Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PUTUSAN DAN PENETAPAN SEBAGAI PRODUK HUKUM PENGADILAN


AGAMA

Dosen Pengampu : Rizky Silvia Putri, M.H.

Disusun Oleh :

1. Muhammad Syafa Al Ayuba 2021010170


2. Rachmando Noorhuda A 2021010173
3. Rahmalia Putri 2021010216
4. Ramadhania Jannati Sukma 2021010322
5. Rangga Nanda Putra 2021010103
6. Ratna Dwi Anggraini 2021010104
7. Regita Cahyani 2021010106
8. Ridho Dinata 2021010265

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
UIN RADEN INTAN LAMPUNG

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Putusan dan Penetapan
sebagai Produk Hukum Pengadilan Agama” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.
Bandar Lampung, 9 November 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.2 Latar Belakang .................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

2.1 Pengertian Putusan .............................................................................................. 3

2.2 Macam-Macam Putusan ...................................................................................... 3

2.2 Macam-Macam Kekuatan Putusan ..................................................................... 6

2.3 Isi Putusan ........................................................................................................... 7

2.4 PENGERTIAN PENETAPAN ........................................................................... 8

2.5 PERBEDAAN PUTUSAN DAN PENETAPAN ............................................. 10

BAB III PENUTUP .................................................................................................... iii

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ iii

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. v

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Peradilan Agama adalah upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian
perselisihan untuk mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang
dilakukan menurut peraturan-peraturan dalam agama. Kekuasaan kehakiman di
lingkungan Peradilan Agama sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini
dilaksanakan oleh Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tinggi agama sebagai pengadilan tingkat banding yang berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi atau terakhir sesuai dengan prinsip-
prinsip yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Pasal 6 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 jo. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970).

Dengan demikian, Peradilan Agama dapat dirumuskan sebagai kekuasaan


negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan
hukum dan keadilan. Peradilan agama sendiri hanya mengadili perkara perdata saja,
maka tuntutan hukum yang digunakan di dalam peradilan agama di Indonesia juga
ditentukan. Dalam hal ini, produk hukum yang dikuasai oleh sebuah badan peradilan
juga ditentukan. Setiap pengadilan yang ada di Indonesia telah ditentukan apa saja
yang boleh dihasilkan oleh peradilan tersebut, produk yang dikeluarkan oleh
peradilan agama adalah berupa putusan dan penetapan

Peradilan Agama pada awalnya diatur dengan beberapa peraturan perundang-


undangan yang tersebar di berbagai peraturan. Kemudian baru pada tahun 1989
Peradilan Agama diatur dalam satu peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dan telah dirubah sebanyak
dua kali. Dengan adanya perubahan tersebut Peradilan Agama mengalami pula
perubahan tentang produk hukum di pengadilan pada lingkungan Peradilan Agama.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka


diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Putusan dan macam-macam putusan?
2. Apa yang dimaksud dengan Penetapan dan macam-macam penetapan?
3. Apa saja perbedaan putusan dan penetapan?

