Anda di halaman 1dari 11

PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI PEMBATALAN PERKAWINAN

CAMPURAN TERHADAP KASUS JESSICA ISKANDAR DENGAN


LUDWIG DAN AKIBAT HUKUMNYA
(Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 586/Pdt.G/2014)

Disusun oleh :

Syifa Qurrota Ayuni Rizqi 3018210308

Hukum Perkawinan Kelas D

Fakultas Hukum

Universitas Pancasila

2019/2020
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia.
Pengertian Perkawinan Campuran menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan: "Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah
satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia". Untuk melangsungkan perkawinan campuran
harus memenuhi syarat-syarat perkawinan baik syarat materiil maupun syarat
formil. Jika tidak memenuhi persyaratan maka perkawinan tidak dapat
dilangsungkan atau perkawinan dapat dibatalkan.
Istilah pembatalan perkawinan memang kurang populer di Indonesia.
Secara angka, masih jauh lebih tinggi perceraian ketimbang pembatalan.
Pengertian pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 22 UU No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan bahwa : “Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para
pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”.
Selanjutnya dalam Pasal 27 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengatur bahwa seorang suami atau istri dapat mengajukan pembatalan
perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah
sangka mengenai diri suami atau istri. Apabila ancaman telah terhenti atau
yang bersalah sangka menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6
(enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak
mengajukan hak permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur.
Namun aturan itu menimbulkan pertanyaan, melihat kasus Jessica
Iskandar. Bahwa Ludwig baru mengajukan gugatan pembatalan perkawinan
pada 13 Oktober 2014. Padahal, Ludwig dan Jessica tercatat menikah 11
Desember 2013. Artinya, mereka sudah menikah selama 10 bulan. Meski
begitu, gugatan tetap diterima dan diproses PN Jaksel.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dalam membatalkan perkawinan antara Jessica Iskandar dan
Ludwig Franz Willibald dalam Putusan No. 586/Pdt.G/2014/PN Jaksel?
2. Bagaimana akibat hukum dari perkawinan campuran yang dibatalkan oleh
pengadilan?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan dalam membatalkan perkawinan antara Jessica Iskandar
dan Ludwig Franz Willibald dalam Putusan No. 586/Pdt.G/2014/PN
Jaksel.
2. Untuk mengetahui akibat hukum dari perkawinan campuran yang
dibatalkan oleh pengadilan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisa Kasus
Dalam perkara gugatan pembatalan perkawinan campuran yang
diajukan oleh Ludwig Franz Willibald terhadap Jessica Iskandar yang telah
disidangkan oleh pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusannya No.
586/PDT.G/2014/PN Jaksel telah membatalkan perkawinan campuran antara
Ludwig Franz Willibald terhadap Jessica Iskandar tersebut.
Dasar pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan negeri jakarta
selatan di dalam pokok perkara diantaranya adalah bahwa salah satu pihak
yakni pihak Jessica Iskandar telah terbukti di persidangan telah menggunakan
dokumen-dokumen yang tidak sah atau yang diperoleh dengan cara melawan
hukum melangsungkan perkawinan campuran dengan Ludwig Franz
Willibald. Ketua Majelis hakim menemukan adanya 10 (sepuluh)
ketidaksinkronan Surat Keterangan Perkawinan (SKP) bahwa SKP gereja itu
dalam bentuk landscape orientation, sedangkan SKP yang ada menggunakan
portrait orientation, lalu SKP Gereja seharusnya di Jakarta Pusat, namun yang
tercantum Jakarta Barat, Ada perbedaan bentuk dan jenis huruf yang tertera
dalam SKP serta Majelis hakim juga menemukan adanya keganjalan stempel
dan tanda tangan yang terdapat pada akta nikah mereka.
Hakim menambahkan, penggugat (Ludwig) dan tergugat (Jessica)
juga tidak pernah tercatat dalam gereja yang dimaksud namun, keluar akta
pernikahan tertanggal 8 Januari 2014. Hal ini terbukti dari akta perkawinan
yang telah diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Provinsi DKI Jakarta terhadap perkawinan campuran antara Jessica Iskandar
dan Ludwig Franz Willibald ternyata diperoleh dengan cara tidak sah atau
direkayasa oleh pihak Tergugat. Dimana pihak Gereja Yesus Sejati mengaku
tidak pernah mengeluarkan surat keterangan pemberkatan perkawinan antara
Jessica dan Ludwig Franz Willibald pemberkatan perkawinan yang
dikeluarkan oleh Gereja Yesus Sejati sebagai tergugat yang ternyata tidak

