Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGAWASAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012


(ANALISIS PUTUSAN NOMOR : 49/PUU-X/2012 TERHADAP PASAL 66
AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004)

Disusun untuk memenuhi tugas

Matakuliah : Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik


Dosen Pengampu : Dr. Suprayitno, S.H.,M.Kn

Kelompok 2 :

1. Imelda Halim (217011041)


2. Goklas Mario Sitindaon (217011047)
3. Tri Rahmat (217011040)
4. Nur Astriani Pohan (217011018)
5. Naufaldy Surya Darma (217011030)

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul: PENGAWASAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK NO. 49/PUU-

X/2012 (ANALISIS PUTUSAN NOMOR: 49/PUU-X/2012 TERHADAP

PASAL 66 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004).

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas dosen pada mata kuliah Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik. Selain itu,

makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Jaminan dalam

Hukum Islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Suprayitno,

S.H.,M.Kn, selaku dosen mata kuliah Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik

yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan

wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................5

BAB II PEMBAHASAN................................................................................6

A. Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap

Eksistensi Majelis Pengawas Daerah...........................................6

B. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.

49/PUUX/2012 Terhadap Eksistensi Majelis Pengawas

Daerah?.........................................................................................12

C. Analisa Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.

49/PUUX/2012.............................................................................16

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................19

A. Kesimpulan...................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris merupakan jabatan kepercayaan dalam rangka menjalankan profesi

dalam pelayanan hukum kepada masyarakat. Notaris merupakan profesi yang

menjalankan sebagian kekuasaan Negara di bidang hukum privat. Salah satu

kewenangannya adalah membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna. Akta otentik menurut ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata adalah suatu akta yang sedemikian, yang dibuat dalam

bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang oleh dan atau dihadapan pejabat

umum yang berwenang untuk itu, ditempat dimana akta itu dibuat.1

Akta Notaris adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum dengan

jaminan kepastian hukum sebagai alat bukti tulisan yang sempurna (volledig

bewijs), tidak memerlukan tambahan alat pembuktian lain, dan hakim terikat

karenanya. Karena grosse akta notaris sama kedudukannya dengan vonis

keputusan hakim yang tetap dan pasti (inkracht van gewijs) dan mempunyai

kekuatan Eksekutorial.2

Dalam persidangan akta notaris dapat menjadi alat bukti yang sah dan juga

sempurna khususnya mengenai perkara yang berkaitan dengan isi akta tersebut,

selama masih terjaga keautentikannya. Akta sebagai alat bukti surat memegang

1
Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang apa dan Siapa Notaris di Indonesia, (Jakarta:PMN,
2010), hal.26
2
Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yaitu: Grosse akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala
akta “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang
mempunyai kekuatan eksekutorial.
peranan sangat penting dalam suatu proses pembuktian, maka dari itu Notaris juga

memiliki peranan sebagai legal advice yang harus mampu melakukan verifikasi

serta memastikan kesesuaian akta terhadap aturan perundangundangan dengan

memperhatikan apakah unsur-unsur untuk perjanjian dianggap sah sudah

terpenuhi atau belum sebelum dituangkan ke dalam isi akta. Akta Notaris

memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga mengikat untuk para

pihak yang mengikatkan dirinya dengan akta itu. Pembuktian sempurna berarti

akta tersebut saja sudah dapat membuktikan adanya peristiwa hukum walaupun

tidak dilengkapi bukti-bukti yang lain. Mengikat berarti isi dari akta dianggap

benar serta itulah yang terjadi.3

Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris, maka pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris yang

semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri setempat di wilayah Notaris tersebut

kini berada di bawah wewenang Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Untuk pengawasan tersebut, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia

membentuk Majelis Pengawas Notaris. Tujuan di adakannya pengawasan

terhadap Notaris adalah agar Notaris bersungguh-sungguh memenuhi

peryaratanpersyaratan dan menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam Perundangundangan yang berlaku, demi pengamanan

