Anda di halaman 1dari 8

PENAFSIRAN HUKUM (INTERPRESTASI HUKUM)

(Macam Macam Penafsiran Hukum)


Demi memenuhi tugas Pengantar ilmu hukum

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Restiana muliati (33010190170)


Mohammad Asfia (33010190172)

Farhan. (33010190196)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2019
PENAFSIRAN HUKUM (INTERPRESTASI HUKUM)

(Macam Macam Penafsiran Hukum)


Abstrak

Makalah ini merumuskan dan menjelaskan tentang Macam Macam Penafsiran Hukum.
Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hukum. Penafsiran merupakan
metode untuk memahami makna yang terkandung dalam teks teks hukum untuk dipakai dalam
menyelesaikan kasus kasus atau mengambil keputusan atas hal hal yang dihadapi secara konkrit.

Secara yuridis maupun filosofis, hakim Indonesia mempunyai kewajiban atau hak untuk
melakukan penafsiran hukum atau penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai
dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Penafsiran hukum oleh hakim dalam proses
peradilan haruslah dilakukan atas prinsip prinsip peradilan yang ada dalam peraturan perundang
undangan yang berkaitan dengan dunia peradilan, dalam hal ini Undang Undang Dasar NRI
Tahun 1945, Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia berkepentingan untuk merasa bahwa ia aman. Aman berarti bahwa kepentingan
kepentingannya tidak diganggu. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia.
Untuk adanya kepastian hukum harus ada kodifikasi, yaitu usaha untuk membukukan peraturan
peraturan yang tertulisyang masih berserak serak ke dalam suatu buku secara sistematis. Hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan harus berusaha memberi keputusanyang seadil adilnya,
tentunya dengan mengingat ketentuan hukum tertulis maupun tidak tertulis serta nilai nilai
hukum yang hidup di kalangan masyarakat dan akhirnya pendapat hakim itu sendiri ikut
menentukan. Untuk itu hakim diberi kewenangan untuk melakukan penafsiran penafsira hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Penafsiran Hukum
2. Bagaimana Cara Penafsiran Hukum
3. Apa Macam Macam Penafsiran Hukum

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Penafsiran Hukum


2. Mengetahui Cara Penafsiran Hukum
3. Mengetahui Macam Macam Penafsiran Hukum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penafsiran Hukum (Interprestasi Hukum)

Penafsiran hukum adalah suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan, menjelaskan,
menegaskan baik dalam arti memperluas maupun membatasi atau mempersempit. Pengertian
hukum yang ada dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan yang
sedang dihadapi. Istilah lain untuk penafsiran hukum adalah interprestasi hukum 1

Dengan adanya kodifikasi, hukum itu lalu menjadi beku, statis , sukar berubah. Adapun
yang selalu melaksanakan kodifikasi hukum ialah Hakim, karena dialah yang berkewajiban
menegakan hukum ditengah tengah masyarakat.

Hakim selalu melaksanakan kodifikasi hukum di tengang tengah masyarakat walaupun


kodifikasi telah diatur secara lengkap namun masih terdapat banyak kekurangannya, sehingga
menyulitkan dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena pada waktu kodifikasi dibuat ada
hal hal atau benda pada saat itu.2

B. Macam Macam Cara Penafsiran Hukum


1. Dalam pengertian subjektif dan objektif

Dalam pengertian subjektif apabila ditafsirkan seperti yang dikehendaki oleh pembuat
undang undang.

Dalam pengertian objektif apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat undang
undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari hari

2. Dalam pengertian sempit dan luas

Dalam pengertian sempit(restriktif) yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian
yang sangat dibatasi misalnya; Mata uang (pasal 1756 KUHP) pegertian hanya uang logam saja.
Dalam pengertian luas (ekstensif) ialah apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian seluas
luasnya. Misalnya: pasal 1756 perdata alenea ke 2 KUHP tentang mata uang juga diartikan uang
kertas . 3

Berdasarkan sumbernya penafsiran bersifat:

1
DR.Chairul Anwar, S.H. Dasar Dasar Ilmu Hukum
2
Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1986 hal 66
3
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta Pradnya Paramita,1990

3
a. Otentik, ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat undang undang seperti
yang dilampirkan pada undang undang sebagai penjelas. Penafsiran ini mengikat hokum.
b. Doktrinair, ialah penafsiran yang didapat dalam buku buku dan hasil hasi karya karya
para ahli. Hakim tidak terikat karena penafsiran ini hanya memliki nilai teoretis.
c. Hakim, penafsiran yang bersumber pada hakim (peradilan) hanya mengikat pihak pihak
yang bersangkutan dan berlaku bagi kasus kasus tertentu (pasal 1917 ayat (1) KUHP4
C. Macam Macam Penafsiran Hukum

Supaya dapat mencapai kehendak dan maksud pembuat undang undang serta dapat
menjalankan undang undang sesuai dengan kenyataan social maka hakim dapat menggunakan
beberapa cara penafsiran hukum (interpretative methoden)

1. Penafsiran tatabahasa (gramatikal)

Penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan Udang undang, yang berpedoman dari arti kata
dalam hubungannya satu sama lain, baik dari Undang undang maupun dari kebiasaan
(pemakaian sehari hari)

Contoh:

Setiap orang dilarang memakir “kendaraannya”pada suatu area tertentu. Jadi kata kendaraan tadi
berlaku umum.

Karena tidak ada ketentuan lebih lanjut mengenai apa itu kendaraan. Baik itu roda 2 atau roda 4
maupun delman5

2. Penafsiran sahih (autentik, resmi)

Ialah penafsiran yang pasti terhadap arti kata , sesuai yang tercantum pada Undang undang.

Contoh:

Kata “malam” pada pasal 98 KUHP yang dimulai dari waktu matahari terbenam sampai matahari
terbit.6

Dan kata ternak (pasal 101 kuhp) yakni, hewan berkuku satu, hewan memamah biak, dan babi.

3. Penafsiran historis

Ditinjau dari dua hal yakni:

4
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta Pradnya Paramita,1990

5
http://anjuztprint.blogspot.com/2017/12/makalah-penafsiran-hukum-diajukan-untuk.html?m=1

6
http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-penafsiran-hukum-dan-macam.html?m=1

4
a. Sejarah hukumnya: Yakni diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hokum
tersebut. Yang dapat dilihat dari emori penjelasan, laporan perdebatan dalam DPR
b. Sejarah undang undangnya: Dilihat dari maksud pembentukan Undang undang tersebut
pada waktu pembuatan Undang undang tersebut.

4. Penafsiran sistematis (dogmatis)

Ditinjau dari susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal pasal lain, baik dalam satu
Undang undang maupun didalam Undang undang lain.

Contoh :

Asas monogami(pasal 27 KUHS ) menjadi dasar pasal 34, 60, 64, 86 dan 279 KUHS.

5. Penafsiran nasional

Ialah penafsiran sesuai tidaknya dengan system hukum yang berlaku misalnya hak milik
pasal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia
(Pancasila)

6. Penafsiran teleologis (sosiologis)

Penafsiran dengan mengikat maksud dan tujuan undang undang itu. Ini penting disebabkan
kebutuhan kebutuhan berubah menurut masa sedangkan bunyi undang undang tetap sama saja.

7. Penafsiran ekstensif

Memberi tafsiran dengan memperluas arti kata kata dalam peraturan itu sehingga suatu
peristiwa dapat dimasukkannya seperti “aliran listrik” termasuk juga “benda”

8. Penafsiran restriktif

Penafsiran dengan membatasi (mempersempit) arti kata kata dalam peraturan itu, misalnya
“kerugian” tidak termasuk kerugian yang “tak terwujud” seperti sakit, cacad dan sebagainya.

9. Penafsiran analogis

Memberi tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata
kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak
7
dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut, misalnya
“menyambung” aliran listrik dengan dianggap sama dengan “mengambil” aliran listrik.8

7
Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1986 hal 68

5
10. Penafsiran a contrario (menurut peringkaran)

Ialah suatu cara menafsirkan undang undang yang didasarka pada perlawanan pengertian
antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal undang undang. Dengan
berdasarkan perawanan pengertian (peringkaran) itu ditarik kesimpulan, bahwa soal yang
dihadapi itu tidak diliputi oleh pasal yang termasuk atau dengan kata lain berada diluar pasal
tersebut.

Contoh :

Pasal 34 KUHS menentukan bahwa seorang perempuan tidak diperkenankan menikah lagi
sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan. Timbullah kini pertanyaan,
Bagaimanakah halnya dengan seorang laki laki? Apakah seorang laki laki juga harus menunggu
lampaunya waktu 300 hari?

Jawaban atas pertanyaan ini adalah “tidak” karena pasal 34 KUHS tidak menyebutkan apa apa
tentang laki laki dan khusus ditunjukan pada seorang perempuan.

Maksud “waktu menunggu” pada pasal 34 KUHS ialah untuk mencegah adanya keragu raguan
mengenai kedudukan sang anak, berhubungan dengan kemungkinan bahwa seorang perempuan
sedang mengandung setelah perkawinannya diputuskan. Jika dilahirkan anak setelah perkawinan
berikutnya maka menurut undang undang anak itu adalah anaknya suaminya yang terdahulu (jika
anak itu lahir sebelum lewat 300 hari setelah putusnya perkawinan terdahulu). Ditetapkan waktu
300 hari ialah karena waktu itu dianggap sebagai waktu kandungan yang paling lama9.

9
Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1986 hal 69

6
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Penafsiran hukum oleh hakim dalam proses peradilan haruslah dilakukan atas prinsip
prinsip dan asas asas tertentu. Yang menjadi dasar sekaligus rambu rambu bagi hakim
dalam menerapkan kebebasannya dalam menemukan dan menciptakan hukum. Dalam
upaya penafsiran hukum, maka seorang hakim mengetahui prinsip prinsip peradilan,
dalam hal ini Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945, Undang Undang nomor 4 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2. Macam macam cara penafsiran hokum:
a. Penafsiran dalam pengertian subjektif dan objektif
b. Penafsiran dalam pengertian sempit dan luas

Berdasarkan sumbernya penafsiran bersifat, otentik, doktrinair, hakim

3. Macam macam metode penafsiran:


a. Penafsiran secara tata bahasa (gramatikal)
b. Penafsiran sahih (autentik)
c. Penafsiran historis
d. Penafsiran sistematis (dogmatis)
e. Penafsiran nasional
f. Penafsiran teleologis (sosiologis)
g. Penafsiran ekstensif
h. Penafsiran restriktif
i. Penafsiran analogis
j. Penafsiran a contrario (menurut peringkaran)

Cara penerapan metode penafsiran pertama tama selalu dilakukan penafsiran


gramatikal karna pada hakikatnya untuk memahami teks peraturan perundang undangan
harus mengerti terlebih dahulu arti kata katanya. Apabila perlu dilanjutkan dengan
penafsiran otentik yang ditafsirkan oleh pembuat undang undang itu sendiri kemudian
dilanjutkan dengan penafsiran historis dan sosiologis.

7
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka,1986 hal 66

R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta Pradnya Paramita,1990

DR.Chairul Anwar, S.H. Dasar Dasar Ilmu Hukum

Laman:

http://anjuztprint.blogspot.com/2017/12/makalah-penafsiran-hukum-diajukan-untuk.html?m=1

http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-penafsiran-hukum-dan-macam.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai