan surat edaran NO. 6/1975 tanggal 1
Desember 1975 yang meminta kepada semua ketua pengadilan tinggi dan ketua
pengadilan negri diseluruh Indonesia agar tidak menjatuhkan putusan yang dapat
dilaksanakan terlebih dahulu, walaupun syarat-syarat dalam pasal 180 (1) HIR/ 191
(1) RBG dipenuhi. Hanya dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan, putusan yang
demikian yang sangat exepitional sifatnya dapat dijatuhkan. Dalam hal inipun
hendaknya diingat bahwa putusan itu diberikan :
Selain itu, putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu masih diperlukan atau
masih terasa kegunaannya dalam menghadapi debitur. Debitur atau pihak-pihak
berutang yang licik yang sengaja menghambat penyelesaian perkara.
Pemeriksaan dengan cara cepat dalam Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam peradilan tata usaha negara selain memeriksa dengan acara biasa, juga dikenal
pemeriksaan dengan acara cepat sebagaimana diatur dalam pasal 98 dan 99.
Pemeriksaan dengan cara cepat dapat diajukan oleh penggugat kepada pengadilan,
apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat
disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya.kepentingan penggugat dianggap
cukup mendesak apabila kepentingan itu menyangkut tata usaha negara yang
berisikan, misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati.
Sebagai kriteria dapat dipergunakan alasan-alasan pemohon yang memang dapat di
terima. Pemeriksaan dengan cara cepat tidak cukup hanya didasarkan pada alasan
diatas, tetapi ada alasan lain yangbisa dijadikan dasar. Misalnya penggugat tidak
mampu secara ekonomis. Penggugat demikian ini memang bisa mengajukan
permohonan untuk berperkara secara Cuma-Cuma. Tetapi akan lebih adil apabila
pemeriksaannya pun apabila pemeriksaannya dilaksanakan dengan acara cepat.
Berperkara dengan Cuma-Cuma, tidak berarti sama sekali bebas dari biaya, tetapi
penggugat tetap masih mengeluarkan biaya lain. misalnya biaya tranportasi dari
tempat penggugat ke pengadilan atau sebaliknya, dan biaya-biaya lain yang tidak
termasuk biaya perkara.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal dan ketua
pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkan penetapan pemeriksaan
dengan acara cepat, menentukan hari,tempat dan waktu sidang tanpa melalui proses
prosedur pemeriksaan persidangan3
Kemudian jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan
dijatuhkan, ada tiga,
3
Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009), 132-135
2. Putusan versek ialah putusan yang dijatuhan karena tergugat/termohon
tidak hadir meskipun telah dipanggil secara resmi
3. Putusan kontradiktoir ialah putusan akhir yang pada saat
dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak atau
para pihak
Jika dilihat dari segi isinya terdapat gugatan/perkara ada dua macam, yaitu
positif dan negatif, yang dapat dirinci menjadi empat macam
Jika dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan
maka ada tiga macam
Surat putusan
Putusan hakim harus dibuat secara tertulis dan ditanda tangani sebagai
dokumen resmi. Suatu putusan hakim, terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Kepala putusan
b. Identtas para pihak
c. Pertimbangan yang memuat tentang “duduknya perkara” dan
“pertimbangan hukum”
d. Amar atau diktumputusan
Secara rinci, maka surat putusan harus dibuat menurut ketentuan serta
memuat hal-hal sebagai berikut
4
Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta:2009),131
5
Mukti arto , praktek perkara perdata pada pengadilan perdata, pustaka pelajar yogyakarta
hal 245-265
a. Sesuai dengan PAsal 200 (9) H.I.R penjualan lelas terhadap barang-
barang tidak bergerak cukup dengan diumumkan satu kali.
b. Bahwa pelelangan tidak di tempatkan di tempat itu berada iyu tidak
dilarang Oleh undang- undang karena pemindahan tempat pelelangan
memang dimungkinkan berdasarkan pasal 20 ayat (2) ;Vendu
Reglement S. 1908;1896
3. Eksekusi
a. Eskekusi riil dalam bentuk penjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal
200 ayat (1) HIR, pasal 218 ayat (2) R.Bg
b. Pasal 196 HIR/207 R.Bg mengatur tentang pelaksanaan putusan yang
diakibatkan dari tindakan tergugat/enggan untuk secara suka rela
melaksanakan isi putusan untuk membayar sejumlah uang, sehingga
pihak penggugat sebagai pihak yang dimenangkan mengajukan
permohonan secara lisan atau tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama
agar putusan dapat dijalankan.
c. Pasal 225 HIR/259 R.Bg berkaitan dengan pelaksanaan putusan untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu yang tidak ditaati, sehingga dapat
dimintakan pemenuhan tersebut dinilai dalam bentuk uang. Maksud
pelaksanaan putusan yang diatur dalam ketentuan ini adalah untuk
menguangkan bagian tertentu dari harta kekayaan pihak tergugat
sebagai pihak yang dikalahkan dengan tujuan guna memenuhi isi
putusan sebagai termuat dalam amarnya, yang telah memenangkan
pihak penggugat sebagai pemohon eksekusi.Yang dimaksudkan
eksekusi riil dalam ketentuan pasal 1033 Rv. adalah dilaksanakan
putusan yang memerintahkan pengosongan atas benda tidak bergerak.
Dalam praktek di pengadilan,tergugat yang dihukum untuk
mengosongkan benda tidak bergerak tersebut setelah terlebih dahulu
ditegur, untuk mengosongkan dan menyerahkan benda tidak bergerak
tersebut kepada penggugat selaku pihak yangdimenangkan.Apabila
tidak bersedia melaksanakan perintah tersebut secara sukarela, maka
Ketua Pengadilan dengan penetapan akan memerintahkan Panitera atau
Juru Sita, kalau perlu dengan bantuan alat negara (Polisi/ABRI) dengan
paksa melakukan pengosongan terhadap tergugat dan keluarga serta
6
Ropuan Rambe, Hukum Acara Perdata lengkap,Pustaka Stain Purwokerto, Hal 411-422
segenap penghuni yang ada, ataupun yang mendapat hak dari padanya,
dengan menyerahkannya kepada Penggugat selaku pemohon eksekusi.7
7
https://rudini76ban.wordpress.com/2009/09/29/“pelaksanaan-putusan-hakim-eksekusi”/
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak satu
minggu sebelum di ucapkan di persidangan, untuk menghindari adanya
perbedaan isi putusan yang di ucapkan denganyang tertulis.
2. Putusan adalah bersifat mengikat dan tidak bisa serta merta, hakim telah
memperoleh kepastian sesuatu yang terkandung dalam putusan tersebut
3. Pelaksanaan putusan di lakukan oleh juru sita dan dibantu oleh panitera
DAFTAR PUSTAKA
Rambe, ropuan. 2002. Hukum acara perdata lengkap. Jakarta. Sinar grafika
Arto, mukti. 20017. Teori dan seni menyelesaikan perkara perdata di pengadilan.
Depok. Kencana, depok
Arto,Mukti , praktek perkara perdata pada pengadilan perdata, pustaka pelajar yogyakarta
https://www.hukumonline.com/index.php/klinik/detail/lt52d5e034652f7/putusan-
perkara-perdata-sebagai-alat-bukti (Ahad 19:30)