Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PUTUSAN DAN PENETAPAN

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah :


Hukum Acara Perdata dan Peradilan Agama

Dosen Pengampu :
Rizki Silvia Putri, M.H.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4
M. Iqbal Valiyan (2021020129)
M. Riyo Yudistira (2021020131)
Nova Ramadhani Safitri (2021020139)
Nuri Apriliani Futri (2021020395)
Popi Sapitri (2021020078)

PROGRAM STUDY HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang Mahakuasa karena telah memberikan


kemudahan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak
lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW
yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehatNya. Sehingga makalah yang berjudul “Putusan dan Penetapan” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Makalah kelompok dari Ibu Rizki Silvia Putri, M.H. pada bidang study Hukum
Aacra Perdata dan Peradilan Agama di Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rizki


Silvia Putri, M.H. selaku dosen mata kuliah. Semoga tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya terkait
“Putusan dan Penetapan” ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan.


Oleh karena itu penulis terbuka dalam menerima kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca, kususnya tentang
“Putusan dan Penetapan”.

Lampung, 1 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................
A. Pengertian Putusan Hakim ........................................................................... 3
B. Jenis-Jenis Dari Putusan ................................................................................ 3
C. Pengertian Penetapan Hakim ......................................................................... 4
D. Perbedaan Antara Putusan Dengan Penetapan .............................................. 7
E. Analisis Perbedaan Putusan dan Penetapan ................................................... 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum dibangun
dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang
fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur
dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan
teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum
yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum perlu dibangun (law making) dan
ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi
sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya.
Sejak lahirnya negara Republik Indonesia dengan Proklamasi
kemerdekaannya, serta ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi, terbentuklah pula sistem norma hukum Negara Republik Indonesia.
Apabila dibandingkan dengan teori jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans
Kelsen dan teoi jenjang norma hukum (Die Treorie vom Stufentordnung der
Rechtsnormen) dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat adanya cerminan
dari kedua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum negara Republik
Indonesia.

Putusan/penetapan hakim ialah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai


pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa
antara para pihak.

Tujuan suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan


hakim yang berkekuatan hukum tetap. Artinya suatu putusan/penetapan hakim
yang tidak dapat diubah lagi. Dengan putusan ini, hubungan antara kedua belah
pihak yang berperkara ditetapkan untuk selama-lamanya dengan maksud apabila
tidak ditaati secara sukarela, dipaksakan dengan bantuan alat-alat negara.
Dengan putusan hakim itu misalnya ditetapkan bahwa hubungan antara pihak
penggugat dan tergugat adalah tergugat menurut hukum berhutang sejumlah uang
dari penggugat, sehingga hubungan mereka adalah hubungan antara seorang
debitur dan kreditur.

Setiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh hakim ketua pada majelis
hakim yang menangani perkara tersebu, hakim anggota, dan panitera. Hal ini
diatur dalam Pasal 184 ayat (3) HIR, Pasal 195 ayat (3) RBg. Apabila hakim ketua
berhalangan menandatanganinya, maka putusan itu ditandatangani oleh hakim
anggota tertua yang telah ikut memeriksa dan memutus perkaranya, sebagaimana
diatur dalam Pasal 187 ayat (1) HIR.

Sedangkan, apabila paniterannya yang berhalangan hadir hal itu harus dicatat
saja dalam berita acara. Hal ini diatur dalam Pasal 187 ayat (1) HIR. Pada Pasal
187 HIR dinyatakan bahwa putusan hakim diucapkan pada hari yang sama
dimana putusan itu telah diambil (dalam sidang permusyawaratan atau yang
dinamakan raadkamer), sehingga pada saat putusan itu diucapkan, putusan
tersebut belum ditandatangani. Dalam praktiknya, yang sering digunakan oleh
hakim adalah hal yang tercantum pada Pasal 187 HIR ini. Hal ini untuk
menghindari adanya intervensi dari buktibukti dan fakta-fakta yang ada terjadi
pada pemeriksaan persidangan. Selain itu, putusan hakim juga harus diucapkan
dalam suatu sidang terbuka untuk umum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahasa pada makalah kali ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan putusan hakim dalam perkara perdata?

2. Apa saja jenis-jenis dari putusan?

3. Apa yang dimaksud dengan penetapan hakim

4. Apa perbedaan antara Putusan dengan Penetapan?


5. Bagaimana analisis Perbedaan Putusan dan Penetapan?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Hukum Acara
Perdata dan Peradilan Agama yang diberikan, selain itu tujuan makalah ini guna
menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah pembuatan makalah ini
selesai. Adapun tujuan dari penelitian pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian dari putusan hakim dalam perkara perdata

2. Untuk mengetahui jenis-jenis putusan hakim dalam perkara perdata

3. Untuk mengetahui pengertian penetapan hakim

4. Untuk mengetahui perbedaan putusan dan penetapan

5. Untuk mengetahui Analisis Perbedaan Putusan dan Penetapan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Putusan Hakim


Putusan atau putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai
pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa antara para
pihak. sesungguhnya karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan
hukum.1

B. Jenis-Jenis Dari Putusan


Setelah kesimpulan para pihak diserahkan kepada majelis hakim yang
menangani perkara perdata, majelis hakim akan bermusyawarah untuk membuat
vonis atau putusan. Suatu putusan hakim memiliki beberapa bagian, di antaranya
bagian pertimbangan hukum atau dikenal dengan konsideran dan bagian amar
putusan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagian pertimbangan hukum yang
menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara, juga amar
putusan yang berisi putusan hakim.
Ada dua golongan putusan, yaitu putusan sela dan putusan akhir. Putusan
sela dikenal juga dengan putusan provisional. Putusan sela ada bermacam-macam,
yaitu putusan preparatoir, putusan insidentil, dan putusan provisional. Putusan
preparatoir dipergunakan untuk mempersiapkan perkara, demikian pula putusan
insidentil, sedangkan putusan provisional adalah putusan yang dijatuhkan
sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara, sementara diadakan tindakan-
tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satu pihak.
Putusan sela banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan
karena harus segera diambil tindakan. Misalnya penggugat, yaitu penyewa rumah
mengajukan gugatan perdata terhadap tergugat yang telah merusakkan atap rumah

1
http://repository.unissula.ac.id/7021/5/BAB%20II_1.pdf
sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena itu, hakim diminta
segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum untuk segera
memperbaiki atap rumah yang rusak.
Contoh lain, yaitu seorang istri yang mengajukan gugatan cerai terhadap
suaminya. Seorang istri mohon agar diperkenankan untuk meninggalkan tempat
tinggal bersama selama proses berlangsung. Hakim yang memeriksa akan
menjatuhkan putusan sela atas permohonan untuk meninggalkan tempat tinggal
bersama tersebut. Putusan provisional selalu dapat dilaksanakan terlebih dahulu
(Pasal 180 HIR).
Putusan akhir menurut sifatnya ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1. Putusan decloratoir
Putusan ini bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum
semata-mata. Misalnya, bahwa Ahmad adalah anak angkat yang sah dari
Beni dan Eni, atau Ai Handayani, Rima Amelia, dan Agus Ringgo
merupakan ahli waris dari H. Agus Sumarna (almarhum).
2. Putusan consistutif
Putusan ini meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu
keadaan hukum baru. Contohnya, putusan perceraian Aam Amelia
dengan Gatot Prakoso, atau PT Indonsinga dinyatakan pailit oleh putusan
Pengadilan Niaga.
3. Putusan condemnatoir
Putusan yang berisi penghukuman. Misalnya, tergugat dihukum untuk
menyerahkan sebidang 500 ha tanah, Cindo diwajibkan untuk membayar
utang sejumlah Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada
Adiwilaga.1

C. Pengertian Penetapan Hakim


Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara
permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin
nikah, wali adhal, poligami, perwalian, itsbat nikah, dan sebagainya. Penetapan
merupakan jurisdiction valuntaria yang berarti bukan peradilan yang
sesungguhnya karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan
hukum. Didalam penetapan, Hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun
cukup dengan menggunakan kata ”menetapkan”.

Yahya Harahap menjelaskan penetapan bahwa putusan yang berisi


pertimbangan dan diktum penyelesaian permohonan dituangkan dalam bentuk
penetapan, dan namanya juga disebut penetapan atau ketetapan (beschikking;
decree). Sifat diktum yaitu:

1. Diktum bersifat deklarator, yakni hanya berisi penegasan pernyataan atau


deklarasi hukum tentang hal yang diminta;
2. Pengadilan tidak boleh mencantumkan diktum condemnatoir (yang
mengandung hukuman) terhadap siapa pun;
3. Diktum tidak dapat memuat amar konstitutif, yaitu yang menciptakan
suatu keadaan baru, seperti membatalkan perjanjian, menyatakan sebagai
pemilik atas sesuatu barang, dan sebagainya.2

Upaya hukum terhadap penetapan

1. Penetapan atas permohonan merupakan putusan tingkat pertama dan


terakhir. Sesuai dengan doktrin dan praktik yang berlaku, penetapan
yang dijatuhkan dalam perkara yang berbentuk permohonan
atau voluntair, pada umumnya merupakan putusan yang bersifat
tingkat pertama dan terakhir.
2. Tehadap putusan peradilan tingkat pertama yang bersifat pertama dan
terakhir, tidak dapat diajukan banding

Terkadang undang-undang sendiri secara tegas mengatakan bahwa penetapan


atas permohonan itu, bersifat tingkat pertama dan terakhir. Namun ada
kalanya tidak dinyatakan secara tegas. Akan tetapi, ada juga yang secara tegas
mengatakan terhadap penetapan yang dijatuhkan atas permohonan, tidak
tunduk pada peradilan yang lebih tinggi.1

2
Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 40-41
Sebagai contoh mengenai permohonan pengangkatan wali.
Menurut Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”),
permohonan pengangkatan wali dilakukan oleh Pengadilan Negeri atas
permintaan keluarga sedarah dan semenda.

Selanjutnya Pasal 364 KUHPerdata menegaskan:

Ketetapan-ketetapan Pengadilan Negeri tentang perwalian tidak bisa


dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya.3Mengenai penetapan
pengangkatan wali yang diatur pada Pasal 360 KUHPerdata tersebut, Putusan
Pengadilan Tinggi Medan tanggal 1 Maret 1952 Nomor 120 Tahun 1950
menegaskan, antara lain:

Permohonan banding atas putusan PN tentang pengangkatan perwalian


berdasarkan Pasal 360 BW, harus dinyatakan niet ontvankelijke verklaard (tidak
dapat diterima), karena menurut Pasal 364 BW sendiri dengan tegas mengatakan,
bahwa banding atas pengangkatan wali tidak dapat dimohon banding.1

Jadi berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan


pengadilan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir sehingga upaya
hukum banding tidak dapat dilakukan terhadap penetapan. Upaya hukum banding
tidak bisa dilakukan terhadap putusan penetapan. Lalu bisakah dilakukan upaya
hukum kasasi?

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang


Mahkamah Agung (“UU MA”) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung dan diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mengatur mengenai kasasi sebagai berikut:

3
Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 42-43
1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap
perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang.
2) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.

Kemudian dalam penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU MA tersebut mengatur


mengenai pengecualian, yang berbuyi:

Pengecualian dalam ayat (1) pasal ini diadakan karena adanya putusan
Pengadilan Tingkat Pertama yang oleh Undang-undang tidak dapat dimohonkan
banding. Dengan memperhatikan penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU MA tersebut,
oleh karena penetapan yang dijatuhkan terhadap permohonan tidak dapat
dilakukan upaya banding, maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah upaya
hukum kasasi.4

D. Perbedaan Antara Putusan Dengan Penetapan


1. Dilihat dari ada tidaknya gugatan
Sebelum dikeluarkan suatu putusan oleh hakim pada pengadilan, penggugat
mengajukan gugatan atas perkara yang merugikan dirinya yang ditujukan untuk
tergugat kepada pengadilan yang berwenang. Pada penetapan, sebelum
dikeluarkannya penetapan oleh Hakim, pemohon mengajukan permohonan atas
perkara yang akan ia ajukan ke pengadilan.
2. Para pihak yang berperkara
Di dalam putusan, pihak yang berperkara ada dua yaitu penggugat dan
tergugat. Penggugat adalah seseorang yang merasa atau memang haknya
dilanggar oleh seseorang sedangkan tergugat adalah seseorang yang dilaporkan
oleh penggugat karena penggugat merasa dilanggar haknya oleh tergugat. Di
dalam penetapan, pihak yang berperkara hanya ada 1, yaitu pemohon dimana
pemohon itu sendiri adalah pihak yang menganggap hak dan/ kewenangan

4
https://www.hukumonline.com/klinik/a/upaya-hukum-terhadap-penetapan-pengadilan-
lt591a552ec941d Diakses pada tanggal 06 November 2022 pukul 15.00 WIB.
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:
Perorangan warga negara Indonesia, Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang, Badan
hukum Publik atau privat, dan/ atau Lembaga negara.

1. Kata-kata penegasan yang dipakai

Di dalam putusan, hakim menggunakan kata mengadili dimana kata itu


digunakan untuk mempertegas bahwa tergugat bersalah dan harus membayar
ganti rugi materiil atau immateriil kepada penggugat sebagai pihak yang dirugikan
haknya. Sedangkan di dalam penetapan, hakim hanya menggunakan kata
menetapkan untuk memutuskan perkara yang diajukan oleh para pemohon.

2. Berdasarkan artinya

Putusan disebut dengan jurisdiction contentiosa karena adanya pihak


tergugat dan penggugat sebagaimana ada dalam pengadilan yang sesungguhnya.
Penetapan disebut dengan jurisdiction valuntaria karena yang ada di dalam
penetapan hanyalah pemohon dan untuk selanjutnya disebut dengan pemohon I
dan pemohon II.

3. Ada tidaknya konflik atau sengketa


Jauh sebelum adanya gugatan dan putusan, ada sengketa atau konflik yang
menimbulkan gugatan dan putusan tersebut sedangkan sebelum ada penetapan
tidak ada konflik atau sengketa yang melatarbelakangi munculnya penetapan itu.1

E. Analisis Perbedaan Putusan Dengan Penetapan

1. Dilihat dari ada tidaknya gugatan

Dalam putusan ditemukan adanya gugatan yang diajukan oleh sedangkan


dalam penetapan pengadilan tidak ditemukan gugatan, hanya berupa permohonan.

2. Para pihak yang berperkara


Di dalam putusan ada 2 yaitu penggugat dan tergugat sedangkan di dalam
penetapan hanya ada 1 pihak yang kemudian disebut sebagai pemohon.

3. Kata-kata penegasan yang dipakai

Sebagai contoh di dalam putusan, hakim menggunakan kata mengadili


untuk mengabulkan gugatan yang diajukan oleh penggugat sedangkan di dalam
penetapan, hakim menggunakan kata menetapkan untuk mengabulkan
permohonan dari para pemohon.

4. Ada tidaknya konflik atau sengketa

Di dalam putusan, sebelum penggugat melakukan gugatan terhadap tergugat,


sudah ada konflik yang timbul. Sedangkan di dalam penetapan, tidak ditemukan
adanya konflik yang terjadi. Hanya ada suatu hal dimana para pemohon
mengajukan permohonan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Putusan atau putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai
pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan
dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa
antara para pihak.
2. Jenis-jenis putusan ada dua golongan putusan, yaitu putusan sela dan
putusan akhir. Putusan sela ada bermacam-macam, yaitu putusan
preparatoir, putusan insidentil, dan putusan provisional. Putusan akhir
berdasarkan jenisnya yaitu putusan declatoir, putusan consistutif, dan
putusan condemnatoir.
3. Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara
permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi
nikah, izin nikah, wali adhal, poligami, perwalian, itsbat nikah, dan
sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria yang berarti
bukan peradilan yang sesungguhnya karena pada penetapan hanya ada
permohon tidak ada lawan hukum.
4. Perbedaan putusan dan penetapan yaitu dilihat dari ada tidaknya gugatan,
para pihak yang berperkara, kata-kata penegasan yang dipakai,
berdasarkan artinya, ada tidaknya konflik atau sengketa.
5. Analisis perbedaan putusan dengan penetapan yaitu putusan (ada gugatan,
ada dua pihak yaitu tergugat dan penggugat, hakim menggunakan kata
mengadili, sudah ada konflik yang timbul) sedangkan penetapan (tidak ada
gugatan hanya berupa permohonan, hanya ada satu pihak, hakim
menggunakan kata menetapkan, tidak ada konflik yang terjadi).
B. SARAN
Penulis tidak dapat menyatakan bahwa makalah ini sudah sempurna.
Makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna serta
membutuhkan perbaikan untuk menyempurnakan makalah ini. Oleh karena
itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan
makalah ini. Penulis berharap selanjutnya ada yang membahas lebih dalam
dan lebih terperinci tentang putusan dan penetapan ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unissula.ac.id/7021/5/BAB%20II_1.pdf

Diakses pada tanggal 02 November 2022 pukul 09.01 WIB

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2299/Putusan-Hakim-Dalam-
Acara-
Perdata.html#:~:text=Ada%20dua%20golongan%20putusan%2C%20yaitu,putusa
n%20insidentil%2C%20dan%20putusan%20provisional.

Diakses pada tanggal 05 November 2022 pukul 12.10 WIB

Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

https://www.hukumonline.com/klinik/a/upaya-hukum-terhadap-penetapan-
pengadilan-lt591a552ec941d

Diakses pada tanggal 06 November 2022 pukul 15.00 WIB

http://dariuslekalawo.blogspot.com/2015/05/apa-perbedaan-putusan-dan-
penetapan.html Diakses pada tanggal 02 November 2022 pukul 08.10 WIB

Anda mungkin juga menyukai