Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS JURNAL

Disusun untuk memenunuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Hukum Perkawinan

Disusun oleh:

Odet Rehan Bahreni

02011282227189

Kelas A Indralaya

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023/2024
ANALISIS JURNAL

Pembatalan Perkawinan Karena Adanya Pemalsuan Identitas


Judul
Suami Dalam Berpoligami
Jurnal Yustitiabelen
Volume dan Halaman Volume 3 Nomor 1 (60-68)
Tahun Tahun 2017
Penulis Khoirul Anam

1.1. Latar Belakang


Seorang Penggugat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama
Tulungagung dengan nomor perkara 1447/Pdt.G/2013/PA.Ta. Gugatan ini diajukan karena
salah satu unsur rukun nikah tidak terpenuhi, yang disebabkan oleh Tergugat II yang
memalsukan identitas diri dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu. Hal
ini mengakibatkan Penggugat merasa terganggu dan merasa tidak sahnya perkawinan yang
telah terjadi.
Penggugat mengetahui adanya pemalsuan identitas tersebut dua hari setelah akad nikah,
yaitu pada tanggal 07 Juni 2013, dan mengajukan gugatan dalam tenggang waktu satu bulan
sejak diketahui adanya penipuan tersebut, yaitu pada tanggal 07 Juli 2013. Setelah melalui
proses persidangan, Pengadilan Agama Tulungagung memutuskan untuk mengabulkan
gugatan Penggugat dengan menyatakan bahwa perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat
II dinyatakan batal karena cacat hukum.
Dalam proses persidangan, Penggugat telah mengajukan berbagai bukti, termasuk
surat-surat dan kesaksian dari para saksi, untuk memperkuat gugatannya.
Berikut lampiran bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat.
a. Fotokopi sah yang telah dibubuhi materai cukup dan asli Kutipan Akta Nikah dari KUA
Kecamatan Campurdarat No. 178/05/VI/2013 tanggal 05 Juni 2013;
b. Fotokopi Kutipan Akta Nikah antara Tergugat I dengan Saksi I (istri Tergugat I) yang
dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Campurdarat No. 615/14/II/1999 tanggal 04
Februari 1999.
Berikut adalah saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat adalah sebagai berikut:
a. Saksi I dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan bahwa saksi I kenal baik
dengan Tergugat II karena Tergugat II adalah suami sah saksi I, dan saksi I tidak
mengetahui kalau Tergugat II telah menikah lagi tanpa seijin saksi.
b. Saksi II yang dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa saksi kenal dengan
Tergugat II karena saksi adalah adik ipar Tergugat II, dan Tergugat II adalah suami sah
dari saksi I yang menikah pada tahun 1999 dan telah dikaruniai 2 (dua) orang anak
Pengajuan bukti-bukti ini bertujuan untuk membuktikan bahwa peristiwa pemalsuan
identitas tersebut memenuhi syarat-syarat yang diperlukan dalam pembatalan perkawinan,
seperti yang diatur dalam hukum yang berlaku.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Tulungagung yang mengadili perkara tersebut
berkesimpulan bahwa dalam perkawinan Tergugat I dan Tergugat II telah melanggar
aturan-aturan hukum yang harus dipenuhi apabila seorang laki-laki hendak beristeri lebih
dari seorang, oleh karena itu Majelis Hakim Pengadilan Agama Tulungagung memutuskan
bahwa Penggugat telah terbukti menurut hukum. Alasan yang dipakai hakim dalam
mengabulkan pembatalan perkawinan yaitu perkara tersebut sebagai berikut:
a. Perkara tersebut benar adanya salah sangka;
b. Pengajuan tidak melewati tenggang waktu, kalau melewati tenggang waktu maka
permohonan tersebut ditolak.
Dengan demikian, latar belakang masalah ini adalah adanya pemalsuan identitas yang
dilakukan oleh salah satu pihak dalam perkawinan, yang menyebabkan Penggugat
mengajukan gugatan pembatalan perkawinan dengan alasan cacat hukum. Pengadilan
memutuskan untuk membatalkan perkawinan tersebut karena cacat hukum yang terjadi.
Lantas apakah prosedur pembatalan perkawinan dalam kasus tersebut sudah sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku?
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pembatalan itu sudah sesuai dengan peraturan UUP dan KHI?
2. Apakah sebab-sebab pembatalan perkawinan itu sudah sesuai dalam pasal-pasal UUP
dan KHI?
3. Apa saja akibat hukum yang ditimbulkan dalam keputusan itu?
4. Apakah keputusan itu sudah sesuai antara teori dan prakteknya dengan UUP dan KHI?
Apa sebabnya?
1.3. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan\
2. Kompilasi Hukum Islam
1.4. Analisis Hukum
1. Penyesuaian Pembatalan Perkawinan Dengan Peraturan UUP Dan KHI

Kasus pembatalan perkawinan diajukan oleh Penggugat di Pengadilan Agama


Tulungagung dengan alasan bahwa salah satu unsur rukun nikah tidak terpenuhi, yakni
karena Tergugat II memalsukan identitas diri dengan menggunakan KTP. Kasus
pembatalan perkawinan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam hukum
perkawinan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 27 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan
bahwa “Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka
mengenai diri suami atau isteri.” Selain itu, sudah sesuai dengan Pasal 72 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa “Seorang suami atau isteri dapat
mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami isteri.”

Pasal 27 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 72 ayat
(2) Kompilasi Hukum Islam mendukung pembatalan perkawinan dalam kasus tersebut
di mana terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri pada saat
berlangsungnya perkawinan.

2. ⁠Penyebab Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Pasal-Pasal UUP Dan KHI

Kasus pembatalan perkawinan disebabkan oleh beberapa alasan antara lain sebagai
berikut:

1. Pemalsuan Identitas oleh Tergugat II


Salah satu unsur rukun nikah tidak terpenuhi karena Tergugat II melakukan
pemalsuan identitas diri dengan menggunakan KTP palsu. Hal ini merupakan
pelanggaran terhadap syarat-syarat sahnya suatu perkawinan. Hal ini sesuai dengan
Pasal 27 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa
“Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syaratsyarat
untuk melangsungkan perkawinan.” Kemudian, Pasal 27 ayat (2) UU No.1 tahun
1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “Seorang suami atau isteri dapat
mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu
berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.”
2. Ketahuan Penipuan atau Salah Sangka
Penggugat mengetahui adanya penipuan atau kesalahan sangka (salah sangka)
dua hari setelah akad nikah, yaitu pada tanggal 07 Juni 2013, dan mengajukan
gugatan pembatalan perkawinan dalam waktu satu bulan sejak diketahui adanya
penipuan tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) UU No.1 tahun 1974
tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “Persyaratan hukum untuk
mengajukan gugatan dalam waktu yang ditentukan setelah mengetahui adanya
cacat hukum dalam perkawinan sesuai dengan Apabila ancaman telah berhenti, atau
yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan
haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.”
3. Pembuktian yang Dilakukan oleh Penggugat
Penggugat telah mengajukan bukti-bukti yang relevan, seperti surat-surat dan
kesaksian dari para saksi, untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya. Hal ini
mendukung argumen bahwa perkawinan tersebut sahnya terganggu karena adanya
pemalsuan identitas.

Dengan demikian disimpulkan bahwa penyebab pembatalan perkawinan


tersebut adalah pemalsuan identitas oleh Tergugat II, pengetahuan Penggugat tentang
penipuan atau kesalahan sangka dalam waktu yang ditentukan, pembuktian yang
dilakukan oleh Penggugat, dan keputusan pengadilan yang mengabulkan gugatan
pembatalan perkawinan tersebut.

3. ⁠Akibat hukum yang ditimbulkan dalam keputusan itu?

Akibat hukum dalam keputusan tersebut adalah Pembatalan Perkawinan dengan


alasan pemalsuan identitas yang dilakukan oleh salah satu pihak. Akibat dari
pembatalan perkawinan adalah keduanya kembali ke keadaan semula seolah-olah tidak
pernah melangsungkan perkawinan. Ini berarti secara hukum hubungan suami istri
mereka putus dan dianggap tidak pernah terjadi.

Pembatalan perkawinan dengan alasan pemalsuan identitas merupakan


pelanggaran formil, bukan materiil. Oleh karena itu, akibatnya juga bersifat formil,
yakni hanya menghasilkan surat pernyataan bahwa perkawinan tersebut dibatalkan.
Berdasarkan pernyataan hakim, pembatalan perkawinan tidak menghasilkan akta cerai,
tetapi hanya surat putusan yang menyatakan bahwa perkawinan tersebut dibatalkan. Ini
berarti secara resmi, pernikahan mereka tidak sah dan dianggap batal.

Selain itu, anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak kehilangan hak waris
dari ayahnya sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 76 Kompilasi Hukum Islam
“Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak
dengan orang tuanya.” Ini berarti pembatalan perkawinan tidak mempengaruhi status
anak dalam hal warisan.

Dengan demikian, disimpulkan bahwa pembatalan perkawinan dengan alasan


pemalsuan identitas menimbulkan akibat hukum yakni, hubungan suami istri putus
secara otomatis, tetapi anak yang lahir dari perkawinan tersebut tetap mempertahankan
hak waris dari ayahnya. Selain itu, pembatalan perkawinan tidak menghasilkan akta
cerai, tetapi hanya surat putusan yang menyatakan pembatalan perkawinan.

4. ⁠Penyesuaian Keputusan Dengan Teori Dan Praktek Dengan UUP Dan KHI
Dalam kasus ini, keputusan Pengadilan Agama Tulungagung untuk mengabulkan
gugatan pembatalan perkawinan berpegang pada keterangan saksi dan penggugat yang
tujuannya untuk melindungi kepentingan pihak penggugat yang dalam hal ini sebagai
pihak yang dirugikan dan pihak yang telah ditipu.
Adapun pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara
pembatalan perkawinan No. 1447/Pdt.G/2013/PA.Ta yaitu:
a. Penggugat pada pokoknya mengajukan gugatan pembatalan perkawinan atas
Tergugat dengan alasan perkawinan Tergugat I dengan Tergugat II tersebut
mengandung unsur penipuan, dimana pada saat perkawinan berlangsung Tergugat
II mengaku berstatus perjaka.
b. Gugatan yang diajukan tidak melewati tenggang waktu yaitu gugatan tersebut
diajukan dalam tenggang waktu satu (1) bulan dari sejak diketahui adanya penipuan
atau salah sangka pada tanggal 7 Juli 2013 maka gugatan tersebut sesuai dengan
Pasal 27 ayat (3) UU Perkawinan.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, keputusan pengadilan untuk
mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan karena cacat hukum yang terjadi akibat
pemalsuan identitas sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UUP dan KHI.
Oleh karena itu, keputusan pengadilan tersebut sesuai dengan teori dan praktek yang
diatur dalam kedua undang-undang tersebut.

1.5. ⁠Kesimpulan
Berdasarkan analisis hukum yang dilakukan atas kasus pembatalan perkawinan yang
diajukan oleh Penggugat di Pengadilan Agama Tulungagung, disimpulkan bahwa sasus
pembatalan perkawinan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.
Pembatalan perkawinan dilakukan karena salah satu unsur rukun nikah tidak terpenuhi,
yakni pemalsuan identitas oleh Tergugat II dengan menggunakan KTP palsu. Selain itu,
Penggugat mengajukan gugatan dalam waktu yang ditentukan oleh hukum setelah
mengetahui adanya pemalsuan identitas, sesuai dengan persyaratan hukum yang berlaku.
Keputusan Pengadilan Agama Tulungagung untuk mengabulkan gugatan pembatalan
perkawinan didasarkan pada fakta hukum yang relevan dengan kasus ini, termasuk bukti-
bukti yang diajukan oleh Penggugat dan pertimbangan hukum yang sesuai dengan UUP
dan KHI. Akibat hukum dari keputusan tersebut adalah pembatalan perkawinan, sehingga
hubungan suami istri dianggap tidak pernah terjadi. Meskipun demikian, anak yang lahir
dari perkawinan tersebut tetap memiliki hak waris dari ayahnya sesuai dengan Pasal 76
Kompilasi Hukum Islam.
Dengan demikian, keputusan pengadilan telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai ketentuan hukum
yang berlaku dan mendukung kepentingan hukum Penggugat yang telah dirugikan akibat
pemalsuan identitas dalam perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai