Anda di halaman 1dari 20

AMRIZAL|1

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN KAWIN YANG


DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS YANG TIDAK DI REGISTRASI
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 598 PK/PDT/2016
Tanggal 24 Nopember 2016)

AMRIZAL

ABSTRACT

The result of the research shows that the Ruling of Judicial Review No. 598
PK/Pdt/2016 which revokes Marriage Contract No. 200 on July 8, 1994 made and
signed before Eko Handoko Widjaja, S.H., Notary in Malang, since it is not
registered in the Residential Affairs and Civil Registry Office, is correct and
accurate. In the Ruling, the Marriage Contract is considered contrary to and
violating against Law No. 1/1974 in Chapter V, Article 29, paragraph 1, Article
152 in conjunction with Article 147 of the Civil Code because it is registered. The
legal consequence of joint property has to be distributed equally.

Keywords: Certificate, Validity, Marriage Contract, Registration

I. PENDAHULUAN
Perkawinan yang dilakukan oleh suami isteri secara sah akan membawa
akibat di bidang umum, salah satunya adalah bidang kekayaan. Menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa harta benda perkawinan suami dan isteri
terdiri dari harta pribadi dan harta bersama. Harta pribadi dapat berupa harta
bawaan atau harta yang diperoleh dari warisan atau hadiah/hibah sedangkan harta
bersama merupakan harta yang diperoleh suami dan/atau isteri sepanjang
perkawinan, kecuali yang berasal dari warisan atau hibah/hadiah.
Dasar hukum tentang harta bersama dapat ditelusuri melalui Undang-
Undang dan peraturan sebagai berikut:1
1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 35 ayat (1)
menyebutkan bahwa harta bersama adalah harta benda yang diperoleh
selama masa perkawinan, artinya harta kekayaan yang diperoleh sebelum
terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta bersama.

1
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini saat terjadi perceraian, (Jakarta :
Transmedia Pustaka, 2008) hal. 8-9.
AMRIZAL|2

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam Pasal 119 menyebutkan


bahwa sejak dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta
bersama menyeluruh antara suami dan isteri, sejauh tentang hal itu tidak
diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.
3) Kompilasi Hukum Islam, dalam Pasal 85 menyebutkan bahwa adanya harta
bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik
masing-masing suami dan isteri.
Penyimpangan atas asas harta bersama dalam perkawinan dapat juga
terjadi karena adanya suatu perjanjian perkawinan. Pada dasarnya suatu sebab
diadakannya perjanjian perkawinan adalah untuk menyimpang dari ketentuan
hukum perundang-undangan, yang mengatur bahwa kekayaan pribadi masing-
masing suami dan isteri pada asasnya dicampur menjadi satu kesatuan yang bulat.
Adapun manfaat perjanjian perkawinan :2
1) Perjanjian perkawinan dibuat untuk melindungi secara hukum harta bawaan
masing-masing pihak (suami/isteri).
2) Perjanjian perkawinan juga berguna untuk mengamankan aset dan kondisi
ekonomi keluarga.
3) Perjanjian perkawinan juga sangat bermanfaat bagi kepentingan kaum
perempuan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka hak-hak dan
keadilan kaum perempuan (isteri) dapat terlindungi. Perjanjian perkawinan
dapat dijadikan pegangan agar suami tidak memonopoli harta gono gini dan
harta kekayaan pribadi isterinya.
Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa perjanjian pekawinan
harus dibuat dengan akta notaris sebelum dilangsungkan perkawinan dengan
sanksi batal (nietig) dan perjanjian itu mulai berlaku sejak dilangsungkannya
perkawinan antara suami isteri yang bersangkutan. Walaupun dalam Undang-
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan bentuk perjanjian
kawin hanya mensyaratkan dibuat secara tertulis.

