PPC
Program Pendidikan dan
Modul Diklat Tahap 3
TERPADU
PERADILAN AGAMA
e-learning.mahkamahagung.go.id 1
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah ©2019
PEMERIKSAAN PERKARA ISBAT NIKAH
a. Peserta dapat menjelaskan definisi dan dasar hukum isbat nikah di peradilan
agama.
b. Peserta dapat menjelaskan dua jenis (bentuk) perkara isbat nikah.
c. Peserta dapat menjelaskan prosedur dan mekanisme pemeriksaan perkara isbat
nikah.
d. Peserta dapat menerangkan persoalan-persoalan dan regulasi terbaru terkait
isbat nikah.
II. MATERI
2
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk.
Pasal 3 ayat (5):
“Jika terjadi salah satu hal tersebut pada ayat pertama, kedua dan ketiga dan
ternyata karena keputusan hakim, bahwa ada orang kawin tidak dengan
mencukupi syarat pengawasan atau ada talak atau rujuk tidak diberitahukan
kepada yang berwajib, maka biskalgripir hakim kepolisian yang bersangkutan
mengirim salinan keputusannya kepada pegawai pencatat nikah yang
bersangkutan dan pegawai itu memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam
buku pendaftaran masing-masing dengan menyebut surat keputusan hakim
yang menyatakan hal itu.”
3
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut
peraturan lain.
4
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
perkara isbat nikah baik dalam bentuk voluntair maupun contentious tidak wajib
mediasi seperti yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2016 karena isbat nikah
termasuk dalam perkara yang menyangkut legalitas hukum.
Tidak wajibnya mediasi untuk perkara isbat nikah diatur dalam Pasal Perma
No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pasal 4 ayat (2)
menetapkan bahwa sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian
Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1) Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu
penyelesaiannya;
2) Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau
tergugat yang telah dipanggil secara patut;
3) Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara
(intervensi);
4) Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan
perkawinan;
5) Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar
Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat yang
terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan
pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator bersertifikat.
5
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
Kemudian Pasal 7 ayat (4) KHI mengatur bahwa yang berhak mengajukan
permohonan isbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah, dan
pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
Prosedur pemeriksaan perkara isbat nikah secara lebih rinci dijelaskan
dalam Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama,
Edisi Revisi, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA
RI Tahun 2013, sebagai berikut:
a. Itsbat nikah dalam rangka penyelesaian perceraian tidak dibuat secara
tersendiri, melainkan menjadi satu kesatuan dalam putusan perceraian.
b. Untuk menghindari adanya penyelundupan hukum dan poligami tanpa
prosedur, Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah harus berhati-hati dalam
menangani permohonan itsbat nikah.
c. Proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian permohonan pengesahan
nikah/itsbat nikah harus memedomani hal-hal sebagai berikut:
1) Permohonan itsbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami isteri atau
salah satu dari suami isteri, anak, wali nikah dan pihak lain yang
berkepentingan dengan perkawinan tersebut ke Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum Pemohon bertempat
tinggal, dan permohonan itsbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan
kepentingan yang jelas serta konkrit.
2) Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua
suami isteri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi
penetapan tersebut menolak permohonan itsbat nikah, maka suami dan
isteri bersama-sama atau suami, isteri masing-masing dapat mengajukan
upaya hukum kasasi.
3) Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah
seorang suami atau isteri bersifat kontensius dengan mendudukan isteri
atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon,
produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan
upaya hukum banding dan kasasi.
4) Jika dalam proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah dalam angka (2)
dan (3) tersebut di atas diketahui bahwa suaminya masih terikat dalam
perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka isteri terdahulu
tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika Pemohon tidak mau
merubah permohonannya dengan memasukkan isteri terdahulu sebagai
pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
5) Permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan pihak
lain yang berkepentingan harus bersifat kontensius, dengan mendudukkan
suami dan isteri dan/atau ahli waris lain sebagai Termohon.
6) Suami atau isteri yang telah ditinggal mati oleh isteri atau suaminya, dapat
mengajukan permohonan itsbat nikah secara kontensius dengan
mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak Termohon, produknya
6
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum
banding dan kasasi.
7) Dalam hal suami atau isteri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli
waris lain selain dirinya maka permohonan itsbat nikah diajukan secara
voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan tersebut
ditolak, maka Pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
8) Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam
perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (2) dan (6) dapat
melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah
yang memutus, setelah mengetahui ada penetapan itsbat nikah.
9) Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam
perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5)
dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar’iyah yang memeriksa perkara itsbat nikah tersebut selama perkara
belum diputus.
10) Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak
dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan
(5), sedangkan permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah, dapat mengajukan gugatan pembatalan
perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar’iyah tersebut.
11) Ketua Majelis Hakim 3 (tiga) hari setelah menerima PMH, membuat PHS
sekaligus memerintahkan jurusita pengganti untuk mengumumkan
permohonan pengesahan nikah tersebut 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal pengumuman pada media massa cetak atau elektronik atau
sekurang-kurangnya diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah.
12) Majelis hakim dalam menetapkan hari sidang paling lambat 3 (tiga) hari
setelah berakhirnya pengumuman. Setelah hari pengumuman berakhir,
Majelis Hakim segera menetapkan hari sidang.
13) Untuk keseragaman, amar pengesahan nikah berbunyi sebagai berikut:
“Menyatakan sah perkawinan antara _______ dengan ________ yang dilaksanakan
pada tanggal _________ di __________”.
7
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
b. Sidang isbat nikah dihadiri oleh pasangan suami isteri yang masih hidup secara
pribadi (in person) kecuali ada alasan lain (Pasal 12 Ayat 2).
c. Pemeriksaan permohonan isbat nikah dalam Pelayanan Terpadu dapat
dilaksanakan oleh hakim tunggal (Pasal 12 Ayat 4).
d. Dalam hal permohonan isbat nikah dikabulkan, salinan penetapan diberikan
oleh pengadilan kepada pemohon pada hari yang sama (Pasal 10 Ayat 1).
8
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
5) Gugatan Pembatalan Isbat Nikah Atas Perkawinan Siri
Seorang isteri dapat mengajukan gugatan pembatalan penetapan isbat nikah
seorang suami dengan isteri barunya yang tidak melibatkan isteri sebelumnya
ke Pengadilan Agama yang menerbitkan penetapan isbat nikah tersebut. Jika
isbat nikah dilakukan di luar negeri, maka gugatan diajukan ke Pengadilan
Agama Jakarta Pusat.
(SEMA No. 5 Tahun 2014, Kamar Agama – 7)
9
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
Total waktu untuk pokok bahasan ini adalah 4 JPL (180 menit) dengan
perkiraan agenda sebagai berikut:
No AKTIVITAS WAKTU
Ceramah umum terkait dengan materi pembelajaran: 1.
Definis dan Dasar Hukum Isbat Nikah; 2. Jenis Perkara
1 60 Menit
Isbat Nikah; 3. Prosedur Pemeriksaan Perkara Isbat
Nikah; dan 4. Kaidah Hukum Baru tentang Isbat Nikah
2 Diskusi Kasus 100 Menit
3 Kesimpulan oleh fasilitator 10 Menit
4 Pop Quiz 10 Menit
Total 180 Menit
V. SUMBER-SUMBER
Pada daftar di bawah ini dapat dilihat uraian bahan bacaan terkait setiap sub
pokok bahasan yang akan disampaikan oleh pemberi materi. Untuk memudahkan
proses pembelajaran, bahan-bahan bacaan yang ada dalam daftar ini telah
disediakan pada bagian lampiran dalam bahan ajar ini.
Bahan Bacaan:
Buku II, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi
Revisi, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI Tahun, Jakarta,
2013.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 Kewajiban Pegawai-Pegawai Nikah
dan Tata Kerja Pengadilan Agama Dalam Melaksanakan Peraturan
Perundang-Undangan Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu
Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar’iyah Dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan
Akta Kelahiran.
10
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018.
Apa yang peserta dapatkan dan apa yang diharapkan dari peserta?
11
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah
12
Pemeriksaan Perkara Isbat Nikah