Anda di halaman 1dari 18

ii

JURNAL ILMIAH

PELANGGARAN PERJANJIAN KAWIN (TAKLIK TALAK) SEBAGAI


SALAH SATU ALASAN PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh :

SAHRO RIZAL HIDAYAT


D1A 009 226

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2013

HalamanPengesahanJurnalIlmiah
iii

PELANGGARAN PERJANJIAN KAWIN (TAKLIK TALAK) SEBAGAI


SALAH SATU ALASAN PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh :

SAHRO RIZAL HIDAYAT


D1A 009 226

Menyetujui,

Mataram, Agustus 2013

Pembimbing Pertama,

SriSutrisni, SH.,MH
NIP. 19490412197903 2 001

PELANGGARAN PERJANJIAN KAWIN (TAKLIK TALAK) SEBAGAI


SALAH SATU ALASAN PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
iv

SAHRO RIZAL HIDAYAT


D1A 009 226
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitianbertujuanmengetahuisyaratyangdipenuhidalammengajukangugatan
perceraian terkaitpelanggaran perjanjian kawin danakibathukumnya.
Penelitianinimerupakan penelitiannormatif dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan
konseptual.HasilpenelitianbahwapelanggaranTaklik Talakharus terlebih dahulu
diadukan ke Pengadilan Agama oleh pihak istri.
Simpulannyaadalahperjanjian kawin harus disahkan oleh Pegawai Pencatat
Nikah, sehingga saat terjadi pelanggaran,taklik talak dapat diajukan ke Pengadilan
Agama dan dapat digunakan sebagai alasan mengajukan gugatan perceraian oleh
pihak istri. Akibat hukum Taklik Talakjuga sebagai alasan melakukan pembatalan
nikah. Saran yang diberikanyaitusebelum melakukan perjanjian kawin terlebih
dahulu memahami syarat sah suatu perjanjian kawin.
Kata kunci:Pelanggaran, Perjanjian kawin, Alasan Perceraian.

BREACH OF COVENANT MARRIAGE (DIVORCE ADDENDUM) AS A


REASON FOR DIVORCE ACCORDING TO LAW NUMBER 1 OF 1974
AND A COMPILATION OF ISLAMIC LAW

ABSTRACT
This research aims to determine the conditions that met the relevant filed
divorce marriage covenant violations and legal consequences. This research is the
normative research with use legislation and conceptual approach. The result
showed that the marriage covenant violations must first reported to the court by
the wife’s religion.
Conclusion is covenant marriage must be legalized by the marriage
registrar employees, so in case of violation, addendum divorce can be brought to
justice and religion can be used as reason for divorce filed by the wife. Due the
breach of covenant marriage law as well as a reason to cancel the permissibility of
marriage. Advice given the prospective before marriage covenant must firs
understand the legal requirements ranging from a marriage agreement.
Key word: violation, marriage agreement, the reason for divorce

I. PENDAHULUAN
v

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(UUP), tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Salah satu hal yang penting dalam sebuah pernikahan adalah

mengenai perjanjian kawin. Selama ini baru sebagian kecil masyarakat

Indonesia yang melakukan perjanjian kawin(Taklik Talak). Anggapan

bahwasetelah menikah segala sesuatu melebur menjadi satu membuat setiap

pasangan merasa enggan untuk membuat perjanjian perkawinan(Taklik Talak)

tersebut. Padahal, perjanjian kawin(Taklik talak) tak hanya memuat urusan

harta benda saja, tetapi juga pembagian peran danpengasuhan anak.

Pendeknya, perjanjian kawin(Taklik Talak) dianggap matrealistik, tidak etis

dan tidak sesuai adat ketimuran.

Perjanjian perkawinan (Taklik Talak)di Indonesia diatur dalam UUP

dan KHI. Hal inidirasa perlu agar perjanjian kawin(Taklik Talak) berjalan

dalam koridor hukum dan untuk hak-hak pihak yang membuat kesepakatan

(suami istri). Disamping itu, perjanjian tersebut sangat urgen untuk diatur

karena ada dalam sebuah lembaga bernama pernikahan.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan

ketentuan dari perjanjian kawin yang dicantumkan dalam pasal 29 ayat 1,

Lebih jauh, KHI mengatur bentuk-bentuk perjanjian kawin(Taklik Talak)

yang dapat diadakan oleh kedua belah pihak, hukum tertentu dalam Pasal 45.

Ketika perjanjian kawin(Taklik Talak) telahdisepakati oleh kedua belah


vi

pihak, maka masing-masing wajib mematuhinya, sepanjang dalam perjanjian

tersebut tidak ada pihak-pihak lain yang memaksa.1

Hak dan kewajiban dalam kehidupan keluarga muncul akibat

perkawinan sebagai perjanjian.Seseorang laki-laki yang menjadi suami

memperoleh hak suami dalam keluarga.Begitupun seorang perempuan yang

mengikatkan diri menjadi istri memperoleh hak sebagai istri dalam

keluarga.Salah satu hak dari seorang suami adalah menjatuhkan talak kepada

istrinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, yaitu: Pertama, Persyaratan apakah yang diperlukan untuk

keabsahan suatu perjanjian perkawinan (ta’lik talak) ?; Kedua, Bagaimana

pandangan Hukum Islam terhadap pelanggaran perjanjian kawin (ta’lik talak)

sebagai alasan untuk menuntut perceraian ?; Ketiga, Bagaimana akibat

Hukum terhadap pelanggaran perjanjian kawin ?

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Pertama, untuk

Mengetahui persyaratan apakah yang diperlukan untuk keabsahan suatu

perjanjian perkawinan (ta’lik talak) menurut Kompilasi Hukum Islam;

Kedua,Menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap pelanggaran

perjanjian kawin (ta’lik talak) sebagai alasan untuk menuntut perceraian;

Ketiga, Menjelaskan bagaimana akibat Hukum terhadap pelanggaran

perjanjian kawin.

1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam diIndonesia, cet.k-6(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.
159
vii

Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah: Pertama, perceraian oleh pelanggaran perjanjian kawin (taklik talak)

harus melalui keputusan Pengadilan Agama; Kedua, memberikan

pengetahuan yang spesifik tentang suatu konsep pengetahuan atau rumusan

yang berkaitan dengan pelanggaran perjanjian kawin (taklik talak) dapat

menimbulkan akibat hukum di perbolehkannya pihak istri mengajukan

gugatan sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normative dengan

pendekatan yang digunakan yaitu Statute Approach, dan Conceptual

Approach.Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data

sekunder, yang dalam data sekunder atau data kepustakaan mencakup tiga

jenis bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder dan

tersier.Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi

melalui penelaahan kepustakaan Library Research.

II. PEMBAHASAN

A. Persyaratan Keabsahan Suatu Perjanjian Kawin (Ta’lik Talak)

Dalam Pasal 1320 Undang-Undang Hukum Perdata, ditentukan bahwa

agar dapat dikatakan sah, suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :2 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2)

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3) Mengenai suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal.

2
KUH Perdata Pasal 1320
viii

Sedangkan suatu perjanjian kawin dapat dikatakan sah dan memiliki

kekuatan hukum apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :1) Atas

persetujuan bersama mengadakan perjanjian kawin : Calon suami dan istri

yang akan membuat perjanjian kawin harus mendasarkannya atas persetujuan

bersama. Maksudnya apa yang dikehendaki oleh calon suami juga harus

dikehendaki oleh calon istri, begitu pula sebaliknya. Suatu kesepakatan yang

di dalamnya terdapat cacat kehendak berupa paksaan (dwang), penipuan

(bedrog) dan kekhilafan (dwaling) meski telah lahir secara sah, perjanjian

yang dibuat para pihak dapat dibatalkan (vernietigbaar) sehingga hilang

keabsahannya.3; 2) Suami istri cakap membuat perjanjian : Perjanjian kawin

harus dibuat oleh suami istri yang cakap bertindak hukum karena secara

hukum akan memikul beban perjanjian. Dalam KUH Perdata Pasal 1330

disebutkan tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu

:a) Orang-orang yang belum dewasa; b) Mereka yang ditaruh dibawah

pengampuan; c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-

undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Menurut KUH Perdata dalam Pasal 108 menyatakan seorang

perempuan yang bersuami, dalam membuat suatu perjanjian istri memerlukan

bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya.Dalam membuat perjanjian

dengan isi perjanjian yang menyangkut masalah rumah tangga, istri telah

dianggap dikuasakan oleh suaminya.Dengan demikian, seorang istri

3
Syamsul Anwar, hukum Perjanjian Dalam Islam : Kajian Terhadap Masalah Cacat
Kehendak (Wilsgebreken), hal. 94
ix

dimasukkan dalam golongan orang-orang yang tidak cakap membuat suatu

perjanjian.Perbedaannya dengan anak yang belum dewasa adalah bahwa

seorang anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau

wali.Sedangkan seorang istri harus dibantu oleh seorang suami. Jika

seseorang dalam membuat suatu perjanjian diwakili oleh orang lain, maka

seseorang tersebut tidak membuat perjanjian itu sendiri, tetapi yang tampil

kedepan adalah wakilnya. Tetapi jika seseorang dibantu, ini berarti ia

bertindak sendiri, hanya saja didampingi oleh orang lain yang membantunya.

Bantuan tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis.4

Supaya perjanjian kawin dapat dikatakan sah, maka harus terhindar

dari unsur-unsur yang dicantumkan dalam KUH Perdata Pasal 1330 di

atas.Salah satu unsur yang sangat urgen adalah “kedewasaan”.Parameter

dewasa adalah umur. Dalam UUP Pasal 6 ayat (2) dinyatakan untuk

langsungkan pernikahan, seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus

mendapat izin dari kedua orang tuanya. Sehingg dalam hal membuat

perjanjian kawina(taklik talak) harus seizin kedua orang tuanya. Mengenai

batas usia kedewasaan ini, di Mahkamah Agung (MA) belum ada kata

sepakat. Namun dalam lokakarya hukum yang diadakan bagi para hakim

Indonesia, dikemukakan bahwa selama belum ada ketegasan dari MA, batas

usia dewasa adalah 21 tahun dan belum pernah kawin.

1. Obyek perjanjian jelas

4
Subekti, Hukum Perjanjian, cet ke-11 (Jakarta : PT Intermasa, 1987), hal. 18
x

Obyek perjanjian ini mengenai isi perjanjian kawin(Talik talak)

misalnya percampuran harta benda pribadi atau pemisahan harta bersama

dan sebagainya. Obyek perjanjian kawin(talik talak) bisa juga mencakup

barang-barang yang akan ada dikemudian hari. Misalnya, perjanjian yang

berisi pemisahan harta benda bersama. Meski saat perjanjian itu dibuat

hartanya belum terwujud dan baru akan terwujud pada saat perkawinan

berlangsung.5

Isi perjanjian kawin (talik talak) merupakan hal yang sangat urgen

untuk kebaikan bersama antara kedua belah pihak. Perjanjian kawin

(talik talak)dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta

bawaan masing-masing suami atau istri. Meskipun begitu, UUP tidak

mengatur tujuan perjanjian kawin dan apa yang dapat diperjanjikan

secara detail, segalanya diserahkan pada pihak calon pasangan yang akan

menikah.6Pada dasarnya isi perjanjian kawin (taklik talak) dapat

mengatur penyelesaian dari masalah yang bisa saja timbul selama masa

perkawinan, antara lain: a) Pemisahan harta kekayaan; b) Pemisahan

hutang ; c) Tanggung jawab terhadap anak-anak hasil pernikahan

tersebut; d) Ta’lik talak.

Isi perjanjian kawin (taklik talak) tidak boleh bertentangan

dengan hukum, misalnya jika mendapat harta bersama akan digunakan

untuk modal usaha perjudian, juga tidak boleh bertentangan dengan

agama, misalnya perjanjian untuk memadu dua kakak beradik.

5
KUH Perdata Pasal 1334
6
KHI Pasal 47
xi

B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pelanggaran Perjanjian Kawin

(Ta’lik Talak) Sebagai Alasan Menuntut Perceraian

Adapun dasar hukum taklik talak sebagai berikut : Qur’an Surat An

Nisa ayat 128, artinya : “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau

sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya

mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih

baik (bagi mereka) walaupunn manusia itu tabiatnya kikir. Dan jika kamu

bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan

sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa

yang kamu kerjakan.”

Nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban bersuami istri.Nusyuz dari

pihak istri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.Nusyuz dari

pihak suami ialah bersikap keras terhadap istrinya, tidak mau menggaulinya

dan tidak mau memberikan haknya.Seperti istri bersedia beberapa haknya

dikurangi asal suaminya balek kembali.

Selain dasar hukum diatas, yang mendasari adanya taklik talak adalah

Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan :“ kedua calon mempelai

dapat mengadakan perkawinan dalam bentuk :a) Taklik talak; b) Perjanjian

lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.”

Di dalam Kompilasi Hukum Islam taklik talak juga diatur dalam Pasal 116

sebagai alasan perceraian, adalah sebagai berikut :1) Salah satu pihak berbuat

zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sulit

disembuhkan; 2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun


xii

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal

lain diluar kemampuannya; 3) Salah satu pihak mendapat hukuman selama 5

tahun atau lebih berat setelah perkawinannya berlangsung; 4) Salah satu

pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan

pihak lain ; 5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dan

akibat tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri; 6) Antara suami istri

terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan

untuk rukun lagi dalam rumah tangga; 7) Suami melanggar taklik talak ; 8)

Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam

rumah tangga

Dari Pasal diatas, jelas terlihat pelanggaran terhadap taklik talak

sebagai salah satu alasan perceraian diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.

Mengenai taklik talak sebagai alasan perceraian telah dibahas oleh

para ulama fiqh dalam berbagai kitab fiqh.Dalam pembahasan ini para ulama

mengalami perbedaan pendapat, ada yang memperbolehkan dan ada juga

yang menolak.Perbedaan tersebut sampai sekarang mewarnai perkembangan

hukum Islam.Diantara yang membolehkan pun terdapat dua pendapat, ada

yang membolehkan secara mutlak dan ada yang membolehkan dengan syarat-

syarat tertentu.Perbedaan pendapat di antara yang membolehkan, pada

dasarnya terletak pada bentuk sifat dan sighat taklik talak yang bersangkutan.

Yang membolehkan secara mutlak, ulama membolehkan semua bentuk sighat

taklik, baik yang bersifat syarti maupun qasami,yang bersifat umum maupun
xiii

yang dikaitkan dengan sesuatu. Sedangkan yang membolehkan ialah sighat

taklik yang bersifat syarti, dan sesuai dengan tujuan dan hukum syar’i.7

C. Akibat Hukum Terhadap Pelanggaran Perjanjian Kawin (Ta’lik Talak)

Menurut Kompilasi Hukum Islam

Ditinjau dari segi yuridis, ada beberapa perundang-undangan yang

secara langsung dijadikan sebagai dasar pelaksanaan perjanjian taklik

talak.Adapun peraturan perundang-undangan itu adalah Kompilasi Hukum

Islam (KHI) dan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990.

Dalam KHI taklik talak diatur dalam Bab VII mengenai perjanjian

perkawinanyang terdapat dalam pasal 45 dan 46 yang berbunyi :Pasal

45“Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam

bentuk : (1) Taklik talak, dan (2) Perjanjian lain yang tidak bertentangan

dengan hukum Islam”. Pasal 46 : (1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan

dengan hukm Islam, (2) Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak

betul-betul terjadi kemudian tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak

sungguh jatuh istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.,

(3) Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada

setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak diperjanjikan tidak dapat

dicabut kembali.

7
Mahmoud Syaltout, Perbandingan Mazhab Dalam Masalah Fiqh, Terjemahan Ismuha,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hal. 218-219
xiv

Sedangkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990, diatur dalam

Bab III tentang pemeriksaan nikah, pada Pasal 11 dan Pasal 24 yang

berbunyi: Pasal 11 : (1) Calon suami istri dapat mengadakan perjanjian

sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam dan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku, (2) Perjanjian sebagaimana tersebut pada ayat (1)

dibuat rangkap 4 diatas kertas bermaterai menurut peraturan yang berlaku.

Lembar pertama untuk suami, lembar kedua untuk istri, lembar ketiga untuk

PPN dan lembar keempat untuk pengadilan, (3) Perjanjian yang berupa taklik

talak dianggap sah jika perjanjian itu dibaca dan ditandatangani oleh suami

setelah akad nikah dilangsungkan, (4) Sighat taklik talak ditetapkan oleh

Menteri Agama, (5) Tentang ada atau tidak adanya perjanjian sebagaimana

dimaksud ayat 1 dan ayat 3 dicatat dalam daftar pemeriksaan nikah. Pasal 24 :

(1) Apabila waktu pemeriksaan nikah calon suami istri telah menyetujui

adanya taklik talak sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (3), maka suami

membaca dan menandatangani taklik talak sesudah akad nikah

dilangsungkan, (2) Apabila waktu nikah suami mewakilkan qabul kepada

orang lain, maka taklik talak itu dibaca dan ditandatangani oleh suami pada

waktu yang lain dimuka PPN/pembantu PPN tempat akad nikah dilakukan

atau yang mewilayahi tempat tinggalnya.

Melihat dari peraturan perundang-uandangan yang lain, sebagaimana

dalam Pasal 39 ayat (2) UUP dan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975,

keduanya tidak membahas tentang taklik talak sebagai alasan perceraian, hal

ini dimaksudkan kedua pasal itu sudah cukup memadai. Sesuai dengan jiwa
xv

Undang-Undang yang antara lain menganut asas mempersukar terjadinya

perceraian sehingga tidak perlu lagi ditambah atau diperluas. Bila dilihat dari

segi peraturan perundangan, maka jelas bahwa dalam alasan perceraian yang

berlaku di Indonesia tidak disebut-sebut taklik talak, demikian halnya jika

taklik talak dikategorikan sebagai perjanjian perkawinan karena ditetapkan

secara serta merta pada saat berlangsungnya perkawinan, maka secara tegas

UU Perkawinan dalam penjelasan Pasal 29 dinyatakan bahwa dalam hal ini

tidak termasuk taklik talak yang memberi pengertian bahwa UUP tidak

mengenal lembaga taklik talak.8

Dari uraian-uraian diatas yang membahas dasar hukum perjanjian

taklik, kiranya dapat memberi landasan hukum taklik talak tetap berlaku di

lingkungan Pengadilan Agama, dimana taklik talak secara substansial dalam

KHI dapat dilihat dari dua segi, yakni sebagai perjanjian perkawinan dan

sebagai alasan perceraian. Dari dua segi hal itu, bila dilihat sistematika

penyusunan KHI, nampaknya KHI lebih menitikberatkan pada esensinya

sebagai perjanjian perkawinan.Hal ini terlihat pada pemuatannya pada pasal

45 dan 46 yang sudah diuraikan diatas.

Perjanjian taklik talak bertujuan untuk melindungi istri dari tindak

sewenang-wenang suami, sehingga suami tidak akan berbuat sewenang-

wenang terhadap istri. Dalam hal ini, maka pemerintah Republik Indonesia

(RI) memberlakukan sistem taklik talak seperti yang terdapat dalam buku

nikah yang diterbitkan oleh Departemen Agama yang bertujuan untuk

8
Hamka, “Tafsir Al-Azhar”, Panji Masyarakat, (Jakarta : t.p, 1981), hal. 71
xvi

melindungi istri dari tindakan sewenang-wenang suami.Jika suami menyia-

nyiakan istri sehingga istri sengsara, maka istri dapat mengadu kepada hakim

agar perkawinannya diputuskan.Dengan adanya janji yang terwujud dalam

bentuk taklik talak, maka masing-masing lebih terdorong untuk

melaksanakan hak dan kewajibannya.

Ucapan talak ini bermacam-macam menurut yang mengikrarkan talak.

Ada talak yang jatuh ketika suami mengucapkan talak, ada yang

digantungkan dengan suatu syarat dan ada pula yang disandarkan pada waktu

yang akan datang.9Hubungan suami istri dapat menjadi putus berdasarkan

taklik talak dengan adanya beberapa ketentuan, yaitu : 10 1) Menyangkut

peristiwa. Peristiwa dimana digantungkan talak berupa terjadinya sesuatu

seperti yang telah diperjanjikan.,misalnya suami memukul istrinya;2) Istri

tidak rela. Apabila suami memukul istrinya dan istri tidak rela atas perbuatan

suaminya tersebut; 3) Jika istri sudah tidak rela tersebut mengajukan gugat

cerai ke Pengadilan Agama, istri membayar iwald sebagai pernyataan tidak

senangnya terhadap sikap suami;4) Dengan membayar iwald sebesar Rp.

10.000,- itu akan disumbangkan untuk kepentingan ibadah sosial ke Badan

Kesejahteraan Masjid.

9
Al-Hamdani, “Risalah Nikah”. Terjemahan Agus Salim Risalah Nikah (Hukum Perkawinan
Islam), cet ke-2, (Jakarta : Pustaka Armani, 2002), hal. 218
10
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 251
xvii

III.PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal,

yaitu:pertama, perjanjian kawin dikatakan sah apabila memenuhi syarat-

syarat perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 Undang-Undang Hukum Perdata;

Kedua, Para ulama fiqh membahas taklik talak dan terjadi banyak perbedaan

pendapat. Tidak sedikit pendapat yang pro dan kontra dalam hal ini.Adapun

dasar hukum taklik talak sebagai berikut, Al-Quran Surat An-Nisa ayat 128,

dan Pasal 45 KHI. adapun yang membahas taklik talak sebagai alasan

perceraian dibahas dalam Pasal 116 KHI, sedangkan UU Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah tidak ada yang membahas taklik talak sebagai alasan

perceraian. Perjanjian taklik talak pada dasarnya bertujuan untuk melindungi

kaum wanita dari perbuatan kesewenang-wenangan suami.Sekiranya seorang

suami telah menjadikan perjanjian taklik talak ketika akad nikah

dilangsungkan dalam bentuk perjanjian itu telah disepakati bersama, maka

perjanjian taklik itu dianggap sah untuk semua bentuk taklik talak. Apabila

suami melanggar perjanjian yang sudah disepakati itu maka istri dapat

meminta cerai kepada hakim yang sudah ditunjuk oleh pihak yang

berwenang; Ketiga, Selain dasar hukum diatas, secara yuridis taklik talak juga

dibahas dalam Pasal 46 KHI dan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990

dalam Pasal 11 dan 24. Dari dasar-dasar hukum tersebut sehingga taklik talak

mempunyai akibat hukum jika terjadi pelanggaran perjanjian taklik talak.KHI

membahas taklik talak dari dua segi, yakni sebagai perjanjian perkawinan dan
xviii

sebagai alasan perceraian. Hubungan suami istri dapat menjadi putus

berdasarkan taklik talak dengan adanya beberapa ketentuan-ketentuan yaitu :

menyangkut peristiwa, itsri tidak rela dan dengan istri membayar uang iwadl.

Talak yang jatuh sebagai akibat pelanggaran terhadap perjanjian taklik talak

ini termasuk talak Bain, hal ini dikarenakan perceraian itu sendiri dengan

pembayaran uang iwadl dari pihak istri.

B. Saran

Pertama,Mendorong bagi pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini

pemerintah agar lebih memperhatikan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian,

khususnya perjanjian perkawinan.Lebih memperhatikan kembali syarat

subyektif, obyektif dan syarat administratif dari suatu perjanjian kawin sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.Lebih dipermudah pemahamannya

sehingga dapat diterima oleh masyarakat; Kedua, Memahami kembali

maksud dari akibat hukum pelanggaran perjanjian kawin. Sehingga tidak

menganggap perjanjian kawin hanya sebagai formalitas saja, akan tetapi

memiliki kekuatan hukum tertulis, baik perjanjian kawin maupun taklik talak.

Selain itu, pembuktian tentang taklik talak menjadi bagian yang sangat

penting demi memenuhi tuntutan perundang-undangan yang berlaku bagi

masyarakat, terutama yang beragama islam. Hal ini penting karena

merupakan salah satu pembuktian di pengadilan, jika terjadi kasus cerai

gugat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku, Makalah dan Artikel

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian dalam Islam : Kajian terhadap Masalah Cacat
Kehendak. Wilsgebreken

Hamka. “Tafsir Al-Azhar”, Panji Masyarakat. Jakarta : t.p, 1981

Rofiq, Ahmad.Hukum Islam diIndonesia, cet.k-6.Jakarta : PT. Raja Grafindo


Persada, 2003

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet. XXI. Jakarta : Intermasa, 1987

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, cet. K-4.Jakarta : Rineka cipta, 2010

Syaltout, Mahmoud. Perbandingan Mazhab dan Masalah Fiqh, dialih bahasakan


oleh drs. H. Ismuha. Jakarta : Bulan Bintang, 1978.

2. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang tentang Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974, LN


No. 1 Tahun 1974, TLN No. 3019

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1


Tahun 1974 tentang Perkawinan. PP No. 9 Tahun 1975, LN No. 1 Tahun 1974,
TLN No. 3019

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kompilasi Hukum Islam

Anda mungkin juga menyukai