Anda di halaman 1dari 24

http://kuliahhukum-rozieq.blogspot.co.

id/2011/12/penafsiran-
hukum.html
PENAFSIRAN HUKUM

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas dalam Mata Kuliah Ilmu Hukum
Di susun Oleh :
Kelompok V

ROJIKIN :10370005

Dosen :
Zusiana Eli T,SHI,MSI.

JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALI JAGA
YOGYAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Alloh SWT,yang telah melimpahkan rahmat,taufiq,dan hidayahny-

Nya,yang selalu mendengarkan segala permintaan kami dan yang telah memberikan ptunjuk

besar pada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”PENAFSIRAN

HUKUM” .
Sholawat serta salam selalu tercurah limpahakan kepada beliau Nabi besar Muhammad

SAW,yang telah membawa petunjuk kebenaran seluruh umat manusia yaitu ad-Din Al-islam

yang kita harapkan syafa’atnya didunia dan akhirat.

Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan,Motivasi ,petunjuk dan

bimbingan dari berbagai motivator.Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kendatipun demikian, penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan .Oleh karena itu ,saran dan kritik yang konstruktif dapat dapat mendatangkan

manfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya baik di dunia dan akhirat.Amiin.

Yogyakarta ,23 Desember 2010

Penulis

PENDAHULUAN

Untuk menjamin kepastian hukum harus ada kodifikasi ,yaitu usaha untuk membukukan

peraturan-peraturan yang tertulis yang masih berserak-serak ke dalam suatu buku secara

sistematis.Maksud utamanya adalah untuk meniadakan hukum berada di luar kitab Undang

Undang dengan tujuan untuk agar dapat kepastian hukum sebanyak banyakNya dalam

masyarakat.

Dengan tidak sempurnanya kodifikasi hukum tersebut maka tidak jarang hakim

melakukan penemuan nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat.Disamping itu


,hakim juga melakukan penafsiran-penafsiran Hukum dalam menyelesaikan suatu perkara yang

di hadapinya,khususnya dalam hal yang ketentuan undang-undang yang sudah ketinggalan

zaman dan ketentuan undang-undang yang memakai istilah-istilah yang tidak jelas atau yang

dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Dengan demikian maka terdapat keluwesan-keluwesan hukum (rechtsleningheid)

sehingga kodifikasi hukum dapat mengikuti perkembangan zaman .Hakim sebagai penegak

hukum dan keadilan harus berusaha member suatu keputusan yang seadil-adilnya,tentunya

dengan dengan mengigat ketentuan hukum tertulis maupun tidak tertulis serta nilai-nilai hukum

yang hidup di kalangan rakyat dan akhirnya pendapat hakim itu sendiri ikut menentukan .untuk

itu hakim di beri kewenangan untuk melakukan penafsiran –penafsiran hukum.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAM JUDUL ……………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………....ii

PENDAHULUAN ………………………………………………………………………....iii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………iV

BAB I PEMBAHASAN

A.Pengertian Penafsiran hukum………………………………………………….….1

B.Macam-macam Cara penafsiran…………………………………………………...1

C.Macam-macam metode penafsiran………………………………………………..2


BAB II PENERAPAN METODE PENAFSIRAN…………………………………….…...6

BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………………...7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..…...8

BAB 1

PEMBAHASAN

A.pengetian penafsiran hukum

Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang

tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh

pembuat undang-undang.

B.Macam-macam cara penafsiran hukum

1)Dalam pengertian subyektif dan obyektif.

Dalam pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh pembuat

undang-undang.Dalam pengertian obyektif,apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat

undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.

2)Dalam pengertian sempit dan luas.

Dalam pengertian sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian

yang sangat di batasi misalnya;Mata uang (pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya uang
logam saja dan barang di artikan benda yang dapat dilihat dan di raba saja.dalam pengertian luas

(ekstensif),ialah apabila dalilyang di tafsirkan di beri pengertian seluas-luasnya.Misalnya: Pasal

1756Perdata alinea ke-2 KUH Perdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas.

Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:

a)Otentik,Ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat undang-undang seperti yang

di lampirkan pada undang-undang sebagai penjelas.Penafsiran ini mengikat umum.

b)Doktrinair,Ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan hasil-hasil karya karya para

ahli.hakim tidak terikat karena penafsiran ini hanya memiliki nilai teoretis.

c)Hakim,Penafsiran yang bersumber pada hakim(peradilan)hanya mengikat pihak-pihak yang

bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu(pasal 1917 ayat (1) KUH Perdata.

C.Macam-Macam metode Penafsiran

Supaya dapat mencapai kehendak dan maksud pembuat undang-undang serta dapat

menjalankan undang-undang sesuai dengan kenyataan sosial maka hakim dapat menggunakan

beberapa cara penafsiran (interpretative methoden) antara lain sebagai barikut.

1.Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal)

Penafsiran secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti

perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada arti perkataan –

perkataan dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat yang yang di pakai dalam

undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata-kata yang lazim di pakai dalam

bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di pergunakan kamus bahasa atau meminta

bantuan padapara ahli bahasa.

contohnya :Suatu peraturan perundang-undangan melarang orang untuk memparkir

kendaraanya di suatu tampat tertentu.Peraturan tersebut tidak menjelaskan apakah yang


dimaksud dengan istilah “kendaraan“ itu.Apakah yang di maksud kendaraan hanyalah kendaraan

bermotoratau termasuk juga sepeda dan bejak.dalam hal ini sering penjelasan kamus bahasa atau

menurut keterangan para ahli bahasa belum dapat memberikan kejelasan tantang pengertian kata

yang di maksud dalam undang-undang tersebut .Oleh karena itu hakim harus pula mempelajari

kata yang bersangkutan dengan peraturan yang lain.

2.Penafsiran Sistematis

Penafsiran sistematis adalah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu

dengan pasal-pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan atau pada

perundang-undangan hukum lainnya,atau membaca penjelasan suatu perundang –

undangan,sehingga kita mengerti apa yang di maksud.Misalnya dalam peraturan perundang-

undangan perkawinan yang mengandung azaz monogamy sebagai mana di atur dalam pasal 27

KUH perdata menjadi dasar bagi pasal 34,60,64,68 KUH Perdata dan 279 KUH Pidana.

3.Penafsiran Historis

Penafsiran historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat sejarah

terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Penafsiran ini ada 2 macam :

a).sejarah hukumnya,Yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum

tersebut.Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari memori penjelasan ,laporan-laporan

perdebatan dalam DPRdan surat menyurat antara menteri dengan komisi DPR yang

bersangkutan.

b)Sejarah undang-undangnya,yng diselidiki maksunya Pembentuk Undang-undang pada waktu

membuat undang-undang itu misalnya di denda 25 f,-sekarang ditafsirkan dengan uang RI,sebab

harga barang lebih mendekati pada waktu KUHP itu di buat.

4.Penafsiran Sosiologis(Teleologis)
Pada hakikatnya suatu penafsiran UU yang di mulai dengan cara gramatikal selalu harus

di akhiri dengan penafsiran sosiologis.kalau tidak demikian maka tidak mungkin hakim dapat

membuat suatu keputusan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan hukum di dalam

masyarakat ,sehingga dengan demikian penafsiran sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan

dalam keadaan masyarakat.Misalnya; di Indonesia masih banyak peraturan yang berlaku yang

berasal dari zaman colonial ,sehingga untuk menjalankan peraturan itu hakim harus dapat

menyesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia pada saat sekarang.

5.Penafsiran Autentik(resmi)

Penafsiran auyentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat undang-

undang.Misalnya:Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara matahari terbenam dan

matahari terbit ,dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu selama 24 jam dan yang di maksud

dengan bulan adalah waktu selama 30 hari.

6.Penafsiran Nasional

Penafsiran nassional adalah penafsiran yang menilik sesuai yidaknya dengan sistem

hukum yang berlaku .Mislnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut

hak milik sistem hukum Indonesia.

7.Penafsiran Analogis

Penafsiran analogis artinya member tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan

memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya ,sehingga sesuatu

peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di masukkan ,lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan

tersebut.misalnya;”menyambung’ aliran listrik dianggap sama saja dengan mengambil aliran

listrik.

8.Penafsiran ekstensif
Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memperluas arti

kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga suatu peristiwa dapat

dimasukkan ke dalam.Misalnya ; “aliran listrik’ termasuk juga atau di samakan dengan “benda’.

9.Penafsiran Restriktif

Penafsiran restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan cara membatasi atau

mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya;

Kerugian hanya terbatas pada kerugian materil saja sedangkan kerugian immateriilnya termasuk

didalam nya.

10.Penafsiran a contrario(menurut peringkaran)

Penafsira a contrario adalah penafsiran suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara

memberikan perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi dan peristiwa yang

di atur dalam undang-undang.Sehingga dengan berdasarkan perlawanan pengertian itu dapat di

ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi itu tidak di liputi oleh undang-undang yang di

maksud atau berada di luar ketentuan undang-undang tersebut.

Contoh ; Pasl 34 KUH Perdata menentukan bahwa seorang perempuan tidak di benarkan

menikah lagi sebelim lewat tenggang waktu 300 hari setelah perceraian dari suami

pertama.Berdasarkan penafsiran a contrario maka dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tidak

berlaku bagi seorang laki-laki.Karena bagi seorang laki-laki tidak perlu menunggiu tenggang

waktu tersebut untuk melakukan perkawinan lagi setelah putusnya perkawinan pertama.Maksud

tenggang waktu dalam pasal 34 KUH Perdat tersebut adalah untuk mencegah adanya keraguan-

keraguan mengenai kedudukan anak,berhubungan dengan kemungkinan bahwa seorang sedang

mengandung setelah perkawinannya putusatau bercerai.jika anak itu dilahirkan setelah

perkawinann yang berikutnya dalam tenggang waktu sebelum lewat 300 hari setelah putusnya
perkawinan pertama maka berdasarkan undang-undang kedudukan anak tersebut adlah anak dari

suami pertama.

BAB II

CARA PENERAPAN METODE PENAFSIRAN

Pembuat undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang harus di jadikan

pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang.Oleh karena itu hakim bebas dalam

melakukan penafsiran.

Dalam melaksanakan penafsiran pertama-tama selalu dilakukan penafsira

gramatikal,karna pada hakikatnya untuk memahami teks peraturan perundang-undangan harus

mangerti terlebih dahulu arti kata-katanya.Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik

yang di tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan

penafsiran historis dan sosiologis.

Sedapat mungkin semua metode penafsiran semua dilakukan ,agar didapat makna-makna

yang tepat.Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama,maka wajib di

ambil metode penafsiran yang membawa keadilan setinggi-tingginya,karena memang keadilan

itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang

yang bersangkutan .
BAB III

KESIMPULAN

Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh
pembuat undang-undang.
macam-macam cara penafsiran hukum:
1. Penafsiran Dalam pengertian subyektif dan obyektif.
2. Penafsiran Dalam pengertian sempit dan luas.
Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:
a.otentik
b.Doktrinair atau Ilmiah
c.Hakim
.macam-macam metode penafsiran :
1. Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal) 6. Penafsiran Nasional
2. Penafsiran Sistematis 7 Penafsiran Analogis
3. Penafsiran Historis 8.Penafsiran ekstensif
4. Penafsiran Sosiologis(Teleologis) 9. Penafsiran Restriktif
5. Penafsiran Autentik(resmi) 10. Penafsiran a contrario(menurut peringkaran)
cara penerapan metode penafsiran pertama-tama selalu dilakukan penafsira

gramatikal,karna pada hakikatnya untuk memahami teks peraturan perundang-undangan harus

mangerti terlebih dahulu arti kata-katanya.Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik

yang di tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan

penafsiran historis dan sosiologis.

DAFTAR PUSTAKA

CST Kanzil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum indonesia ,Jakarta :Pradnya
Paramita,1990
R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta :Rajawali Press,2001
DR.Chairul Anwar,S.H.Dasaar-Dasar Ilmu Hukum
MAKALAH SUMBER HUKUM DAN PENAFSIRAN HUKUM

 undefined

undefined

 0

SUMBER HUKUM DAN PENAFSIRAN HUKUM


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Dosen : Ridwan Eko Prasetyo, S.H., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 1

FAHMI FACHREZI 1138010090

FAJAR TRIBOWO 1138010092

FIRDA LESTARI 1138010106

HERNI RATNA SETIAWATY 1138010121


HIMAYANI ANJAYATI 1138010122
AN 2 C
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah suatu peraturan tertulis/tidak tertulis dimana disitu terdapat aturan yang
mengatur perilaku manusia serta bersifat memaksa. Hukum sangat diperlukan dalam suatu
komunitas dimana didalamnya dihuni oleh sekelompok individu dan mengatur individu tersebut
untuk bersifat sewajarnya dan tidak mengekang hak orang lain. Adalah suatu hal yang tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam mempelajari ilmu hukum, sumber hukum merupakan suatu bagian
yang terpenting artinya, baik dilihat dari segi teori maupun dilihat dari segi praktisnya.
Istilah sumber hukum mengandung beberapa arti tergantung dari sudut mana seseorang
memandangnya. Selain dari pada itu istilah sumber hukum itu dapat diartikan sebagai sumber
hukum dalam arti materil dan sumber hukum dalam arti formal, sebagai sumber pengenalan dan
sumber asal.
Suatu Undang-undang lahir melalui suatu proses yang panjang yang merupakan jalinan
dari berbagai faktor seperti pengalaman, sejarah, kemasyarakatan, pandangan-pandangan dan
nilai-nilai ideal, kesusilaan dan kesadaran hukum. Dan semua faktor tadi menentukan terciptanya
undang-undang.
Didalam setiap undang-undang yang tertulis,seperti halnya undang-undang pidana
memerlukansuatu penafsiran. Hal ini disebabkan oleh undang-undang yang tertulis itu sifatny
statis, sulit diubah serta kaku. Walaupun undang-undang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap, namun tetap juga kurang sempurna dan masih terdapat banyak kekurangannya sehingga
menyulitkan dalam penerapannya, oleh karena itu perlu dilakukannya penafsiran.
Tujuan pembuatan penafsiran undang-undang itu sendiri selalu untuk menentukan arti yng
sebenarnya dari putusan kehendak pembuat undang-undang, yaitu seperti yang tertulis didalam
rumusan dari ketentuan pidana didalam undang-undang, hakim berkewajiban untuk menafsirkan
ketentuan hukum yang setepat-tepatnya yakni apa yang sebenarnya dimaksud mengenai
ketentuan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami menyusun beberapa rumusan masalah sebagai beirikut :
1. Apa pengertian Sumber Hukum ?
2. Apa saja jenis-jenis sumber hukum dan penjelasannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan Penafsiran Hukum?
4. Apa saja metode dalam penafsiran hukum ?
5. Bagaimana Cara Penerapan Metode Penafsiran Hukum ?

C. Tujuan
Dalam rumusan beberapa materi di makalah ini, tujuannya yaitu:
1. Kita dapat mengetahui pengertian sumber hukum.
2. Kita juga dapat lebih mengetahui apa saja jenis-jenis sumber hukum juga penjelasannya.
3. Agar dapat mengetahui juga memahami apa itu penafsiran hukum.
4. Dapat mengenal apa saja metode dalam melakukan penafsiran terhadap hukum.
5. Kita juga bisa mengetahui bagaimana cara penerapan metode penafsiran hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum ialah “asal mulanya hukum” segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Yang di maksud “segala sesuatu”
tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, darimana hukum
ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum.
Sumber hukum pada hakikatnya dapat dibedakan ada 2 (dua) macam, yakni sumber hukum
material dan sumber hukum formal (Algra), dan (Utracht). Dan menurut Achmad Sanoesi
sumber hukum terdiri dari dua kelompok yaitu sumber hukum normal dan sumber hukum
abnormal. L.J. van Apeldoorn menyatakan bahwa perkataan sumber hukum dipakai dalam arti
sejarah, kemasyarakatan, filsafat, dan arti formal. Dengan demikian, dapatlah dirumuskan,
sumber hukum adalah sesuatu yang menimbulkan aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga
apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
B. Jenis – jenis Sumber Hukum
a. Sumber Hukum Material
Sumber hukum material adalah faktor-faktor yang menentukan kaidah hukum, tempat
darimana berasalnya isi hukum, atau faktor-faktor yang menentukan isi hukum yang berlaku.
Faktor-faktor yang menentukan isi hukum dapat dikelompokan atas “faktor ideal (filosofis),
faktor sejarah (historis), dan faktor kemasyarakatan (sosiologis)”.
Faktor ideal (filosofis) adalah pedoman-pedoman hidup yang tetap mengenai nilai-nilai
etika dan keadilan yang harus dipatuhi oleh para pembentuk undang-undang ataupun oleh
lembaga-lembaga pelaksana hukum dalam melaksanakan tugasnya. Faktor sejarah (historis)
adalah tempat hukum dari sejatah kehidupan, tumbuh kembangnya suatu bangsa dimasa lalu,
misalnya hukum dalam piagam-piagam, dokumen, manuskrip kuno, code Napoleon, BW, WvK,
dan WvS.
Faktor kemasyarakatan (sosiologis) adalah hal-hal yang nyata hidup dalam masyarakat
yang tunduk pada aturan-aturan tata kehidupan masyarakat. Faktor-faktor kemasyarakatan yang
mempengaruhi pembentukan hukum adalah:
1. Kebiasaan atau adat istiadat yang telah mentradisi terus berkembang dalam masyarakat yang
ditaati sebagai aturan tingkah laku tetap.
2. Keyakinan tentang agama/kepercayaan dan kesusilaan.
3. Kesadaran hukum, perasaan hukum dan keyakinan hukum dalam masyarakat.
4. Tata hukum negara-negar lain, misalnya materi hukum perdata, hukum dagang, hukum perdata
internasional diambil dari negara-negara yang lebih maju.
5. Sumber hukum formal, yang sudah ada sekarang ini dapat dijadikan bahan untuk menentukan isi
hukum yang akan datang (ius constituendum).
Menurut Utrecht, sumber hukum material adalah perasaan hukum (keyakinan hukum)
individu dan pendapat umum (publik opinion) yang menjadi determinan material pembentuk
hukum yang menentukan isi kaidah hukum.
b. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal adalah tempat dari mana dapat ditemukan atau diperoleh aturan-
aturan hukum yang berlaku yang mempunyai kekuatan mengikat masyarakat dan pemerintah
sehingga ditaati. Sumber hukum formal (van Apeldoorn) adalah dari mana timbulnya hukum
yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk). Berikut adalah macam – macam sumber
hukum formal :

