Dosen Pengampu :
Rizki Silvia Putri, M.H.
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
M. Iqbal Valiyan (2021020129)
M. Riyo Yudistira (2021020131)
Nova Ramadhani Safitri (2021020139)
Nuri Apriliani Futri (2021020395)
Popi Sapitri (2021020078)
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum dibangun
dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang
fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur
dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan
teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum
yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum perlu dibangun (law making) dan
ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi
sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya.
Sejak lahirnya negara Republik Indonesia dengan Proklamasi
kemerdekaannya, serta ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi, terbentuklah pula sistem norma hukum Negara Republik Indonesia.
Apabila dibandingkan dengan teori jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans
Kelsen dan teoi jenjang norma hukum (Die Treorie vom Stufentordnung der
Rechtsnormen) dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat adanya cerminan
dari kedua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum negara Republik
Indonesia.
Setiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh hakim ketua pada majelis
hakim yang menangani perkara tersebu, hakim anggota, dan panitera. Hal ini
diatur dalam Pasal 184 ayat (3) HIR, Pasal 195 ayat (3) RBg. Apabila hakim ketua
berhalangan menandatanganinya, maka putusan itu ditandatangani oleh hakim
anggota tertua yang telah ikut memeriksa dan memutus perkaranya, sebagaimana
diatur dalam Pasal 187 ayat (1) HIR.
Sedangkan, apabila paniterannya yang berhalangan hadir hal itu harus dicatat
saja dalam berita acara. Hal ini diatur dalam Pasal 187 ayat (1) HIR. Pada Pasal
187 HIR dinyatakan bahwa putusan hakim diucapkan pada hari yang sama
dimana putusan itu telah diambil (dalam sidang permusyawaratan atau yang
dinamakan raadkamer), sehingga pada saat putusan itu diucapkan, putusan
tersebut belum ditandatangani. Dalam praktiknya, yang sering digunakan oleh
hakim adalah hal yang tercantum pada Pasal 187 HIR ini. Hal ini untuk
menghindari adanya intervensi dari buktibukti dan fakta-fakta yang ada terjadi
pada pemeriksaan persidangan. Selain itu, putusan hakim juga harus diucapkan
dalam suatu sidang terbuka untuk umum.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahasa pada makalah kali ini adalah :
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Hukum Acara
Perdata dan Peradilan Agama yang diberikan, selain itu tujuan makalah ini guna
menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah pembuatan makalah ini
selesai. Adapun tujuan dari penelitian pada penelitian ini adalah:
1
http://repository.unissula.ac.id/7021/5/BAB%20II_1.pdf
sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena itu, hakim diminta
segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum untuk segera
memperbaiki atap rumah yang rusak.
Contoh lain, yaitu seorang istri yang mengajukan gugatan cerai terhadap
suaminya. Seorang istri mohon agar diperkenankan untuk meninggalkan tempat
tinggal bersama selama proses berlangsung. Hakim yang memeriksa akan
menjatuhkan putusan sela atas permohonan untuk meninggalkan tempat tinggal
bersama tersebut. Putusan provisional selalu dapat dilaksanakan terlebih dahulu
(Pasal 180 HIR).
Putusan akhir menurut sifatnya ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1. Putusan decloratoir
Putusan ini bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum
semata-mata. Misalnya, bahwa Ahmad adalah anak angkat yang sah dari
Beni dan Eni, atau Ai Handayani, Rima Amelia, dan Agus Ringgo
merupakan ahli waris dari H. Agus Sumarna (almarhum).
2. Putusan consistutif
Putusan ini meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu
keadaan hukum baru. Contohnya, putusan perceraian Aam Amelia
dengan Gatot Prakoso, atau PT Indonsinga dinyatakan pailit oleh putusan
Pengadilan Niaga.
3. Putusan condemnatoir
Putusan yang berisi penghukuman. Misalnya, tergugat dihukum untuk
menyerahkan sebidang 500 ha tanah, Cindo diwajibkan untuk membayar
utang sejumlah Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada
Adiwilaga.1
2
Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 40-41
Sebagai contoh mengenai permohonan pengangkatan wali.
Menurut Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”),
permohonan pengangkatan wali dilakukan oleh Pengadilan Negeri atas
permintaan keluarga sedarah dan semenda.
3
Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 42-43
1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap
perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang.
2) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.
Pengecualian dalam ayat (1) pasal ini diadakan karena adanya putusan
Pengadilan Tingkat Pertama yang oleh Undang-undang tidak dapat dimohonkan
banding. Dengan memperhatikan penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU MA tersebut,
oleh karena penetapan yang dijatuhkan terhadap permohonan tidak dapat
dilakukan upaya banding, maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah upaya
hukum kasasi.4
4
https://www.hukumonline.com/klinik/a/upaya-hukum-terhadap-penetapan-pengadilan-
lt591a552ec941d Diakses pada tanggal 06 November 2022 pukul 15.00 WIB.
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:
Perorangan warga negara Indonesia, Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang, Badan
hukum Publik atau privat, dan/ atau Lembaga negara.
2. Berdasarkan artinya
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Putusan atau putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai
pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan
dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa
antara para pihak.
2. Jenis-jenis putusan ada dua golongan putusan, yaitu putusan sela dan
putusan akhir. Putusan sela ada bermacam-macam, yaitu putusan
preparatoir, putusan insidentil, dan putusan provisional. Putusan akhir
berdasarkan jenisnya yaitu putusan declatoir, putusan consistutif, dan
putusan condemnatoir.
3. Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara
permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi
nikah, izin nikah, wali adhal, poligami, perwalian, itsbat nikah, dan
sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria yang berarti
bukan peradilan yang sesungguhnya karena pada penetapan hanya ada
permohon tidak ada lawan hukum.
4. Perbedaan putusan dan penetapan yaitu dilihat dari ada tidaknya gugatan,
para pihak yang berperkara, kata-kata penegasan yang dipakai,
berdasarkan artinya, ada tidaknya konflik atau sengketa.
5. Analisis perbedaan putusan dengan penetapan yaitu putusan (ada gugatan,
ada dua pihak yaitu tergugat dan penggugat, hakim menggunakan kata
mengadili, sudah ada konflik yang timbul) sedangkan penetapan (tidak ada
gugatan hanya berupa permohonan, hanya ada satu pihak, hakim
menggunakan kata menetapkan, tidak ada konflik yang terjadi).
B. SARAN
Penulis tidak dapat menyatakan bahwa makalah ini sudah sempurna.
Makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna serta
membutuhkan perbaikan untuk menyempurnakan makalah ini. Oleh karena
itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan
makalah ini. Penulis berharap selanjutnya ada yang membahas lebih dalam
dan lebih terperinci tentang putusan dan penetapan ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unissula.ac.id/7021/5/BAB%20II_1.pdf
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2299/Putusan-Hakim-Dalam-
Acara-
Perdata.html#:~:text=Ada%20dua%20golongan%20putusan%2C%20yaitu,putusa
n%20insidentil%2C%20dan%20putusan%20provisional.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/upaya-hukum-terhadap-penetapan-
pengadilan-lt591a552ec941d
http://dariuslekalawo.blogspot.com/2015/05/apa-perbedaan-putusan-dan-
penetapan.html Diakses pada tanggal 02 November 2022 pukul 08.10 WIB