Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

BEBERAPA PENAFSIRAN DALAM HTN

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Shohibul Itmam, M.H.

Disusun Oleh:

Nama : Chita Nuriyah

NIM : 1720110075

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS SYARI’AH PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

TAHUN AKADEMIK 2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penafsiran hukum kegiatan yang dilakukan oleh ahli hukum atau pengadilan
dalam memberikan kesan atau makna dari suatu norma hukum. Setiap peraturan
perundang-undangan bersifat abstrak dan pasif. Abstrak karena sifatnya umum, dan
pasif karena tidak menimbulkan akibat hukum kalau tidak terjadi peristiwa konkret.
Peraturan yang bersifat abstrak itu memerlukan rangsangan agar dapat aktif. Oleh
karena itu, setiap ketentuan perundang-undangan perlu dijelaskan, perlu ditafsirkan
terlebih dahulu untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Bahkan teks undang-
undang itu tidak pernah jelas dan selalu membutuhkan penafsiran. Pihak yang
mengatakan bahwa teks undang-undang sudah sangat jelas, sehingga tidak
membutuhkan interpretasi lagi, sebenarnya yang menyatakan demikian, sudah
melakukan interpretasi sendiri. Pernyataannya tentang jelasnya teks, sudah merupakan
hasil interpretasinya terhadap teks tersebut. Penafsiran merupakan salah satu metode
penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-
undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa
tertentu. Penafsiran merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung di
dalam teks-teks hukum untuk dipakai menyelesaikan kasus-kasus atau mengambil
keputusan atas hal-hal yang dihadapi secara konkret. Pada bidang hukum tata negara,
penafsiran dalam hal ini judicial interpretation (penafsiran oleh hakim), juga dapat
berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi dalam arti menambah, mengurangi,
atau memperbaiki makna yang terdapat dalam suatu teks Undang Undang Dasar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penafsiran dalam HTN?
2. Apa saja macam-macam penafsiran HTN?
3. Bagaimana penafsiran HTN di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Penafsiran Dalam HTN

Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil


yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuat undang-undang. cara penafsiran hukum:

1. Dalam pengertian subyektif dan obyektif.


Dalam pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di
kehendaki oleh pembuat undang-undang. Dalam pengertian
obyektif,apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat undang-
undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.
Metode penafsiran obyektif merupakan cara penafsiran atau
penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan
undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata
atau bunyinya dan harus logis.
 Interpretasi Historis. Makna ketentuan dalam suatu peraturan
perundang-undangan dapat juga ditafsirkan dengan cara meneliti
sejarah pembentukan peraturan itu sendiri. Penafsiran ini dikenal
dengan interpretasi historis. Ada 2 (dua) macam interpretasi historis,
yaitu penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran
menurut sejarah hukum.
 Interpretasi Restriktif. Disini untuk menjelaskan suatu ketentuan
Undang-Undang ruang lingkup ketentuan Undang-Undang itu
dibatasi. Cara penafsiran yang mempersempit arti suatu istilah atau
pengertian dalam (pasal) undang-undang. Ini adalah suatu metode
penafsiran dengan mempersempit arti suatu peraturan dengan bertitik
tolak pada artinya menurut bahasa.
 Interpretasi Ekstensif Menafsirkan dengan memperluas arti suatu
istilah atau pengertian dalam pasal undang-undang.
2. Dalam pengertian sempit dan luas.
Dalam pengertian sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang
ditafsirkan di beri pengertian yang sangat di batasi misalnya;Mata uang
(pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya uang logam saja dan barang
di artikan benda yang dapat dilihat dan di raba saja.dalam pengertian
luas (ekstensif),ialah apabila dalilyang di tafsirkan di beri pengertian
seluas-luasnya.Misalnya: Pasal 1756Perdata alinea ke-2 KUH Perdata
tentang mata uang juga diartikan uang kertas.
Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:
 Otentik ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat
undang-undang seperti yang di lampirkan pada undang-undang
sebagai penjelas. Penafsiran ini mengikat umum.
 Doktrinair ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan
hasil-hasil karya karya para ahli.hakim tidak terikat karena
penafsiran ini hanya memiliki nilai teoretis.
 Hakim Penafsiran yang bersumber pada hakim(peradilan)hanya
mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan berlaku bagi
kasus-kasus tertentu(pasal 1917 ayat (1) KUH Perdata.

B. Macam-Macam dan Teori Penafsiran HTN


Macam-macam penafsiran HTN ada 10 macam, yaitu:
1) Penafsiran tata bahasa (gramatikal).
Pada penafsiran gramatikal ketentuan yang terdapat di peraturan
perundang-undangan ditafsirkan dengan berpedoman pada arti perkataan
menurut tatabahasa atau menurut kebiasaan.
2) Penafsiran sahih (autentik/resmi).
Penafsiran autentik adalah penafsiran yang dilakukan berdasarkan
pengertian yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang.
3) Penafsiran historis.
Penafsiran historis dilakukan berdasarkan:
a) Sejarah hukumnya, yaitu berdasarkan sejarah terjadinya hukum
tersebut.
b) Sejarah undang-undangnya, yaitu dengan menyelidiki maksud
pembentuk undang-undang pada saat membentuk undang-undang
tersebut.Penafsiran sistematis.
4) Penafsiran sistematis dilakukan dengan meninjau susunan yang
berhubungan dengan pasal-pasal lainnya, baik dalam undang-undang yang
sama maupun dengan undang-undang yang lain.
5) Penafsiran nasional.
Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang didasarkan pada
kesesuaian dengan sistem hukum yang berlaku.
6) Penafsiran teleologis (sosiologis).
Penafsiran sosiologis merupakan penafsiran yang dilakukan dengan
memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut. Penafsiran
sosiologis dilakukan karena terdapat perubahan di masyarakat, sedangkan
bunyi undang-undang tidak berubah.
7) Penafsiran ekstensif.
Penafsiran ekstentif dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang
terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
8) Penafsiran restriktif.
Penafsiran restriktif dilakukan dengan mempersempit arti kata-kata yang
terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
9) Penafsiran analogis.
Penafsiran analogis dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau
ibarat pada kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,
10) Penafsiran a contrario (menurut peringkaran).
Penafsiran a contrario adalah penafsiran yang didasarkan pada
perlawanan antara masalah yang dihadapi dengan masalah yang diatur
dalam undang-undang.
C. Penafsiran HTN di Indonesia

Penafsiran Hukum Indonesia menggunakan aliran Rechtsvinding berarti


hakim memutuskan perkara berpegang pada undang-undang dan hukum lainnya
yang berlaku di dalam masyarakat secara gebonden vrijheid (kebebasan yang
terikat) dan vrije gebondenheid (ketertarikan yang bebas). Tindakan hakim
tersebut dilindungi pasal 20 AB (yang ssmenyatakan bahwa hakim harus
mengadili berdasarkan undang-undang). dan pasal 22 AB (mengatakan hakim
tidak boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan
undang-undangnya tidak lengkap). Jika hakim menolak mengadili perkara dapat
dituntut.

Apabila undang-undangnya tidak ada (kekosongan hukum) hakim dapat


menciptkan hukum dengan cara konstruksi hukum (analogi), penghalisan hukum
(rechtsverfijning dan argumentum a contracio.

Penafsiran atau interpretasi hukum ialah mencari dan menetapkan pengertian


atas dalil-lalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan cara yang
dikehendaki serta yang dimaksud oleh pemebuat undang-undang.
Dalam menghadapi kekosongan hukum, hakim melakukan konstruksi hukum atau penafsiran
analogis. Disini hakim mengadakan penafsiran atas suatu peraturan hukum dengan memberi
ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya. Dengan demikian, suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukan, lalu dianggap sesuai dengan bunyi
peraturan tersebut. misalnya, menyambung aliran listrik dianggap mengambil aliran listrik.

a. Penafsiran gramatikal, adalah penafsiran menurut tata bahasa atau kata-kata di dalam
undang-undang tersebut.
b. Penafsiran historis atau sejarah adalah meneliti sejarah dari undang-undang yang
bersangkutan, dengan demikian hakim mengetahui maksud pembuatannya. Penafsiran
historis dibedakan menjadi penafsiran menurut sejarah undang-undang (wet
historische interpretatie) dan penafsiran menurut sejarah hukum (rechts historische
interpretatie).
c. Penafsiran sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal satu dengang pasal
yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkakutan atau perundang-
undangan lain atau membaca penjelasan undang-undang sehingga mengerti
maksudya.
d. Penafsiran sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan sosial
dalam masyarakat agar penerapan hukum sesuai dengan tujuannya yaitu kepastian
hukum berdasarkan asas keadilan masarakat.
e. penafsiran otentik atau penafsian secara resmi yaitu penafsiran yang dilakukan oleh
pembuat undang-undang itu sendiri, tidak boleh oleh siapapun, hakim juga tidak
boleh menafsirkan,
f. Penafsiran analogis yaitu penafsiran dengan memberi ibarat/kias, sesuai dengan azas
hukumnya sehingga suatu peristiwa yang tidak cocok dengan peraturannya dianggap
sesuai dengan bunyi peraturan itu.
g. Penafsiran a contratrio yaitu penafsiran dengan cara melawankan pengertian antara
soal yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam suatu pasal undang-undang.
h. Penafsiran ekstensif yaitu penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam
peraturan sehingga suatu peristiwa dapat dimasukan.
i. Penafsiran restriktif yaitu penafsiran dengan membatasi arti kata-kata dalam
peraturan.
j. Penafsiran perbandingan yaitu penafsiran komparatif dengan cara membandingkan
penjelasan-penjelasan agar ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-undang.
ANALISIS

maka penafsiran hukum merupakan kegiatan yang dilakukan oleh ahli hukum atau
pengadilan dalam memberikan kesan atau makna dari suatu norma hukum.
Penafsiran merupakan kegiatan penting dalam hukum dan ilmu hukum. Penafsiran
merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung di dalam teks-teks hukum
untuk dipakai menyelesaikan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal yang
dihadapi secara konkret. Disamping itu, dalam bidang hukum tata negara, penafsiran judical
interpretation (penafsiran oleh hakim), dapat berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi
dalam arti menambah, mengurangi, atau memberbaiki makna yang terdapat dalam suatu teks
undang-undang dasar.
Interpretasi atau penafsiran Merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi
penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Dalam melakukan penafsiran hukum
terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak jelas,
seorang ahli hukum tidak dapat bertindak sewenang-wenang.

Penafsiran (interpretasi) itu timbul karena naskah konstitusi tidak memuat semua ketentuan
normatif yang diperlukan untuk menata kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan.

BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai