JURNAL ILMIAH
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2013
HalamanPengesahanJurnalIlmiah
iii
Oleh :
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
SriSutrisni, SH.,MH
NIP. 19490412197903 2 001
ABSTRACT
This research aims to determine the conditions that met the relevant filed
divorce marriage covenant violations and legal consequences. This research is the
normative research with use legislation and conceptual approach. The result
showed that the marriage covenant violations must first reported to the court by
the wife’s religion.
Conclusion is covenant marriage must be legalized by the marriage
registrar employees, so in case of violation, addendum divorce can be brought to
justice and religion can be used as reason for divorce filed by the wife. Due the
breach of covenant marriage law as well as a reason to cancel the permissibility of
marriage. Advice given the prospective before marriage covenant must firs
understand the legal requirements ranging from a marriage agreement.
Key word: violation, marriage agreement, the reason for divorce
I. PENDAHULUAN
v
dan KHI. Hal inidirasa perlu agar perjanjian kawin(Taklik Talak) berjalan
dalam koridor hukum dan untuk hak-hak pihak yang membuat kesepakatan
(suami istri). Disamping itu, perjanjian tersebut sangat urgen untuk diatur
yang dapat diadakan oleh kedua belah pihak, hukum tertentu dalam Pasal 45.
keluarga.Salah satu hak dari seorang suami adalah menjatuhkan talak kepada
istrinya.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Pertama, untuk
perjanjian kawin.
1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam diIndonesia, cet.k-6(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.
159
vii
Approach.Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder, yang dalam data sekunder atau data kepustakaan mencakup tiga
II. PEMBAHASAN
2
KUH Perdata Pasal 1320
viii
kekuatan hukum apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :1) Atas
bersama. Maksudnya apa yang dikehendaki oleh calon suami juga harus
dikehendaki oleh calon istri, begitu pula sebaliknya. Suatu kesepakatan yang
(bedrog) dan kekhilafan (dwaling) meski telah lahir secara sah, perjanjian
harus dibuat oleh suami istri yang cakap bertindak hukum karena secara
hukum akan memikul beban perjanjian. Dalam KUH Perdata Pasal 1330
disebutkan tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu
dengan isi perjanjian yang menyangkut masalah rumah tangga, istri telah
3
Syamsul Anwar, hukum Perjanjian Dalam Islam : Kajian Terhadap Masalah Cacat
Kehendak (Wilsgebreken), hal. 94
ix
seorang anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau
seseorang dalam membuat suatu perjanjian diwakili oleh orang lain, maka
seseorang tersebut tidak membuat perjanjian itu sendiri, tetapi yang tampil
bertindak sendiri, hanya saja didampingi oleh orang lain yang membantunya.
Bantuan tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis.4
dewasa adalah umur. Dalam UUP Pasal 6 ayat (2) dinyatakan untuk
mendapat izin dari kedua orang tuanya. Sehingg dalam hal membuat
batas usia kedewasaan ini, di Mahkamah Agung (MA) belum ada kata
sepakat. Namun dalam lokakarya hukum yang diadakan bagi para hakim
Indonesia, dikemukakan bahwa selama belum ada ketegasan dari MA, batas
4
Subekti, Hukum Perjanjian, cet ke-11 (Jakarta : PT Intermasa, 1987), hal. 18
x
berisi pemisahan harta benda bersama. Meski saat perjanjian itu dibuat
hartanya belum terwujud dan baru akan terwujud pada saat perkawinan
berlangsung.5
Isi perjanjian kawin (talik talak) merupakan hal yang sangat urgen
secara detail, segalanya diserahkan pada pihak calon pasangan yang akan
mengatur penyelesaian dari masalah yang bisa saja timbul selama masa
5
KUH Perdata Pasal 1334
6
KHI Pasal 47
xi
Nisa ayat 128, artinya : “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau
sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
baik (bagi mereka) walaupunn manusia itu tabiatnya kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan
sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa
pihak suami ialah bersikap keras terhadap istrinya, tidak mau menggaulinya
Selain dasar hukum diatas, yang mendasari adanya taklik talak adalah
Di dalam Kompilasi Hukum Islam taklik talak juga diatur dalam Pasal 116
sebagai alasan perceraian, adalah sebagai berikut :1) Salah satu pihak berbuat
zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sulit
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
pihak lain ; 5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dan
akibat tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri; 6) Antara suami istri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
untuk rukun lagi dalam rumah tangga; 7) Suami melanggar taklik talak ; 8)
rumah tangga
sebagai salah satu alasan perceraian diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.
para ulama fiqh dalam berbagai kitab fiqh.Dalam pembahasan ini para ulama
yang membolehkan secara mutlak dan ada yang membolehkan dengan syarat-
dasarnya terletak pada bentuk sifat dan sighat taklik talak yang bersangkutan.
taklik, baik yang bersifat syarti maupun qasami,yang bersifat umum maupun
xiii
taklik yang bersifat syarti, dan sesuai dengan tujuan dan hukum syar’i.7
Dalam KHI taklik talak diatur dalam Bab VII mengenai perjanjian
bentuk : (1) Taklik talak, dan (2) Perjanjian lain yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam”. Pasal 46 : (1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan
dengan hukm Islam, (2) Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak
betul-betul terjadi kemudian tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak
(3) Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak diperjanjikan tidak dapat
dicabut kembali.
7
Mahmoud Syaltout, Perbandingan Mazhab Dalam Masalah Fiqh, Terjemahan Ismuha,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hal. 218-219
xiv
Bab III tentang pemeriksaan nikah, pada Pasal 11 dan Pasal 24 yang
undangan yang berlaku, (2) Perjanjian sebagaimana tersebut pada ayat (1)
Lembar pertama untuk suami, lembar kedua untuk istri, lembar ketiga untuk
PPN dan lembar keempat untuk pengadilan, (3) Perjanjian yang berupa taklik
talak dianggap sah jika perjanjian itu dibaca dan ditandatangani oleh suami
setelah akad nikah dilangsungkan, (4) Sighat taklik talak ditetapkan oleh
Menteri Agama, (5) Tentang ada atau tidak adanya perjanjian sebagaimana
dimaksud ayat 1 dan ayat 3 dicatat dalam daftar pemeriksaan nikah. Pasal 24 :
(1) Apabila waktu pemeriksaan nikah calon suami istri telah menyetujui
adanya taklik talak sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (3), maka suami
orang lain, maka taklik talak itu dibaca dan ditandatangani oleh suami pada
waktu yang lain dimuka PPN/pembantu PPN tempat akad nikah dilakukan
dalam Pasal 39 ayat (2) UUP dan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975,
keduanya tidak membahas tentang taklik talak sebagai alasan perceraian, hal
ini dimaksudkan kedua pasal itu sudah cukup memadai. Sesuai dengan jiwa
xv
perceraian sehingga tidak perlu lagi ditambah atau diperluas. Bila dilihat dari
segi peraturan perundangan, maka jelas bahwa dalam alasan perceraian yang
secara serta merta pada saat berlangsungnya perkawinan, maka secara tegas
tidak termasuk taklik talak yang memberi pengertian bahwa UUP tidak
taklik, kiranya dapat memberi landasan hukum taklik talak tetap berlaku di
KHI dapat dilihat dari dua segi, yakni sebagai perjanjian perkawinan dan
sebagai alasan perceraian. Dari dua segi hal itu, bila dilihat sistematika
wenang terhadap istri. Dalam hal ini, maka pemerintah Republik Indonesia
(RI) memberlakukan sistem taklik talak seperti yang terdapat dalam buku
8
Hamka, “Tafsir Al-Azhar”, Panji Masyarakat, (Jakarta : t.p, 1981), hal. 71
xvi
nyiakan istri sehingga istri sengsara, maka istri dapat mengadu kepada hakim
Ada talak yang jatuh ketika suami mengucapkan talak, ada yang
digantungkan dengan suatu syarat dan ada pula yang disandarkan pada waktu
tidak rela. Apabila suami memukul istrinya dan istri tidak rela atas perbuatan
suaminya tersebut; 3) Jika istri sudah tidak rela tersebut mengajukan gugat
Kesejahteraan Masjid.
9
Al-Hamdani, “Risalah Nikah”. Terjemahan Agus Salim Risalah Nikah (Hukum Perkawinan
Islam), cet ke-2, (Jakarta : Pustaka Armani, 2002), hal. 218
10
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 251
xvii
III.PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedua, Para ulama fiqh membahas taklik talak dan terjadi banyak perbedaan
pendapat. Tidak sedikit pendapat yang pro dan kontra dalam hal ini.Adapun
dasar hukum taklik talak sebagai berikut, Al-Quran Surat An-Nisa ayat 128,
dan Pasal 45 KHI. adapun yang membahas taklik talak sebagai alasan
Peraturan Pemerintah tidak ada yang membahas taklik talak sebagai alasan
perjanjian taklik itu dianggap sah untuk semua bentuk taklik talak. Apabila
suami melanggar perjanjian yang sudah disepakati itu maka istri dapat
meminta cerai kepada hakim yang sudah ditunjuk oleh pihak yang
berwenang; Ketiga, Selain dasar hukum diatas, secara yuridis taklik talak juga
dibahas dalam Pasal 46 KHI dan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990
dalam Pasal 11 dan 24. Dari dasar-dasar hukum tersebut sehingga taklik talak
membahas taklik talak dari dua segi, yakni sebagai perjanjian perkawinan dan
xviii
menyangkut peristiwa, itsri tidak rela dan dengan istri membayar uang iwadl.
Talak yang jatuh sebagai akibat pelanggaran terhadap perjanjian taklik talak
ini termasuk talak Bain, hal ini dikarenakan perceraian itu sendiri dengan
B. Saran
subyektif, obyektif dan syarat administratif dari suatu perjanjian kawin sesuai
memiliki kekuatan hukum tertulis, baik perjanjian kawin maupun taklik talak.
Selain itu, pembuktian tentang taklik talak menjadi bagian yang sangat
gugat.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian dalam Islam : Kajian terhadap Masalah Cacat
Kehendak. Wilsgebreken
2. Peraturan Perundang-Undangan