kepentingan masyarakat umum. Sedangkan yang menjadi tugas pokok

pengawasan Notaris adalah agar segala hak dan kewenangan maupun kewajiban

yang diberikan kepada Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang

3
Arliman, L, Notaris Dan Penegakan Hukum Oleh Hakim, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015)
hal. 4

2
diberikan oleh peraturan dasar yang bersangkutan, senantiasa dilakukan di atas

jalur yang telah ditentukan bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral

dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan dan kepastian hukum bagi

masyarakat

Demi meningkatkan kualitas dan kuantitas dari Notaris sebagai pejabat

umum, maka perlu adanya mekanisme pengawasan yang terus menerus terhadap

Notaris didalam menjalankan tugas dan jabatannya, baik yang bersifat preventif

dan kuratif terhadap pelaksanaan tugas Notaris. Pada dasarnya yang mempunyai

kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris

adalah Menteri, dalam hal ini menjadi kewenangan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia,4 akan tetapi dalam pelaksanaannya, Menteri membentuk Majelis

Pengawas Notaris (selanjutnya disebut MPN). Menteri kemudian mendelegasikan

wewenang pengawasan tersebut Kepada MPN.5 Adapun berdasarkan Pasal 68

UUJN, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, MPN terdiri atas:

1. Majelis Pengawas Daerah (selanjutnya disebut MPD), yang dibentuk di

tingkat Kabupaten/Kota.

2. Majelis Pengawas Wilayah (selanjutnya disebut MPW), yang dibentuk di

tingkat Provinsi.

3. Majelis pengawas Pusat (selanjutnya disebut MPP), yang di bentuk di Ibu

Kota Negara

4
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik.
(Bandung:Refika aditama,2009), hal.131.
5
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadadap Undangundang Nomor 30
tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Notaris), (Bandung:Refika Aditama, 2007), hal..176

3
Salah satu kewenangan MPD adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 66

ayat (1) UUJN, yang menentukan; Untuk kepentngan proses peradilan,

penyidikan, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majels Pengawas

Daerah berwenang:

a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan

pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam

penyimpanan Notaris.6

Keharusan mendapatkan persetujuan MPD dianggap bertentangan dengan

prinsip equality before the low sebagaimana dijamin di dalam Pasal 27 ayat (1)

dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945 yaitu persamaan atau kesederajatan

warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan, tak terkecuali juga bagi

Notaris, sehi ngga Mahkamah Konstitusi kemudian mencabut Pasal 66 ayat (1)

UUJN terkait penghapusan hak istimewa notaris dalam memberikan keterangan

kepada polisi mefalui Putusan MK No. 49/PUU-X/20L2. Penghapusan Pasal 66

ayat (1) UUJN tersebut dimaksudkan untuk menghindari proses peradilan yang

berlarut-larut yang mengakibatkan berlarutlarutnya pula upaya penegakan

keadilan di mana pada akhirnya justru me nimbulkan pengingkaran terhadap

keadilan itu sendiri.

Dengan dihapuskannya Pasal 66 ayat (1) UUJN tersebut maka Notaris

dapat sewaktuwaktu dipanggil ke pengadilan, entah itu untuk menyerahkan


6
Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang no. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

4
minuta akta ataupun memberikanketerangan di Pengadilan. Inilah yang menjadi

problematika bagi Notaris sendiri, karena apabila Notaris melanggar sumpah

jabatannya maka akan dikenaisanksi dan dapat dituntut oleh kliennya. Sebenarnya

peran MPD bagi Notaris adalah sebagai pembina dan pengawas kinerja para

Notaris, dengan dihapuskannya pasal tersebut maka Notaris merasa sudah tidak

mendapatkan perlindungan hukum lagi, khususnya dalam hal pemanggilan

Notaris dan juga pengambilan minuta akta. Mengingat persetujuan MPD

diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kewajiban ingkar yang dimiliki

Notaris dengan proses penegakan hukum.

Berdasarkan uraian diatas maka kami penulis tertarik untuk menganalisa

dan mengkaji dampak hukum Putusan Mahkamah Agung No. 49/PUU-X/2012

terhadap perlindungan hukum bagi Notaris dengan judul makalah

“PENGAWASAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penulisan ini adalah :

a. Bagaimana Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No.