3
diakui oleh pihak gereja. Demikian pula pemberkatan pernikahan yang
dilangsungkan di Gereja Yesus Sejati yang dilakukan oleh pendeta Simon
Jonathan ternyata tidak pernah terjadi karena pihak Gereja Yesus Sejati
menyatakan bahwa tidak pernah memiliki pendeta yang bernama Simon
Jonathan.
Oleh karena itu akta perkawinan yang dikeluarkan oleh pihak Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jakarta patut dipandang juga
mengandung cacat hukum karena mengandung diterbitkan dengan dasar surat
pemberkatan perkawinan campuran dengan diperoleh tidak sah pula.
Dari pemeriksaan bukti-bukti dipersidangan ternyata bahwa surat
keterangan pemberkatan perkawinan ternyata memiliki banyak kejanggalan
sehingga majelis hakim di dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa
surat keterangan pembatalan pernikahan tersebut direkayasa oleh pihak Jessica
untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran dengan Ludwig Franz
Willibald. Oleh karena itu Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya
berpendapat bahwa dokumen-dokumen untuk melangsungkan suatu
perkawinan campuran yang tidak sah adalah suatu perbuatan yang melawan
hukum dan perkawinan yang dilangsungkan dengan menggunakan dokumen
yang tidak sah patut dibatalkan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa. “Bahwa perkawinan
campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat – syarat
perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-
masing telah dipenuhi”.
Ketentuan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan menyebutkan bahwa, “Untuk membuktikan bahwa syarat-
syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada
rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka
yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang
mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah
dipenuhi”.

4
Disamping itu ketentuan Pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dimana pembatalan perkawinan dapat diajukan
kepengadilan oleh pihak suami/pihak istri / keluarganya atau pejabat yang
berwenang apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman terjadi salah
sangka mengenai diri suami atau istri, kurangnya persyaratan dalam
melangsungkan perkawinan campuran salah satu pihak masih terikat
perkawinan yang sah dengan pihak lain.
Dari ketentuan Pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa pertimbangan
majelis hakim telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Oleh karena itu putusan pembatalan perkawinan campuran
antara Jessica Iskandar dengan Ludwig Franz Willibald oleh Pengadian Negeri
Jakarta Selatan dipandang sudah tepat karena dasar perkawinan campuran
yang dilakukan tersebut menggunakan dokumen- dokumen yang tidak sah.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 586.Pdt.G/2014
mengabulkan gugatan Ludwig, karena setelah dilaksanakan pemeriksaan
saksi- saksi, dokumen-dokumen beserta alat bukti pendukung lainnya, bahwa
memang tidak pernah terjadi perkawinan resmi antara Jessica dan Ludwig.
Yang ada adalah hubungan suami istri di luar nikah yang dilakukan oleh
Ludwig dan Jessica.
Setelah adanya putusan hakim mengenai pembatalan perkawinan
campuran antara Jessica Iskandar dengan Ludwig Franz Willibald yang sudah
memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht), tentu berdampak secara
langsung kepada status anak Tergugat (Jessica). Namun, Majelis Hakim
menolak untuk seluruhnya permohonan rekonpensi dari Jessica yang
memohon pengadilan untuk melakukan tes DNA terhadap anak dari hasil
hubungan antara penggugat dan tergugat.
Permohonan tersebut seharusnya dikabulkan oleh pengadilan untuk
mengetahui apakah anak tersebut benar-benar anak yang dihasilkan dari benih
antara tergugat dan penggugat atau yang disebut dengan anak kandung dari
tergugat dan penggugat. Hal ini didasarkan kepada ketentuan Pasal 28 ayat (1)

5
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan
bahwa “Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat keputusan
tersebut diumumkan”.
Disamping itu ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa keputusan tidak
berlaku surut terhadap:
a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan beritikad baik, kecuali terhadap
harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas dasar adanya
perkawinan lain yang lebih dahulu.
c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang
mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan
tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dari ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa meskipun
perkawinan antara Jessica Iskandar dan Ludwig telah dibatalkan oleh
pengadilan dan telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Namun keputusan
tersebut tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut. Oleh karena itu pihak tergugat dalam gugatan rekonpensi
yang memohon pengadilan untuk melakukan tes DNA terhadap anak dari hasil
hubungan antara penggugat dan tergugat tersebut seharusnya dikabulkan oleh
pengadilan untuk mengetahui apakah anak tersebut benar-benar anak yang
dihasilkan dari benih antara tergugat dan penggugat atau yang disebut dengan
anak kandung dari tergugat dan penggugat.
Hal ini penting untuk menentukan hak-hak dan kewajiban
selanjutnya dari anak tersebut secara hukum keperdataan terhadap orang
tuanya baik ayah maupun ibunya dikemudian hari. Disamping itu tes DNA
untuk membuktikan apakah anak tersebut anak kandung yang sesungguhnya
dari tergugat dan penggugat juga dipandang penting secara hukum dalam hal

6
menentukan status kewarganegaraan anak tersebut setelah ia menginjak masa
dewasa kelak.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu perkawinan
campuran yang tidak didasarkan kepada dokumen yang sah dan tidak lengkap
persyaratannya maka perkawinan campuran tersebut tidak dapat dilaksanakan
dan dapat dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan terhadap
perkawinan campuran tersebut. Akibat batalnya perkawinan campuran
tersebut maka secara hukum perkawinan tersebut dipandang tidak pernah ada
karena telah batal namun pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap
status anak yang dihasilkan dari perkawinan campuran tersebut..

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dasar Pertimbangan Majelis hakim dalam membatalkan Perkawinan
Campuran Jessica dengan Ludwig dalam Putusan No.568/Pdt.G/2014/PN
Jaksel adalah dari hasil pemeriksaan alat-alat bukti di persidangan dan juga
fakta-fakta persidangan terbukti bahwa perkawinan tersebut dilangsungkan
dengan menggunakan dokumen-dokumen yang tidak sah sehingga
perkawinan campuran tersebut dipandang mengandung cacat hukum
karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan
bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan dengan menggunakan
dokumen yang diperoleh dengan tidak sah atau melawan hukum maka
perkawinan tersebut cacat hukum, dengan dasar cacat hukum tersebut
majelis hakim memandang bahwa perkawinan tersebut harus dibatalkan.
2. Akibat hukum dari perkawinan campuran yang dibatalkan oleh pengadilan
karena dilangsungkan dengan menggunakan dokumen yang tidak sah
adalah perkawinan tersebut dapat dibatalkan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dan memiliki kewenangan dalam membatalkan
perkawinan campuran tersebut. Perkawinan yang demikian itu juga
dianggap tidak pernah ada sejak perkawinan tersebut dilangsungkan dan
berlaku sejak tanggal diputuskan oleh pengadilan dimana putusan
pengadilan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
B. Saran
1. Di dalam putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan campuran
tersebut hendaknya ditegaskan pula tentang status anak-anak yang telah
lahir terlebih dahulu sebelum putusan pembatalan perkawinan campuran
tersebut sebagai anak-anak yang sah yang memiliki hubungan hukum
keperdataan terhadap ayah dan ibu kandungnya sesuai ketentuan Pasal 28
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga seharusnya

8
permohonan test DNA yang dimohonkan tergugat dalam gugatan
konpensinya dikabulkan bukan ditolak oleh pengadilan, karena hal
tersebut penting dalam menentukan status anak tersebut apakah memang
benar sebagai anak yang dilahirkan dari hubungan Jessica dan Ludwig
dalam perkawinan campuran tersebut atau tidak.

2. Hendaknya pasangan calon mempelai suami istri yang akan


melangsungkan perkawinan campuran harus memenuhi syarat-syarat
untuk melangsungkan perkawinan baik syarat materiil maupun syarat
formiil, serta tidak menggunakan dokumen yang diperoleh secara tidak sah
dgn cara merekayasa atau memalsukan dokumen tersebut karena perbuatan
merekayasa/memalsukan dokumen tersebut merupakan perbuatan
melawan hukum baik perdata maupun pidana yang dapat dikenakan sanksi
perdata berupa gugatan pembatalan perkawinan campuran tersebut oleh
pihak yang berkepentingan, dan merasa dirugikan oleh perkawinan
campuran tersebut dan dapat pula dikenakan sanksi pidana berupa
hukuman penjara di atas 5 (lima) tahun bagi calon mempelai yang
melakukan perbuatan melawan hukum pidana tersebut, sesuai ketentuan
Pasal 263 KUH Pidana tentang pemalsuan surat.

Anda mungkin juga menyukai