Anda di halaman 1dari 149

KRIMINOLOGI

HELDA RAHMASARI, S.H.,M.H

1
LITERATUR
1. Kriminologi oleh Prof.DR.I.S.Susanto,SH.
2. Sinopsis Kriminologi Indonesia oleh Prof.DR.Soedjono
Dirdjosisworo,SH.
3. Ruang Lingkup Kriminologi oleh Prof.DR.Soedjono Dirjdosisworo, SH.
4. Anatomi Kejahatan di Indonesia oleh Prof.DR.Soedjono
Dirdjosisworo,SH.
5. Kriminologi oleh Topo Santoso,SH.MH & Eva Achjani
Zulfa, SH
6. Kriminologi oleh Prof.DR.Romli Atmasasmita,SH.
7. Bunga Rampai Kriminologi oleh Prof.DR.Romli Atmasasmita,SH.
8. Pengantar Kriminologi oleh Pro.Mr.W.A.Bonger
9. Teori Kriminologi suatu pengantar oleh Prof.DR.J.E.Sahetapy,SH
10. Criminology: Crime and Criminality, Martin R.Haskell & Lewis
Yablonsky, Rand Mc.Nally College Publishing Company, 1974
11. White Collar Crime, Offices in business, polities and the profession;
by Gilbert Geis and Roberth F.Meier A. Division on Macmillan
Publishing Co Inc, New York and Collier, Macmillan Publisher, London,
1997.
12. Teori-teori dan Kebijakan Pidana oleh Prof.DR.Muladi, SH.dan
Prof.DR.Barda Nawawi Arief,SH. 2
PENGERTIAN HUKUM PIDANA & KRIMINOLOGI
Obyek yang dipelajari Hukum Pidana & Kriminologi sama :
KEJAHATAN
Hukum Pidana lebih terbatas : perbuatan-perbuatan yang
dirumuskan dalam peraturan (UU) sebagai kejahatan (tindak
pidana).
Kriminologi secara etimologis : Ilmu pengetahuan tentang
Kejahatan
• Terminologi atau istilah kriminologi pertama kali dipergunakan
antropolog Perancis, Paul Topinard dari kata crimen
(kejahatan/penjahat) dan logos (ilmu pengetahuan). Kemudian Edwin H.
Sutherland dan Donald R. Cressey menyebutkan kriminologi sebagai :
“.... the body of knowledge regarding delinquency and crime as social
phenomenon. It includes within its scope the process of making law, the
breaking of laws, and reacting to word the breaking of laws ...” .
• Melalui optik tersebut maka kriminologi berorientasi pada
3:

3
Lanjutan……

• Pertama, pembuatan hukum yang dapat meliputi telaah


konsep kejahatan, siapa pembuat hukum dengan faktor-
faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan hukum.
• Kedua, pelanggaran hukum yang dapat meliputi siapa
pelakunya, mengapa sampai terjadi pelanggaran hukum
tersebut serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Ketiga, reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui proses
peradilan pidana dan reaksi masyarakat.

Pengertian Kriminologi menurut W.A. Bonger: Ilmu


Pengetahuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya,
termasuk Patologi Sosial (penyakit masyarakat), seperti
kemiskinan, pelacuran, alkoholisme, pecandu narkoba dan
bunuh diri.
Prof. Soedarto, SH : suatu pengetahuan empiris yang
mempelajari & mendalami secara ilmiah kejahatan dan
orang yang melakukan kejahatan. 4
Lanjutan……
Prof. Paul Moedigdo Muljono, SH, Kriminologi : ilmu
pengetahuan yang membahas kejahatan sebagai masalah
manusia.
Mitchel dan Alder berpendapat bahwa Kriminologi adalah
keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari
penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi
diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat
(aparat penegak hukum) dan oleh masyarakat.
Wood berpendapat istilah Kriminologi meliputi keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau
pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat, penjahat,
termasuk didalamnya reaksi masyarakat terhadap perbuatan
jahat dan para penjahat.
Noach, merumuskan Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan
tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut
orang yang terlibat dalam perilaku tercela yang
menyangkutorang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan
para penjahat. 5
Lanjutan…..

Wolfgang Savitz dan Johnston dalam The Sosiology


of Crime and Delinquency, menyatakan Kriminologi
sebagai kumpulan Ilmu Pengetahuan tentang
kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengertian gejala kejahatan
dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara
ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-
keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal
yang berhubungan dengan kejahatan , pelaku
kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap
keduanya.
Kejahatan dalam terminologi Kriminologi juga
diidentikkan dengan istilah penyimpangan
(perbuatan menyimpang), jadi kejahatan =
penyimpangan.

6
OBJEK STUDI KRIMINOLOGI
1. Kejahatan baik yang dirumuskan dalam peraturan
(hukum pidana) maupun yang dipandang sebagai
perbuatan tercela oleh masyarakat
2. Sebab-sebab kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Korban kejahatan
5. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan
perilaku aparat penegak hukum dalam menegakkan
hukum pidana dengan cara menindak pelaku
kejahatan.
7
TUJUAN MEMPELAJARI KRIMINOLOGI & ARTI
PENTING KRIMINOLOGI BAGI HUKUM PIDANA

 Tujuannya : Untuk mempelajari kejahatan dari berbagai


aspek, sehingga diharapkan dapat memperoleh pemahaman
mengenai fenomena kejahatan dengan lebih baik.
 Arti penting Kriminologi bagi hukum pidana, Kriminologi
sebagai “signal-wetenschap”, ilmu yang membantu &
memberi tanda pada hukum pidana dalam pembuatan UU
Pidana baru (kriminalisasi) atau pencabutan/ penghapusan
UU Pidana (dekriminalisasi) & pelaksanaan UU Pidana
melalui hasil-hasil penelitian Kriminologi, sehingga
membantu menangani masalah kejahatan.

8
RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI
MENURUT E. SUTHERLAND
 Etiologi Kriminal :usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-
sebab kejahatan
 Penologi : ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya, arti
penghukuman dan faedah/ gunanya penghukuman
 Sosiologi Hukum Pidana : analisis ilmiah terhadap kondisi-
kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana
dan kejahatan.

9
HUBUNGAN KRIMINOLOGI DENGAN HUKUM PIDANA

Sangat erat (timbal balik) karena hasil-hasil penelitian


Kriminologi dapat membantu dalam :

1. Menangani masalah kejahatan melalui hasil studi


etiologi kriminal dan penologi

2. Pembuatan Undang-undang Pidana baru(Kriminalisasi)

3. Pencabutan Undang-undang Pidana (Dekriminalisasi)

4. Penanggulangan kejahatan secara preventif, represif &


kuratif 10
HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN
NORMA-NORMA LAIN
• Hubungan Kejahatan dengan UU (hukum/
peraturan pidana)
• Hubungan kejahatan dengan norma agama
• Hubungan kejahatan dengan norma
kebiasaan
• Hubungan kejahatan dengan norma moral

11
HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN UNDANG-UNDANG
(PERATURAN) PIDANA
Meskipun kejahatan merupakan pengertian hukum, yaitu perbuatan
manusia yang dapat dipidana (dikenai sanksi/dihukum), tetapi
kejahatan bukan semata-mata batasan UU, ada perbuatan-
perbuatan yang oleh hukum tidak dipandang sebagai kejahatan
tetapi oleh masyarakat dinyatakan sebagai kejahatan.

Dalam KUHP dibedakan dalam :


a. Rechtdelicten atau malaperse : delik hukum (kejahatan, diatur
dalam buku II KUHP.
b. Wetdelicten atau malaprohibita : delik undang-undang
(pelanggaran) diatur dalam buku III KUHP.
12
HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN NORMA AGAMA, KEBIASAAN
& MORAL MENURUT G.P. HOEFNAGELS

1. 2.
amoral
amora aa amoral

kejahatan
kejahatan
3. 4. amoral
amoral

kejahatan

13
kejahatan
PENJELASAN HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN NORMA AGAMA, KEBIASAAN
& MORAL MENURUT G.P. HOEFNAGELS

• Gambar 1 : Sekelompok orang (masyarakat) berpandangan bahwa


semua kejahatan (tindak pidana) melanggar norma moral (yang
meliputi norma agama & kebiasaan), kejahatan merupakan dosa.
Pandangan ini disebut model Bonger (diajukan oleh Bonger), contoh
: pembunuhan, pencurian, penipuan.

• Gambar 2 : Sekelompok orang (masyarakat) berpandangan bahwa


hampir semua kejahatan (tindak pidana) merupakan perbuatan
yang melanggar moral, hanya sebagian kecil saja yang tidak
melanggar moral, contoh : tindak pidana pelanggaran lalu lintas
tidak melanggar moral tetapi melanggar hukum.

14
LANJUTAN…………
• Gambar 3 : Sekelompok orang (masyarakat) berpandangan bahwa
hanya kejahatan yang sangat berat saja yang bertentangan dengan
moral. Pandangan ini mendasarkan pada realitas yang ada bahwa
masyarakat memiliki pandangan moral yang berbeda, contoh :
kumpul kebo, tidak melanggar hukum pidana, karena KUHP tidak
mengaturnya, juga prostitusi, hanya diatur dalam Perda.
• Gambar 4 : Pandangan ini memisahkan antara moral pribadi dengan
kelompok dan hukum pidana, karena hukum pidana hanya
dipandang sebagai alat teknis untuk membuat masyarakat
berfungsi. Setiap individu/ kelompok akan mengikuti norma dan
nilai-nilainya sendiri, jadi nilai moral, agama dan kebiasaan menjadi
15
relatif.
HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL
MENURUT H. MANNHEIM

amoral illegal

A B C
amoral & illegal

Penjelasan :
A : amoral, tetapi tidak illegal contoh kumpul kebo, zinah yang
masing-masing tidak terikat perkawinan.
B : amoral & illegal, contoh : mencuri, membunuh, menipu.
C : illegal tetapi tidak amoral, contoh : pelanggaran lalu lintas
seperti tidak memakai helm, tidak punyaSIM & STNK
16
ALIRAN PEMIKIRAN DALAM KRIMINOLOGI

Makna Aliran pemikiran adalah : “cara pandang=


kerangka acuan = paradigma= perspektif, yang
digunakan para kriminolog dalam melihat, menafsirkan,
menanggapi & menjelaskan fenomena kejahatan. Aliran
pemikiran yang dianut oleh para ilmuwan akan
mempengaruhi wujud penjelasan & teori.

Teori : bagian dari suatu penjelasan mengenai “sesuatu”.

17
Dalam menjelaskan suatu teori ada 2
pendekatan
a. Pendekatan Spiritistik (demonologik) : mendasarkan pada adanya
“kekuasaan lain” (spirit/roh) atau “dunia lain”, yang melampaui
dunia empirik, yang tidak selalu bisa dijelaskan dengan logika,
tetapi dipercayai ada (diimani), contoh :agama.
b. Pendekatan Naturalistik : berdasarkan fakta (empiri) ada obyek
yang bisa dimengerti & diterima logika.Penjelasan yang diberikan
lebih terperinci & bersifat khusus, dilihat dari segi obyek &
kejadian-kejadian kebendaan & fisik. Penjelasannya menggunakan
ide-ide & penafsiran terhadap obyek-obyek & kejadian-kejadian
di dalam dunia.

18
LANJUTAN……… ALIRAN PEMIKIRAN KRIMINOLOGI
Ada 3 aliran Kriminologi :
1. Kriminologi Klasik (Beccaria,1738-1794): ciri fundamental
manusia adalah Intelegensi dan Rasionalitas merupakan
penjelasan perilaku manusia untuk berbuat jahat atau tidak,
konsekuensinya dihukum bila melakukan kejahatan
2. Kriminologi Positif (Cesare Lombroso,1835-1909): perilaku
manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluar kontrolnya ,
faktor Biologik & faktor Kultural.
3. Kriminologi Kritis (a.l.Marxis, 1970-an, Taylor, Walton Young,
1973-1978): kejahatan sebagai Konstruksi Sosial

19
LANJUTAN……….. ALIRAN PEMIKIRAN KRIMINOLOGI KLASIK

Aliran Kriminolgi Klasik mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi


dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia & menjadi dasar
penjelasan perilaku baik secara individu/kelompok. Dengan intelegensi
& rasionalitas manusia menjadi penguasa hidupnya sendiri, mampu
memilih perbuatan yang baik atau buruk (jahat) untuk dirinya sendiri
dan mengontrol perbuatannya. Apabila seseorang melakukan kejahatan
adalah hasil pilihan bebas individu. Oleh karena itu secara rasional
tanggapan masyarakat terhadap kejahatan adalah meningkatkan
kerugian yang harus dibayar oleh penjahat dengan menjatuhkan sanksi
pidana. Dalam hubungan ini tugas Kriminologi adalah membuat pola &
menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan terjadinya
kejahatan. Tujuaannya untuk memberikan efek jera pada pelaku
kejahatan.

20
LANJUTAN……….. ALIRAN PEMIKIRAN KRIMINOLOGI POSITIVE
Aliran ini bertolak dari pandangan bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, yaitu faktor
biologik atau faktor kultural, artinya manusia bukan mahluk
yang bebas untuk menuruti dorongan keinginan &
intelegensinya. Jadi orang melakukan kejahatan karena
dipengaruhi oleh faktor biologik atau faktor kulturalnya.
Tugas Kriminologi adalah menganalisis sebab-sebab perilaku
kejahatan melalui studi ilmiah terhadap ciri-ciri penjahat dari
aspek fisik, sosial dan kultural. Oleh karena itu menurut Aliran
Kriminologi positive konsep tentang sebab kejahatan tidak
tunggal tetapi banyak (multiple factor causation)

21
LANJUTAN……….. ALIRAN PEMIKIRAN KRIMINOLOGI KRITIS

Aliran Kriminologi Kritis berpendapat bahwa fenomena


kejahatan sebagai konstruksi sosial. Artinya manakala
masyarakat ( termasuk legislator & aparat penegak hukum)
mendefinisikan tindakan tertentu, disuatu tempat tertentu
yang dilakukan orang dinyatakan sebagai kejahatan. Oleh
karena itu aliran Kriminologi Kritis mempelajari proses-proses
pembuatan & perumusan UU, penerapannya pada orang-
orang tertentu dan perilaku agen-agen kontrol sosial (aparat
penegak hukum) dalam menegakkan UU Pidana. Tugas
Kriminologi Kritis adalah menganalisis proses-proses
bagaimana cap jahat tersebut diterapkan pada tindakan-
tindakan (perbuatan jahat) yang dilakukan oleh orang-orang
tertentu.
22
LANJUTAN……….. ALIRAN PEMIKIRAN KRIMINOLOGI KRITIS
Adanya proses penerapan UU pidana pada perbuatan tertentu
pada orang-orang tertentu ini, menyebabkan, aparat penegak
hukum menjadi “bias”, kabur dalam menegakkan hukum
pidana. Adagium “semua orang sama kedudukannya di depan
hukum, hanya sebuah slogan saja. Aparat penegak hukum
akan dengan mudah menegakkan hukum pada penjahat
warungan/ konvensional (blue collar crime), pada pencuri
kelas teri, pencopet, masyarakat bawah yang membunuh/
menganiaya, polisi dengan cepat akan mudah mengusut,
tetapi pada penjahat kerah putih/orang yang mempunyai
kekuasaan & kekayaan (white collar crime), seperti kasus
Miranda S. Gultom, Angelina Sondakh, penggelapan pajak
yang melibatkan pengusaha besar dll, polisi, kejaksaan bahkan
KPK sangat hati-hati.
23
PENELITIAN KRIMINOLOGI
Lihat I.S. Susanto, hal 25 -29

Tujuan penelitian Kriminologi : memperoleh pengetahuan


tentang seluk beluk kejahatan dengan cara mengumpulkan,
mengklasifikasikan, menganalisis dan menafsirkan fakta-fakta
yang lain seperti fakta sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum,
hankam dan struktur yang dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah.

Pendekatan Penelitian Kriminologi ada 2 :


1. Kuantitatif : menggunakan Statistik Kriminal
2. Kualitatif : fenomenologi & ethnomethodologi :
mendeskripsikan dalam bentuk uraian sesuai dengan fakta
yang ditemukan di lapangan.

24
LANJUTAN….. PENELITIAN KRIMINOLOGI

Statistik Kriminal : angka-angka yang menunjukkan


jumlah kriminalitas YANG TERCATAT pada suatu
waktu dan tempat tertentu yang disusun
berdasarkan data yang tercatat di Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan dan para peneliti.
Kriminalitas yang tercatat ini hanya merupakan
SAMPEL dari keseluruhan kriminalitas yang terjadi
dalam masyarakat.

Bagian angka kriminalitas yang tidak diketahui


(tidak tercatat), tetapi terjadi disebut dark numbers
(dark figures), angka-angka gelap

25
LANJUTAN…….. PENELITIAN KRIMINOLOGI

Penyebab adanya dark numbers (angka-angka gelap ini :


a. Sifat dan bentuk kejahatan ; kejahatan yang akibatnya ringan
seperti perkelahian yang mengakibatkan luka ringan, tidak
dipandang/dianggap sebagai kejahatan
b. Peranan korban kejahatan dan masyarakat; apakah korban
melaporkan kepada polisi, terutama untuk kejahatan
kesusilaan dalam keluarga, masih ada anggapan bila
melaporkan sama saja dengan membuka aib keluarga
c. Aktivitas aparat penegak hukum, khususnya polisi; untuk
kejahatan warungan (blue collar crime) polisi lebih mudah &
lebih cepat menindak ketimbang menindak white collar crime.

26
LANJUTAN…….. PENELITIAN KRIMINOLOGI : PENTINGNYA
PENELITIAN KRIMINOLOGI

1. Akan menghilangkan atau mengurangi kepercayaan yang salah,


terutama yang menyangkut sebab-sebab kejahatan & efisiensi cara
pembinaan narapidana disamping konsepsi prevensi/pencegahan yang
efektif.
2. Penelitian Kriminologi bermanfaat untuk meningkatkan pembinaan
pada pelanggar hukum dari yang bersifat semata-mata menghukum
menjadi pemasyarakatan; menjerakan pelaku sekaligus mempersiapkan
pelaku menjadi manusia yang lebih baik ketika kembali ke masyarakat.
3. Hasil penelitian Kriminologi memberikan manfaat pada penelitian
kelompok kontrol, penelitian ekologis, menyediakan data yang belum
ada tentang delinkuen & non delinkuen, pelbagai wilayah & tempat
tinggal dalam hubungannya dengan kejahatan, sehingga mencakup
unsur penting bagi pendekatan subyektif & obyektif.

27
LANJUTAN…….. PENELITIAN KRIMINOLOGI : METODE PENELITIAN
KRIMINOLOGI

1. Metode Pengobatan (The Therapeutic Method): menterapi


(pengobatan) kepada pelaku atau mencoba menggali situasi &
kondisi mengapa terjadi kejahatan, hasilnya untuk mencari
solusi (jalan keluar)
2. Metode Statistik (Kriminal) : sudah dijelaskan di muka.
3. Metode Kasus Perkara : meneliti kasus-kasus yang sejenis,
misal kasus-kasus pembunuhan & menganalisanya, kemudian
disimpulkan.
4. Metode Riwayat Hidup (The Use of Life Histories) :
mempelajari riwayat pelaku kejahatan baik individu maupun
kehidupannya dalam kelompok, keluarga & masyarakat.
5. Metode Penelitian Partisipan : penelitinya masuk dan terlibat
langsung dalam kehidupan subyek yang diteliti, misal
penelitian narapidana, peneliti akan menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakat untuk beberapa waktu lamanya.
28
TEORI-TEORI TENTANG SEBAB-SEBAB
KEJAHATAN (lihat buku I.S. Susanto hal. 30-71

1. Teori yang mencari sebab kejahatan dari


aspek Fisik (Biologi Kriminal).
2. Teori-teori yang mencari sebab kejahatan
dari faktor Psikologis dan Psikiatris
(Psikologi Kriminal)
3. Teori-teori yang mencari sebab kejahatan
dari faktor Sosio Kultural (Sosiologi
Kriminal)

29
TEORI-TEORI TENTANG SEBAB-SEBAB
KEJAHATAN (lihat buku I.S. Susanto hal. 30-71

Biologi Kriminal
(Fisik)
KEJAHATAN/ TINDAK
PIDANA
Psikologi Kriminal

Sosiologi Kriminal

30
TEORI BIOLOGI KRIMINAL (FISIK)

1. Phisik geografis: seperti tanah, iklim dan musim (Penelitian


Quetelet, Guerry de Champneuf, Ferri dan Aschaffenburg serta
Bonger).
2. Phisik Biologis-Antropologis (a.l.Penelitian Lombroso,
Ferri,Kretchmer, Sheldon, Goring dsb.nya).
a. Lombroso terkenal dengan Teori BIOLOGI KRIMINAL
b. Ferri dengan Formula Kejahatan:
• Formula I : KEJAHATAN= INDIVIDU+SOSIAL+FISIK
• Formula II : KEJAHATAN = BAKAT+ LINGKUNGAN +
LINGKUNGAN

31
TEORI BIOLOGI KRIMINAL (FISIK) :
TEORI BIOLOGI KRIMINAL AJARAN LOMBROSO

1. Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat.

2. Bakat jahat itu diwariskan dari nenek moyang (borne criminal)

3. Bakat jahat itu dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti kelainan pada tengkorak
& otak (sperti otak hewan) mukanya tidak simetris (mencong), tulang rahang lebar, tulang
dahi melengkung ke belakang, bibir tebal, hidung pesek, rambut dan janggut jarang, suka
bertato & perasaannya kurang peka

4. Bakat jahat tersebut tidak dapat diubah, artinya bakat tersebut tidak dapat dipengaruhi.

32
Lanjutan....
Lombroso menggunakan Teori EVOLUSI dari DARWIN untuk
menjelaskan teorinya tersebut
A. Lacassagne, A. Quetelet, Bonger, Ferri, Manouvrier &
Goring mengkritik & membantah teori borne criminal,
karena ciri-ciri biologis seperti di atas juga ada pada orang
baik-baik seperti pada diri mahasiswa, polisi, militer dll.
Bahkan Dugdale meneliti keluarga Juke (sebagian besar
penjahat) tetapi ada yang baik. Kelurga Jonathan Edward,
sebagian besar pendeta, tetapi ada yang menjadi penjahat.

33
PENGARUH TEORI LOMBROSO

1. Pengaruh positif : timbulnya perhatian para ahli hukum


pidana dalam memandang penjahat sebgai subyek dan
bukan sebagai obyek belaka. Akibatnya mulai diperhatikan
aspek-aspek subyektif dari pelaku, disamping dapat
dipandang sebagai mendorong perkembangan ilmu psikiatri.
2. Pengaruh negatif : timbulnya sikap penegak hukum
khususnya hakim yang berprasangka terhadap terdakwa yang
dianggap memiliki “ciri-ciri penjahat” di atas, sehingga
merugikan terdakwa.

34
LANJUTAN………TEORI BIOLOGI KRIMINAL (FISIK)
Kretcmer membedakan 3 bentuk tipe dasar Manusia :

a. Tipe Leptosome : tinggi, kurus, pendiam, dingin, tertutup, selalu menjaga jarak,
jenis kejahatannya pemalsuan

b. Tipe Piknis : pendek, kegemuk-gemukan, ramah dan riang, jenis kejahatan


penipuan & pencurian

c. Tipe atletis :tulang dan otot kuat, dada lebar, dagu kuat, rahang menonjol,
eksplosif dan agresif, jenis kejahatan kekerasan terhadap orang & seks.

Sheldon membagi tipe dasar manusia berdasarkan 3 tipe

a. Tipe Endomorphic (sabar dan lamban) : penipuan

b. Tipe Mesomorphic (aktif dan agresif) : pembunuhan, penganiayaan, melakukan


kekerasan.

c. Tipe Ectomorphic (introvert, sensitif terhadap kegaduhan dan gangguan) :


penghinaan. 35
TEORI PSIKOLOGI KRIMINAL
FAKTOR P PSIKOLOGIS DAN PSIKIATRIS
Ada beberapa faktor penyebab :

a. Psikoses : kelainan jiwa yang disertai dengan disintegrasi


kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan. Dibedakan
menjadi 2 : Psikosis Organis & Psikoses Fungsional.

b. Neuroses : penyakit syaraf yang berhubungan dengan fungsinya


tanpa ada kerusakan organik pada bagian-bagian susunan syaraf.

c. Psikoneurosis: neurosis yang terjadi karena konflik emosional.

d. Cacat mental : kurangnya integensi (kecerdasan) pada seseorang.


Ukuran kecerdasan seseorang bisa dilihat dari IQ yang dimiliki
seseorang .
36
TEORI PSIKOLOGI KRIMINAL : PSIKOSES
lihat buku IS SUSANTO, hal 37-39
Psikoses Organis
1. Kelumpuhan umum dari otak, ditandai dengan kemerosotan kepribadian, pada tingkat
permulaan kejahatan yang dilakukan pencurian, penipuan, pemalsuan dilakukan
dengan terang-terangkan penuh ketololan.

2. Traumatic psikoses; diakibatkan oleh luka pada otak karena kecelakaan, penderita
mudah gugup, cenderung melakukan kejahatan kekerasan

3. Encephalis lethargica; anak-anak yang melakukan tindakan anti sosial, berupa


pelanggaran seks.

4. Senile dementia; pada umumnya laki-laki lanjut usia dengan kemunduran fisik & mental
mengalami gangguan emosional & kehilangan kontrol sehingga melakukan kekerasan
seksual pada anak-anak.

5. Puerperal insanity : penderitanya perempuan hamil atau beberapa saat setelah


melahirkan, akibat kekhawatirannya karena melahirkan anak yang tidak dikehendaki,
masalah ekonomi (miskin) atau kelelahan fisik, kejahatan yang dilakukan aborsi,
37
pembunuhan bayi atau pencurian.
LANJUTAN…….. PSIKOSES

6. Epilepsi : penyakit ayan ,kejang-kejang & pingsan.

7. Psikoses yang diakibatkan alkohol, ada 3 tipe pengguna


alkohol :
A. Tipe normal, mereka menggunakan alkohol kadang-kadang saja,
tetapi mengganggu fisik & mental, bisa melakukan kejahatan
kekerasan, kejahatan seksual, pembakaran.

B. Peminum pathologist, lebih sering minum alkohol, mentalnya menjadi


tidak stabil, hanya minum sedikit saja bisa menjadi orang yang sangat
garang.

C. Alkoholis kronis, penggunanya menjadi kurang waras dengan


halusinasi
38
Lanjutan
Psikoses Fungsional
a. Paranoia : penderitanya diliputi khayalan (delusi), merasa hebat,
merasa dikejar-kejar.
b. Manic-depressive psikoses : penderitanya mengalami perubahan
dari kegembiraan yang luar biasa & kesedihan yang berlebihan,
bisa berminggu-minggu, bisa melakukan kejahatan kekerasan,
bunuh diri, pencurian, penipuan
c. Schizoprenia : penderitanya mengalami kepribadian yang terpecah
lepas dari realitas kehidupan (gila), melakukan kekerasan,
membunuh. Kaitkan dengan Pasal 44 KUHP

39
LANJUTAN…….NEUROSES lihat buku IS SUSANTO hal 39-40
1.Anxiety Neuroses dan Phobia
a. Nycotophobia : takut pada kegelapan

b. Gynophobia : takut pada wanita

c. Aerophobia: takut pada tampat yang tinggi

d. Ochlophobia: takut pada orang banyak

e. Monophobia: takut pada kesunyian

2.Histeria : gangguan kejiwaan dengan luapan emosi yang tidak terkendali, tiba-tiba
berteriak, menangis, tertawa, mati rasa, bahkan lumpuh, ada yang berjalan pada waktu
tidur.

3.Obsesional dan Compulsive Neuroses


a. Kleptomania: kecenderungan mencuri barang kecil-kecil yang kurang berharga

b. Pyromania: kecenderungan menimbulkan kebakaran

c. Dipsomania: kecenderungan minum minuman keras

d. Exhibionist: kecenderungan memamerkan alat kelamin didepan umum

e. Fetishm: dorongan seksual yang diarahkan pada benda-benda milik kekasih yang meninggalkan dia atau
sudah mati, misal pakaian dalam, kaus kaki, saputangan, topi, potret dan lain-lain. Benda-benda ini sangat
dipuja.

40
HUBUNGAN ANTARA CACAT MENTAL YANG DILIHAT
DARI IQ DENGAN KEJAHATAN
a. Idiot orang yang IQnya < 25, tingkat kedewasaannya setara dengan
anak dibawah 3 tahun.
b. Imbecil orang yang IQnya antara 25-50, tingkat kedewasaannya setara
anak 3-6 tahun
c. Feeble-minded orang yang IQnya antara 50-70, tingkat kedewasaannya
setara anak 6-10 tahun kategori sangat lambat.
d. Lambat, orang yang IQnya 60-79
e. Rata-rata lambat orang yang IQnya 80-89
f. Cukup, orang yang IQnya 90-109
g. Rata-rata cerdas , orang yang IQnya 110-119
h. Cerdas, orang yang IQnya 120-139
i. Sangat cerdas, orang yang IQnya 140-160
j. Istimewa cerdas, orang yang IQnya > 160 (genius atau idiot savan)

41
HASIL PENELITIAN : HUBUNGAN ANTARA CACAT
MENTAL DENGAN KEJAHATAN
1. H.Goddard:66% kenakalan remaja karena cacat mental 28-89%
napi karena cacat mental; 25-50% penjahat dewasa cacat mental
2. Charles Goring: 3000 Napi di Inggris 10- 20% penjahat dewasa
cacat mental.
3. N.East : Anak laki-laki yang dipenjara 3,5% cacat mental
4. MC.Cord: Tidak adanya korelasi antara IQ yang rendah dengan
pelaku kejahatan.

IQ rendah tidak selalu menjadi pelaku kejahatan. Penjahat yang


tergolong white collar crime pada umumnya IQnya tinggi.

42
PSIKOLOGI DARI PENJAHAT YANG NORMAL & KEPRIBADIAN
PENJAHAT

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepribadian orang biasa


dengan penjahat
Menurut Dr.Ropper, kecenderungan kepribadian penjahat :
a. Berkepribadian Inadequate (kepribadian yang samar-samar dan tidak
efektif)
b. Penjahat lebih mudah frustrasi dan agresif. Kejahatan dimulai sebagai
reaksi dari frustasi, meskipun masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain,
sebelum frustasi tersebut berubah menjadi kejahatan.

S.Freud : Perasaan diperlakukan tidak adil merupakan bentuk khusus dari


frustasi. Apabila individu merasa rasa keadilannya diperkosa, maka
perasaan frustasinya akan mendorongnya melakukan agresi yang bisa
berwujud kejahatan.

43
LANJUTAN……PSIKOLOGI DARI PENJAHAT YANG NORMAL &
KEPRIBADIAN PENJAHAT
W.I Thomas dalam studinya mengenai kenakalan remaja
megatakan bahwa frustasi merupakan sumber
kenakalan remaja, karena tidak terpenuhinya 4
kebutuhan pokok yaitu :
a. Kebutuhan untuk memperoleh rasa aman.
b. Kebutuhan memperoleh pengalaman baru sebagai
usaha memenuhi dorongan ingin tahu, petualangan &
sensasi.
c. Kebutuhan untuk ditanggapi sebagai pemenuhan
dorongan cinta & persahabatan.
d. Kebutuhan untuk memperoleh pengakuan berupa
status & prestise.
44
FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA FRUSTRASI
Sebab timbulnya frustrasi karena tidak
terpenuhinya 4 kebutuhan pokok (Four
wishes) remaja :
1. Kebutuhan untuk memperoleh rasa aman
2. Kebutuhan untuk memperoleh pengalaman
baru sebagai usaha memenuhi dorongan
ingin tahu, petualangan, sensasi.
3. Kebutuhan untuk ditanggapi sebagai
pemenuhan dorongan cinta, persahabatan
4. Kebutuhan untuk memperoleh pengakuan
yang berupa status atau prestise.

45
TEORI-TEORI SEBAB KEJAHATAN DARI FAKTOR SOSIOLOGI KRIMINAL
(SOSIO KULTURAL)

Obyek utama Sosiologi Kriminal :


• Mempelajari hubungan antara masyarakat dengan
anggotanya, antara kelompok baik karena hubungan
tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara
kelompok dengan kelompok sepanjang hubungan
tersebut dapat menimbulkan kejahatan.
• Yang dipelajari tentang umur dan jenis kelamin, hanya
saja yang dipelajari adalah hubungan seks dan umur
dengan peranan sosialnya yang dapat menghasilkan
kejahatan
• Pendekatan dalam mempelajari kejahatan
(penyimpangan sosial) ada 2 : penyimpangan sebagai
kenyataan obyektif dan penyimpangan sebagai
kenyataan subyektif. 46
2 PENDEKATAN DALAM MEMPELAJARI KEJAHATAN (PENYIMPANGAN)
DARI SUDUT PANDANG
SOSIOLOGI KRIMINAL (IS SUSANTO hal 48-51)
Penyimpangan (kejahatan) sebagai kenyataan obyektif :
Asumsinya di masyarakat ada konsensus (kesepakatan) tentang nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat, dengan adanya
konsesus, maka relatif mudah untuk mengidentifikasi pelaku
kejahatan/ penyimpangan. Ini bisa diterapkan pada masyarakat
yang homogin, tetapi sulit pada masyarakat yang heterogin Jadi
dalam masyarakat ada kesepakatan-kesepakatan mengenai :
a. Kondisi-kondisi sosio-kultural yang yang dianggap paling menghasilkan
kejahatan, misal kemiskinan, malas.
b. Mengapa ada orang yang tetap saja melakukan kejahatan meski kontrol
(hukuman) diarahkan pada mereka.
c. Bagaimana kontrol (hukuman) yang paling baik (tepat) dijatuhkan pada
47
pelaku kejahatan.
Lanjutan….

2. Penyimpangan (kejahatan) sebagai kenyataan subyektif, dilihat dari


persepektif dari orang-orang (masyarakat) yang memberikan batasan
kepada seeorang sebagai pelaku penyimpangan (penjahat), asumsinya :
a. Keadaan apa saja yang menyebabkan seseorang dipandang sebagai
pelaku penyimpangan (penjahat).
b. Bagaimana orang (masyarakat) memandang peranan sosial (perilaku)
tersebut : pandangan masyarakat terhadap pencuri jemuran berbeda
dengan koruptor.
c. Tindakan-tindakan (perlakuan) apa yang diberikan masyarakat pada
pelaku penyimpangan tersebut.
d. Masyarakat menilai positif atau negatif terhadap fakta-fakta
penyimpangan ini.

48
LANJUTAN….TEORI-TEORI KEJAHATAN DARI FAKTOR
SOSIOLOGI KRIMINAL

Menurut Mannheim ada 2 teori sosiologi kriminal :

1. Teori-teori yang berorientasi kelas sosial (teori


anomie, teori sub budaya delinkuen).

2. Teori-teori yang tidak berorientasi kelas sosial


(teori ekologis, teori konflik kebudayaan, teori
faktor ekonomi, teori differential association).

49
Lanjutan…..

a. Teori-teori yang berorientasi pada kelas


sosial : teori-teori yang mencari sebab
kejahatan dari ciri-ciri kelas sosial,
perbedaan diantara kelas sosial serta
konflik diantara kelas-kelas sosial yang
ada.
b. Teori-teori yang tidak berorientasi pada
kelas sosial : teori-teori yang membahas
sebab-sebab kejahatan dari aspek
lingkungan, kependudukan, kemiskinan.
50
TEORI YANG TIDAK BERORIENTASI PADA
KELAS SOSIAL

1.Teori Ekologis : teori ini mencoba dan mencari


sebab-sebab kejahatan dari aspek-aspek
tertentu baik lingkungan manusia maupun sosial
seperti :
a. Kepadatan penduduk;
b. Mobilitas penduduk dan emigrasi
c. Hubungan desa dan kota (urbanisasi dan
urbanism)
d. daerah kejahatan dan perumahan kumuh
(slum)
51
LANJUTAN….. TEORI YANG TIDAK BERORIENTASI PADA
KELAS SOSIAL :
2. Teori Konflik Kebudayaan (Culture Conflict Theory

Teori ini dikemukakan Thorsten Sellin dalam bukunya Culture Conflict


and Crime (1938). Fokus utama teori ini mengacu pada dasar norma
kriminal dan corak pikiran/sikap. Thorsten Sellin menyetujui bahwa
maksud norma-norma mengatur kehidupan manusia setiap hari,
norma adalah aturan-aturan yang merefleksikan sikap dari kelompok
satu dengan lainnya. Konsekuensinya, setiap kelompok mempunyai
norma dan setiap norma dalam setiap kelompok lain memungkinkan
untuk konflik. Setiap individu boleh setuju dirinya berperan sebagai
penjahat melalui norma yang disetujui kelompoknya, jika norma
kelompoknya bertentangan dengan norma yang dominan dalam
masyarakat. Persetujuan pada rasionalisasi ini, merupakan bagian
terpenting untuk membedakan antara yang kriminal dan non-kriminal.
52
LANJUTAN….. TEORI YANG TIDAK BERORIENTASI PADA
KELAS SOSIAL :
2. Teori Konflik Kebudayaan (Culture Conflict Theory

Asumsi Dasar Teori Culture Conflict


Secara gradual dan substansial, menurut Thorsten Sellin, semua culture
conflict merupakan konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma.
Karena itu, konflik kadang-kadang merupakan hasil sampingan dari
proses perkembangan kebudayaan dan peradaban atau acapkali
sebagai hasil berpindahnya norma-norma perilaku daerah/budaya satu
ke budaya lain dan dipelajari sebagai konflik mental. Konflik norma
tingkah laku dapat timbul karena adanya perbedaan cara dan nilai sosial
yang berlaku di antara kelompok-kelompok. Begitu pula, konflik norma
terjadi karena berpindahnya orang desa ke kota. Konflik norma dalam
aturan-aturan kultural yang berbeda dapat terjadi antara lain disebabkan
tiga aspek, yaitu :

53
LANJUTAN….. TEORI YANG TIDAK BERORIENTASI PADA
KELAS SOSIAL :
2.Teori Konflik Kebudayaan (Culture Conflict Theory

a. Bertemunya dua budaya besar : ini terjadi bila aturan-aturan dari


dua budaya besar berbenturan pada batas dari daerah kultur
yang berdampingan, misal bertemunya budaya orang kulit putih
dengan suku Indian di Amerika, terjadi konflik budaya antara
kedua kebudayaan mereka, baik terhadap agama, cara bisnis dan
budaya minum minuman kerasnya yang dapat memperlemah budaya suku
Indian tersebut.
b. Budaya besar menguasai budaya kecil : terjadinya konflik budaya
karena suatu budaya tertentu memperluas daerah berlakunya
terhadap budaya yang lain. UU (peraturan)dari suatu masyarakat
budaya besar diberlakukan pada masyarakat budaya kecil,
contoh hukum Perancis diberlakukan pada suku Khabile di
Aljazair atau bergolaknya daerah Siberia ketika diterapkannya hukum Uni
54
Soviet.
LANJUTAN….. TEORI YANG TIDAK BERORIENTASI PADA
KELAS SOSIAL : 2.Teori Konflik Kebudayaan (Culture Conflict
Theory

c. Anggota (individu) dari suatu budaya pindah ke budaya lain : di sini konflik budaya
timbul karena orang-orang dari budaya tertentu pindah ke daerah lain dengan
budaya berbeda, contoh orang-orang Sicilia pindah ke Amerika (AS) akan tunduk
pada hukum AS, tetapi dia memiliki budaya sendiri vendetta, yang bertentangan
dengan budaya AS.

Berdasar asumsi di atas ternyata Thorsten Sellin membedakan antara konflik primer dan
konflik sekunder. Konflik primer dapat terjadi ketika norma dari dua kultur, bertentangan.
Pertentangan ini dapat terjadi pada batas areal kultur yang dimiliki masing-masing ketika
hukum dari kelompok lain muncul ke permukaan daerah/teritorial lain atau ketika
orang-orang satu kelompok pindah pada kultur yang lain. Konflik sekunder timbul ketika
dari sebuah kultur kemudian terjadi varietas kultur, salah satunya dibentuk dari
penormaan sikap/tabiat. Tipe konflik ini terjadi ketika kesederhanaan kultur pada
masyarakat yang homogen berubah menjadi masyarakat yang kompleks.
• 55
LAJUTAN….. TEORI YANG TIDAK
BERORIENTASI PADA KELAS SOSIAL
3. Teori Faktor Ekonomi : diawali pada jaman kuno seperti
Aristoteles, T.Moore, Rosseau, Becccaria, G.von Mayr.

a. Bonger : Faktor ekonomi mempunyai pengaruh


timbulnya kejahatan, karena banyaknya penganguran.
b. G.von Mayr : melakukan studi hubungan antara
pencurian dengan harga gandum di Bayern th 1835-
1861. Ada korelasi antara kenaikan harga gandum
dengan kejahatan terhadap milik, pengemisan &
emigrasi. Setiap kenaikan harga gandum 0,5 penny
akan menghasilkan kenaikan 1 pencurian per 100.000
penduduk. Penelitian ini dikuatkan & disokong oleh W.
Woytinski yang menganalisanya dengan teknik statistik.
56
LANJUTAN……. 3. Teori Faktor Ekonomi
 Bahwa faktor ekonomi (kemisikinan), tidak selalu menyebabkan
kejahatan, karena terjadinya kejahatan merupakan hasil dari banyak
faktor, artinya bagaimanapun kuatnya pengaruh faktor ekonomi
namun untuk terjadinya kejahatan tetap diperlukan dukungan faktor-
faktor lain, terutama ada faktor “transformator psikologis” pada
pelaku kejahatan.
 Bila dikaitkan dengan studi kejahatan pada white collar crime, faktor
ekonomi merupakan penyebab kejahatan menjadi lemah, karena
pelaku white collar crime, melakukan kejahatan korupsi bukan
karena faktor ekonomi atau kemiskinan, tetapi faktor keserakahan.

Kesimpulan baik kemiskinan (faktor ekonomi) dan kemakmuran


dapat menjadi faktor penyebab kejahatan, adanya orang miskin
yang mencuri atau pejabat/pengusaha yang korupsi membuktikan
hal ini.

57
Lanjutan : Teori yang tidak berorientasi pada kelas : 4.Teori
Differential Association
Pada hakikatnya, teori Differential Association lahir, tumbuh dan berkembang dari kondisi
sosial (social heritage) tahun 1920 dan 1930 dimana FBI (Federal Bureau
Investigation-Amerika Serikat) memulai prosedur pelaporan tahunan kejahatan kepada
polisi. Kemudian, sejak diperhatikannya data ekologi mazhab Chicago (Chicago School)
dan data statistik, dipandang bahwa kejahatan merupakan bagian bidang sosiologi, selain
bidang biologi atau psikologi. Berikutnya, dalam masyarakat AS terjadi depresi
sehingga kejahatan timbul dari “product of situation, opportunity and of comes
values” (produk dari situasi, kesempatan dan nilai). Untuk pertama kalinya, seorang ahli
sosiologi AS bernama Edwin H. Sutherland, tahun 1934, dalam bukunya Principles of
Criminology mengemukakan teori Differential Association. Bila dirinci lebih detail,
sebenarnya asumsi dasar teori ini banyak dipengaruhi oleh William I. Thomas,
pengaruh aliran Symbolic Interactionism dari George Mead, Park dan Burgess dan
aliran ekologi dari Clifford R. Shaw dan Henry D. McKay serta Culture Conflict dari
Thorsten Sellin.
58
Lanjutan Teori Differential Association…..
Konkritnya, teori Differential Association berlandaskan kepada :
“Ecological and Cultural Transmission Theory, Symbolic Interactionism
dan Culture Conflict Theory”7 Teori Differential Association terbagi dua
versi. Dimana versi pertama dikemukakan tahun 1939, versi kedua tahun
1947. Versi pertama terdapat dalam buku Principle of Criminology edisi
ketiga yang menegaskan aspek-aspek berikut :8

1. First any person can be trained to adopt and follow any pattern of
behavior which he is able to execute. (Pertama, setiap orang akan
menerima dan mengikuti pola-pola prilaku yang dapat dilaksanakan).

2. Second, failure to follow a prescribed pattern of behavior is due to the


inconsistencies and lack of harmony in the influences which direct the
individual. (Kedua, kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku
menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan).
59
Lanjutan Teori Differential Association……
3. Third, the conflict of cultures is therefore the fundamental principle in the explanation
of crime. (Ketiga, konflik budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan
kejahatan).

Selanjutnya, Edwin H. Sutherland mengartikan Differential Association sebagai “the


contens of the patterns presented in association”. Ini tidak berarti bahwa
hanya pergaulan dengan penjahat yang akan menyebabkan perilaku kriminal,
akan tetapi yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dari orang lain.
Kemudian, pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi kedua dari teori
Differential Association yang menekankan bahwa semua tingkah laku itu
dipelajari, tidak ada yang diturunkan berdasarkan pewarisan orang tua.
Tegasnya, pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi dipelajari melalui suatu pergaulan
yang akrab. Untuk itu, Edwin H. Sutherland kemudian menjelaskan proses terjadinya
kejahatan melalui 9 (sembilan) proposisi sebagai berikut :

60
9 preposisi teori Defferential Association
(1) Criminal behaviour is learned. Negatively, this means that criminal
behaviour is not inherited. (Perilaku kejahatan adalah perilaku yang
dipelajari. Secara negatif berarti perilaku itu tidak diwariskan).
(2) Criminal behaviour is learned in interaction with other persons in a process of
communication. This communication is verbal in many respects but
includes also “the communication of gesture” (Perilaku kejahatan dipelajari
dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi
tersebut terutama dapat bersifat lisan ataupun menggunakan bahasa tubuh).
(3) The principle part of the learning of criminal behaviour occurs within ntimate
personal groups. Negatively, this means that the interpersonal agencies
of communication, such as movies, and newspaper, plays a relatively
unimportant part in the genesis of criminal behaviour. (Bagian
terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan terjadi dalam
kelompok personal yang intim. Secara negatif ini berarti bahwa komunikasi
interpersonal seperti melalui bioskop, surat kabar, secara relatif tidak
mempunyai peranan penting dalam terjadinya kejahatan).
61
Lanjutan…. 9 preposisi teori Defferential Association
(4) When criminal behaviour is learned, the learning includes (a) techniques of
committing the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very simple.
(b) the specific direction of motives, drives, rationalization and attitudes. (Ketika
perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari termasuk : (a) teknik melakukan
kejahatan, (b) motif-motif, dorongan-dorongan, alasan- alasan pembenar dan sikap-
sikap tertentu).

(5) The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the
legal codes as favorable on unfavorable. In some societies and individual is
surrounded by persons who inveriably define the legal codes as rules to be observed
while in other he is surrounded by person whose definitions are favorable to the violation
of legal codes. (Arah dan motif dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi
dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat, kadang seseorang dikelilingi
orang-orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum
sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi
orang- orang yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang memberikan peluang
62
dilakukannya kejahatan).
Lanjutan…. 9 preposisi teori Defferential Association
(6) A person becomes delinquent because of an excess of
definition favorable to violation of law over definitions unfavorable
to violation of law. (Seseorang menjadi delinkuen karena ekses
pola-pola pikir yang lebih melihat aturan hukum sebagai pemberi
peluang melakukan kejahatan daripada melihat hukum sebagai
sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi).

(7) Differention Association may vary in frequency, duration, priority


and intensity. (Asosiasi Diferensial bervariasi dalam frekuensi,
durasi, prioritas serta intensitasnya).

(8) The process of learning criminal behaviour by association with


criminal and anticriminal patterns incloves all of the mechanism
that are involved in any other learning.
63
Lanjutan…. 9 preposisi teori Defferential Association

(Proses mempelajari perilaku jahat diperoleh melalui hubungan


dengan pola-pola kejahatan dan mekanisme yang lazim
terjadi dalam setiap proses belajar secara umum).

(9) While criminal is an expressions of general need and values,


it is not explained by those general needs and values
since non-criminal behaviour is an expression of the same
needs and values. (Sementara perilaku jahat merupakan
ekspresi dari kebutuhan nilai umum, namun tidak dijelaskan
bahwa perilaku yang bukan jahat pun merupakan ekspresi
dari kebutuhan dan nilai-nilai umum yang sama). 64
Lanjutan penjelasan Teori Differential Association

Dengan diajukannya teori ini, Sutherland ingin menjadikan


pandangannya sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab-
sebab terjadinya kejahatan. Dalam rangka usaha tersebut, Edwin H.
Sutherland kemudian melakukan studi tentang kejahatan White-Collar
agar teorinya dapat menjelaskan sebab-sebab kejahatan, baik
kejahatan konvensial maupun kejahatan White-Collar.10 Terlepas
dari aspek tersebut, apabila dikaji dari dimensi sekarang, temyata
teori Differential Association mempunyai kekuatan dan kelemahan
tersendiri. Adapun kekuatan teori Differential Association bertumpu
pada aspek-aspek :
(a) Teori ini relatif mampu untuk menjelaskan sebab-sebab
timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial ;
(b) Teori ini mampu menjelaskan bagaimana seseorang
karena adanya/melalui proses belajar menjadi jahat ; dan

65
Lanjutan penjelasan Teori Differential Association
(c) Ternyata teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat
rasional.

Adapun kelemahan mendasar teori ini terletak pada aspek :


(a) Bahwa tidak semua orang atau setiap orang yang
berhubungan dengan kejahatan akan meniru/memilih pola-
pola kriminal. Aspek ini terbukti untuk beberapa golongan
orang, seperti petugas polisi, petugas
pemasyarakatan/penjara atau krimilog yang telah
berhubungan dengan tingkah laku kriminal secara
ekstensif, nyatanya tidak menjadi penjahat.
(b) (b) Bahwa teori ini belum membahas, menjelaskan dan tidak
peduli pada karakter orang-orang yang terlibat dalam proses
belajar tersebut.

66
Lanjutan penjelasan Teori Differential Association

(c) Bahwa teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa


seseorang suka melanggar daripada menaati undang-
undang dan belum mampu menjelaskan causa kejahatan
yang lahir karena spontanitas.
(d) Bahwa apabila ditinjau dari aspek operasionalnya
ternyata teori ini agak sulit untuk diteliti, bukan hanya
karena teoritik tetapi juga harus menentukan intensitas,
durasi, frekuensi dan prioritasnya.

67
TEORI-TEORI YANG BERORIENTASI
PADA KELAS SOSIAL

1. Teori Anomie dikategorikan sebagai salah satu teori


Strain (Strain Theory)

2. Teori Sub Budaya Delinkuen

3. Kelompok Sebagai Faktor Kejahatan

• Sekolah

• Kelompok (termasuk kelompok massa).

4. Kejahatan yang terorganisasi : Geng

68
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori
Anomie
Secara global, aktual dan representatif teori anomie lahir, tumbuh dan
berkembang berdasarkan kondisi sosial (social heritage) munculnya
revolusi industri hingga great depression di Perancis dan Eropa tahun
1930- an menghasilkan deregulasi tradisi sosial, efek bagi individu dan
lembaga sosial/masyarakat. Perkembangan berikutnya, begitu
pentingnya teori analisis struktur sosial sangat dilatarbelakangi usaha
New Deal Reform pemerintah dengan fokus penyusunan kembali
masyarakat. Untuk pertama kalinya, istilah Anomie diperkenalkan
Emile Durkheim yang diartikan sebagai suatu keadaan tanpa norma (the
concept of anomie referred to on absence of social regulation
normlessness). Kemudian dalam buku The Division of Labor in Society
(1893) Emile Durkheim mempergunakan istilah anomie untuk
mendeskripsikan keadaan “deregulation” di dalam masyarakat yang
diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada
masyarakat sehingga orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang
lain dan keadaan ini menyebabkan deviasi 69
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori Anomie

Menurut Emile Durkheim, teori anomie terdiri dari tiga


perspektif, yaitu :
• Manusia adalah mahluk sosial (man is social animal).
• Keberadaan manusia sebagai mahluk sosial (human being
is a social animal).
• Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan
keberadaannya sangat tergantung pada masyarakat tersebut
sebagai koloni (tending to live in colonies, and his/her survival
dependent upon moral conextions).

Kemudian, istilah anomie dikemukakan Emile Durkheim


dalam bukunya Suicide (1897) yang mengemukakan asumsi
bunuh diri dalam masyarakat merupakan akhir puncak dari
anomie karena dua keadaan sosial berupa social integration
dan social regulation.

70
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori Anomie
Lebih lanjut, skema hipotesis Durkheim terlihat sebagai berikut :

Social High Low


Conditions

Social integration Altruism Egoism

Social regulation Fatalism Anomie

71
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori
Anomie
Emile Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri atau
suicide berasal dari tiga kondisi sosial yang menekan (stress),
yaitu :
(1) deregulasi kebutuhan atau anomi ;
(2) regulasi yang keterlaluan atau fatalism ;
(3) kurangnya integrasi struktural atau egoisme.

Hipotesis keempat dari suicide menunjuk kepada proses


sosialisasi dari seorang individu kepada suatu nilai budaya
altruistic mendorong yang bersangkutan untuk
melaksanakan bunuh diri. Hipotesis keempat ini bukan
termasuk teori stress.

72
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori
Anomie
Pada tahun 1938, Robert K. Merton mengadopsi konsep anomie Emile
Durkheim untuk menjelaskan deviasi di Amerika. Konsepsi Merton ini
sebenarnya dipengaruhi intelectual heritage Pitirin A. Sorokin (1928)
dalam bukunya Contemporary Sociological Theories dan Talcot
Parsons (1937) dalam buku The Structure of Social Action. Menurut
Robert K. Merton, konsep anomie diredefinisi sebagai ketidaksesuaian
atau timbulnya diskrepansi/perbedaan antara cultural goals dan
institutional means sebagai akibat cara masyarakat diatur (struktur
masyarakat) karena adanya pembagian kelas, karena itu, menurut
John Hagan, teori anomie Robert K. Merton berorientasi pada kelas
(“Merton is in exploring variations in crime and deviance by social
class”).
73
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori
Anomie
Teori anomie Robert K. Merton pada mulanya mendeskripsikan
korelasi antara perilaku delinkuen dengan tahapan tertentu pada
struktur sosial akan menimbulkan, melahirkan dan menumbuhkan
suatu kondisi terhadap pelanggaran norma masyarakat yang
merupakan reaksi normal. Untuk itu, ada dua unsur bentuk
perilaku delinkuen yaitu unsur dari struktur sosial dan kultural.
Konkritnya, unsur kultur melahirkan goals dan unsur struktural
melahirkan means. Secara sederhana, goals diartikan sebagai
tujuan- tujuan dan kepentingan membudaya meliputi kerangka
aspirasi dasar manusia. Means diartikan aturan dan cara
kontrol yang melembaga dan diterima sebagai sarana
mencapai tujuan, karena itu Robert K. Merton membagi norma
sosial berupa tujuan sosial (sociatae goals) dan sarana-sarana
yang tersedia (acceptable means) untuk mencapai tujuan tersebut
74
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori
Anomie

Dalam perkembangan berikutnya, pengertian anomie


mengalami perubahan dengan adanya pembagian tujuan-
tujuan dan sarana- sarana dalam masyarakat yang terstruktur.
Dalam pencapaian tujuan tersebut, ternyata tidak setiap orang
menggunakan sarana-sarana yang tersedia, akan tetapi ada
yang melakukan cara tidak sesuai dengan cara- cara yang telah
ditetapkan (illegitime means). Aspek ini dikarenakan, menurut
Robert K. Merton, struktur sosial berbentuk kelas-kelas
sehingga menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan
kesempatan dalam mencapai tujuan. Misalnya, mereka yang
berasal dari kelas rendah (lower class) mempunyai kesempatan
lebih kecil dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan
mereka yang berasal dari kelas tinggi (uper class). Robert K.
Merton mengemukakan lima cara mengatasi anomie dalam
setiap anggota kelompok masyarakat dengan tujuan yang
membudaya (goals) dan cara yang melembaga (means),
seperti tampak pada tabel Model of Adaptation
75
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 1.Teori
Anomie : Tabel Model of Adaptation

No Bentuk Adaptasi Tujuan yang Cara yang sudah


membudaya melembaga
1 Conformity + +
2 Innovation + -
3 Ritualism - +
4 Retreatism - -
5 Rebbelion -+ -+

(+) berarti penerimaan


(-) berarti penolakan
(-+) berarti penolakan dan ingin
mengganti dengan tujuan dan cara baru

76
Lanjutan : Teori Anomie….Cara-cara adaptasi anggota masyarakat
dalam mencapai tujuan, ada 5 :
1. Conformity (kompromi, menyesuaikan) : suatu keadaan bahwa warga
masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam
masyarakat karena adanya tekanan moral. Sebagian besar orang (warga) dalam
mencapai tujuannya berupa kesuksesan dan kesejahteraan dengan cara
menyesuaikan dengan aturan dalam masyarakat (tidak melakukan penyimpangan),
walaupun sarana yang mereka miliki terbatas. Contoh bekerja dengan sungguh-
sungguh dan jujur meskipun hasilnya terbatas.

2. Innovation (pembaharuan, perubahan) yaitu : suatu keadaan yang menunjukkan


bahwa tujuan dalam masyaraka diakui dan dipelihara tetapi mengubah
sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Perubahan
sarana itu bisa positif atau negatif. Dalam kehidupan kesuksesan dan
kesejahteraan materi dipandang sebagai suatu hal yang harus dikejar dan dicapai
oleh anggota masyarakat , tetapi dalam mencapainya akan menggunakan cara yang
illegitimate (cara yang tidak benar), jika mereka mengalami halangan atau
hambatan, contoh : supaya ayam dagangannya tidak mudah busuk dan dia tidak
rugi maka diberi formalin. Ini contoh perubahan sarana yang negatif
77
Lanjutan….. Teori Anomie
Contoh sebaliknya, seorang yang mengalami PHK lalu berwirausaha, bukan menjadi
frustasi lalu mencuri(merampok). Ini contoh innovation yang positif.
3. Ritualism : keadaan dimana warga masyarakat menolak tujuan yang telah
ditetapkan namun sarana-sarana yang telah ditentukan tetap dipilih. Untuk
mencapai tujuan berupa : kesuksesan dan kesejahteraan ekonomi atau memperoleh
keuntungan, mereka berusaha menghindari risiko, dengan bekerja secara rutin saja,
tanpa mau menunjukkan prestasi kerja, contoh PNS yang bekerja sekedarnya saja
yang penting bergaji tetap.
4. Retreatism (penarikan diri) merupakan keadaan bahwa para warga
masyarakat menolak tujuan dan sarana yang telah disediakan. Anggota masyarakat
menghindari untuk mencapai kesuksesan dan kesejahteraan karena tidak berani
menghadapi tantangan dan risiko dan tidak mampu memenuhi (mentaati) aturan
dalam masyarakat, contoh orang yang melarikan diri dengan menggunakan alkohol
dan narkoba atau menggelandang (anak punk). Mereka punya persepsi sendiri
tentang Kesuksesan & kesejahteraan yang berbeda dengan orang pada umumnya.

78
Lanjutan….. Teori Anomie

5. Rebellion (pemberontakan) adalah suatu keadaan bahwa tujuan dan


sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk
mengganti atau mengubah seluruhnya. Dalam mencapai suatu tujuan,
termasuk dalam mencapai kesuksesan dan kesejahteraan mereka
menolak dan merobah sistem atau cara yang ada dan menggantikan
dengan keadaan baru, contoh : pemberontakan bangsa Indonesia pada
Belanda, sehingga Indonesia menjadi negara merdeka. Xanana Gusmao
yang memberontak pada NKRI dan mendirikan negara Timor Leste, Orde
Reformasi, menggantikan orde baru. Rebellion ini kalau berhasil menjdi
positif, bila gagal menjadi negatif. Kalau pemberontakan rakyat Indonesia
gagal, tetap dijajah Belanda dan para pemimpinnya ditawan, bahkan
dihukum mati.

79
LANJUTAN….Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
KESIMPULAN :1.Teori Anomie

• Anomie artinya dalam masyarakat seolah-olah tidak ada norma,


meskipun norma itu ada. Orang bisa melakukan apa saja sesuai
dengan kemauannya sendiri, terutama dalam mencapai
kesejahteraan yang bersifat materi. Penyebabnya antara tujuan-
tujuan (goals) dan cara-cara (means) tidak selaras dan
terintegrasi. Contoh : karena ingin cepat kaya menyalahgunakan
kewenangan, memalsukan barang dagangan seperti membuat
obat palsu, ayam tiren, ayam diformalin dan lain-lain.
• Seharusnya dalam mewujudkan impiannya (tujuannya) atau
cultural goals (cultural aspiration) yang diyakini berharga, setiap
orang harus melalui kelembagaan (institutionnalised means)
yang benar dan caranya bisa diterima (accepted ways)
80
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
2. TEORI SUB BUDAYA DELINKUEN

Pada dasarnya, teori sub-culture membahas dan menjelaskan bentuk kenakalan remaja
serta perkembangan berbagai tipe gang. Sebagai social heritage, teori ini dimulai tahun
1950-an dengan bangkitnya perilaku konsumtif kelas menengah Amerika. Di bidang
pendidikan, para kelas menengah mengharapkan pendidikan universitas bagi anak-anak
mereka. Kemudian dalam bidang iptek, keberhasilan Uni Soviet mengorbitkan satelit
pertamanya akhirnya berpengaruh besar dalam sistem pendidikan di AS. Di sisi lain,
memunculkan urbanisasi yang membuat daerah pusat kota menjadi kacau balau dan
hal ini merupakan problem perkotaan. Kenakalan adalah problem kelas bawah serta
gang adalah bentuk paling nyata dari pelanggaran tersebut. Teori sub-culture sebenarnya
dipengaruhi kondisi intelektual (intelectual heritage) aliran Chicago, konsep anomie
Robert K. Merton dan Solomon Kobrin yang melakukan pengujian terhadap hubungan
antara gang jalanan dengan laki-laki yang berasal dari komunitas kelas bawah (lower
class). Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa ada ikatan antara hierarki politis dan
kejahatan teroganisir, karena ikatan tersebut begitu kuat sehingga Kobrin mengacu kepada
“Kelompok Pengontrol Tunggal” (single controlling group) yang melahirkan konsep
komunitas integrasi. 81
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 2. TEORI SUB
BUDAYA DELINKUEN

Dalam kepustakaan kriminologi dikenal dua teori sub-culture, yaitu : THEORY


DELINQUENT SUB-CULTURE dan THEORY DIFFERENTIAL OPPORTUNITY

1. Teori Delinquent sub-culture : teori ini dikemukakan Albert K. Cohen dalam bukunya
delinquent boys (1955) yang berusaha memecahkan masalah bagaimana kenakalan sub-
culture dimuali dengan menggabungkan perspektif teori Disorganisasi Sosial dari Shaw
dan McKay, teori Differential Association dari Edwin H. Sutherland dan teori Anomie
Albert K. Cohen berusaha menjelaskan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen di
daerah kumuh (slum). Konklusi dasarnya menyebutkan bahwa perilaku delinkuen di
kalangan remaja, usia muda masyarakat kelas bawah, merupakan cermin
ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi
kultur Amerika. Kondisi demikian mendorong adanya konflik budaya yang oleh Albert
K. Cohen disebut sebagai “Status Frustration”. Akibatnya, timbul keterlibatan lebih lanjut
anak-anak kelas bawah dan gang-gang dan berperilaku menyimpang yang bersifat
“nonutilitarian, malicious and negativistic (tidak berfaedah, dengki dan jahat)”.

82
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 2. TEORI SUB
BUDAYA DELINKUEN
Kondisi demikian mendorong adanya konflik budaya yang oleh
Albert K. Cohen disebut sebagai “Status Frustration”. Akibatnya, timbul keterlibatan
lebih lanjut anak-anak kelas bawah dan gang-gang dan berperilaku menyimpang yang
bersifat “nonutilitarian, malicious and negativistic (tidak berfaedah, dengki dan jahat)”.19
Konsekuensi logis dari konteks diatas, karena tidak adanya kesempatan yang sama dalam
mencari status sosial pada struktur sosial maka para remaja kelas bawah akan mengalami
problem status di kalangan remaja.20 Akhirnya, Albert K. Cohen bersama James Short
melakukan klasifikasi sub-sub budaya delinkuen, menjadi :
(a) A parent male sub-culture the negativistic sub culture originally identified to
delinquent boys ;
(b) The conflict-oriented sub-culture the culture of a large gang that engages in
collective violence ;
(c) The drug addict sub-culture groups of youth whose lives revolve around the
purchase sale, use of narcotics ;
(d) Semi profesional theft-youths who engage in the theft or robbery of merchandise for
the purpose of later sale and monetary gain ; and
(e) Middle-class sub-culture-delinquent group that rise, because of the pressures of
living in middle-class environments.

83
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
2. TEORI SUB BUDAYA DELINKUEN

Pada dasarnya, teori Differential Opportunity berorientasi dan


membahas penyimpangan di wilayah perkotaan. Penyimpangan
tersebut merupakan fungsi perbedaan kesempatan yang dimiliki anak-
anak untuk mencapai tujuan legal maupun illegal. Untuk itu, Cloward
dan Ohlin mengemukakan 3 (tiga) tipe gang kenakalan Sub-
culture, yaitu :
a. Criminal sub culture : bilamana masyarakat secara penuh berintegrasi,
gang akan berlaku sebagai kelompok para remaja yang belajar
dari orang dewasa. Aspek itu berkorelasi dengan organisasi
kriminal. Kriminal sub-culture menekankan aktifitas yang
menghasilkan keuntungan materi, uang atau harta benda dan
berusaha menghindari penggunaan kekerasan, merupakan suatu
bentuk geng yang melakukan pencurian, pemerasan & bentuk
kejahatan lain dengan tujuan memperoleh uang.

84
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
2. TEORI SUB BUDAYA DELINKUEN
b. Conflict sub culture : terdapat dalam suatu masyarakat yang tidak
terintegrasi dalam bentuk geng, sehingga suatu organisasi menjadi lemah.
Geng demikian ini cenderung memperlihatkan perilaku yang bebas, ciri khas
gang ini seperti adanya kekerasan, perampasan harta benda dan perilaku
menyimpang lainnya, jadi merupakan suatu bentuk geng yang berusaha
mencari status dengan menggunakan kekerasan.
c. Retreatist sub culture : sekelompok remaja tidak memiliki kesempatan
mengembangkan diri dan kemampuannya, sehingga lebih banyak melakukan
perilaku menyimpang (mabuk- mabukan, penyalah gunaan narkoba dan lain
sebagainya). Mereka bergabung dalam suatu bentuk geng dengan ciri-ciri
penarikan diri dari tujuan & peranan yang konvensional ( tidak mau
bersekolah, tidak bergabung dalam kelompok olah raga tertentu, dan lain-
lain), tetapi mencari pelarian dengan menggunakan narkotika & melakukan
bentuk kejahatan yang berhubungan dengan narkotika.

85
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
3. KELOMPOK

Kelompok :

1. Keluarga sebagai kelompok utama (Primary Group); bisa menjadi


penyebab kejahatan , karena broken home dan keadaan ekonomi
keluarga.

2. Sekolah : idealnya sekolah menjadi tempat mendidik seseorang


menjadi pribadi yang utuh & berkualitas, tetapi adanya strata
(tingkatan) bagus atau jelek/ bermutu atau tidak bermutu pada
sekolah menyebabkan sekolah menjadi faktor kriminogen (menjadi
jahat), membiarkan menyontak, membolos, merokok dsb.nya.

86
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
KELOMPOK
3. Kelompok, termasuk kelompok masa ada 4
tipologi kelompok :
1) Kelompok orang-orang yg sesekali bersama-sama
melakukan kejahatan;
2) Kelompok massa meskipun sesekali namun dlm
jumlah yg besar;
3) Geng, baik anak-anak muda maupun dewasa;
4) Korporasi pada umumnya berupa kejahatan White
Collar Crime.

87
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial :
3. KELOMPOK : CIRI-CIRI KELOMPOK MASSA

• Menurut Le Bon :
1.Dengan memasuki kelompok massa, individu anggota-
anggotanya secara psikis dan moral berubah dalam
kepribadian, cara berpikir, perasan dan tindakannya;
2.Perubahan tersebut meliputi intelektual dan penurunan moral
serta kehilangan nilai-nilai penghargaan sebelumnya;
3.Berubahnya secara psikis dan moral, sehingga membuat
tindakan mereka seolah-olah tidak dapat diperkirakan
sebelumnya dan dapat berbahaya.

88
LANJUTAN …..Teori yang berorientasi pada kelas sosial : 3.
KELOMPOK :GENG (Kelompok yang terorganisir)

• Kejahatan terorganisasi di luar negeri terkenal dengan


MAFIA.
• C.Yablonski(1962) :
Geng di New York menunjukkan adanya ciri-ciri
kekerasan dan kekejaman dalam kehidupan geng,
Di Indonesia :-Geng Curamor
-Geng penyuludupan
-Geng pemalsuan surat tertentu
-Geng Remaja (Geng motor atau
Geng di Sekolah)
-dan lain-lain.

89
PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI SETELAH TAHUN 60-an

Teori Labeling.
Teori Konflik
Teori Kontrol
Sosiologi Hukum Pidana
Kejahatan Korporasi

90
TEORI LABELING

Teori Labeling timbul pada awal tahun 1960-an dan banyak


dipengaruhi aliran Chicago. Dibandingkan dengan teori
lainnya, teori labeling mempunyai beberapa spesifikasi, yaitu :

1. Teori labeling merupakan cabang dari teori terdahulu, namun


teori menggunakan perspektif baru dalam kajian terhadap
kejahatan dan penjahat ;

2. Teori labeling menggunakan metode baru untuk mengetahui


adanya kejahatan, dengan menggunakan self report study
yaitu interviu terhadap pelaku kejahatan yang tidak
tertangkap/tidak diketahui polisi.

91
Lanjutan… Teori Labeling

Pada dasarnya, teori labeling dikorelasikan dengan buku Crime and the
Community dari Frank Tannenbaum (1938). Kemudian
dikembangkan oleh Howard Becker (The Outsider, 1963), Kai T.
Erikson (Notes on the Sociology of Deviance, 1964), Edwin
Lemert (Human Deviance Social Problem and Social Control,
1967) dan Edwin Schur (Labeling Deviant Behavioer, 1971). Dari
perspektif Howard S. Becker, kajian terhadap teori label
menekankan kepada dua aspek, yaitu :

1. Menjelaskan tentang mengapa dan bagaimana orang-orang


tertentu diberi cap atau label.

2. Pengaruh/efek dari label sebagai suatu konsekuensi


penyimpangan tingkah laku. 92
Lanjutan
Dengan demikian, reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku
dapat menimbulkan perilaku jahat. Kemudian F.M.
Lemert, terkait dengan masalah kejahatan yang dilakukan,
membedakan tiga bentuk penyimpangan, yaitu :
1. Individual deviation : timbulnya penyimpangan dari tekanan
psikis dari dalam.
2. Situasional deviation : penyimpangan yang merupakan hasil
dari stres atau tekanan keadaan.
3. Systematic deviation : pola-pola perilaku kejahatan yang
menjadi terorganisir dalam sub-sub kultur atau sistem tingkah
laku.
93
LANJUTAN……Teori Labeling
F.M. Lemert juga membedakan antara penyimpangan primer (primary
deviance) dan penyimpangan sekunder (secondary deviance).
Penyimpangan primer muncul dalam konteks sosial, budaya dan yang
sangat bervariasi dan hanya mempunyai efek samping bagi struktur fisik
individu. Pada asasnya, penyimpangan primer tidak mengakibatkan
reorganisasi simbolis pada tingkat sikap diri dan peran sosial.
Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang atau peran sosial
yang berdasar pada penyimpangan primer. Para ahli teori label
mengemukakan bahwa penyimpangan sekunder adalah yang paling
penting, karena merupakan proses interaksi antara orang yang dilabel
dengan pelabel dan pendekatan ini sering disebut teori interaksi.

94
LANJUTAN……Teori Labeling

Menurut Howard S. Becker, harus dibedakan antara pelanggar hukum dengan pelaku
kejahatan. Pelanggaran hukum merupakan perilaku, sedangkan kejahatan adalah
reaksi kepada orang lain terhadap perilaku itu. Pelabelan terhadap seseorang terjadi
pada saat/waktu ketika melakukan aksi, siapa yang melakukan dan siapa korbannya serta
persepsi masyarakat terhadap konsekuensi aksinya. Apabila dijabarkan, secara gradual
asumsi dasar teori labeling meliputi aspek-aspek :
Tidak ada satupun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal.
Perumusan kejahatan dilakukan oleh kelompok yang bersifat dominan atau
kelompok berkuasa.
Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang
berkuasa ;
Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tapi karena ditetapkan demikian
oleh penguasa.
Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut jika dibuat
dua kategori, yaitu jahat dan orang tidak jahat.

95
LANJUTAN……Teori Labeling

Kesimpulan Teori labeling :


a. Kelompok sosial menciptakan kejahatan (penyimpangan)
dengan membuat peraturan, bahwa barangsiapa
melanggarnya akan menghasilkan kejahatan
(penyimpangan).
b. Prilaku jahat/menyimpang adalah adalah perilaku yang oleh
orang-orang diberi cap demikian
c. Kejahatan bukanlah kualitas perbuatan jahat, tetapi akibat
diterapkannya sanksi (pemberian cap) pada pelanggar.
d. Pelanggar adalah orang yang diberi label (cap) jahat oleh
aparat penegak hukum 96
TEORI KONFLIK
Pada dasarnya dekade tahun 1965-1975 merupakan masa kekacauan yang melanda
masyarakat Amerika. Setelah berakhirnya periode optimisme (akhir 1950 sampai awal
1960-an), banyak orang di AS kecewa pada masyarakat mereka. Adanya kesuksesan
gerakan hak-hak sipil berhasil memberi inspirasi, seperti kelompok wanita dan homoseksual
yang mencari ciri-ciri mereka sendiri dan persamaan dalam kesempatan- kesempatan sosial.
Kemudian, sejumlah demonstrasi muncul dalam rangka menentang perang Vietnam pada
tahun 1965-1968.

Semua peristiwa ini merupakan bagian suasana dari kalangan orang muda yang
menanyakan nilai-nilai kelas menengah Amerika, model kehidupan orang tua mereka
yang konvensional. Akhirnya, skandal politik watergate memecahkan bayangan keraguan
sinisme mengenai moralitas dan integritas semua aspek dari pemerintah Amerika. Pada
hakikatnya, teori konflik merupakan cabang dari teori label. Pemikiran teori konflik
berakar dari teori-teori sosial Jerman seperti Hegel, Karl Marx, Simmel dan Weber untuk
memperoleh arah. Ilmuan sosial bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa waktu itu mulai
menanyakan tentang sosial dan struktur hukum mengenai label yang sudah ditolak
pernyataan Richard Quinney (1965) dan Austin T. Turk (1964) diarahkan pada reaksi
97
masyarakat (societal reaction).
Lanjutan ….. Teori Konflik

Asumsi Dasar

Hakikatnya, asumsi dasar teori konflik berorientasi kepada


aspek- aspek sebagai berikut :

konflik merupakan hal yang bersifat alamiah dalam masyarakat ;

pada tiap tingkat, masyarakat cenderung mengalami perubahan,


sehingga disetiap perubahan, peranan kekuasaan terhadap
kelompok masyarakat lain terus terjadi ;

kompetisi untuk terjadinya perubahan selalu eksis ;

dalam kompetisi, penggunaan kekuasaan hukum dan


penegakan hukum selalu menjadi alat dan mempunyai peranan
penting dalam masyarakat
98
Lanjutan ….. Teori Konflik

Berangkat dari asumsi dasar di atas, perspektif konflik menganut prinsip-prinsip


sebagai berikut :

masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda ;

terjadi perbedaan penilaian dalam kelompok-kelompok tersebut tentang


baik dan buruk ;

konflik antara kelompok-kelompok tersebut mencerminkan kekuasaan


politik ;

hukum dibuat untuk kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan politik ;

kepentingan utama dari pemegang kekuasaan politik untuk


menegakkan hukum adalah menjaga dan memelihara kekuasaannya.

Berangkat dari asumsi dasar dan prinsip-prinsip tersebut di atas maka


bentuk teori konflik dapat dibagi menjadi dua bagian, konflik
konservatif dan konflik radikal.
99
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Konservatif

Konsep dasar dari teori konflik adalah kekuasaan dan penggunannya.