49/PUUX/2012 Terhadap Eksistensi Majelis Pengawas Daerah?

b. Bagaimana Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUUX/2012

Terhadap Eksistensi Majelis Pengawas Daerah?

5
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Eksistensi

Majelis Pengawas Daerah.

Implikasi Yuridis atau akibat hukum adalah suatu perbuatan hukum yang

mempunyai akibat dari adanya perbuatan hukum yang dilakukan. Akibat hukum

yang ditimbulkan mempunyai dampak terhadap suatu aturan hukum atau

perbuatan hukum yang ada. Sebelum membahas tentang Implikasi Yuridis

Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap eksistensi Majelis Pengawas Daerah

maka membahas mengenai:

1. Pengaturan Majelis Pengawas Notaris Terhadap Lembaga Pengawas

Notaris di Indonesia.

Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksaanan seluruh kegiatan

organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan berjalan

sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.7 Menurut Hadari

Nawawi pengawasan adalah proses pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi yang

dilakukan secara berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja

terhadap sumber-sumber kerja untuk mengetahui kelemahan-keklemahan atau

kekurangan-kekurangan agar dapat diperbaiki oleh pimpinanan yang berwenang

7
Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia:, 1983), hal 12.
pada jenjang yang lebih tinggi, demi dicapainya tujuan yang telah

dirumuskan sebelumnya.8

Sehinga pengertian dasar pengawasan adalah segala sesuatu usaha atau

kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang

pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. 9

Pengawasan Notaris berdasarkan Pasal 67 ayat 5 UU No 30 Tahun 2004 meliputi

Pengawasan terhadap perilaku notaris dan jabatan notaris. Majelis Pengawas

Notaris adalah lembaga Organisasi Pengawas yang terletak di Kabupaten atau

Kota di setiap provinsi yang ada di wilayah Indonesia. Sebelum berlaku Undang-

undang Jabatan Notaris, pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi

terhadap Notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu.

Pengawasan Notaris pernah diatur dalam:

i. Pasal 140 Reglement op de Rechtelijke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl.

1847 No. 23), pasal 96 Reglement Buitengewesten, pasal 3 Ordonantie

Buitengerechetelijke Verihtingen – Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan

Pasal 50 PJN;

ii. Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam pasal 32

dan 54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 tentag Pengadilan dalam

Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung;

iii. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984

tentang Cara Pengawasan Terhadap Notaris, keputusan Bersama Ketua

8
Hadari Nawawi, Pengawasan melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintahan, (Jakarta:
Erlangga, 1995), hal 8
9
Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1987), hal 53.

7
Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987

tetang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris;

iv. Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004.10

2. Eksistensi Majelis Pengawas Notaris dalam Staatsblad 1860 Tentang

Peraturan Jabatan Notaris.

Pengawasan Notaris sebelum berlaku Undang-undang No 30 Tahun 2004

di lakukan oleh Pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 50 Staatsblad 1860 Nomor

3 Peraturan Jabatan Notaris. Adapun isi Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris yaitu:

(s.d.u. dg. S.1907-485.) Bila seorang notaris mengabaikan keluhuran

martabat atau tugas jabatannya, melanggar peraturan umum atau melakukan

kesalahan-kesalahan lain, baik di dalam maupun di luar lingkup jabatannya

sebagai notaris, hal itu akan dilaporkan kepada pengadilan negeri oleh penuntut

umum yang di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan notaris itu.(RO. 140.)

Bila pengadilan negeri mengetahuinya dengan jalan lain, penuntut umum

akan didengar mengenai hal itu. Di luar hal-hal yang dalam peraturan ini

ditentukan hukuman-hukumannya, Pengadilan Negeri, dalam sidang

permusyawaratan, berwenang untuk menjatuhkan hukuman berikut:

a) teguran;

b) pemberhentian sementara selama tiga sampai enam bulan.

Jika menurut pertimbangannya salah satu hukuman itu tidak seimbang

dengan beratnya pelanggaran yang dilakukan itu,maka pengadilan berwenang

untuk mengusulkan pemecatan notaris itu kepadaMenteri Kehakiman. Peneguran

10
Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, (Bandung:
Reflika Aditama, 2011), hal 1.

8
atau pemberhentian sementara tidak akan dilakukan dan usul pemecatan tidak

akan disampaikan sebelum notaris itu didengar atau dipanggil dengan sah terlebih

dahulu. Sebelum memecat seorang notaris,Menteri Kehakiman akan meminta

pendapat Mahkamah Agung. Jika dilakukan pemecatan, maka pengadilan negeri

akan segera mengangkat seorang pengganti.11

Dari Pasal 50 PJN ini dapat di analisa bahwa pengawasan Notaris

dilakukan oleh Pengadilan. Yang mana dahulu Pengadilan adalah salah satu

Lembaga Kekuasaan di bawah Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan

Ham). Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 tahun mulai tahun

1945 samapai 1999 belum di Amademen.

Dari penjelasan diatas dapa disimpulkan bahwa Pengadilan merupakan

kekuasan Menteri Kehakiman. Adapun tugas dan kewenangan dari Pengadilan

sebagai lembaga Pengawas Notaris pada Pasal 50 ini :

a) Melakukan Pengawasan Terhadap kinerja profesi notaris.

b) Memberikan sanksi kepada notaris bila melakukakan pelanggaran. Sanksi

yang diberi berupa:

(1) Sanksi teguran;

(2) Sanksi Pemberhentian Sementara.

c) Memeriksa akta Notaris yang dikeluarkan selama 1 Tahun dalam pembuatan

akta notaris. Yang mana akta yang di periksa berupa salinan-salinan akta

yang telah di daftarkan notaris dan registerasi oleh panitera pengadilan

negeri.(lihat pasal 48).

11
Pasal 50 Staatsblad 1860 Nomor 3 Peraturan Jabatan Notaris

9
3. Eksistensi Lembaga Pengawas Notaris Dalam Undang-Undang No

30 Tahun 2004.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 memberikan suatu hak kepada

Majelis Pengawas Notaris sebagai satu-satunya instansi lembaga Pengawas yang

berwenang melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan menjatuhkan sanksi

terhadap Notaris terlebih dahulu sebelum oknum Notaris yang melakukan

Pelanggaran dibawa dalam proses pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian

dan kejaksaan maupun peradilan dalam persidangan. Dalam pasal 68 lembaga

pengawas Notaris terdiri dari beberapa bagian yaitu :

a) Majelis Pengawas Daerah.

b) Majelis Pengawas Wilayah.

c) Majelis Pengawas Pusat.

Lembaga Pengawas ini mempunyai kewenangan, kewajiban, maupun

keberadaan yang berbeda dalam sebuah organisasi Notaris sebagai lembaga

Pengawas. Hal ini didasarkan agar terciptanya efektifitas pengawasan yang baik

dan terciptanya pembinaan kepada para Notaris yang bermoral, beretika dalam

menjalankan tanggung jawab profesinya sebagai Notaris sesuai dengan amanat

undang-undang No 30 Tahun 2004 didalam masyarakat. Eksistensi Majelis

Pengawas Notaris dapat dilihat dari kewenangan tiap lembaga Pengawas yang

diberikan undang-undang No 30 Tahun 2004 kepada Majelis Pengawas Notaris.

10
4. Perbandingan Pengawasan Menurut Undang-undang No 30 Tahun

2004 dengan Staatsblad 1860 Nomor 3 Peraturan Jabatan Notaris.

Perbandingan pengawasan menurut Undang-undang No 30 Tahun 2004

dengan Staatsblad 1860 Nomor 3 Peraturan Jabatan Notaris dapat dilihat dari

beberapa hal, yaitu:

a) Lembaga pengawasan;

b) Anggota pengawasan;

c) Sanksi pengawasan;

d) Kewenangan pengawasan;

e) Lamanya proses pemeriksaan notaris.

Adanya Perbandingan yang dilakukan antara pengawasan yang dilakukan

menurut Undang-undang No 30 Tahun 2004 dengan Staatsblad 1860 Nomor 3

Peraturan Jabatan Notaris dapat di simpulkan bahwa Pengawasan yang dilakukan

Majelis Pengawasan Notaris lebih efektif. Hal ini dapat dilihat bahwa Majelis

Pengawas Notaris adalah organisasi Notaris yang tujuan nya dibentuk sebgai

Lembaga Pengawas di organsisasi Notaris. Sedangkan Pengadilan Negeri adalah

Lembaga Pengadilan yang bertujuan untuk menyelesaikan Perkara atau

pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Yang mana fungsi dan

tujuannya dalam organisasi Notaris tidak berfungsi efektif karena tujuan utama

Pengadilan hanya bersifat sebagai pengawas.

11
B. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUUX/2012

Terhadap Eksistensi Majelis Pengawas Daerah.

1. Eksistensi Majelis Pengawas Daerah Sebelum Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 49/PUUX/2012

Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Lembaga

Pengawasan Daerah Notaris, yang disingkat MPD merupakan lembaga penegak

kode etik notaris di daerah. Disamping itu juga sebagai lembaga penegak disiplin

para Notaris agar dalam dunia profesinya berjalan sesuai dengan norma-norma

aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Keberadaan MPD dapat dilihat Pada

Pasal 69 Kelembagaan organisasi Majelis Pengawas Daerah ini diatur dalam Pasal

69 Undang-undang No 30 Tahun 2004. Adapun ketentuan dari isi pasal 69 yaitu:

a) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di kabupaten atau kota.

b) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur-unsur

sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (3).

c) Ketua dan wakil ketus Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh

anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

d) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah

adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

e) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekeratis atau lebih yang

ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.12

Dari Pasal 69 undang-undang No 30 Tahun 2004 ini dapat di artikan

bahwa kedudukan Majelis Pengawas Daerah berada di Kabupaten atau kota.

12
Pasal 69 Undang-undang No 30 Tahun 2004

12
Keberadaan Majelis Pengawas Daerah sangat diperlukan dalam dunia

organisasi Notaris. Majelis Pengawas Daerah dibentuk dikabupaten atau kota

karena Daerah Kabupaten atau Kota sebagai basis Pemerintahan yang

tingkatannya paling bawah dalam struktur Pengelolahan Pemerintah sebgai

Daerah otonomi yang diberikan kekuasaan oleh Pemerintah Pusat untuk mengatur

Daerah tersebut. Sebab didaerah Kabupaten atau Kota ini terjadi perkembangan

suatu Negara yang harus ditata. Eksistensi Majelis Pengawas Daerah dapat dilihat

dari beberapa Hal:

a) Kedudukan atau Keberadaan Majelis Pengawas Daerah.

b) Kewenangan Majelis Pengawas Daerah.

c) Kewajiban Majelis Pengawas Daerah.

Dari 3 Hal ini, maka kita dapat melihat Eksistensi Majelis Pengawas

Daerah dalam struktur organisasi Notaris yang diatur dalam sistem Peraturan

perundang-undang.

2. Eksistensi Majelis Pengawas Daerah Setelah Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 49/PUUX/2012

Adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar Putusan No. 49/PUU-

X/2012 terhadap Pasal 66 Ayat 1 Undang-undang No 30 Tahun 2004 eksistnsi

MPD terhadap kewenangan pasal 66 ini telah hilang dan tidak dapat di gunakan

lagi sebagai hak lembaga MPD dalam menjalankan kewenangannya di daerah.

Namun Putusan MK terhadap Pasal 66 ayat 1 tidak serta merta menghilangkan

Eksistensi MPD. Melainkan eksistensi MPD, hal ini dapat dilihat dari beberapa

hal :

13
a) Kedudukan atau keberadaan MPD yang masih ada didaerah sebagai

Lembaga Pengawas didaerah. Hal ini dapat dilihat di pasal 69 yang masih

berlaku.

b) Kewenangan MPD yang masih terdapat dalam Undang-undang No 30

Tahun 2004 pada Pasal 70 dan Peraturan Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan

keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nmor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 . Walaupun kewenangan MPD pada

Pasal 66 ayat 1 tidak berlaku lagi.

c) Kewajiban MPD masih terdapat dalam UU No 30 Tahun 2004 pada Pasal

71.

