Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ahmad Zikra Maulana

NIM : 22111399
Kelas : 1D IAI Darussalam
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum (PIH)

1. Apa itu Penafsiran Hukum atau Interpretasi Hukum?


Penafsiran hukum adalah salah satu cara untuk menemukan hukum bagi suatu peristiwa
konkret tertentu (cara lainnya ialah konstruksi hukum) dan juga memberi penjelasan yang
gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan.1 Metode
interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. Interpretasi
adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada, tetapi tidak jelas untuk dapat
diterapkan pada peristiwanya. 2
Secara yuridis maupun filosofis, hakim Indonesia mempunyai kewajiban atau hak
untuk melakukan penafsiran hukum atau penemuan hukum agar putusan yang diambilnya
dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Penafsiran hukum oleh hakim
dalam proses peradilan haruslah dilakukan atas prinsip-prinsip dan asas-asas tertentu.yang
menjadi dasar sekaligus rambu-rambu bagi hakim dalam menerapkan kebebasannya
dalam menemukan dan menciptakan hukum. Dalam upaya penafsiran hukum, maka seorang
hakim mengetahui prinsip-prinsip peradilan yang ada dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan dunia peradilan, dalam hal ini Undang-Undang Dasar NRI Tahun
1945, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.3

https://pusdik.mkri.id/materi/materi_244_2.%20Penafsiran%20Konstitusi_Dr.%20I%20Dewa%20Gede%20Palguna
.pdf

2
https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-penafsiran-hukum-iargumentum-a-contrario-i-lt58b4df16aec3d

3
http://mh.uma.ac.id/penafsiran-hukum/
2. Jelaskan macam-macam Penafsiran Hukum!

1). Penafsiran Tata Bahasa (Gramatikal)


Penafsiran gramatikal yaitu suatu penafsiran hukum yang didasarkan pada maksud
pengertian perkataan-perkataan yang tersusun dalam ketentuan suatu peraturan hukum, dengan
catatan bahwa pengertian maksud perkataan yang lazim bagi umumlah dipakai sebagai
jawabannya.
Contoh penafsiran gramatikal adalah dalam Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964
yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia hanya menegaskan
bahwa pelaksanaan hukuman mati dengan cara ditembak. Tetapi meskipun demikian, secara
gramatikal tentunya dapat ditafsirkan bahwa penembakan itu bukanlah asal sembarang tembak,
melainkan penembakan yang menyebabkan kematian terpidana, atau dengan kata lain terpidana
ditembak sampai mati.

2). Penafsiran Shahih (Autentik)

Penafsiran autentik atau penafsiran resmi yaitu suatu penafsiran hukum yang secara resmi
terhadap maksud dari ketentuan suatu peraturan hukum dimuat dalam peraturan hukum itu sendiri
karena penafsiran tersebut secara asli berasal dari pembentuk hukum itu sendiri.
Contoh penafsiran autentik adalah :

 Penafsiran kata “malam” yang dalam Pasal 98 KUHP ditegaskan sebagai “masa di antara
matahari terbenam dan matahari terbit”.
 Penafsiran tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang dalam Pasal 1
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 ditegaskan caranya, yaitu dengan cara “ditembak”.

3). Penafsiran Historis

Penafsiran historis adalah penafsiran hukum yang dilakukan terhadap isi dan maksud suatu
ketentuan hukum yang didasarkan pada jalannya sejarah yang mempengaruhi pembentukan
hukum tersebut.
Contoh penafsiran historis adalah dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Belanda tidak dikenal adanya adopsi atau pengangkatan anak, kecuali bagi
golongan Timur Asing Cina. Hal ini secara historis bisa disa ditafsirkan dari sejarah kehidupan
Bangsa Belanda sendiri yang pada mulanya hidup bermarga-marga di mana ikatan keturunan darah
asli dalam suatu marga menjadi pegangan dasar kehidupan mereka. Akibatnya, demi keaslian
keturunan marga tersebut, maka mereka tidak membenarkan adanya adopsi.4

4
https://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-penafsiran-hukum-dan-macam.html
4). Penafsiran Sistematis

Penafsiran sistematis yaitu penafsiran hukum yang didasarkan atas sistematika pengaturan
hukum dalam hubungannya antarpasal atau ayat dari peraturan hukum itu sendiri dalam mengatur
masalahnya masing-masing.
Contoh penafsiran sistematis adalah pengertian tentang “makar” yang diatur dalam Pasal
87 KUHP secara sistematis dapat ditafsirkan sebagai dasar bagi pasal-pasal 104-108 KUHP, Pasal
130 KUHP, dan Pasal 140 KUHP yang mengatur tentang aneka macam makar beserta sanksi
hukumnya masing-masing bagi para pelakunya.

5). Penafsiran Nasional

Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang didasarkan pada kesesuaian dengan sistem
hukum yang berlaku. Penafsiran teleologis (sosiologis). Penafsiran sosiologis merupakan
penafsiran yang dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang
tersebut. 5

6). Penafsiran Teleologis

Interpretasi teleologis merupakan penafsiran terhadap undang-undang sesuai dengan


tujuan pembentukannya. Hakim dalam menggunakan penafsiran teleologis ini harus
menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan situasi sosial. Sebagai contoh, dalam
menafsirkan ketentuan Pasal 362 KUHP tentang pencurian, hakim harus memperluas makna
kalimat “barang” dalam pasal tersebut dengan berbagai macam benda yang dapat dimiliki, baik
berwujud maupun tidak berwujud. Misalnya aliran listrik, pulsa dan lain-lain. Sehingga jika
seseorang dengan sengaja tanpa hak mengambil aliran listrik untuk dimiliki, pelaku harus
dihukum. 6

7). Penafsiran Ekstensif

Penafsiran ekstensif yaitu suatu penafsiran hukum yang bersifat memperluas ini pengertian
suatu ketentuan hukum dengan maksud agar dengan perluasan tersebut, hal-hal yang tadinya tidak
termasuk dalam ketentuan hukum tersebut sedangkan ketentuan hukum lainnya pun belum ada
yang mengaturnya, dapat dicakup oleh ketentuan hukum yang diperluas itu. Akibatnya masalah-
masalah yang ditimbulkan oleh hal-hal tersebut dapat dipecahkan dengan menggunakan ketentuan
hukum yang isinya telah diperluas melalui penafsiran ini, sehingga tidak perlu lagi repot-repot
disusun suatu ketentuan hukum yang baru lagi, yang khusus dibuat hanya untuk mengatur hal-hal
baru yang itu saja.

5
https://jurnalhukum.com/penafsiran-hukum-interpretasi-hukum
6
Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum
yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017,
hal. 237
Contoh penafsiran ekstensi adalah Pasal 100 KUHP yang memperluas pengertian “kunci palsu”
dengan menegaskan : “yang masuk sebutan kunci palsu yaitu sekalian perkakas yang gunanya
tidak untuk pembuka kunci itu”.

8). Penafsiran Restriktif

Penafsiran restriktif adalah penafsiran hukum yang pada dasarnya merupakan lawan atau
kebalikan dari penafsiran ekstensif.
Kalau penafsiran ekstensif bersifat memperluas pengertian suatu ketentuan hukum, maka
penafsiran restriktif justru bersifat meretriksi atau membatasi atau memperkecil pengertian suatu
ketentuan hukum dengan maksud agar dengan pembatasan tersebut, ruang lingkup pengertian
ketentuan hukum tersebut tidak lagi menjadi terlalu luas sehingga kejelasan, ketegasan dan
kepastian hukum yang terkandung di dalamnya akan lebih mudah diraih. Akibatnya dalam
penerapan dan pelaksanaannya, ketentuan hukum tersebut akan lebih mengena terhadap
sasarannya karena memang maknanya sendiri telah dibatasi dan diarahkan secara khusus kepada
masalah yang menjadi sasaran pengaturannya.
Contoh penafsiran restriktif adalah Pasal 15 ayat 3 KUHP yang membatasi dan menegaskan
pengertian “masa percobaan” dengan menetapkan : “tempo percobaan itu tidak dihitung selama
kemerdekaan si terhukum dicabut dengan sah”.

9). Penafsiran Analogis

Penafsiran analogis adalah penafsiran hukum yang menganggap suatu hal yang belum
diatur dalam suatu hukum sebagai hal atau disamakan sebagai hal yang sudah diatur dalam hukum
tersebut, karena hal ini memang bisa dan perlu dilakukan.
Contoh penafsiran analogis adalah tenaga listrik atau aliran listrik yang sebenarnya bukan
berwujud barang dianggap sama dengan barang atau ditafsirkan sama, sehingga pencurian tenaga
listrik atau aliran listrik dapat dihukum, meskipun dalam undang-undang masalah pencurian listrik
tersebut belum diatur.

10). Penafsiran Mempertentangkan (Redeneering Acontratio)

Penafsiran secara menemukan kebalikan dari pengertian suatu istilah yang sedang
dihadapi. Misalnya kebalikan dari ungkapan tiada pidana tanpa kesalahan adalah pidana hanya
dijatuhkan kepada seseorang yang padanya terdapat kesalahan. Contoh lainnya adalah dilarang
melakukan suatu tindakan tertentu, kebalikannya adalah jika seseorang melakukan tindakan yang
tidak dilarang , tidak tunguk pada ketentuan larangan tersebut. 7

7
http://mh.uma.ac.id/penafsiran-hukum/

Anda mungkin juga menyukai