Teori ini beranggapan bahwa konflik terjadi di antara kelompok-kelompok yang
mencoba menggunakan kontrol atas suatu situasi. Teori konflik mempunyai
asumsi bahwa siapa yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dalam kelas sosial
akan memiliki powerful members pada masyarakat. Dengan kekuasaannya
tersebut mereka dapat mempengaruhi pembuatan keputusan, juga dapat
memaksakan nilai-nilai terhadap kelas sosial yang lebih rendah

Pada proses pembentukan hukum, kelas sosial yang lebih dominan dalam
masyarakat akan menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi hukum
tersebut dengan nilai-nilai mereka. Kelas sosial tersebut akan menjadi
pemegang dan siapa yang menentang mereka akan menjadi target dari
penegak hukum. Pada aspek ini, teori labeling cocok dengan teori konflik
untuk menjelaskan proses reaksi pada kelas yang sedikit memiliki kekuasaan
akan menjadi perhatian dari para penegak hukum. 100
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Konservatif

Teori konflik konservatif juga mengemukakan hubungan antara penggunaan


kekuasaan dan pembentukan hukum. Pembentukan hukum merupakan perwujudan
nilai- nilai para pembuatnya, hukum dalam menentukan perbuatan kriminalisasi lebih
diarahkan kepada mereka yang berada di luar kelompok pemegang kekuasaan. Dua
tokoh teori konflik yang mengilustrasikan karakteristik bentuk konflik adalah George B.
Vold dan Austin T. Vold. Keduanya melahirkan suatu teori dengan menekankan bahwa dalam
suatu masyarakat terdapat kelompok alamiah dan berbagai kelompok kepentingan yang
berlomba terhadap kelompok alamiah lain. Austin T. Vold menilai, di antara kelompok
tersebut akan terjadi konflik kepentingan dan berkompetisi. Austin T. Vold berbicara mengenai
adanya konflik dalam hukum pidana, sebagai berikut : “...the whole process of law making, law
breaking, and law enforcement directly refleas deep-seated and fundamental conflics
between group interest and the more general struggles among group for control of the
police of the state”. Akhirnya Austin T. Vold berpendapat bahwa sejak kelompok minoritas
tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi proses legislatif, tingkah laku mereka akan
101
dikategorikan sebagai perbuatan kriminal.
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Konservatif

George B. George menganalisis mengenai konflik, kekuasaan dan


kejahatan. Dalam analisisnya, ia menyimpulkan dari beberapa
premis dasar teori konflik, bahwa kejahatan merupakan produk
kekuasaan politik dalam masyarakat yang heterogen. Menurut Austin
T. Vold, persaingan kelompok-kelompok berkepentingan
mempengaruhi pembuat peraturan untuk kepentingan kelompoknya.
Hal ini bisa disebut sebagai refleksi konflik kelas terhadap proses
politik tentang law making, law breaking and law enforcement.
Perilaku kejahatan menjelaskan dalam hubungan ideologi konflik
pada saat konflik timbul, berakibat, sebagai akses dari kelompok
minoritas dengan sedikit atau tanpa kekuasaan yang mempengaruhi
perubahan dalam hukum.
102
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Konservatif

Tokoh teori konflik lainnya, Austin T. Turk mengatakan bahwa ketertiban


masyarakat merupakan hasil dari kekuasaan kelompok tertentu untuk
mengontrol masyarakat itu sendiri. Kontrol ini adalah pemaksaan dari
penempatan nilai-nilai ke dalam hukum dan kemudian adanya
kekuasaan untuk menegakkan hukum. Austin T. Turk memulai konflik
dengan artikel yang disebutnya sebagai “the study of criminality as
opposed to criminal behavior” (1964). Austin T. Turk menjelaskan bahwa
kejahatan hanya dapat ditemukan hukum pidana/kriminal. la mencoba
untuk mencari hubungan antara kejahatan dengan hukum pidana.
Seseorang dapat dinyatakan sebagai penjahat dalam hubungan antara
penguasa dan subyek. Austin T. Turk kemudian menyatakan bahwa
kejahatan merupakan status yang diperoleh penentang norma,
yang diterima sebagai norma sosial. Konsep hubungan penguasa dengan
subyek merupakan suatu hubungan yang penting. Austin T. Turk melihat
bahwa penguasa harus menghadapi fakta dalam kehidupan, yang
biasanya memerlukan alat untuk menjalankan kekuasaannya.
103
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Konservatif

Lebih lanjut, Austin T. Turk mengemukakan dua cara yang dipergunakan


untuk mengontrol masyarakat. Pertama, penguasa menggunakan paksaan
atau kekuatan fisik. Penguasa lebih banyak menggunakan paksaan agar
hukum ditaati. Hal ini diperlukan karena mereka merasa kesulitan untuk
mengontrol masyarakat. Bentuk kontrol yang kedua, lebih bersifat halus.
Menurut mereka, hukum merupakan sesuatu yang penting. Karena itu
terdapat dua tipe hukum, yaitu :

1) Aturan dari para petugas tentang bentuk perilaku jahat beserta pidana
yang dikenakan.

2) Menetapkan aturan-aturan untuk memproses orang-orang melalui


penilaian sistem hukum. Digunakannya proses hukum ini memperlihatkan
para penguasa menggunakan kontrol secant halus.

104
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal
Teori konflik radikal memposisikan diri dari anarki politik menyambung Marxisme dan
materialisme ekonomis menuju perbedaan nilai. Sangat sulit untuk menentukan
pendekatan apa yang digunakan. Para tokoh teori ini adalah Camblis, Quinney, Gordon
Bohm dan K. Mark. Semua versi dari tokoh-tokoh di atas menyesuaikan uraiannya
terhadap pendapat K. Marx. Ketika K. Marx sangat sedikit menyinggung masalah
kejahatan dan penjahat, beberapa tokoh radikal kriminologi menyesuaikan contoh-
contoh umum masyarakat untuk menjelaskan mengenai kejahatan. K. Marx melihat
konflik dalam masyarakat disebabkan adanya hak manusia atas sumber-sumber
tersebut, khususnya mengenai kekuasaan. Ketidaksamaan ini tercipta karena konflik
kepentingan antara yang memiliki dan yang tidak memiliki kekuasaan. Dalam
masyarakat industri, konflik akan timbul di antara para pekerja dan kaum pemilik
modal. Para pekerja, yang merupakan kaum buruh, akan mengembangkan prinsip
perebutan (struggle) dan mereka menganggap kedudukan sebagai pemilik modal
dalam masyarakat merupakan hal yang sangat menarik perhatian. Menurut teori
konflik K. Marx, perilaku menyimpang didefinisikan oleh kelompok berkuasa dalam
masyarakat untuk kepentingan mereka sendiri. 105
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal

Konflik merupakan : fenomena yang alami (wajar) ; selalu terdapat dalam masyarakat ;
berdasarkan atas persepsi dan makna.

Konflik dalam masyarakat ditentukan oleh kelompok-kelompok, didasarkan atas kepentingan


mereka dan persepsi terhadap konflik dan biasanya konflik kepentingan tercipta dalam proses
pembuatan hukum. Menurut kaum radikal, terdapat dua hal yang menyebabkan kelompok,
yakni perebutan kepentingan dan persepsi terhadap konflik. Biasanya, konflik kepentingan
tercipta dalam proses pembuatan hukum. Pertama, mereka menganggap bahwa kelompoknya
merupakan alat dari kaum rulling class. Pengertian kejahatan dalam hukum merupakan refleksi
pada konsep kapitalisme, sedangkan prilaku rulling class secara umum tidak ditempatkan di
bawah hukum pidana. Kedua, kaum radikal melihat semua kejahatan sebagai hasil perebutan
kelompok yang merupakan pencerminan dari individualisme dan kompetisi. Pada akhir pembahasan
mengenai konflik radikal, Richard Quinny (1977) dan Steven Spitze (1975) membahas
berlebihnya jumlah buruh sebagai suatu permasalahan dalam masyarakat kapitalis. Berlebihnya
buruh akan menyebabkan gaji rendah, tetapi berlebihnya jumlah buruh yang sangat besar akan
menimbulkan permasalahan.
106
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal

Selanjutnya, Steven Spitzer mengemukakan lima tipe akibat berlebihnya


jumlah buruh yang dikatakan sebagai population problem, yaitu :
(1) orang miskin akan mencuri dari orang kaya ;
(2) (2) mereka akan menolak untuk bekerja ;
(3) mereka tetap menggunakan obat bius ;
(4) mereka menolak untuk sekolah atau tidak percaya terhadap yang
diperoleh dari kehidupan keluarga ;
(5) mereka akan mengusulkan suatu masyarakat yang nonkapitalis
Beberapa tokoh juga mengemukakan pendapat lain tentang teori konflik.
Joseph R. Gusfield's menjelaskan mengenai “Temperance movement.”
Menurut Gusfield's produksi, penjualan dan minuman keras masih
didominasi kelompok yang berkepentingan tetapi bukan masalah
moralitas. Joseph R. Gusfield's memperhatikan amandemen ke-18 dimana,
• “... undang-undang larangan perdagangan minuman keras merupakan simbol
kemenangan dari kelas menengah pedesaan melawan kaum imigran.”
107
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal

Simecca dan Lee mengetengahkan tiga perspektif hubungan


antara hukum dan organisasi kemasyarakatan serta tiga
paradigma tentang studi kejahatan. Perspektif dimaksud adalah
consencus, pluralist dan conflict atau dipandang sebagai suatu
keseimbangan yang bergerak dari konservatif, liberal dan terakhir
radikal. Sementara, ketiga paradigma dimaksud adalah positivis,
interaksionis dan sosialis. Ketiga perspektif dan paradigma tadi
berkaitan erat satu sama lain sehingga secara skematis dapat
digambarkan sebagai berikut :

PERSPEKTIF KONSENSUS PLURALIS (Liberal) KONFLIK (Radikal)


(Conservative)
PARADIGMA POSITIVIS INTERAKSIONIS SOSIALIS

108
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal
Perspektif konsensus beranjak dari nilai-nilai yang hidup di
tengah-tengah masyarakat Amerika Serikat. Prinsip-prinsip yang dianut
oleh perspektif ini adalah :
1. hukum merupakan pencerminan dari kehendak masyarakat banyak ;
2. hukum melayani semua orang tanpa kecuali atau secara negatif dapat
dikatakan bahwa hukum tidak membeda-bedakan seseorang atas dasar
ras, agama dan suku bangsa ; dan
3. mereka yang melanggar hukum mencerminkan keunikan-keunikan atau
merupakan kelompok yang unik.

Prinsip-prinsip yang dianut perspektif konsensus ini memiliki


dampak terhadap paradigma positivis dari studi kejahatan. Sebagai suatu
paradigma studi kejahatan, positivis menekankan pada
determinisme bahwa tingkah laku seseorang adalah hasil hubungan
sebab-akibat yang erat antara individu bersangkutan dengan
lingkungannya. 109
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal

Perspektif pluralis dihasilkan dari suatu keadaan masyarakat majemuk


dan kompleks. Jika model konsensus mengenai adanya kesepakatan-
kesepakatan atas nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan
(interest), maka perspektif pluralis justru mengakui adanya pelbagai
kelompok dalam masyarakat yang memiliki berbagai ragam kepentingan
dan nilai-nilai. Hukum, menurut model pluraris, tumbuh dalam masyarakat
bukan karena kesepakatan-kesepakatan melainkan justru karena tidak
adanya kesepakatan di antara anggota dalam masyarakat.
Prinsip yang dianut pluralis adalah :
1. masyarakat terdiri dari pelbagai kelompok ;
2. dalam kelompok-kelompok ini terjadi perbedaan, bahkan pertentangan
mengenai apa yang disebut benar dan salah ;
3. terdapat kesepakatan tentang mekanisme penyelesaian sengketa ;
4. sistem hukum memiliki sifat bebas-nilai ; dan
5. sistem hukum berpihak pada kesejahteraan terbesar masyarakat. 110
Lanjutan ….. Teori Konflik : Perspektif Konflik Radikal

Pengaruh model perspektif pluralis terhadap


paradigma studi kejahatan yang interaksionis
terletak pada pengakuannya atas kemajemukan
kondisi yang tumbuh dalam masyarakat. Pengaruh
dimaksud kemudian menumbuhkan pentingnya
peran pada penganut paradigma interaksionis.

111
KESIMPULAN TEORI KONFLIK

Teori Konflik : Teori ini berangkat dari sudut pandang pada proses pembuatan
hukum (undang-undang ). Bahwa kelompok yang memiliki kekuasaan &
kekuatan lebih memiliki peluang untuk memasukkan kepentingan & nilai-nilainya
dalam rumusan (isi) undang-undang, contoh UU Perburuhan, adanya
“outsourcing” , “sistem kontrak”, ini menunjukkan kekuatan pengusaha lebih
besar untuk menetapkan buruh sebagai pekerja kontrak daripada pekerja tetap,
sehingga kewajiban- kewajiban pengusaha menjadi lebih ringan (kecil) karena
tidak perlu memberi pesangon, memberikan tunjangan keluarga. Perekrutan
pegawai Bank juga sudah menggunakan sistem kontrak.
Dalam undang-undang (hukum) pidana, penerapan teori konflik ini tampak pada
penegakan hukum pidana pada pelaku blue collar crime (penjahat warungan/
konvensional) lebih mudah dan cepat daripada pada pelaku white collar crime
(penjahat kelas atas). Jadi lebih mudah menegakkan hukum bagi pencuri,
pencopet, penjambret daripada bagi koruptor ataupun bandar narkoba yang
memiliki uang. 112
TEORI KONTROL

Pada dasarnya, teori kontrol berusaha mencari jawaban mengapa orang


melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi
mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi
berorientasi kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang
melanggar hukum atau mengapa orang taat kepada hukum. Ditinjau dari
akibatnya, pemunculan teori kontrol disebabkan tiga ragam
perkembangan dalam kriminologi. Pertama, adanya reaksi terhadap
orientasi labeling dan konflik yang kembali menyelidiki tingkah laku
kriminal. Kriminologi konservatif (sebagaimana teori ini berpijak) kurang
menyukai “kriminologi baru” atau “new criminology” dan hendak
kembali kepada subyek semula, yaitu penjahat (criminal). Kedua,
munculnya studi tentang “criminal justice” sebagai suatu ilmu baru
telah mempengaruhi kriminologi menjadi lebih pragmatis dan
berorientasi pada sistem. Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan
dengan suatu teknik penelitian baru, khususnya bagi tingkah laku
anak/remaja, yakni selfreport survey.
113
Lanjutan…… TEORI KONTROL

Perkembangan berikutnya, selama tahun 1950-an beberapa teorisi


mempergunakan pendekatan teori kontrol terhadap kenakalan
remaja. Pada tahun 1951, Albert J. Reiss, Jr menggabungkan konsep
kepribadian dan sosialisasi dengan hasil penelitian dari aliran Chicago
dan menghasilkan teori kontrol sosial. Menurut Reiss, terdapat tiga
komponen kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan remaja, yaitu :
1. A lack of proper internal controls developed during childhood
(kurangnya kontrol internal yang memadai selama masa anak-anak).
2. A breakdown of those internal controls (hilangnya kontrol internal).
3. An absence of or conflict in social rules provided by important social
group (the family, close other, the school) (tidak adanya norma-norma
sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud di keluarga,
lingkungan dekat, sekolah).
114
Lanjutan…… TEORI KONTROL
Selanjutnya, Albert J. Reiss, Jr membedakan dua macam kontrol,
yaitu personal control dan sosial control. Personal control adalah
kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai
kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Sedangkan social control adalah kemampuan kelompok
sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-
norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif.
Pada tahun 1957, Jackson Toby memperkenalkan pengertian
“Commitment” individu sebagai kekuatan yang sangat menentukan
dalam membentuk sikap kontrol sosial. Kemudian, Scot Briar dan
Irvine Piliavian menyatakan bahwa peningkatan komitmen individu
dan adaptasi/ penyesuaian diri memegang peranan dalam
mengurangi penyimpangan. Pendekatan lain digunakan Walter
Reckless (1961) dengan bantuan rekannya Simon Dinitz. Walter Walter
Reckless menyampaikan Contaiment Theory yang menjelaskan
bahwa kenakalan remaja merupakan hasil (akibat) dari interelasi
antara dua bentuk kontrol, yaitu internal (inner) dan eksternal
(outer).
115
Lanjutan…… TEORI KONTROL
Menurut Walter Reckless, contaiment internal dan eksternal memiliki
posisi netral, berada dalam tarikan sosial (social pull) lingkungan dan
dorongan dari dalam individu. F. Ivan Nye dalam tulisannya yang
berjudul Family Relationsip and Delinquent Behavior (1958),28
mengemukakan teori kontrol tidak sebagai suatu penjelasan umum
tentang kejahatan melainkan penjelasan yang bersifat kasuistis. F.
Ivan Nye pada hakikatnya tidak menolak adanya unsur-unsur
psikologis, di samping unsur subkultur dalam proses
terjadinya kejahatan. Sebagian kasus delinkuen, menurut F. Ivan
Nye disebabkan gabungan antara hasil proses belajar dan kontrol
sosial yang tidak efektif. Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh
keluarga, karena keluarga merupakan tempat terjadinya
pembentukan kepribadian, internalisasi, orang belajar baik dan
buruk dari keluarga. “Apabila internal dan eksternal kontrol lemah,
alternatif untuk mencapai tujuan terbatas, maka terjadilah delinkuen,”
Menurut F. Ivan Nye manusia diberi kendali supaya tidak
melakukan pelanggaran, karena itu proses sosialisasi yang
adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya delinkuensi, sebab,
di sinilah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang yang
diajari untuk melakukan pengekangan keinginan (impulse). Di
samping itu, faktor internal dan eksternal kontrol harus kuat, juga
116
dengan ketaatan terhadap hukum (law-abiding).
Lanjutan…… TEORI KONTROL

Asumsi teori kontrol yang dikemukakan F. Ivan Nye terdiri dari :


a. harus ada kontrol internal maupun eksternal;
b. manusia diberikan kaidah-kaidah supaya tidak melakukan pelanggaran ;
c. pentingnya proses sosialisasi bahwa ada sosialisasi yang adequat (memadai), akan
mengurangi terjadinya delinkuen, karena di situlah dilakukan proses pendidikan
terhadap seseorang ; dan
d. diharapkan remaja mentaati hukum (law abiding).
Menurut F. Ivan Nye terdapat empat tipe kontrol sosial, yaitu :
a. direct control imposed from without by means of restriction and punishment (kontrol
langsung yang diberikan tanpa mempergunakan alat pembatas dan hukum) ;
b. internalized control exercised from within through conscience (kontrol internalisasi
yang dilakukan dari dalam diri secara sadar)
c. indirect control related to affectional identification with parent and other non-criminal
persons, (kontrol tidak langunsung yang berhubungan dengan pengenalan
(identifikasi) yang berpengaruh dengan orang tua dan orang-orang yang bukan pelaku
kriminal lainnya) ; dan

117
Lanjutan…… TEORI KONTROL
d. availability of alternative to goal and values (ketersediaan sarana- sarana dan
nilai-nilai alternatif untuk mencapai tujuan).

Konsep kontrol eksternal menjadi dominan setelah David Matza dan Gresham Sykes
melakukan kritik terhadap teori subkultur dari Albert Cohen. Kritik tersebut
menegaskan bahwa kenakalan remaja, sekalipun dilakukan oleh mereka yang
berasal dari strata sosial rendah, terikat pada sistem-sistem nilai dominan di dalam
masyarakat. Kemudian, David Matza dan Gresham Sykes mengemukakan konsep
atau teori yang dikenal dengan technique of netralization, yaitu suatu teknik yang
memberikan kesempatan bagi seorang individu untuk melonggarkan keterikatannya
dengan sistem nilai-nilai yang dominan sehingga bebas untuk melakukan
kenakalan.
Teknik netralisasi ini dirinci David Matza dan Gresham Sykes, sebagai berikut :
1. Teknik yang disebut denial of responsibility (penolakan terhadap tanggung jawab),
menunjuk pada suatu anggapan di kalangan remaja nakal yang menyatakan
bahwa dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak kasih,
lingkungan pergaulan yang buruk atau berasal dari tempat tinggal kumuh (slum). 118
Lanjutan…… TEORI KONTROL
2. Teknik denial of injury (penolakan terhadap kerugian yang ditimbulkan),
menunjuk kepada suatu alasan di kalangan remaja nakal bahwa
tingkah laku mereka sesungguhnya tidak merupakan suatu bahaya
yang besar/berarti. Sehingga, mereka beranggapan bahwa vandalisme
merupakan kelalaian semata-mata dan mencuri mobil sesungguhnya
meminjam mobil, perkelahian antara gang merupakan pertengkaran biasa.
3. Teknik denial of the victim (penolakan terhadap adanya korban), menunjuk
kepada suatu keyakinan diri pada remaja nakal bahwa mereka adalah
pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai mereka yang
melakukan kejahatan.
4. Teknik yang disebut condemnation of the comdemners
(mempersalahkan yang menyalahkan) , menunjuk kepada suatu
anggapan bahwa polisi sebagai hipokrit, munafik atau pelaku kejahatan
terselubung yang melakukan kesalahan atau memiliki perasaan tidak
senang pada mereka. Pengaruh teknik ini adalah mengubah subyek
yang menjadi pusat perhatian, berpaling dari perbuatan-perbuatan
kejahatan yang telah dilakukannya.
5. Teknik appeal to higher loyalties (keterikatan pada loyalitas yang lebih
tinggi), menunjuk pada suatu anggapan di kalangan remaja nakal bahwa
mereka tertangkap di antara tuntutan masyarakat, hukum dan kehendak
kelompok mereka. 119
Lanjutan…… TEORI KONTROL
Teori kontrol atau sering juga disebut dengan Teori Kontrol Sosial
berangkat dari suatu asumsi atau anggapan bahwa individu di
masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama
kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik
jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada
masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau masyarakatnya
membuatnya demikian, pun ia menjadi jahat apabila masyarakat
membuatnya begitu. Pertanyaan dasar yang dilontarkan paham ini
berkaitan dengan unsur-unsur pencegah yang mampu
menangkal timbulnya perilaku delinkuen di kalangan anggota
masyarakat, utamanya para remaja, “mengapa kita patuh dan taat
pada norma-norma masyarakat” atau “mengapa kita tidak
melakukan penyimpangan?” Menurut Travis Hirschi,30 terdapat
empat elemen ikatan sosial (social bond) dalam setiap masyarakat,
sebagai berikut : 120
Lanjutan…… TEORI KONTROL
1. Pertama, Attachment adalah kemampuan manusia untuk
melibatkan dirinya terhadap orang lain. Kalau attachment ini
sudah terbentuk, maka orang tersebut akan peka terhadap
pikiran, perasaan dan kehendak orang lain. Kaitan
attachment dengan penyimpangan adalah sejauh mana
orang tersebut peka terhadap pikiran, perasaan dan
kehendak orang lain sehingga ia dapat dengan bebas
melakukan penyimpangan. Attachment sering diartikan secara
bebas dengan keterikatan. Ikatan pertama yaitu keterikatan
dengan orang tua, keterikatan dengan sekolah (guru) dan
keterikatan dengan teman sebaya.
2. Kedua, Commitment adalah keterikatan seseorang pada
subsistem konvensional seperti sekolah, pekerjaan,
organisasi dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek
rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan yang
dilakukan seseorang seperti sekolah, pekerjaan, kegiatan
dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi
orang tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa harta benda,
121
reputasi, masa depan, dan sebagainya.
Lanjutan…… TEORI KONTROL
3. Ketiga, Involvement merupakan aktivitas seseorang dalam
subsistem. Jika seseorang berperan aktif dalam organisasi
maka kecil kecenderungannya untuk melakukan
penyimpangan. Logika pengertian ini adalah bila orang aktif
di segala kegiatan maka ia akan menghabiskan waktu dan
tenaganya dalam kegiatan tersebut. Sehingga, ia tidak sempat
lagi memikirkan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum. Dengan demikian, segala aktivitas yang dapat
memberi manfaat akan mencegah orang itu melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
4. Keempat, Belief merupakan aspek moral yang terdapat dalam
ikatan sosial dan tentunya berbeda dengan ketiga aspek di
atas. Belief merupakan kepercayaan seseorang pada nilai-nilai
moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma-
norma yang ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma
tersebut. Kepatuhan terhadap norma tersebut tentunya akan
mengurangi hasrat untuk melanggar, tetapi, bila orang
tidak mematuhi norma-norma maka lebih besar kemungkinan
122
melakukan pelanggaran.
Lanjutan…… TEORI KONTROL
Hubungan antara Attachment dan Commitment
seringkali dinyatakan cenderung berubah-ubah secara
terbalik. Menurut riset tentang delinkuen, salah satu
“masalah” anak remaja dari kelas bawah adalah bahwa dia
tidak mampu memutuskan keterikatan dengan orang tua dan
kawan sebaya. Keterikatan yang mencegahnya mencurahkan
waktu dan energi yang cukup bagi aspirasi pendidikan dan
pekerjaan. Menurut riset stratifikasi, anak lelaki yang terbebas
dari keterikatan ini lebih memungkinkan untuk berpindah-
pindah ke kelas atas. Kedua tradisi riset demikian menyatakan
bahwa orang-orang yang terikat pada conformity (persesuaian)
karena alasan-alasan instrumental kurang mungkin untuk
terikat persesuaian berdasarkan alasan emosional yang
lainnya. Apabila mereka yang tidak terikat dikompensasikan
atas kekurangan keterikatan berdasarkan komitmen untuk
berprestasi dan apabila yang tidak melakukannya berubah
menjadi terikat dengan orang-orang, kita bisa menyimpulkan
bahwa baik attachment maupun commitment tidak akan
dihubungkan dengan kejahatan. 123
Lanjutan…… TEORI KONTROL
Pertautan paling jelas antara unsur/elemen commitment dan
involvement nampak dalam komitmen di bidang pendidikan
dan pekerjaan sertaketerlibatan dalam aktivitas-aktivitas
konvensional. Kita dapat berusaha memperlihatkan bagaimana
komitmen membatasi kesempatan seseorang untuk
melakukan kejahatan dan dengan demikian dijauhkan dari
anggapan (asumsi) banyak teori kontrol bahwa kesempatan-
kesempatan seperti itu secara sederhana dan acak disebarkan
melalui populasi yang diperlukan. Hubungan elemen terakhir
dari teori kontrol sosial adalah antara Attachment dan Belief,
bahwa terdapat hubungan yang kurang lebih berbanding lurus
antara keterikatan dengan yang lainnya dan kepercayaan dalam
keabsahan moral dari peraturan yang ada. Teori kontrol
mempunyai sejumlah kelemahan maupun kelebihan.

124
Lanjutan…… TEORI KONTROL

Adapun kelemahannya berorientasi pada :


1. teori ini berusaha menjelaskan kenakalan remaja dan bukan kejahatan oleh orang
dewasa ;
2. teori ini menaruh perhatian cukup besar pada sikap, keinginan dan tingkah laku
yang meski menyimpang sering merupakan tingkah laku orang dewasa ;
3. ikatan sosial (social bond) dalam teori Hirschi seperti values, belief, norma dan
attitudes tidak pernah secara jelas didefinisikan ;
4. kegagalan dalam menjelaskan peluang kejadian yang menghasilkan lebih tidaknya
social bond.

Kekuatan kontrol sosial terletak pada aspek-aspek :


1. teori ini dapat diuji secara empiris oleh banyak sarjana seperti Wiatrowski,
Griswold dan Roberts ;
2. teori kontrol sosial merupakan salah satu teori kontemporer yang memiliki
daya tarik kuat dalam dalam hal mendorong penelitian- penelitian yang berarti.

125
SOSIOLOGI HUKUM PIDANA
(Chambliss & Seidman)
Sosiologi Hukum Pidana : mempelajari kondisi-kondisi sosial,
struktur, politik dan budaya serta ekonomi, yang
mempengaruhi lahir & bekerjanya UU, karena kejahatan bukan
persoalan moral tetapi lebih bersifat politik, karena undang-
undang pidana seringkali merupakan jalan untuk menangani
kepentingan dan kebutuhan sosial dari kelompok yang
berkuasa.

Pendapat Chambliss & Seidman ini bertolak belakang dengan


pendapat von Savigny yang menyatakan bahwa UU (pidana)
merupakan pencerminan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
126
LANJUTAN……………….SOSIOLOGI HUKUM PIDANA.
Senada dengan Chambliss & Seidman, Richard Quinney
mengemukakan 4 dalil dalam pembentukan hukum pidana :
1. Hukum terdiri dari peraturan-peraturan yang khusus diciptakan
dan diinterpretasikan dalam masyarakat yang diatur secara politis,
artinya hukum bukan semata-mata seprangkat aturan yang
abstrak, tetapi merupakan proses untuk berbuat sesuatu yang
dilakukan oleh alat-alat kekuasaan yang berwenang untuk
bertindak atas nama masyarakat. Sebagai alat kekuasaan & politik,
maka hukum tidak mewakili norma-norma & nilai-nilai dari
semua anggota masyarakat, tetapi hanya berisi kepentingan
(interest) dari beberapa orang (kelompok)
127
LANJUTAN……….SOSIOLOGI HUKUM PIDANA
2. Masyarakat yang diatur secara politis adalah masyarakat yang
didasarkan oleh kepentingan. Perbedaan sosial & kepentingan
dalam masyarakat merupakan basis dari kehidupan politik negara,
sehingga kebijaksanaan umum (public policy) dalam wujud UU
Pidana mewakili kepentingan tertentu di dalam masyarakat, jadi
masyarakat yang diatur secara politis dapat dipandang sebagai
struktur kepentingan yang berbeda-beda. Tiap-tiap bagian
masyarakat memiliki nilai & kepentingannya sendiri & berusaha
memasukkan kepentingan itu dalam kebijaksanaan umum
(rumusan UU Pidana). Keberhasilan memasukkan nilai &
kepentingannya tersebut merupakan sebuah kesuksesan kelompok
tersebut.
128
LANJUTAN………SOSIOLOGI HUKUM PIDANA

3. Struktur kepentingan tersebut ditandai oleh


distribusi kekuasaan yang tidak seimbang & konflik
diantara bagia-bagian masyarakat yang diatur secara
politis. Akibatnyakebijaksanaan umum (public policy)
yang dirumuskan dalam UU Pidana itu merupakan
perwujudan dari struktur kepentingan kelompok
masyarakat yang sukses memasukkan nilai-nilai dan
kepentingannya dalam rumusan UU Pidana

129
LANJUTAN…… SOSIOLOGI HUKUM PIDANA

4. Hukum dirumuskan & ditata dalam struktur kepentingan dari


masyarakat yang diatur secara politis, artinya hukum
merupakan salah satu kebijaksanaan umum (public policy)
yang mengatur tingkah laku & aktivitas seluruh anggota
masyarakat yang dirumuskan & ditata oleh kelompok
masyarakat yang sukses memasukkan nilai-nilai &
kepentingannya dalam UU (termasuk UU Pidana, sehingga
kelompok ini memiliki kekuasaan (power) untuk menentukan
kebijaksanaan umum. Dengan hukum yang berisi nilai-nilai &
kepentingan kelompoknya itu, kelompok ini dapat
memaksakan kehendak & mengontrol kelompok lain demi
kepentingannya sendiri.

