id/2011/12/penafsiran-
hukum.html
PENAFSIRAN HUKUM
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas dalam Mata Kuliah Ilmu Hukum
Di susun Oleh :
Kelompok V
ROJIKIN :10370005
Dosen :
Zusiana Eli T,SHI,MSI.
JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALI JAGA
YOGYAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Alloh SWT,yang telah melimpahkan rahmat,taufiq,dan hidayahny-
Nya,yang selalu mendengarkan segala permintaan kami dan yang telah memberikan ptunjuk
besar pada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”PENAFSIRAN
HUKUM” .
Sholawat serta salam selalu tercurah limpahakan kepada beliau Nabi besar Muhammad
SAW,yang telah membawa petunjuk kebenaran seluruh umat manusia yaitu ad-Din Al-islam
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan,Motivasi ,petunjuk dan
bimbingan dari berbagai motivator.Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kendatipun demikian, penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan .Oleh karena itu ,saran dan kritik yang konstruktif dapat dapat mendatangkan
manfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya baik di dunia dan akhirat.Amiin.
Penulis
PENDAHULUAN
Untuk menjamin kepastian hukum harus ada kodifikasi ,yaitu usaha untuk membukukan
peraturan-peraturan yang tertulis yang masih berserak-serak ke dalam suatu buku secara
sistematis.Maksud utamanya adalah untuk meniadakan hukum berada di luar kitab Undang
Undang dengan tujuan untuk agar dapat kepastian hukum sebanyak banyakNya dalam
masyarakat.
Dengan tidak sempurnanya kodifikasi hukum tersebut maka tidak jarang hakim
zaman dan ketentuan undang-undang yang memakai istilah-istilah yang tidak jelas atau yang
sehingga kodifikasi hukum dapat mengikuti perkembangan zaman .Hakim sebagai penegak
hukum dan keadilan harus berusaha member suatu keputusan yang seadil-adilnya,tentunya
dengan dengan mengigat ketentuan hukum tertulis maupun tidak tertulis serta nilai-nilai hukum
yang hidup di kalangan rakyat dan akhirnya pendapat hakim itu sendiri ikut menentukan .untuk
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………....ii
PENDAHULUAN ………………………………………………………………………....iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………iV
BAB I PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..…...8
BAB 1
PEMBAHASAN
Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh
pembuat undang-undang.
Dalam pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh pembuat
yang sangat di batasi misalnya;Mata uang (pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya uang
logam saja dan barang di artikan benda yang dapat dilihat dan di raba saja.dalam pengertian luas
1756Perdata alinea ke-2 KUH Perdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas.
a)Otentik,Ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat undang-undang seperti yang
b)Doktrinair,Ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan hasil-hasil karya karya para
ahli.hakim tidak terikat karena penafsiran ini hanya memiliki nilai teoretis.
bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu(pasal 1917 ayat (1) KUH Perdata.
Supaya dapat mencapai kehendak dan maksud pembuat undang-undang serta dapat
menjalankan undang-undang sesuai dengan kenyataan sosial maka hakim dapat menggunakan
Penafsiran secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti
perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada arti perkataan –
perkataan dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat yang yang di pakai dalam
undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata-kata yang lazim di pakai dalam
bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di pergunakan kamus bahasa atau meminta
bermotoratau termasuk juga sepeda dan bejak.dalam hal ini sering penjelasan kamus bahasa atau
menurut keterangan para ahli bahasa belum dapat memberikan kejelasan tantang pengertian kata
yang di maksud dalam undang-undang tersebut .Oleh karena itu hakim harus pula mempelajari
2.Penafsiran Sistematis
Penafsiran sistematis adalah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu
dengan pasal-pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan atau pada
undangan perkawinan yang mengandung azaz monogamy sebagai mana di atur dalam pasal 27
KUH perdata menjadi dasar bagi pasal 34,60,64,68 KUH Perdata dan 279 KUH Pidana.
3.Penafsiran Historis
perdebatan dalam DPRdan surat menyurat antara menteri dengan komisi DPR yang
bersangkutan.
membuat undang-undang itu misalnya di denda 25 f,-sekarang ditafsirkan dengan uang RI,sebab
4.Penafsiran Sosiologis(Teleologis)
Pada hakikatnya suatu penafsiran UU yang di mulai dengan cara gramatikal selalu harus
di akhiri dengan penafsiran sosiologis.kalau tidak demikian maka tidak mungkin hakim dapat
membuat suatu keputusan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan hukum di dalam
masyarakat ,sehingga dengan demikian penafsiran sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan
dalam keadaan masyarakat.Misalnya; di Indonesia masih banyak peraturan yang berlaku yang
berasal dari zaman colonial ,sehingga untuk menjalankan peraturan itu hakim harus dapat
5.Penafsiran Autentik(resmi)
Penafsiran auyentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat undang-
undang.Misalnya:Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit ,dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu selama 24 jam dan yang di maksud
6.Penafsiran Nasional
Penafsiran nassional adalah penafsiran yang menilik sesuai yidaknya dengan sistem
hukum yang berlaku .Mislnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut
7.Penafsiran Analogis
Penafsiran analogis artinya member tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan
memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya ,sehingga sesuatu
peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di masukkan ,lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan
listrik.
8.Penafsiran ekstensif
Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memperluas arti
kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga suatu peristiwa dapat
dimasukkan ke dalam.Misalnya ; “aliran listrik’ termasuk juga atau di samakan dengan “benda’.
9.Penafsiran Restriktif
Penafsiran restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan cara membatasi atau
Kerugian hanya terbatas pada kerugian materil saja sedangkan kerugian immateriilnya termasuk
didalam nya.
Penafsira a contrario adalah penafsiran suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara
memberikan perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi dan peristiwa yang
ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi itu tidak di liputi oleh undang-undang yang di
Contoh ; Pasl 34 KUH Perdata menentukan bahwa seorang perempuan tidak di benarkan
menikah lagi sebelim lewat tenggang waktu 300 hari setelah perceraian dari suami
pertama.Berdasarkan penafsiran a contrario maka dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tidak
berlaku bagi seorang laki-laki.Karena bagi seorang laki-laki tidak perlu menunggiu tenggang
waktu tersebut untuk melakukan perkawinan lagi setelah putusnya perkawinan pertama.Maksud
tenggang waktu dalam pasal 34 KUH Perdat tersebut adalah untuk mencegah adanya keraguan-
perkawinann yang berikutnya dalam tenggang waktu sebelum lewat 300 hari setelah putusnya
perkawinan pertama maka berdasarkan undang-undang kedudukan anak tersebut adlah anak dari
suami pertama.
BAB II
Pembuat undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang harus di jadikan
pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang.Oleh karena itu hakim bebas dalam
melakukan penafsiran.
mangerti terlebih dahulu arti kata-katanya.Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik
yang di tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan
Sedapat mungkin semua metode penafsiran semua dilakukan ,agar didapat makna-makna
yang tepat.Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama,maka wajib di
itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang
yang bersangkutan .
BAB III
KESIMPULAN
Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh
pembuat undang-undang.
macam-macam cara penafsiran hukum:
1. Penafsiran Dalam pengertian subyektif dan obyektif.
2. Penafsiran Dalam pengertian sempit dan luas.
Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:
a.otentik
b.Doktrinair atau Ilmiah
c.Hakim
.macam-macam metode penafsiran :
1. Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal) 6. Penafsiran Nasional
2. Penafsiran Sistematis 7 Penafsiran Analogis
3. Penafsiran Historis 8.Penafsiran ekstensif
4. Penafsiran Sosiologis(Teleologis) 9. Penafsiran Restriktif
5. Penafsiran Autentik(resmi) 10. Penafsiran a contrario(menurut peringkaran)
cara penerapan metode penafsiran pertama-tama selalu dilakukan penafsira
mangerti terlebih dahulu arti kata-katanya.Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik
yang di tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan
DAFTAR PUSTAKA
CST Kanzil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum indonesia ,Jakarta :Pradnya
Paramita,1990
R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta :Rajawali Press,2001
DR.Chairul Anwar,S.H.Dasaar-Dasar Ilmu Hukum
MAKALAH SUMBER HUKUM DAN PENAFSIRAN HUKUM
undefined
undefined
0
C. Tujuan
Dalam rumusan beberapa materi di makalah ini, tujuannya yaitu:
1. Kita dapat mengetahui pengertian sumber hukum.
2. Kita juga dapat lebih mengetahui apa saja jenis-jenis sumber hukum juga penjelasannya.
3. Agar dapat mengetahui juga memahami apa itu penafsiran hukum.
4. Dapat mengenal apa saja metode dalam melakukan penafsiran terhadap hukum.
5. Kita juga bisa mengetahui bagaimana cara penerapan metode penafsiran hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum ialah “asal mulanya hukum” segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Yang di maksud “segala sesuatu”
tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, darimana hukum
ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum.
Sumber hukum pada hakikatnya dapat dibedakan ada 2 (dua) macam, yakni sumber hukum
material dan sumber hukum formal (Algra), dan (Utracht). Dan menurut Achmad Sanoesi
sumber hukum terdiri dari dua kelompok yaitu sumber hukum normal dan sumber hukum
abnormal. L.J. van Apeldoorn menyatakan bahwa perkataan sumber hukum dipakai dalam arti
sejarah, kemasyarakatan, filsafat, dan arti formal. Dengan demikian, dapatlah dirumuskan,
sumber hukum adalah sesuatu yang menimbulkan aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga
apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
B. Jenis – jenis Sumber Hukum
a. Sumber Hukum Material
Sumber hukum material adalah faktor-faktor yang menentukan kaidah hukum, tempat
darimana berasalnya isi hukum, atau faktor-faktor yang menentukan isi hukum yang berlaku.
Faktor-faktor yang menentukan isi hukum dapat dikelompokan atas “faktor ideal (filosofis),
faktor sejarah (historis), dan faktor kemasyarakatan (sosiologis)”.
Faktor ideal (filosofis) adalah pedoman-pedoman hidup yang tetap mengenai nilai-nilai
etika dan keadilan yang harus dipatuhi oleh para pembentuk undang-undang ataupun oleh
lembaga-lembaga pelaksana hukum dalam melaksanakan tugasnya. Faktor sejarah (historis)
adalah tempat hukum dari sejatah kehidupan, tumbuh kembangnya suatu bangsa dimasa lalu,
misalnya hukum dalam piagam-piagam, dokumen, manuskrip kuno, code Napoleon, BW, WvK,
dan WvS.
Faktor kemasyarakatan (sosiologis) adalah hal-hal yang nyata hidup dalam masyarakat
yang tunduk pada aturan-aturan tata kehidupan masyarakat. Faktor-faktor kemasyarakatan yang
mempengaruhi pembentukan hukum adalah:
1. Kebiasaan atau adat istiadat yang telah mentradisi terus berkembang dalam masyarakat yang
ditaati sebagai aturan tingkah laku tetap.
2. Keyakinan tentang agama/kepercayaan dan kesusilaan.
3. Kesadaran hukum, perasaan hukum dan keyakinan hukum dalam masyarakat.
4. Tata hukum negara-negar lain, misalnya materi hukum perdata, hukum dagang, hukum perdata
internasional diambil dari negara-negara yang lebih maju.
5. Sumber hukum formal, yang sudah ada sekarang ini dapat dijadikan bahan untuk menentukan isi
hukum yang akan datang (ius constituendum).
Menurut Utrecht, sumber hukum material adalah perasaan hukum (keyakinan hukum)
individu dan pendapat umum (publik opinion) yang menjadi determinan material pembentuk
hukum yang menentukan isi kaidah hukum.
b. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal adalah tempat dari mana dapat ditemukan atau diperoleh aturan-
aturan hukum yang berlaku yang mempunyai kekuatan mengikat masyarakat dan pemerintah
sehingga ditaati. Sumber hukum formal (van Apeldoorn) adalah dari mana timbulnya hukum
yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk). Berikut adalah macam – macam sumber
hukum formal :
1. Undang-Undang
Undang-undang dapat dibedakan dalam undang-undang dalam arti materil dan undang-
undang dalam arti formal. Undang-undang dalam arti materiel adalah keputusan penguasa yang
dilihat dari segi isinya mempunyai kekuatan mengikat umum.
Undang-undang dalam arti formal adalah keputusan peguasa yang diberi nama undang-
undang disebabkan bentuk yang menjadikannya undang-undang. Di Indonesia undang-undang
dalam arti formal ditetapkan oleh presiden dengan perseujuan Dewan Perwakilan Rakyat ( pasal
5 ayat 1 ).
Biasanya undang-undang dalam arti formal memuat ketentuan yang mengikat umum,
dengan demikian undang-undang ini pada umumnya merupakan juga undang-undang dalam arti
materiel.
Contoh undang-undang dalam arti formal yang bukan undang-undang dalam arti materiel,
misalnya : undang-undang tentang APBN ( pasal 23 (1) UUD 1945 ), undang-undang
kewarganegaan (undang-undang No. 62 ttahun 1985 ) ( Naturalisasi ).
Selanjutnya undang-undang dapat pula dibedakan dalam : undang-undang tingkat atasan
dan undang-undang tingkat bawahan. Jadi disini dikenal hierarki undang-undang yang
susunannya adalah sebagai berikut :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Sumber hukum ialah “asal mulanya hukum” segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-
aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Yang di maksud “segala sesuatu”
tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, darimana hukum
ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum.
2. Jenis – jenis sumber hukum:
Didalam sumber hukum tedapat beberapa jenis yaitu, Undang-undang, Traktat, Doktrin,
Yurispudensi, Proklamasi, Revolusi, Kebiasaan dan Adat.
3. Penafsiran hukum (interpretasi) menurut R. Soeroso menjelaskan bahwa penafsiran atau
interpretasi ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam
undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuatan undang-
undang
4. Macam-macam metode penafsiran hukum:
1. Penafsiran menurut tata bahasa (grammaticale interpretatie),
2. Penafsiran secara sistematis,
3. Penafsiran mempertentangkan (argentum acontario)
4. Penafsiran memperluas (extensieve interpretatie),
5. Penafsiran mempersempit (restrictieve interpretatie),
6. Penafsiran historis (rech/wets-historis),
7. Penafsiran teleologis,
8. Penafsiran logis
9. Penafsiran analogi,
10. Penafsiran futuristis,
11. Penafsiran komparatif,
12. Penafsiran Autentik(resmi)
13. Penafsiran Nasional
5. Dalam penerapan penafsiran hukum, sedapat mungkin semua metode penafsiran semua
dilakukan ,agar didapat makna-makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak
menghasilkan makna yang sama, maka wajib di ambil metode penafsiran yang membawa
keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan itulah yang di jadikan sasaran pembuat
undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang yang bersangkutan .
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, zainal. Pengantar Ilmu Hukum. 2012. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum, 1985. Jakarta : Pradnya Paramia
CST Kanzil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. 1990 ,Jakarta:
Pradnya Paramita,
Hariri, wawan mukhwan. Pengantar Ilmu Hukum. 2012. Bandung: Pustaka Setia
Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. 2008. Jakarta: Sinar Grafika
R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta :Rajawali Press,2001
Sanoesi, Achmad. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. 1977. Bandung : Tarsito
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, 1994. Jakarta : Raja Grapindo Persada
Soemardi, dedi. Sumber-sumber Hukum Positif. 1980. Bandung: Alumni
Sugiarto, said umar. Pengantar Hukum Indonesia. 2013. Jakarta: Sinar Grafika
http://gumilar69.blogspot.com/2013/11/macam-macam-penafsiran-hukum dan.html (Mar 14,
2014).
http://rezarizkyfarza.blogspot.com/2013/05/penafsiran-hukum.html
(Mar 14, 2014).