a) Sumber Hukum Formal Tertulis


Bentuk sumber-sumber formal yang tertulis ialah undang-undang, , yurisprudensi,
traktat (teaty), dan doktrin hukum (pendapat atau ajaran ahli hukum).

1. Undang-Undang
Undang-undang dapat dibedakan dalam undang-undang dalam arti materil dan undang-
undang dalam arti formal. Undang-undang dalam arti materiel adalah keputusan penguasa yang
dilihat dari segi isinya mempunyai kekuatan mengikat umum.
Undang-undang dalam arti formal adalah keputusan peguasa yang diberi nama undang-
undang disebabkan bentuk yang menjadikannya undang-undang. Di Indonesia undang-undang
dalam arti formal ditetapkan oleh presiden dengan perseujuan Dewan Perwakilan Rakyat ( pasal
5 ayat 1 ).
Biasanya undang-undang dalam arti formal memuat ketentuan yang mengikat umum,
dengan demikian undang-undang ini pada umumnya merupakan juga undang-undang dalam arti
materiel.
Contoh undang-undang dalam arti formal yang bukan undang-undang dalam arti materiel,
misalnya : undang-undang tentang APBN ( pasal 23 (1) UUD 1945 ), undang-undang
kewarganegaan (undang-undang No. 62 ttahun 1985 ) ( Naturalisasi ).
Selanjutnya undang-undang dapat pula dibedakan dalam : undang-undang tingkat atasan
dan undang-undang tingkat bawahan. Jadi disini dikenal hierarki undang-undang yang
susunannya adalah sebagai berikut :

1) undang-undang dalam arti formal.


2) Ketentuan umum dibidang tata-pemerintahan atau sering kali disebut peraturan tingkat pusat.
3) Peraturan-perauran daerah ( daerah tingakat I dan daerah tingkat II ).
4) Peraturn kota madya.

2. Hukum Traktat ( Perjanjian Internasional )


Hukum traktat adalah perjanjian yang dibuat antar Negara yang di tuangkan dalam
bentuk tertentu. Negara-negara juga bisa membuat perjanjian dengan Negara lain tanpa peru
adanya traktat, misalnya hanya dengan perlu pertukaran nota atau surat biasa. Meskipun
demikian dari segi jurudis surat-surat seperti itu sama degan traktat. Perjanjian antar Negara
sering juga dinamakan konvensi, agreement dan lain-lain, yang penamaan iu diberikan
berhubung dengan isinya.
Prof. DR. Mochtar Ksuma Atmadja SH, LLM. Mengemukakan bahwa salah satu
kesulitan yang sering dijumpai dalam mempelajari masalah perjanjian ini adalah banyak istilah
yang digunakan ( pengantar hukum internasional, hal 110. ) Cara terjadinya “Traktat” diatur
oleh hukum internsional dan syarat pembentukannya terdiri atas :
a. Perundingan ;
b. Penutupan ;
c. Pengesahan dan
d. Pertukaran piagam-piagam.
Selanjutnya tergantung dari hukum tata Negara masing-masing Negara yang
bersangkutan mengenai badan-badan yang mana yang berwenang untuk menyelesaikan
terjadinya suatu traktat.
1) Perundingan
Diperlukan untuk persiapan ada 2 macam yakni :
Traktat bilateral dipersiapkan dengan perundingan langsung yang dapat terjadi secara
lisan atau tertulis bahkan dengan cara telegrafis.
Traktat kolektif dapat dipersiapkan dengan cara yang sma dengan Traktat bilateral jadi
Negara yang bersangkutan mengirim utusannya masing-masing kemudian berunding.
2) Penutupan
Apabila para utusan Negara yang mengadakan perundingan telah mencapai persetujuan,
maka traktat itu ditutup, artinya eks trakat tersebu ditetapkan dalam satu piagam, dan disusun
perpasal-pasal.
3) Pengesahan
4) Pertukaran piagam
Traktat berlaku dan mengikat para pihak yang terlibat jika piagam pengesahan sudah
dipertukarkan diantara Negara-negara yang bersangkutan, untuk traktat kolektif piagam itu
digantikan dengan cara menyimpan piagam iu didalam sebuah arsip dari salah satu Negara yang
menanda tangani traktat itu berdasarkan persetujuan bersama yang sebelumnya dinyatakan dalam
trakat.
Di Indonesia perjanjian internasional dibuat oleh presiden dengan persetujuan dewan
perwakilan rakyat (DPR).
3. Putusan Hakim ( Yurisprudensi )
Dalam sistem common law, yurisprudensi diterjemahkan sebagai suatu ilmu
pengetahuan hukum positif dan hubungan-hubungannya dengan hukum lain. Sedangkan dalam
sistem statute law, diterjemahkan sebagai putusan-putusan hakim terdahulu yang telah
berkekuatan hukum tetapp dan diikuti oleh para hakim tau badan peradilan lain dalam
memutuskan perkara atau kasus yang sama. (Simorangkir, 1987:78)
Menurut Prof. Subekti, yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah putusan-putusan
hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dibenarkan oleh Mahkamah Agung
sebagai pengadilan kesasi atau putusan MA sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap. Tidak
semua putusan hakim dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut sudah
melalui proses eksaminasi dan notasi MA dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah
memenuhi standar hukum yurisprudensi.
4. Doktrin (Pendapat Para Ahli)
Doktrin Hukum adalah pendapat para ahli atau sarjana hukum ternama atau terkemuka.
Dalam yurisprudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau
beberapa sarjana hukum terkenal namanya. Pendapar para sarjana hukum itu menjadi dasar
keputusan-eputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaian suatu perkara.
Doktrin adalah teori-teori yang diampaikan oleh para sarjana hukum yang ternama yang
mempunyai kekuasaan dan dijadikan acuan bagi hakim untuk mengambil keputusan. Dalam
penetapan apa yang akan menjadi keputusan hakim, ia sering menyebut (mengutip) pendapat
seseorang sarjana hukum mengenai kasus yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana
hukum itumenentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim
tersebut..
Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum. Ilmu
hukum itu sebagai sumber hukum, tapi bukan hukum karena tidak langsung mempunyai
kekuatan mengikat sebagaimana undang-undang ilmu hukum baru mrngikat dan mempunyai
kekuatan hukum bilaa dijadika pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan.

b) Bentuk Hukum Formal yang Tidak Tertulis


1. Hukum Adat
Sudah dimaklumi bahwa memahami arti hukum hanya berdasarkan definisi saja adalah
sesuatu hal yang mustahil mengingat luasnya ruang lingkup hukum.
Isi dari hukum berubah-ubah menurut waktu dan tempat, dengan kata lain orang hanya
bisa membedakan nya dari ciri-ciri luarnya saja dan mengenal tatacara pelaksanaan ketentuan
hukum itu.
Hukum adat merupakan serangkaian tingkah laku yang berulang kali dilakukan oleh
seluruh anggota masyarakat, berdasarkan kesadaran dan keyakinan bahwa tingkah laku itu
pantas. Dan hukum adat itu adalah keseluruhan atau tingkah laku yang “adat” dan sekaligus
dihukumkan pula.
Istilah hukum adat sebagai hukum tidak tertulis secara resmi dalam undang-undang
dasar sementara ( pasal 32 jo. Pasal 43 ayat (4) ). Meskipun undang-undang dasar 1945 tidak
secara tegas menyebut-nyebut mengenai hukum adat, namun berdasarkan pasal II aturan
peralihannya semua ketentuan mengenai hukum-hukum adat sebelum berlakunya undang-
undang dasar 1945 tetap berlaku.
Dalam tata hukum hindia-belanda dikenal sebuah istilah “adatrech” yang lazimnya
diterjemahkan hukum adat, hal mana ditinjau dari segi isinya sungguh tidak tepat. Adtrech
adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi orang Idonesia asli/ pribumi dan orang
timur asing yang mempunyai kekuatan memaksa dan tidak dikodifikasikan.
Diatas telah dikatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis demikian
pula “adatrech” sekilas terlihat sama namun sesungguhnya berbeda dan perbedaannya itu
terletak pada hukum adat yakni hukum adat itu tidak tertulis sedangkan adatrech untuk sebagian
meliputi pula hukum yang tertulis atau tercatat ( beschreven reht ).
Jadi didalam hukum adat terlebih dahulu harus ada suatu perbuatan dan perbuatan
tersebut haruslah dilakukan secara berulang-ulang dan diikuti oleh masyarakat, dengan
kesadaran penuh bahwa memang perbuatan itu sesuai dengan pola sikap-hidup bersama, barulah
kebiasaan itu menjadi adat.
Namun demikian adat-kebiasaan itu sendiri baru menjadi hukum adat jika dari pihak
penguasa atau pemerintah nya masing-masing seperti pembuat undang-undang, hakim, dan
sebagainya menghukumkan hukum itu menjadi hukum adat.
2. Kebiasaan
Kebiasaan (Custom). Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang
tetep, ajeg, dan normal di dalam suatu mastyarakat atau komunitas hidup tertentu. Sebagai
sebuah perilaku yang tetap kebiasaan merupaan perilaku yang selalu berulang hingga melahirkan
satu keyakinan kesadaran bahwa hal itu patut dilakukan dan memiliki kakuatan yang mengikat.
Tidak semua kebiasaaan dapat menjadi sumber hukum, kebiasaan yang dapat menjadi
sumber hukum meniscayakan beberapa syarat :
a. Syarat materiil adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang.
b. Syarat intelektual adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan.
c. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan dilanggar.

c. Sumber Hukum Normal


a. Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang-undang, yaitu
1) Undang-undang
2) Perjanjian antarnegara
3) Kebiasaan
b. Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang-undang, yaitu
1) Perjanjan
2) Doktrin
3) Yurispudensi

d. Sumber Hukum Abnormal


a. Proklamasi
b. Revolusi (Coup D’etat)
Salah satu sumber hukum yang tidak normal (abnormal) ialah revolusi atau Coup D’etat yaitu
suatu tindakan dari warga negara yang mengambil alih kekuasaan diluar cara-cara yang diatur
dalam konstitusi suatu negara.
C. Penafsiran Hukum
a. Pengertian Penafsiran Hukum
Penafsiran (interpretasi) menurut Soedjono Dirdjosisworo,adalah menentukan arti atau
makna suatu teks atau bunyi pasal berdasar pada kaitannya. Adapun R. Soeroso menjelaskan
bahwa penafsiran atau interpretasi ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh
pembuatan undang-undang.
Tujuan pembuatan penafsiran undang-undang itu sendiri selalu untuk mementukan arti
yang sebenarnya dari putusan kehendak pembuat undag-undang, yaitu seperti yang tertulis di
dalam rumusan dari ketentusn pidana di- dalam undang-undang. Hakim berkewajiban untuk
menafsirkan ketentuan pidana dengan setepat-tepatnya, yakni apa yang sebenarnya dimaksud
dengan rumusan mengenai ketentuan pidana tersebut.

D. Macam-macam Metode Penafsiran Hukum


1. Penafsiran menurut tata bahasa (grammaticale interpretatie), yaitu memberikan arti kepada
suatu istilah atau perkataan sesuai dengan taya bahas. Misalnya jika perumusan berbunyi
"pegawai negeri menerima suap", maka subjek atau pelaku di sini adalah pegawai negeri, bukan
barang siapa, atau nahkoda.
2. Penafsiran secara sistematis, yaitu apabila suatu istilah atau perkataan dicantumkan dua kali
dalam satu pasal, atau pada undang-undang, maka pengertiannya harus sama pula. Misalnya
pada pasal 302 KUHP dicantumkan dua kali istilah binatang, maka kepada kedua istilah itu harus
dibetikan pengertian yang sama.
3. Penafsiran mempertentangkan (argentum acontario), yaitu menemukan kebalikan dari
pengertian suatu istilah yang sedang dihadapi. Misalnya kebalikan dari "tiada pidana tanpa
kesalahan " adalah pidananya dijatuhlan kepada seseorang yang padanya terdapat kesalan.
4. Penafsiran memperluas (extensieve interpretatie), yaitu memperluas pengertian dari suatu istilah
berbeda drngan pengertiannya yang digunakan sehari-hari. Contoh aliran listrik ditafsirkan
sebagai benda.
5. Penafsiran mempersempit (restrictieve interpretatie), yaitu mempersempit penegertian dari suatu
istilah. Contoh kerugian ditafsirkan tidak termasuk kerugian yang "tidak berwujud", seperti sakit,
cacat, dan sebagainya.
6. Penafsiran historis (rech/wets-historis), yaitu mempelajari sejarah yang berkaitan atau
mempelajari pembuatan Undang-Undang yang bersangkutan akan ditemukan pengertian dari
sesuatu istilah yang dihadapi. Contoh seseorang yang melanggar hukum atau melakukan tindak
pidana dihukum denda Rp 250,00 denda sebesar itu ditetapkan saat ini jelas tidak sesuai maka
harus ditafsirkan sesuai dengan keadaan harga saat ini.
7. Penafsiran teleologis, yaitu mencari tujuan atau maksud dari suatu peraturan Undang-Undang.
Misalnya tujuan dari pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub), UU No.16 Pnps
Tahun 1963, ialah untuk mempercepat proses penyelesaian suatu perkara khusus.
8. Penafsiran logis, yaitu mencari pengertian dari suatu istilah atau ketentuan berdasarkan hal-hal
yang masuk akal. Cara ini tidak banyak digunakan.
9. Penafsiran analogi, yaitu memeperluas cakupan atau penhertian dari ketentuan undang-undang.
Contoh, istilah menyambung listrik dianggap sama dengan mengambil aliran listruk.
10. Penafsiran futuristis, yaitu penafsiran dengan penjelasan undang-undang dengan berpedoman
pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum, yaitu rancangan undang-undang.
11. Penafsiran komparatif, yaitu penafsiran dengan cara membandingkan dengan penjelasan
berdasarkan perbandingan hukum, agar dapat ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-
undang.
12. Penafsiran Autentik(resmi)
Penafsiran autentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat undang-
undang.Misalnya:Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit ,dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu selama 24 jam dan yang di maksud
dengan bulan adalah waktu selama 30 hari.
13. Penafsiran Nasional
Penafsiran nassional adalah penafsiran yang menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum
yang berlaku .Mislnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut hak
milik sistem hukum Indonesia.

E. Cara Penerapan Metode Penafsiran Hukum


Pembuat undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang harus di jadikan
pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang.Oleh karena itu hakim bebas dalam
melakukan penafsiran.
Dalam melaksanakan penafsiran pertama-tama selalu dilakukan penafsira gramatikal,karna
pada hakikatnya untuk memahami teks peraturan perundang-undangan harus mangerti terlebih
dahulu arti kata-katanya. Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik yang di tafsiskan
oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan penafsiran historis dan
sosiologis.
Sedapat mungkin semua metode penafsiran semua dilakukan ,agar didapat makna-makna
yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama, maka wajib di
ambil metode penafsiran yang membawa keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan
itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang
yang bersangkutan .

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Sumber hukum ialah “asal mulanya hukum” segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-
aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Yang di maksud “segala sesuatu”
tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, darimana hukum
ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum.
2. Jenis – jenis sumber hukum:
Didalam sumber hukum tedapat beberapa jenis yaitu, Undang-undang, Traktat, Doktrin,
Yurispudensi, Proklamasi, Revolusi, Kebiasaan dan Adat.
3. Penafsiran hukum (interpretasi) menurut R. Soeroso menjelaskan bahwa penafsiran atau
interpretasi ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam
undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuatan undang-
undang
4. Macam-macam metode penafsiran hukum:
1. Penafsiran menurut tata bahasa (grammaticale interpretatie),
2. Penafsiran secara sistematis,
3. Penafsiran mempertentangkan (argentum acontario)
4. Penafsiran memperluas (extensieve interpretatie),
5. Penafsiran mempersempit (restrictieve interpretatie),
6. Penafsiran historis (rech/wets-historis),
7. Penafsiran teleologis,
8. Penafsiran logis
9. Penafsiran analogi,
10. Penafsiran futuristis,
11. Penafsiran komparatif,
12. Penafsiran Autentik(resmi)
13. Penafsiran Nasional
5. Dalam penerapan penafsiran hukum, sedapat mungkin semua metode penafsiran semua
dilakukan ,agar didapat makna-makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak
menghasilkan makna yang sama, maka wajib di ambil metode penafsiran yang membawa
keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan itulah yang di jadikan sasaran pembuat
undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang yang bersangkutan .
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, zainal. Pengantar Ilmu Hukum. 2012. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum, 1985. Jakarta : Pradnya Paramia
CST Kanzil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. 1990 ,Jakarta:
Pradnya Paramita,
Hariri, wawan mukhwan. Pengantar Ilmu Hukum. 2012. Bandung: Pustaka Setia
Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. 2008. Jakarta: Sinar Grafika
R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta :Rajawali Press,2001
Sanoesi, Achmad. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. 1977. Bandung : Tarsito
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, 1994. Jakarta : Raja Grapindo Persada
Soemardi, dedi. Sumber-sumber Hukum Positif. 1980. Bandung: Alumni
Sugiarto, said umar. Pengantar Hukum Indonesia. 2013. Jakarta: Sinar Grafika
http://gumilar69.blogspot.com/2013/11/macam-macam-penafsiran-hukum dan.html (Mar 14,
2014).
http://rezarizkyfarza.blogspot.com/2013/05/penafsiran-hukum.html
(Mar 14, 2014).

Anda mungkin juga menyukai