Penafsiran tentang tata cara pelaksanaan hukuman Penafsiran sosiologis adalah penafsiran hukum yang
mati di Indonesia yang dalam Pasal 1 Penetapan didasarkan atas situasi dan kondisi yang dihadapi
Presiden No. 2 Tahun 1964 ditegaskan caranya, dengan tujuan untuk sedapat mungkin berusaha untuk
yaitu dengan cara ditembak. menyelaraskan peraturan-peraturan hukum yang sudah
ada dengan bidang pengaturannya berikut segala
Penafsiran gramatikal masalah dan persoalan yang berkaitan di dalamnya,
yang pada dasarnya merupakan masalah baru bagi
Penafsiran gramatikal yaitu suatu penafsiran hukum penerapan peraturan hukum yang bersangkutan.
yang didasarkan pada maksud pengertian perkataan- Contoh penafsiran sosiologis adalah orang yang
perkataan yang tersusun dalam ketentuan suatu dengan sengaja melakukan penimbunan barang-barang
peraturan hukum, dengan catatan bahwa pengertian kebutuhan pokok masyarakat secara sosiologis dapat
maksud perkataan yang lazim bagi umumlah dipakai ditafsirkan sebagai telah melakukan tindak pidana
sebagai jawabannya. ekonomi, yakni tindak pidana kejahatan untuk
mengacaukan perekonomian masyarakat, meskipun
Contoh penafsiran gramatikal adalah dalam Pasal 1
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 yang mengatur tujuan orang itu hanyalah untuk mencari laba yang
tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati di sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri.
Indonesia hanya menegaskan bahwa pelaksanaan
hukuman mati dengan cara ditembak. Tetapi meskipun Penafsiran historis
demikian, secara gramatikal tentunya dapat ditafsirkan
bahwa penembakan itu bukanlah asal sembarang Penafsiran historis adalah penafsiran hukum yang
tembak, melainkan penembakan yang menyebabkan
dilakukan terhadap isi dan maksud suatu ketentuan
kematian terpidana, atau dengan kata lain terpidana
ditembak sampai mati. hukum yang didasarkan pada jalannya sejarah yang
mempengaruhi pembentukan hukum tersebut.
Contoh penafsiran historis adalah dalam Burgerlijk tidak lagi menjadi terlalu luas sehingga kejelasan,
Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ketegasan dan kepastian hukum yang terkandung di
Belanda tidak dikenal adanya adopsi atau dalamnya akan lebih mudah diraih.
pengangkatan anak, kecuali bagi golongan Timur
Asing Cina. Hal ini secara historis bisa disa ditafsirkan Akibatnya dalam penerapan dan pelaksanaannya,
dari sejarah kehidupan Bangsa Belanda sendiri yang ketentuan hukum tersebut akan lebih mengena
pada mulanya hidup bermarga-marga di mana ikatan terhadap sasarannya karena memang maknanya sendiri
keturunan darah asli dalam suatu marga menjadi telah dibatasi dan diarahkan secara khusus kepada
pegangan dasar kehidupan mereka. Akibatnya, demi masalah yang menjadi sasaran pengaturannya.
keaslian keturunan marga tersebut, maka mereka tidak
membenarkan adanya adopsi. Contoh penafsiran restriktif adalah Pasal 15 ayat 3
KUHP yang membatasi dan menegaskan pengertian
Penafsiran ekstensif masa percobaan dengan menetapkan : tempo
percobaan itu tidak dihitung selama kemerdekaan si
Penafsiran ekstensif yaitu suatu penafsiran hukum terhukum dicabut dengan sah.
yang bersifat memperluas ini pengertian suatu
ketentuan hukum dengan maksud agar dengan Penafsiran a contrario
perluasan tersebut, hal-hal yang tadinya tidak termasuk
dalam ketentuan hukum tersebut sedangkan ketentuan Penafsiran a contrario adalah penafsiran hukum yang
hukum lainnya pun belum ada yang mengaturnya, didasarkan pada pengertian atau kesimpulan yang
dapat dicakup oleh ketentuan hukum yang diperluas bermakna sebaliknya dari isi pengertian ketentuan
itu. hukum yang tersurat.
Akibatnya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh Contoh penafsiran a contrario adalah Pasal 77 KUHP
hal-hal tersebut dapat dipecahkan dengan yang menegaskan bahwa hak (penuntut) untuk
menggunakan ketentuan hukum yang isinya telah menuntut hukum terhadap tertuduh menjdi gugur bila
diperluas melalui penafsiran ini, sehingga tidak perlu si tertuduh meninggal dunia.
lagi repot-repot disusun suatu ketentuan hukum yang
baru lagi, yang khusus dibuat hanya untuk mengatur Jadi, secara a contrario atau kebalikannya dapat
hal-hal baru yang itu saja. ditafsirkan bahwa kalau si tertuduh belum meningggal,
hak penuntut untuk menuntut atas dirinya belumlah
Contoh penafsiran ekstensi adalah Pasal 100 KUHP gugur, sepanjang tidak adanya hal-hal lain yang juga
yang memperluas pengertian kunci palsu dengan dapat menggugurkan hak penuntutan tersebut (seperti
menegaskan : yang masuk sebutan kunci palsu yaitu yang diatur Pasal 78 KUHP).
sekalian perkakas yang gunanya tidak untuk pembuka
kunci itu.
Penafsiran penyamaan atau penafsiran
Penafsiran restriktif pengangkatan
Penafsiran restriktif adalah penafsiran hukum yang Penafsiran penyamaan atau penafsiran pengangkatan
pada dasarnya merupakan lawan atau kebalikan dari adalah penafsiran hukum yang sifatnya mengangkat
penafsiran ekstensif. kedudukan hal-hal yang lebih rendah derajatnya dan
menyamakannya dengan hal-hal yang lebih tinggi
Kalau penafsiran ekstensif bersifat memperluas derajatnya, yang tujuannya juga untuk penegasan
pengertian suatu ketentuan hukum, maka penafsiran kepastian hukum.
restriktif justru bersifat meretriksi atau membatasi atau
memperkecil pengertian suatu ketentuan hukum Contoh penafsiran penyamaan adalah penafsiran
dengan maksud agar dengan pembatasan tersebut, hukum yang menyamakan kedudukan Perpu dengan
ruang lingkup pengertian ketentuan hukum tersebut kedudukan undang-undang dalam keadaan darurat.