1.3 TUJUAN MASALAH

1. Mengetahui pengertian putusan dan macam-macam putusan.


2. Mengetahui pengertian penetapan dan macam macam penetapan.
3. Mengetahui apa saja perbedaan antara putusan dan penetapan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Putusan
Putusan dalam keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan
adanya sengketa. Putusan mengikat kepada kedua belah pihak. Putusan
mempunyai kekuatan pembuktian sehingga putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan eksekusi. Putusan harus diucapkan
di dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Dengan adanya putusan
yang diucapkan oleh majelis hakim berarti telah mengakhiri suatu perkara
atau sengketa para pihak karena ditetapkan hukumnya siapa yang benar dan
siapa yang tidak benar.1 atau juga dikatakan putusan adalah kesimpulan akhir
yang diambil oleh majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam
menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa antara pihak-pihak yang
berpekara dan di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
2.2 Macam-Macam Putusan
a. Putusan sela
Putusan sela yaitu putusan yang fungsinya tidak lain untuk memperlancar
pemeriksaan perkara. Berdasarkan Pasal 185 HIR/196 RBg, putusan sela
adalah putusan yang bukan merupakan putusan akhir walaupun harus
diucapkan dalam persidangan, tidak dibuat secara terpisah melainkan hanya
tertulis dalam berita acara persidangan saja dan kedua belah pihak dapat
meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan
ongkos sendiri. Putusan sela dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Putusan praeparatoir yaitu sebagai persiapan putusan akhir, tanpa
memiliki pengaruhnya atas pokok perkara atau putusan akhir.
Contoh: hakim membuat putusan sela dikarenakan ingin
menggabungkan 2 (dua) perkara yang dianggap sama atau hakim

1
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2004. Hlm
167-168

3
membuat putusan sela dikarenakan menolak diundurnya
pemeriksaan saksi.
2) Putusan interlocutoir yaitu putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian. Putusan ini mempengaruhi putusan akhir. Contoh hakim
membuat putusan sela terkait pemeriksaan saksi, pemeriksaan
setempat atau pemeriksaan untuk mendengar keterangan ahli.
3) Putusan insidentil yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden yakni
peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa, putusan ini belum
berhubungan dengan pokok perkara. Contoh putusan insidentil dalam
gugatan intervensi dan putusan insidentil dalam sita jaminan.
4) Putusan provisionill yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisonill
yakni permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan
tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan
akhir diajukan. Contoh putusan yang berisi perintah agar salah satu
pihak menghentikan sementara pembangunan di atas tanah objek
sengketa.

b. Putusan akhir
Putusan akhir adalah suatu pernyataan hakim, sebagai pejabat negara yang
diberi wewenang untuk diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa antara pihak yang
berperkara dan diajukan kepada pengadilan.2 Ditinjau dari sifatnya putusan
akhir dapat dibedakan sebgai berikut:
1) Putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang
dikalahkan untuk memenuh prestasi.
2) Putusan constututif. adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu
keadaan hukum, misalnya pemutusan perkawinan, pernyataan pailit,
pemutusan perjanjian.

2
Abdul Manan, Penerapan hukum acara perdata di lingkungan pengadilan agama , (Jakarta:
Kencana),2008. Hal 308

4
3) Putusan declaratoir adalah putusan yang isinya menerangkan atau menyatakan
apa yang sah, misalnya bahwa anak yang menjadi sengketa adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah.3

Ditinjau dari isinya putusan hakim di bagi dalam 3 (Tiga) bentuk permasalahan,
yaitu:

1) Putusan gugatan gugur, yaitu apabila penggugat yang tidak hadir pada hari
sidang yang telah di tetapkan dan tidak menghadirkan wakilnya padahal sudah
dipanggil secara patut.
2) Putusan Verstek Tergugat yang tidak hadir pada hari sidang yang telah
ditetapkan padahal sudah dipanggil secara patut dan sah , maka hakim
berwenang menjatuhkan putusan verstek dalam hal ini tergugat dianggap telah
mengakui dalil gugatan penggugat secara murni.
3) Putusan Contradictoir Putusan ini ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada
saat putusan diucapkan. Dalam menetapkan secara pasti hubungan hukum
antara para pihak Dari penetapan dan penegasan kepastian hukum tersebut,
maka putusan akhir dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Menyatakan gugatan tidak dapat diterima, karena karena:
- Gugatan kabur atau tidak jelas (obscuur libel).
- Gugatan tidak berdasar hukum/melawan hak.
- Gugatan prematur/belum saatnya.
- Gugatan megandung unsur nebis in idem (tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa telah diperiksa materi perkaranya di
sidang pengadilan, kemudian atas hasil pemeriksaan hakim telah
dijatuhkan putusan).
- Gugatan mengandung error in persona (Pihak yang bertindak sebagai
penggugat atau yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap, masih ada
orang yang harus bertindak sebagai penggugat atau ditarik tergugat).

3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka),
2013, hlm 240-242

5
- Gugatan telah lampau waktu/kadaluwarsa.
- Pengadilan tidak berwenang4.
b) Menolak gugatan penggugat, disebabkan karena bukti-bukti yang diajukan
ke pengadilan oleh penggugat tidak dapat dibuktikan kebenarannya di
dalam persidangan dan gugatannya melawan hak, maka gugatan akan
ditolak dan atau akan dinyatakan tidak dikabulkan5.
c) Mengabulkan gugatan penggugat, apabila bukti-bukti yang diajukan
penggugat terbukti kebenarannya dan tidak disangkal tergugat, maka
gugatan yang terbukti seluruhnya akan dikabulkan seluruhnya, namun jika
gugatan terbukti sebagian, maka gugatan dikabulkan oleh hakim hanya
sebagian.
d) Gugatan digugurkan, apabila dalam persidangan penggugat tidak hadir
setelah dipanggil secara resmi dan patut maka perkara gugatan
digugurkan.
e) Gugatan dibatalkan apabila panjar biaya perkara telah habis dan
penggugat telah ditegur supaya membayar biaya panjar perkara apabila
dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan tidak diindahkan maka dibuat
penetapan perkara gugatan dibatalkan dengan membebankan biaya
perkara kepada penggugat6.

2.2 Macam-Macam Kekuatan Putusan


Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, memiliki 3
macam kekuatan, sehingga putusan tersebut dapat dilaksanakan, yaitu:
a. Kekuatan Mengikat
yaitu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat
diganggu gugat lagi, putusan ini memiliki kekuatan pasti.
b. Kekuatan Pembuktian

4
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: CV. Mandar Maju), 2018, hlm
162
5
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Garafika), 2016, hlm 223
6
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2004. Hlm
169-170

6
yaitu putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat
dipergunakan sebagai alat bukti.
c. Kekuatan eksekutorial
yaitu putusan yang memiliki kekuatan tetap, memiliki kekuatan untuk
dilaksanakan. Hanya putusan condemnatoir saja yang memerlukan eksekusi7.

2.3 Isi Putusan


Putusan yang dikeluarkan Pengadilan Agama harus memuat hal-hal
sebagai berikut:
a. Kepala Putusan
Putusan harus memuat kepala putusan yang meliputi “Putusan”,
kalimat “Bismillahirrahmanirrahim”, dan “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa”.
b. Nama pengadilan dan jenis perkara
Pengadilan Agama mana yang memeriksa perkara misalnya
“Pengadilan Agama Surakarta yang memeriksa perkara gugat cerai pada
pengadilan tingkat pertama”.
c. Identitas Para Pihak
Identitas para pihak minimal harus mencantumkan nama, alamat,
umur, agama, dan dipertegas dengan status para pihak
sebagai penggugat atau tergugat.
d. Duduk perkara, memuat tentang:
1) Uraian lengkap isi gugatan
2) Pernyataan sidang dihadiri para pihak
3) Pernyataan upaya perdamaian
4) Uraian jawaban tergugat
5) Uraian replik
6) Uraian duplik

7
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan
Al-Hikmah), 2001. Hlm 210-211

7
7) Uraian kesimpulan para pihak
8) Pembukuan para pihak
e. Dasar Hukum
Berisi penilaian hakim tentang segala sesuatu, peristiwa, dan alat bukti
yang diajukan, alasan-alasan hukum yang menjadi dasar, pasal-pasal tertentu
dari peraturan perundang-undangan maupun hukum yang tidak tertulis yang
bersangkutan dengan perkara yang diperiksa.
f. Amar putusan
Amar putusan didahului dengan kata “MENGADILI” kemudian
diikuti petitum berdasarkan pertimbangan hukum. Didalamnya diuraikan hal-
hal yang dikabulkan dan hal-hal yang ditolak atau tidak diterima.
g. Penutup
Memuat kapan putusan dijatuhkan dan dibacakan dalam persidangan
yang terbuka untuk umum, majelis hakim yang memeriksa, panitera yang
membantu, kehadiran para pihak dalam pembacaan putusan. Putusan
ditandatangani oleh majelis hakim dan panitera yang ikut sidang dan pada
akhir putusan dimuat perincian biaya perkara8.

2.4 PENGERTIAN PENETAPAN


Penetapan adalah salah satu produk Pengadilan Agama dalam
memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara. Penetapan merupakan
keputusan atas perkara permohonan. Penetapan bertujuan untuk menetapkan
suatu keadaan atau suatu status tertentu bagi diri pemohon. Amar putusan
dalam penetapan bersifat declaratoir yaitu menetapkan atau menerangkan saja.
Penetapan mengikat pada diri pemohon dan penetapan tidak mempunyai
kekuatan eksekutorial9.
a. Macam-Macam Penetapan

8
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: CV. Mandar Maju), 2018. Hlm
163-164
9
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2004. Hlm
167

8
Dilihat dari sisi kemurnian bentuk voluntaria dari suatu penetapan,
maka penetapan ini dapat dibagi menjadi dua macam :
1. Penetapan murni dalam bentuk voluntaria
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penetapan merupakan
hasil dari perkara permohonan (voluntair) yang bersifat tidak
berlawanan dari para pihak. Inilah yang dimaksud dengan perkara
murni voluntaria. Secara singkat cirinya adalah:
1) Merupakan gugat secara “sepihak” atau pihaknya hanya berdiri
dari pemohon.
2) Tidak ditujukan untuk menyelesaikan suatu persengketaan. hanya
untuk menetapkan suatu keadaan atau setatus tertentu bagi diri
pemohon .
3) Petitum dan amar permohonan bersifat “deklatoir”
2. Penetapan bukan dalam bentuk voluntaria
Selain penetapan dalam bentuk murni voluntaria, di lingkungan
Peradilan Agama ada beberapa jenis perkara di bidang perkawinan
yang produk Pengadilan Agamanya berupa penetapan, tapi bukan
merupakan voluntaria murni. Meskipun di dalam produk penetapan
tersebut ada pihak pemohon dan termohon, tetapi para pihak tersebut
harus dianggap sebagai pengguggat dan tergugat, sehingga penetapan
ini harus dianggap sebagai putusan.
Contoh dari jenis ini adalah penetapan ikrar talak. Mengenai
penetapan ikrar talak ini diatur dalam pasal 66 dan pasal 69 jo. Pasal
82 UU No. 7 tahun 1989. Dari ketiga dasar hukum tersebut terdapat
adanya kontraversi. Pasal 66 menyatakan bahwa ikrar talak merupakan
permohonan (volunter) yang menghasilkan produk hukum penetapan
(dengan sifat hukum yang “deklaratoir”). Namun, proses
pemeriksaannya diperintahkan bersifat “contradictoir”. Bahkan
kepada pihak istri diberikan hak mutlak untuk mengajukan upaya
banding dan kasasi, sebagaimana yang diatur dalam pasal 60 dan 63.

9
Dalam hal ini sifat perkara permohonan tidak diberlakukan
sepenuhnya.
Selain dari kedua jenis di atas, ada juga penetapan Hakim yang
tidak dimaksudkan sebagai produk Peradilan, namu hanya bersifat
teknis administratif dalam praktik beracara di Pengadilan. Contoh dari
jenis ini,misalnya: penetapan hari sidang, penetapan perintah sita
jaminan, Penetapan Perintah Pemberitahuan Isi Putusan dan lain
sebagainya. Karena bukan merupakan produk peradilan, maka
penetapan semacam ini tidak perlu diucapkan dalam sidang terbuka,
serta tidak memakai titel “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”10

a. PERBEDAAN PUTUSAN DAN PENETAPAN


Indikator Penetapan Putusan
Ada tidaknya Tidak ada gugatan, Ada gugatan,, ada
gugatan adanya dalam produk dalam produk
permohonan. gugatan.
Para pihak yang Dilakukan oleh 1 pihak Dilakukan oleh 2
berperkara yaitu pemohon. pihak yaitu
penggugat dan
tergugat.
Kata-kata penegasan hakim menggunakan hakim menggunakan
yang dipakai kata menetapkan untuk kata mengadili untuk
mengabulkan mengabulkan
permohonan dari gugatan yang
pemohon. diajukan oleh
penggugat.
Ada tidaknya konflik tidak adanya konflik sebelum penggugat

10
A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar),
1996, hlm 245

10
atau sengketa yang terjadi. Hanya ada melakukan gugatan
suatu hal dimana para terhadap tergugat,
pemohon mengajukan sudah ada konflik
permohonan. yang timbul.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebagaimana tersebut diatas maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penetapan adalah salah satu produk Pengadilan Agama dalam
memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara, penetapan
bertujuan untuk menetapkan suatu keadaan atau suatu status
tertentu bagi diri pemohon.
2. Macam-macam penetapan ada dua yaitu penetapan murni dalam
bentuk voluntaria yakni penetapan merupakan hasil dari perkara
permohonan (voluntair) yang bersifat tidak berlawanan dari para
pihak dan penetapan bukan dalam bentuk voluntaria yakni
ingkungan Peradilan Agama ada beberapa jenis perkara di bidang
perkawinan yang produk Pengadilan Agamanya berupa penetapan,
tapi bukan merupakan voluntaria murni. Meskipun di dalam
produk penetapan tersebut ada pihak pemohon dan termohon,
tetapi para pihak tersebut harus dianggap sebagai pengguggat dan
tergugat, sehingga penetapan ini harus dianggap sebagai putusan.
3. Putusan dalam keputusan pengadilan atas perkara gugatan
berdasarkan adanya sengketa, putusan yang diucapkan oleh majelis
hakim berarti telah mengakhiri suatu perkara atau sengketa para
pihak karena ditetapkan hukumnya siapa yang benar dan siapa
yang tidak benar.
4. Macam-macam putusan ada dua yaitu Putusan sela ialah putusan
yang fungsinya tidak lain untuk memperlancar pemeriksaan
perkara dan putusan akhir ialah putusan yang mengakhiri suatu
sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan.

iii
5. Isi putusan meliputi kepala putusan, Nama pengadilan dan jenis
perkara, Identitas para pihak, Duduk perkara, Pertimbangan
Hukum, Amar Putusan, dan Penutup.
6. Perbedaan penetapan dengan putusan ialah dalam penetapan tidak
ada gugatan, adanya permohonan. Sedangkan putusan ada gugatan.
Dalam penetapan dilakukan oleh 1 pihak yaitu pemohon
sedangkan putusan dilakukan oleh 2 pihak yaitu penggugat dan
tergugat. Kata-kata yang diucapkan pada penetapan yaitu hakim
menggunakan kata menetapkan untuk mengabulkan permohonan
dari pemohon, sedangkan pada putusan yaitu hakim menggunakan
kata mengadili untuk mengabulkan gugatan yang diajukan oleh
penggugat. Dalam penetapan tidak ada konflik yang terjadi, karena
mengajukan permohonan, sedangkan dalam putusan telah ada
konflik sebelumya oleh 2 orang yang berperkara.

iv
DAFTAR PUSTAKA
A Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), 1996
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar), 2004
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: CV. Mandar
Maju), 2018
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Yayasan Al-Hikmah), 2001
Abdul Manan, Penerapan hukum acara perdata di lingkungan pengadilan agama ,
(Jakarta: Kencana),2008.
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Garafika), 2016
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka), 2013

Anda mungkin juga menyukai