Adanya kedudukan, kewenangan, maupun kewajiban MPD sebagai

lembaga Pengawas Notaris yang berada didaerah dapat di simpulkan bahwa

Eksistensi MPD di organisasi Notaris masih ada dan berlaku sebagai lembaga

Pengawas. Hal ini didasarkan pada UU No 30 Tahun 2004 masih mengatur

tentang MPD sebagai majelis pengawas dalam organisasi Notaris. Disamping itu

juga Pasal-pasal mengenai keberadaan MPD ini dalam undang-undang No 30

Tahun 2004 tidak dihapus.

Hilangnya kewenangan MPD terhadap Pasal 66 ayat 1 bukan berarti

keberadaan MPD tidak ada lagi didalam organsiasi notaris. Melainkan MPD

masih tetap ada dan mempunyai kewenangan dan kewajiban. Hal ini dapat dilihat

masih adanya peran wewenang dan kewajiban MPD sebagai lembaga Pengawas

dalam UU No 30 Tahun 2004. Antara lain sebgai berikut:

14
a) Melakukan pembinaan dan Pengawasan terhadap Notaris yang ada didaerah.

b) Melakukan pemanggilan Notaris yang secara lansung yang melakukan

pelanggaran.

c) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran

kode etik notaris.

d) Memeriksa akta Notaris maupun protokol Notaris yang dibuat di setiap

daerah.

e) Menetapkan notaris pengganti.

f) Memberikan cuti kepada notaris selama 6 bulan.

g) Menunjuk notaris yang pengganti dan protokol notaris terhadap notaris yang

diangkat menjadi pejabat negara.

h) Menerima laporan dari masyrakat mengenai adanya pelanggaran kode etik

notaris dan pelanggaran ketentuan undang-undang No 30 Tahun 2004.

i) Membuat laporan kepada Majelis Pengawa wilayah terhadap Pengawasan

yang dilakukan oleh MPD.

Disamping itu juga kewenangan MPD juga diatur dalam Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10

Tahun 2004, adapun kewenangan MPD pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 antara

lain:

a) Dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) menegaskan bahwa, Kewenangan MPD

yang bersifat Administratif dilaksanakan oleh ketua, wakil ketua atau salah

satu anggota yang diberi wewenang berdasarkan rapat MPD.

15
b) Wewenang MPD yang bersifat administratif yang memerlukan keputusan

rapat MPD diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.

c) Wewenang Majelis Pengawas Daerah Juga diatur dalam pasal 15 Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004 mengatur mengenai pemeriksaan yang

dilakukan terhadap Notaris.

Disamping itu Hilangnya kewenangan MPD terhadap Pasal 66 ayat 1 tidak

mempengaruhi sedikitpun kedudukan dan Eksistensi MPD di organsiasi Notaris.

Melainkan Notaris masih bisa menjalankan kewenangannya sebagai lembaga

Pengawas. Adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Pasal 66 tidak

mempunyai kekuatan hukum menetap maka ini berpengaruh pada protokol akta

Notaris. Hal ini didasarkan pada pasal 58 ayat 4 yang mengatakan: “Setiap

halaman dalam daftar diberi nomor unit dan diparaf oleh Majelis Pengawas

Daerah, kecuali pada halaman”. Artinya akta yang dibuat notaris harus dilaporkan

kepada MPD. Maka MPD secara lansung nantinya akan berbenah untuk

memperbaiki fungsinya dalam melaksankan kewajibannya sebagai lembaga

pengawas notaris.

C. Analisa Mahkamah Konstitusi No. 49/PUUX/2012

Pertimbangan hukum yang menjadi dasar dalam putusan Hakim

Konstitusi adalah persamaan kedudukan dalam hukum. Ketentuan Pasal

66 ayat (1) UUJN sepanjang frasa/kalimat “dengan persetujuan Majelis

Pengawas Daerah” bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan

16
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sehingga tidak memilik kekuatan hukum

yang mengikat. Oleh karena itu penyidik dapat melakukan pemeriksaan

terhadap Notaris yang membuat Akta Authentik yang di dalamnya diduga

berisi keterangan palsu. Selanjutnya, penyidik dalam menentukan pelaku

dugaan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik,

proses pemeriksaan Laporan Polisi yang dibuatnya dapat dilanjutkan

sehingga tercipta “persamaan kedudukan dalam hukum” bagi setiap warga

negara Indonesia termasuk Notaris dan “perlindungan dan kepastian

hukum yang adil” bagi masyarakat sebagaimana termaktub dalam Pasal 27

ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Adapun bunyi pasal yang mengatur tentang kedudukan hukum dalam

UUD 1945 adalah sebagai berikut:

- Pasal 27 ayat (1) UUD 1945: “Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

- Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum.

Keputusan Mahkamah Konstitusi menghapus frasa “dengan

persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengakibatkan

Notaris dapat melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf e UUJN yang

bunyinya Dalam menjalankan jabatannya Notaris berkewajiban

17
“merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”. Selain itu

Notaris dapat juga melanggar sumpah jabatan Notaris yang dilakukan

sebelum menjalankan jabatannya, hal tersebut diatur pada Pasal 4 ayat (2)

UUJN.

Selain pelanggaran yang diatur dalam UUJN Notaris juga dapat

dipidana apabila membocorkan rahasia terkait dengan akta yang

dibuatnya, seperti yang diatur pada Pasal 322 Kitab Undang-undang

Hukum Pidana yaitu: “Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia

yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannnya baik yang

sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu

rupiah.”

18
19

BAB III

PENUTUP

i. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penulisan makalah ini dapat penulis sampaikan beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pasca Putusan MK No. 49/PUU-X/2012 tentang permohonan pengujian

materiil terhadap Pasal 66 ayat (1) UUJN berdampak pada proses

peradilan yang melibatkan Notaris sehingga kewenangan MPD dalam hal

itu telah dihapuskan. Aspek perlindungan hukum bagi Notaris dianggap

menghilang walaupun Notaris sejatinya tetap memiliki Hak dan

Kewajiban Ingkar.

2. Peranan Majelis Pengawas Daerah (MPD) setelah muncul dan berlakunya

putusan MK No.49/PUU-X/2012 tentang Pemanggilan Notaris untuk

Proses Peradilan Tidak Perlu Persetujuan Majelis Pengawas Daerah

(MPD) tetap dengan kewenangan dan kewajiban yang sama, hanya saja

peranannya yang terdapat pada Pasal 66 Undang-Undang No.30 tahun

2004 tentang Jabatan Notaris tidak belaku lagi pada Majelis Pengawas

Daerah, dengan kata lain Majelis Pengawas Daerah tidak lagi mempunyai

kewenangan khususnya lagi atau kewenangnnya berkurang. Maka setelah

berlakunya putusan MK No.49/PUU-X/2012 tentang Pemanggilan Notaris

untuk Proses Peradilan Tidak Perlu Persetujuan Majelis Pengawas Daerah

(MPD) ini, Majelis Pengawas harus lebih serius dan selektif dalam

melakukan pengawasan terhadap notaries.


DAFTAR PUSTAKA

Habib Adjie. 2011. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha

Negara. Bandung: Reflika Aditama.

Hadari Nawawi. 1995. Pengawasan melekat di Lingkungan Aparatur

Pemerintahan. Jakarta: Erlangga.

Jazim Hamidi. 2006. Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan, dan

Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem

Ketatanegaraan RI. Jakarta: Konstitusi Press.

Jimly Asshiddiqie. 2007. Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer.

Bekasi: TheBiography Institute.

Sujanto. 1983. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Sujamto. 1987. Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Staatsblad 1860 Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

20

Anda mungkin juga menyukai