130
LANJUTAN……. KEJAHATAN KORPORASI
Kejahatan korporasi identik dengan white collar crime (kejahatan kerah
putih), istilah ini dikemukakan oleh E. Sutherland pada tahun 1939.

White collar crime : kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang


terhormat melalui pekerjaannya sebagai pengusaha, bankir,
industriawan, kelompok profesi, bisa dilakukan secara individu (pribadi),
contoh : pengusaha yang menyuap seorang pejabat, tetapi juga bisa
secara kelompok (korporasi), contoh : mafia pajak, mafia hukum, kasus
century dan lain-lain.

Kejahatan korporasi bersifat organisatoris, yaitu kejahatan yang terjadi


dalam konteks hubungan-hubungan yang kompleks (rumit) dan
harapan-harapan antara dewan direksi, eksekutif dan manajer di kantor
pusat dengan cabang-cabangnya. 131
LANJUTAN….. …KEJAHATAN KORPORASI

Secara umum white collar crime dapat dikelompokkan :


1. Kejahatan yang dilakukan oleh kalangan profesi dalam
melakukan pekerjaannya seperti notaris, pengacara,
pengusaha dokter.
2. Kejahatan yang dilakukan oleh Pemerintah atau aparatnya,
seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh polisi,
jaksa, hakim, pejabat Pemda, pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh Pemerintah dan aparatnya
3. Kejahatan korporasi; kejahatan yang dilakukan oleh
kelompok/kumpulan perusahaan seperti penggelapan pajak,
pengrusakan lingkungan (kasus lumpur Lapindo)
132
LANJUTAN……… KEJAHATAN KORPORASI

Secara konseptual kejahatan korporasi dibedakan :


a. Kejahatan korporasi : kejahatan yang dilakukan oleh korporasi itu
sendiri dalam usahanya mencapai tujuan korporasi untuk memperoleh
keuntungan, contoh :kebocoran pabrik Union Carbide tahun 1984 di
India, Lumpur Lapindo Brantas di Jawa Timur pada tahun 2005.
b. Korporasi jahat, yaitu korporasi yang bertujuan semata-mata untuk
melakukan kejahatan (korporasi dipakai sebagai alat atau kedok untuk
melakukan kejahatan
c. Kejahatan terhadap /pada korporasi seperti pencurian atau
penggelapan milik korporasi seperti pembobolan Bank oleh nasabah
dan pejabat/karyawan Bank itu sendiri, jadi korporasi sebagai korban
kejahatan.
133
LANJUTAN ……. KEJAHATAN KORPORASI
3 Model keputusan korporasi yang melanngar hukum (menurut
Kriesberg) :

1. Rational actor model : korporasi dilihat sebagai unit tunggal yang


secara rasional bermaksud melanggar hukum apabila hal tersebut
merupakan kepentingan korporasi.

2. Organization process model : korporasi dilihat sebagai suatu


sistem unit-unit yang terorganisir secara longgar, unit-unit korporasi
tidak mematuhi hukum karena menghadapi kesulitan untuk
memenuhi produk yang ditargetkan.

3. Kejahatan korporasi merupakan produk dari keputusan-keputusan


yang dibuat secara individual untuk kepentingan pribadi.
134
JENIS-JENIS KEJAHATAN YANG SERING DILAKUKAN OLEH
KORPORASI

1. Pelanggaran di bidang administrasi co tidak sesuai ntoh : memalsukan


tanda tangan, menggunakan keuangan negara tidak sesuai dengan
rancangan semula, sehingga memunculkan kwitansi fiktif.

2. Pelanggaran di bidang lingkungan hidup, contoh membangun fasilitas


pengendalian pencemaran lingkungan yang tanpa didasarkan pada
analisa dampak lingkungan (amdal) atau limbah tersebut dibuan
semaunya, seperti limbah batu bara yang dibuagng di sungai tetapi oleh
sebagian masyarakat bengkulu dipandang sebagai berkah.

3. Pelanggaran di bidang keuangan seperti penyuapan di bidang bisnis,


sumbangan politik secara tidak sah, penyuapan pada para pejabat.

4. Praktik perdagangan yang tidak jujur seperti informasi yang tidak benar,
iklan yang salah dan menyesatkan.
135
Menurut SUTHERLAND : Khusus di bidang Periklanan korporasi
memberikan i informasi bohong
)

• Iklan yang ditujukan untuk menjual produk yang secara fisik


membahayakan konsumen, tanpa ada keterangan bahwa
produk tersebut berbahaya, contoh bisnis obat dan
kosmetik.

• Iklan yang melebih-lebihkan nilai produk ( exaggerate the


value of the product).

• Menyampaikan informasi bohong terhadap dua produk


dalam waktu yang bersamaan, dengan tujuan untuk
merugikan pesaingnya. 136
DAMPAK PERIKLANAN TERHADAP MASYARAKAT
• Pemicu konsumtivisme : Konsumen dianggap sebagai bagian
terakhir dari mesin produksi. Sikap hemat sudah tidak cocok
lagi, harus diganti dengan nafsu membeli dan terus membeli,
contoh produk gadget atau barang-barang elektronik,
kendaraan roda dua dan roda empat yang cepat berganti-
ganti.
• Pendikte pasar dan mengubah perilaku : kalau dulu orang
bilang bahwa konsumen adalah penentu pasar, sekarang telah
bergeser, produsen dan pedagang yang mendikte pasar. Iklan
dirancang dengan cermat, faktor yang dipentingkan adalah
menembak sisi psikologis konsumen dan bukan akal sehatnya.
Bagi orang-orang tertentu, dia baru menjadi “orang” bila
menggunakan produk tertentu, seperti pakaian, sepatu dan
lain-lain dengan merek tertentu.
137
FRAUDULENT MISREPRESENTATION DAN
WINDOW DRESSING

• Fraudulent Miisrepresentation (FM) : memberikan


informasi yang tidak benar kepada masyarakat, atau
calon nasabah di bidang perbankan.

• FM sangat terkait dengan tindakan window dressing,


yaitu kegiatan untuk menciptakan citra yang baik di mata
masyarakat, misalnya perusahaan yang akan go public
memberikan informasi dalam prospektusnya dengan
mengatakan bahwa keuangan perusahaan dalam
keadaan sehat. 138
PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

• Tragedi Love Canal : Perusahaan kimia Amerika Serikat, Hooker Chemical


Company, pada tahun 1942 sampai dengan tahun 1953 membuang 21.000
ton limbah beracun ke dalam Love Canal, dekat air terjun Niagara, New
York. Pada tahun 1978, penduduk yang tinggal di sekitar daerah tersebut
mengeluh karena buangan limbah tersebut naik ke permukaan tanah
sehingga menimbulkan berbagai penyakit.
• Di Indonesia, kasus Teluk Buyat, yaitu perusahaan pertambangan emas di
Sulawesi Utara yang membuang limbah beracun di Teluk Buyat.
• Lumpur Lapindo di Sidoarjo, yang hingga kini merusak hajat hidup orang
banyak, bahkan harus menyingkir dari tempat tinggalnya karena semburan
lumpur yang tiada henti.
• Pembuangan limbah batubara di sungai Bengkulu.
139
Di BIDANG POLITIK

Sumbangan politik yang dilakukan oleh korporasi untuk dana kampanye


partai politik yang mengikuti pemilu legislatif, kampanye pemilu
presiden ataupun pilkada untuk tujuan ekonomi. Pada saat partai politik
atau orang tertentu berkuasa korporasi tersebut akan menikmati
jaminan birokrasi dan bisa mempengaruhi putusan politik, yang akan
menguntungkan korporasi tersebut, contoh penyuapan pada Kepala SKK
MIGAS

140
Kejahatan Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek),
Cyber Crime (Kejahatan di Dunia Maya)

• Al Wisnubroto menyebutkan cyber crime : kejahatan berbasis


teknologi telematika atau kejahatan komputer.
• Andi Hamzah merumuskan cyber crime sebagai kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara illegal.

Susan W. Brenner dalam Al Wisnubroto mendeskripsikan cyber crime


dalam 3 kategori :
1. Komputer sebagai target aktifitas kejahatan. Contoh menerobos
sistem komputer tanpa hak atau ijin akses (hacking) yang dilengkapi
dengan perbuatan penyalahgunaan lainnya seperti mengcopy atau
mengambil informasi secara illegal, yang diikuti dengan perbuatan
merusak sistem komputer atau informasi yang ada di dalamnya.

141
Lanjutan……. Cyber Crime

2. Komputer sebagai alat atau sarana perbuatan kejahatan. Contoh :


penipuan, pencurian, penggelapan, pemalsuan & kejahatan lainnya yang
mempergunakan komputer sebagai alat atau sarananya.
3. Komputer sebagai aspek insidental dari perbuatan jahat, contoh bisnis
peredaran narkoba ketika sistem pembukuan & transaksinya
menggunakan komputer atau menggunakan komputer untuk menulis
surat ancaman atau teror.

6 Bentuk Kejahatan Komputer :


a. Joycomputing : seseorang yang menggunakan komputer secara tidak
sah atau tanpa ijin dan mempergunakannya melebihi wewenang yang
diberikan.
b. Hacking : perbuatan penyambungan dengan cara menambah terminal
komputer baru pada sistem jaringan komputer tanpa ijin atau melawan
hukum dari pemilik sah jaringan komputer tersebut.
142
Lanjutan……. Cyber Crime
c. The Trojan Horse : suatu prosedur menambah, mengurangi atau mengubah data
atau instruksi pada suatu program, sehingga program tersebut selain menjalankan
tugas yang sebenarnya juga akan menjalankan tugas lain yang tidak sah, juga
membuat data atau instruksi pada sebuah program menjadi tidak terjangkau
(menghilangkan data atau instruksi pada sebuah program dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi atau kelompok).

d. Data Leakage : suatu pembocoran rahasia yang dilakukan dengan menulis data
rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu sehingga data tersebut bisa dibawa
keluar tanpa diketahui oleh pihak yang bertanggung jawab.

e. Data diddling : mengubah data valid atau sah dengan cara yang tidak sah dengan
cara mengubah input data dengan output data.

f. Penyia-nyiaan data komputer : suatu perbuatan membuat data atau program


komputer menjadi tidak dapat menjalankan fungsinya lagi sehingga pekerjaan yang
melalui proses komputer tidak dapat dilaksanakan lagi, misalnya menghancurkan,
merusak media disket yang dilakukan secara fisik maupun non fisik. 143
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP KEJAHATAN &
PENANGGULANGAN KEJAHATAN

Reaksi masyarakat merupakan salah satu bahasan dalam Kriminologi yang


penting, karena :
a. Terjadinya tindak pidana/kejahatan telah menggoncangkan keamanan &
ketentraman masyarakat.
b. Korban kejahatan adalah anggota masyarakat yang seharusnya terhindar dari
kejahatan.
c. Besarnya kerugian masyarakat tidak hanya kerugian materiil saja, tetapi juga
kerugian moril yaitu berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap hukum & kewibawaan penegak hukum.

Dengan demikian harus dilakukan PENANGGULANGAN KEJAHATAN, sebagai


wujud reaksi masyarakat atas kejahatan.

144
PENANGGULANGAN KEJAHATAN
Kaiser dalam bukunya ”Crime Prevention Strategis in Europe and
Noth America” mengatakan : Bahwa strategi pokok untuk
mencegah kejahatan disebut :”PUBLIC HEALTH MODEL”, ada 3
bentuk :
a. Primary Prevention : mencegah terjadinya kejahatan, targetnya
masyarakat luas, contoh penyuluhan hukum pada kelompok
pelajar & remaja tentang narkotika, sex bebas dan lain-lain, ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.
b. Secondary Prevention, penindakan hukum secara represif
targetnya pelaku, dalam bentuk penjatuhan pidana.
c. Tertier Prevention, idealnya penindakan secara represif dan
rehabilitatif, targetnya residivis (orang yang lebih dari satu kali
melakukan tindak pidana).
145
SISTEM PENANGGULANGAN KEJAHATAN
Menurut Romli Atmasasmita ada 2 pendekatan :
1. Moralistik : dilaksanakan dengan penyebarluasan ajaran-ajaran agama, moral, perundang-
undangan yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat mengekang nafsu untuk berbuat jahat.
Dilakukan sebelum terjadi kejahatan dalam upaya mencegah orang melakukan kejahatan.
2. Abolisionistik : berusaha memberantas, menanggulangi kejahatan dengan memberantas sebab-
sebab kejahatan, dengan menggunakan hukum pidana, menghukum pelaku kejahatan.

Dalam Konggres I PBB tentang The Prevention of crime and Treatment of Offender di Jenewa
Swiss, 22 Agustus – 3 September 1955, dibahas beberapa items tentang Penanggulangan
Kejahatan :
a. Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoner : Peraturan-peraturan Standar minimum
untuk Perlakuan pada Narapidana.
b. Selection and Training Personel : Seleksi dan Pelatihan pada personil petugas Lembaga
Pemasyarakatan.
c. Open Institution : Lembaga Pemasyarakatan Terbuka.
d. Prison Labour : Pekerjaan untuk Narapidana.
e. Prevention of Juvenile Delinquency : Penanggulangan pada Kenakalan Remaja.

146
Pendapat Sutherland tentang Crime Prevention
(Penanggulangan Kejahatan)
Crime prevention (penanggulangan kejahatan) yang baik
adalah : memberikan perlindungan dan jaminan kepada
masyarakat dari ancaman kejahatan dalam wujud :
1. Ada usaha untuk mengubah perilaku penjahat dengan
pembinaan dan pemberian pelatihan keterampilan, guna bekal
hidup setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
2. Mengasingkan penjahat yang perilakunya tidak bisa diubah
sama sekali, dalam bentuk penjara seumur hidup.
3. Menghilangkan atau meniadakan situasi (lingkungan) sosial
yang memungkinkan berkembangya kejahatan.
4. Meminimalisir & memutus komunikasi pelaku kejahatan
147
dengan perkembangan dunia kejahatan.
VIKTIMOLOGI

Dalam arti sempit “Korban Kejahatan”


Dalam arti luas “korban dalam berbagai bidang”
Pengertian Viktimologi
Secara etimologi, victimologi berasal dari kata “Victim” yang
berarti korban dan “Logos” yang berarti ilmu pengetahuan.
Dalam pengertian terminologi, victimology adalah studi yang
mempelajari tentang korban, penyebab terjadinya korban/
timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang
merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan
sosial.
Dalam kamus Ilmu Pengetahuan Sosial disebutkan bahwa
Victimology adalah studi tentang tingkah laku victim (korban)
sebagai salah satu penentu kebijakan.
148
Lanjutan Viktimologi
I.S. Susanto :
Viktimologi bukan hanya terbatas pada pengertian korban menurut hukum
positif (undang-undang) atau korban kejahatan saja, tetapi termasuk juga
korban dalam proses bekerjanya hukum (undang-undang).
Arif Gosita :
Pengertian viktimologi sangat luas, sebab dan kenyataan sosial yang dapat
disebut sebagai korban tidak hanya korban perbuatan pidana (kejahatan)
saja tetapi dapat korban bencana alam, korban kebijakan pemerintah dan
lain-lain.
Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 13 Tahun 2006 : Korban adalah orang
yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau kerugian ekonomi
yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Note : pembahasan lebih jauh tentang Viktimologi diberikan pada mata kuliah
Viktimologi bagi mahasiswa yang mengambil Bagian Pidana
149

Anda mungkin juga menyukai