2
Ibid , hal. 86-87.
AMRIZAL|3

Perjanjian yang dibuat oleh atau di hadapan notaris dibuat dalam bentuk
akta notaril. Berfungsi , yaitu:3
1) Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan
perjanjian tertentu;
2) Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian
adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3) Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika
ditentukan sebaliknya, para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi
perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016, telah
membatalkan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan notaris dengan
segala akibat hukumnya sehingga harta yang diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama dan membagi harta bersama yang diperoleh selama
perkawinan dengan besar yang sama rata.
Dalam putusan tersebut Akta Perjanjian Perkawinan dianggap
bertentangan dan melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Bab V
Pasal 29 ayat 1, Pasal 152 juncto Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata karena tidak teregister di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Tuban sehingga perjanjian perkawinan tersebut mengalami cacat
baik dari segi formil maupun materiil. Dari segi formil yakni karena Akta
Perjanjian Perkawin dibuat di hadapan notaris di Malang tetapi tidak didaftarkan
pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tuban
sedangkan materiilnya yakni ternyata dalam perkawinan antara Pengugat dan
Tergugat I tersebut telah menghasilkan harta kekayaan sehingga dengan
pembatalan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan Notaris Tuban
tersebut maka seluruh harta yang diperoleh selama perkawinan antara Penggugat
dengan Tergugat I menjadi harta bersama.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka menarik untuk dilakukan
penelitian hukum yaitu “Analisis Yuridis Keabsahan Akta Perjanjian Kawin

3
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancang Kontrak & Memorandum of
Understanding (MoU), (Cetakan III; Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.17.
AMRIZAL|4

Yang Dibuat Dihadapan Notaris Yang Tidak Diregistrasi” (Studi Putusan


Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016)”
Perumusan Masalah Penelitian ini adalah :
Adapun yang menjadi permasalahan penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana keabsahan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan
notaris apabila tidak diregistrasi?
2. Bagaimana pertanggungjawaban notaris atas akta perjanjian perkawinan yang
dibatalkan oleh pengadilan ?
3. Apakah sudah tepat menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia
terhadap keputusan Makamah Agung atas Putusan Peninjauan Kembali Nomor
598 PK/Pdt/2016 ?
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
ialah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa keabsahan akta perjanjian perkawinan
yang dibuat di hadapan notaris apabila tidak diregistrasi.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa pertanggungjawaban notaris atas akta
perjanjian kawin yang dibatalkan oleh pengadilan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa putusan Mahkamah Agung Nomor 598
PK/Pdt/2016 apakah telah tepat menurut Undang-Undang yang berlaku di
Indonesia.

II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dengan Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Sumber data yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-
dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, di
antaranya adalah:
AMRIZAL|5

a. Bahan Hukum Primer 4 , yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan


mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini
antara lain terdiri dari:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ;
2) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Undang-Undang Jabatan
Notaris;
3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974;
5) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
6) Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015;
7) Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan hukum perkawinan.
b. Bahan Hukum Sekunder 5, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, surat kabar, hasil karya
dari kalangan hukum dan literatur-literatur.
c. Bahan Hukum Tersier6, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Bahan
yang digunakan adalah kamus hukum, ensiklopedia.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi
maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media
cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan
perundang-undangan, dan didukung wawancara dengan informan yang

4
Rony Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1990), hal. 53.
5
Ibid.
6
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13.
AMRIZAL|6

mengetahui permasalah tentang perjanjian perkawinan. Adapun informan yang


dimaksud beberapa orang notaris.
Analisa data yang dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan
yang diteliti dengan menggunakan metode kualitatif. Terhadap akta perjanjian
perkawinan yang dibuat dihadapan notaris seperti dalam Putusan Mahkamah
Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016, Mahkamah Agung memberikan keputusan untuk
membatalkan Akta Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat
dan ditandatangani di hadapan Eko Handoko Widjaja, SH, Notaris di Malang
karena tidak diregistrasi atau didaftar pada Kantor Catatan Sipil. Hal mana dalam
formalitas pembuatan akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

III. HASIL PENELITIAN


A. Keabsahan Akta Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat Di Hadapan
Notaris Yang Tidak Diregistrasi
Akta perjanjian perkawinan yang dibuat merupakan akta para pihak (acte
partij) karena merupakan akta yang dibuat di hadapan notaris. Akibat hukum
apabila perjanjian perkawinan tidak didaftarkan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Akibat hukum bagi yang membuatnya.
Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Peranjian
perkawinan harus berbentuk tertulis. Maka perjanjian perkawinan yang dibuat
mempunyai alat bukti yang kuat, karena dibuat secara tertulis. Sedangkan untuk
asas berlakunya, sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek) yang berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Berdasarkan keterangan kedua pasal di atas maka terhadap keabsahan
perjanjian perkawinan apabila tidak didaftarkan maka tetap berlaku sah bagi
kedua belah pihak yang membuat pejanjian perkawinan tersebut yaitu suami
dan/atau isteri, karena dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan tidak ada satu pasalpun yang menyatakan bahwa perjanjian
perkawinan baru berlaku jika telah didaftarkan atau disahkan.
AMRIZAL|7

Sesuai dengan asas lahirnya perjanjian yaitu asas konsensualisme 7 yang


mengatakan bahwa perjanjian lahir sejak saat tercapainya kata sepakat antara para
pihak, maka dengan sendirinya perjanjian perkawinan mengikat pihak yang
membuatnya saat keduanya sepakat tentang perjanjian perkawinan yang dibuat,
baik didaftarkan maupun tidak mempunyai akibat hukum yang tetap mengikat
bagi suami-istri yang bersepakat membuatnya.
2. Akibat hukum terhadap pihak ketiga
Berbeda dengan akibat hukum bagi suami isetri yang membuat perjanjian
perkawinan jika tidak diregistrasi pada pegawai pencatat perkawinan, maka
dengan sendirinya perjanjian perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan
mengikat terhadap pihak ketiga. Maka akibat hukumn terhadap pihak ketiga
selama perjanjian perkawinan belum diregistrasi/didaftarkan dapat saja
menganggap bahwa perkawinan berlangsung dengan persatuan harta perkawinan
secara bersama. Jadi apabila perjanjian perkawinan tidak diregitrasi/didaftarkan
pada pencatat perkawinan maka keabsahan akta perjanjian perkawinan adalah sah
dan mengikat untuk suami-isteri sebagai suatu perjanjian yang harus dipatuhi
sebagai undang-undang bagi pihak yang telah berjanji. Tetapi jika menyangkut
terhadap pihak ketiga maka perjanjian perkawinan tersebut tidak mempunyai
kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

B. Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Perjanjian Perkawinan Yang


Dibatalkan Oleh Pengadilan
Kewenang notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat 1, ayat 2 dan
ayat 3 Undang-Undang Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, menyebutkan
bahwa kewenangan notaris adalah sebagai berikut :
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
7
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan Pertama
(Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hal. 249.
AMRIZAL|8

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang


pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, (Pasal 15
ayat (1)) ;
2. Notaris berwenang pula sebagai berikut :
a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b) membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c) membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau;
g) membuat akta risalah lelang, (Pasal 15 ayat (2));
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan, (Pasal 15 ayat 3).
Pembatalan akta perjanjian perkawinan dapat berdasarkan kesepakatan
para pihak atau melalui putusan pengadilan, bukan hanya karena akibat dari
kesalahan atau kelalaian notaris saja di dalam membuat akta. Tetapi pembatalan
akta notaris juga dapat disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian para pihak yang
saling mengikatkan diri dalam akta tersebut, sehingga dengan adanya kesalahan
atau kelalaian menyebabkan adanya gugatan dari salah satu pihak.
Secara garis besar pembatalan akta notaris meliputi:8
1). Dibatalkan oleh para pihak sendiri.
Para pihak datang kembali ke notaris untuk membuat akta pembatalan
atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak

8
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung : PT. Refika Aditama,
2011), Cetakan Kesatu, hal.11. (buku 3).
AMRIZAL|9

mengikat lagi para pihak, dan para pihak menanggung segala akibat dari
pembatalan tersebut.9
2). Dibuktikan dengan asas praduga sah.
Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk dibatalkan,
salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk
mendegradasikan akta notaris menjadi akta di bawah tangan. Setelah
didegradasikan, maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan
penafsiran tersendiri atas akta notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap
mengikat para pihak atau dibatalkan. Hal ini tergantung pembuktian dan
penilaian hakim.
Jika pembatalan akta notaris secara garis besar tersebut diatas dikaitkan
dengan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/PDT/2016 tanggal 24
Nopember 2016 yang menyatakan batal akta perjanjian nikah Nomor 200
tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat di hadapan seorang notaris. Maka pembatalan
akta tersebut tergolong kepada pembatalan dibuktikan dengan asas praduga sah.
Terhadap perjanjian perkawinan yang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan
seperti dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/PDT/2016 tanggal 24
Nopember 2016 yang menyatakan batal akta perjanjian nikah Nomor 200 tanggal
8 Juli 1994 yang dibuat di hadapan seorang notaris maka, dapat dilihat
sejauhmana tannggung jawab seorang notaris terhadap akta perjanjian perkawinan
yang dibatalkan oleh Pengadilan.
Bentuk tanggung jawab notaris lahir dari adanya kewajiban dan
kewenangan yang diberikan kepadanya. Penjelasan Undang-Undang Jabatan
notaris menunjukkan bahwa notaris hanya sekedar bertanggung jawab terhadap
formalitas dari suatu akta otentik dan tidak terhadap materi akta otentik tersebut.
Hal ini mewajibkan notaris untuk bersikap netral dan tidak memihak serta
memberikan semacam nasihat hukum bagi klien yang meminta petunjuk hukum
pada notaris yang bersangkutan.

9
Pembatalan dengan cara seperti ini selaras dengan Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia nomoe 1420 K/Sip/1978, tanggal 1 Mei 1979, bahwa pengadilan tidak dapat
membatalkan suatu akta notaris, tetapi hanya dapat menyatakan akta notaris yang bersangkutan
tidak mempunyai kekuatan hukum. Berarti hanya para pihak yang dapat membatalkannya.
A M R I Z A L | 10

Sejalan dengan hal tersebut, maka notaris dapat bertanggung jawab atas
kebenaran materiil suatu akta bila nasihat hukum yang diberikannya ternyata
dikemudian hari merupakan suatu yang keliru.
Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan
dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi : 10
1. Tanggung jawab Notaris secara perdata ;
Konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab perdata
terhadap kebenaran materiil atas akta yang dibuat adalah konstruksi perbuatan
melawan hukum. Notaris bertanggung jawab atas kerugian yang di derita atas akta
yang dibuat dengan dasar perbuatan melanggar hukum di dalam hukum perdata
diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang menentukan bahwa tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut.
Apabila memperhatikan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata diatas, di dalamnya
terkandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Perbuatan yang melanggar hukum
2. Harus ada kesalahan;
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan;
4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Bagi akta notaris yang menimbulkan kerugian bagi pihak yang terlibat
di dalamnya menimbulkan pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan
tuntutan secara perdata terhadap notaris. Dalam pasal 84 Undang-Undang Jabatan
Notaris ada 2 jenis sanksi perdata, yaitu :11
a. Akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
dibawah tangan, dan
b. Akta notaris menjadi batal demi hukum.
Akibat dari akta notaris yang seperti itu, maka dapat menjadi alasan bagi
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti

10
Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika,
(Yogyakarta: UII Press), hal.34.
11
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik (Bandung: PT. Refika Aditama ), hal.93. (buku 4).
A M R I Z A L | 11

rugi dan bunga kepada notaris.12


2. Tanggung jawab Notaris secara pidana;
Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil
terhadap akta yang dibuatnya dapat dilihat dari adanya suatu perbuatan pidana
yang dilakukan oleh seorang notaris dengan aspek-aspek seperti:13
a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap;
b. Pihak (siapa-orang) yang menghadap Notaris;
c. Tanda tangan penghadap;
d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;
e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan
f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta
dikeluarkan.
Hal-hal yang sering terjadi dalam praktik yang menyebutkan bahwa
seorang notaris dikualifikasikan melakukan perbuatan pidana adalah antara lain:14
a. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu yang
dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2) KUHP);
b. Pemalsuan dalam akta otentik, yaitu diatur dalam Pasal 264 ayat (1)
angka 1
KUHP
c. Pencantuman keterangan palsu dalam akta otentik, yaitu diatur dalam
Pasal 266 ayat (1) KUHP.
d. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo
Pasal 263 ayat (1) dan 92) atau 264 atau 266 KUHP).
e. Membantu membuat surat palsu atau yang dipalsukan dan menggunakan
surat palsu atau yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263
ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP.
Unsur-unsur dalam perbuatan pidana meliputi : 15

12
Ibid.
13
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap No.30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris), (Bandung : PT. Refika Aditama) , 2008, hal. 128.(buku 5).
14
Ima Erlie Yuana, Tanggung Jawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya
Terhadap Akta Yang Dibuatnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2010, Thesis
A M R I Z A L | 12

a. Perbuatan (manusia)
Perbuatan adalah tindakan dan kejadian yang ditimbulkan oleh
perbuatan tersebut.
b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan
Agar suatu perbuatan dapat disebut tindak pidana harus memenuhi
rumusan undang-undang artinya berlaku asas legalitas. Asas ini menyatakan
bahwa nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang bermakna
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal
tersebut tidak atau belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Arti
penting adanya asas legalitas adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum
dan demi keadilan. Memenuhi peraturan perundang-undangan sebagai syarat
dari tindak pidana adalah merupakan syarat formil.
c. Bersifat melawan hukum
Adanya sifat melawan hukum dalam tindak pidana merupakan
syarat mutlak dan juga merupakan syarat materiil. Indonesia menganut
ajaran sifat ajaran melawan hukum dalam arti materiil namun dalam
fungsinya yang negatif. Artinya meskipun apa yang dituduhkan adalah
suatu delik formil namun hakim secara materiil harus memperhatikan juga
adanya kemungkinan keadaan dari terdakwa atas dasar mana mereka tidak
dapat dihukum, sehingga terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum.
3. Tanggung jawab Notaris secara administratif
Sehingga dapat dianalisa secara hukum bahwa terhadap kasus dalam
Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 yang akhirnya
membatalkan Akta Perjanjian Nikah nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang
dibuat di hadapan Eko Handoko Widaja, SH disebabkan akta perjanjian
perkawinan tersebut tidak diregistrasi/didaftarkan pada Kantor Catatan Sipil
sebagaiman diharuskan dalam Pasal 29 Undang-Undang 1974. Dalam hal
ini menurut analisa secara hukum maka notaris tidak bertanggung jawab
karena tidak ada keharusan bagi notaris untuk melakukan

15
Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika,
(Yogyakarta: UII Press), 2009, hal.34
A M R I Z A L | 13

registrasi/pendaftaran dari akta perjanjian perkawinan yang dibuatnya.


Registrasi/pendaftaran perjanjian perkawinan merupakan kewajiban para
pihak yang terikat dalam perjanjian perkawinan itu.

C. Analisa Hukum Terhadap Putusan Hakim Agung terhadap Yang


Membatalakan Akta Perjanjian Perkawinan Karena Tidak Diregistrasi
Sebagaimana Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598
PK/Pdt/2016
Dalam tesis ini, akan dilakukan analisa Putusan Peninjauan Kembali
Nomor 598 PK/Pdt/2016 apakah telah benar sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang yang berlaku sehingga kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban
seseorang yang timbul atas perjanjian yang dibuat mejadi jelas.
Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Mahkamah Agung berbunyi :
“Mahkamah Agung bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutuskan:
1. Permohonan kasasi;
2. Sengketa tentang kewenangan mengadili;
3. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
Bertitik tolak dari pasal tersebut maka Mahkamah Agung melakukan
pemeriksaan peninjauan kembali dalam Putusan Nomor 598 PK/Pdt/2016 atas
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 503 K/Pdt/2015 tanggal 22 Juni 2015
telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam Pasal 385 Rv, berbunyi :
“Putusan atas bantahan yang dijatuhkan pada tingkat terakhir dan
putusan verstek yang tidak dapat diajukan perlawanan lagi, dapat ditarik kembali
atas permintaan seseorang yang pernah menjadi salah satu pihak atau seseorang
yang terpanggil dengan alasan-alasan sebagai berikut :
Alasanya terdiri atas :16
1 .Putusan di dasarkan pada penipuan atau tipu muslihat pihak lawan.

16
Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI, Intermsa Jakarta, Cetakan II, 1992 hal
645.
A M R I Z A L | 14

2. Jika diputus mengenai hal yang tidak dituntut.


3. Jika putusan melebihi yang dituntut.
4. Jika ada kelalaian memberi putusan tentang sebagian dari tuntutan.
5. Terdapat dua putusan yang saling bertentangan.
6. Putusan dijatuhkan berdasarkan surat yang diakui kemudian palsu.
7. Ditemukan novum berupa surat-surat yang bersifat menentukan.
Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 melakukan
upaya Peninjauan Kembali oleh karena terdapat bebagai alasan-alasan yang
tertuang dalam Memori Peninjauan Kembali yaitu:
A.Terdapat Putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Pidana Yang bertentangan
dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pdt/2015 tanggal 22 Juni
2015 yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 1126K/Pid/2014 tanggal 11
Pebrurai 2015.
B. Adanya suatu kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang Nyata.
Bahwa dua Hakim Agung telah keliru mengartikan atau menafsirkan mengenai
perjanjian perkawinan yang dalam perkara a quo dua Hakim Agung telah
menyamakan “Perjanjian”secara umum dengan “Perjanjian Perkawinan” dan
dalam pertimbangannya tidak menggunakan landasan hukum sama sekali
padahal telah jelas diatur berdasarkan hukum perkawinan mengenai perjanjian
perkawinan secara khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
serta Peraturan Pelaksanan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
yang merupakan hukum khusus dalam perkawinan.
Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 secara garis
besar akhirnya membatalkan Akta perjanjian perkawinan yang dibuat dan
ditandatangani dihadapan Eko Handoko Widjaja dengan Akta Nomor 200 tanggal
8 Juli 1994 karena jelas-jelas mengadung cacat baik formil maupun materil.
Dari segi formil adalah bahwa akta perjanjian kawin yang dibuat tidak
pernah di daftarkan di Kantor Catatan Sipil Tuban dan tidak pernah ada register
nomor pendaftaran perjanjian perkawinan tersebut. Jika tidak ada pengesahan
pada perjanjian perkawinan maka perjanjian perkawinan itu tidak ada dan yang
terjadi adalah persatuan harta bulat.
A M R I Z A L | 15

Perjanjian perkawinan yang tidak mendapat pengesahan dari pengawai


pencatatan perkawinan adalah batal (nieted van rechtwege) dan perjanjian
perkawinan tersebut tidak mengikat secara hukum sehingga prinsip kedudukan
harta benda dalam perkawinan maka menjadi persatuan harta bulat. Sehingga
harta perkawinan yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama yang
harus dibagi sama rata dan sama besarnya .17
Perjanjian perkawinan juga merupakan perjanjian formil. Walaupun pada
umumnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Namun, undang-
undang memberikan suatu pengecualian dengan menentukan selain adanya kata
sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu bagi pembentukan beberapa jenis
perjanjian tertentu. Adakalanya untuk sahnya beberapa perjanjian, undang-undang
menghendaki agar perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk tertentu. Dalam hal ini
wajib dibuat dengan akta dibawah tangan atau akta otentik. Tujuan pembuatan
undang-undang membuat pengecualian adalah untuk memberikan perlindungan
kepada pihak, terhadap diri sendiri, atau terhadap pihak lawan, satu dan lain
dengan mengingat sifat terbukanya perjanjian artinya dengan singkat kata,
tujuannya ialah memberikan jaminan kepastian hukum dan keseimbangan dalam
lalu lintas pergaulan hukum.18
Adapun akibatnya jika perjanjian formil tidak dibuat dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang maka perbuatan hukum tersebut menjadi batal
(nietig) yang berarti sejak semula perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai
akibat hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang
Perjanjian perkawinan hanya dalam 1 pasal yaitu diatur dalam Pasal 29 .
Tata cara pembuatan perjanjian perkawinan jelas disebutkan dalam Pasal 29
ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 147 KUH Perdata yang
masing-masing menyebutkan :
-Pasal 29 ayat 1 :

17
Wawancara dengan Irma Handayani Sembiring, Notaris Kabupaten Labuhanbatu
Selatan pada tanggal 5 Desember 2017.
18
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum
Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006),
hal.443-447.
A M R I Z A L | 16

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas


persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh
Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak
ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”
-Pasal 147 KUH Perdata
“ Atas ancaman kebatalan, setiap perjanjian kawin harus dibuat dengan akta
notaris sebelum perkawinan berlangsung.”
Dapat diambil suatu analisa bahwa Putusan Hakim Agung Nomor 598
PK/Pdt/2016 tanggal 24 November 2016 jo Putusan Nomor 25/Pdt.G/ 2013/
PN.Tbn tanggal 25 November 2013 jo Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya
Nomor 124/PDT/2014/PT SBY tanggal 17 April 2014 yang telah melakukan
Pembatalan Akta Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 dibuat dan
ditandatangani dihadapan Notaris Eko Handoko Wijaya, SH, karena tidak
didaftarkan/diregistrasi pada Kantor Catatan Sipil Kabupaten Tuban.
Dalam hukum perkawinan menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan bagi
warga yang beragama Islam maka pencatatan perjanjian perkawinan oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) sedangkan bagi warga yang beragama non muslim maka
perjanjian perkawinan dicatatkan/diregistrasi pada Kantor Urusan Agama
(KUA).19
Namun berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-
XIII/2015 Tahun 2015, dalam putusan tersebut memperbolehkan Perjanjian
Perkawinan itu dibuat dan didaftar/diregistrasi dalam masa berlangsungnya
perkawinan.20 Apabila dalam kasus tersebut mengacu pada Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 maka hakim seharusnya tidak
membatalkan Putusan Akta Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994
dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris Eko Handoko Wijaya, SH., karena
terhadap akta tersebut dapat diregistrasi pada Kantor Catatan Sipil Kabupaten
Tuban pada masa perkawinan berlangsung.

19
Wawancara dengan Rahmad Nauli Siregar, SH, Notaris di Medan, pada tanggal 10
Desember 2017.
20
Wawancara dengan Abdul Rahmad Siregar, SH, Notaris di Kabupaten Labuhan Batu,
pada tanggal 10 Desember 2017
A M R I Z A L | 17

Tetapi mengapa hakim harus membatalkan Akta Perjanjian Nikah tersebut


apabila dianalisa dapat diambil kesimpulan bahwa dari kasus tersebut para pihak
yang telah membuat akta perjanjian nikah tersebut sudah tidak ada lagi kata
sepakat. Unsur sahnya suatu perjanjian pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata sudah tidak terpenuhi. Sehingga perjanjian tersebut menjadi dapat
dimintai pembatalan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian nikah
tersebut melalui pengadilan.
Perjanjian perkawinan juga dibuat untuk kepentingan pihak ketiga maka
perjanjian perkawinan tersebut memang harus diregister/didaftar pada pihak yang
berwenang sehingga publik atau umum menjadi tahu bahwa terhadap harta
perkawinan yang diperoleh pada saat perkawinan berlangusng pada asasnya
merupakan percampuran harta bersama, setelah dilakukan perjanjian perkawinan
maka terhadap harta bersama tersebut terjadi penyimpangan harta bersama yang
seharusnya sebagai percampuran harta menjadi pemisahan harta sesuai
kesepakatan yang dibuat oleh calon suami dan calon isteri sebelum perkawinan
berlangsung.
Sehingga Putusan Hakim Agung sebagaimana dalam Putusan Nomor 598
PK/Pdt/2016 dengan membatalkan Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli
1994 yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Turut Tergugat/Eko Handoko
Widjaja, Sarjana Hukum, Notaris di Malang adalah keputusan yang benar dan
tepat menurut undang-undang yang berlaku karena apabila setelah terjadinya
perceraian artinya tidak ada lagi kata sepakat maka Akta Perjanjian Nikah yang
tidak teregistrasi/tercatat tidak memberikan kepastian hukum siapa yang berhak
atas harta yang telah diperjanjikan terutama kepada pihak ketiga yang tersangkut.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
menyebutkan perjanjian perkawinan dibuat dalam bentuk tertulis dan
diregistrasi oleh pegawai pencatat perkawinan yaitu pada Kantor Urusan
Agama ataupun pada Kantor Catatan Sipil. Maka apabila tidak
A M R I Z A L | 18

didaftarkan/diregistrasi, perjanjian yang dibuat dalam Akta Perjanjian


Perkawinan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga
dalam arti apabila menyangkut pihak ketiga maka ketentuan-ketentuan dalam
akta perjanjian perkawinan tersebut tidak berlaku.
2. Tanggungjawab notaris terhadap akta perjanjian perkawinan yang dibatalkan
oleh pengadilan diakibatkan karena tidak teregistrasi atau di daftarkan pada
Kantor Urusan Agama atau Kantor Pencatatan Sipil maka dalam hal ini
notaris tidak dapat dituntut pertanggung jawab dari segi perdata, segi pidana
maupun tanggung jawab segi administrative. Kewajiban melakukan
registrasi/pendaftaran akta perjanjian perkawinan bukan merupakan
kewajiban dari notaris tetapi kewajiban dari para pihak yang telah membuat
perjanjian perkawinan.
3. Putusan Hakim Agung dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598
PK/Pdt/2016 membatalkan Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994
yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Eko Handoko Widjaja, SH,
Notaris di Malang karena tidak diregistrasi atau didaftar pada Kantor Catatan
Sipil adalah merupakan keputusan yang benar dan tepat. Hal mana dalam
formalitas pembuatan akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
B. Saran
1. Perlu adanya peningkatan kualitas dari notaris terhadap ilmu hukum dan
terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia sehingga pada saat ada
pihak akan membuat akta kepada notaris maka seorang notaris bukan hanya
sebagai saksi yang hanya mencatatkan kehendak penghadap dalam suatu akta
akan tetapi hendaknya notaris juga sebagai penyuluh hukum yang memberikan
saran kepada pihak yang datang kehadapanya. Sehingga tidak terjadi kesalahan
dimana pembuatan akta perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris
tidak terdaftar/teregistrasi pada pencatat perkawinan yaitu Kantor Urusan
Agama atau Kantor Catatan Sipil karena ketidak tahuan dari penghadap yang
hingga menimbulkan suatu sengketa di Pengadilan.
A M R I Z A L | 19

2. Perlu terlebih dahulu melakukan pengkajian hukum terhadap akta yang dibuat
karena fungsi dan wewenang seorang notaris sebagai pejabat umum selain
memberikan kepastian hukum terhadap akta yang dibuatnya agar menjadi suatu
alat bukti yang sempurna dan menjadi undang-undang yang mengikat bagi
mereka yang membuatnya. Seorang notaris juga berfungsi sebagai penyuluh
hukum. Oleh karena itu jangan sampai ketidak tahuan seorang Notaris tentang
suatu ketentuan-ketentuan hukum terkait akta yang dibuatnya dapat
menimbulkan kerugian bagi orang lain yang juga dapat menyebabkan seorang
notaris dituntut.
3. Perlu menciptakan hakim yang cerdas, berwawasan yang luas dan
pengetahuan tentang segala aturan-aturan hukum secara berkesinambungan
khususnya tentang Perjanjian Perkawinan sehingga hakim dalam memutuskan
suatu perkara sengketa Perjanjian Perkawinan mencapai keadilan bagi pihak
yang bersengketa.

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adjie , Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Cetakan Kesatu,
Bandung, PT. Refika Aditama, 2011.
------------------, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai
Pejabat Publik, Bandung: PT. Refika Aditama. .

-----------------, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap No.30 Tahun


2004 Tentang Jabatan Notaris), Bandung, PT. Refika Aditama, 2008.

Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum


Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung:
PT.Citra Aditya Bakti, 2006.

Ghofur, Abdul, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika,


Yogyakarta, UII Press, 2009.

Ghofur, Abdul, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika,


Yogyakarta, UII Press, 2009.
A M R I Z A L | 20

HS, Salim, dan Abdullah serta Wiwiek Wahyuningsih, Perancang Kontrak &
Memorandum of Understanding (MoU), Cetakan III, Jakarta, Sinar
Grafika, 2008

Susanto, Happy, Pembagian Harta Gono-gini saat terjadi perceraian,


Jakarta, Transmedia Pustaka, 2008.

Soemitro, Rony Hanitijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,:


Ghalia Indonesia, 1990.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu


Tinjauan Singkat, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Tutik,Titik Triwulan, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan


Pertama , Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2006.

B. Thesis
Yuana, Ima Erlie, Tanggung Jawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya
Terhadap Akta Yang Dibuatnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro Semarang, 2010.

C. Peraturan Perundang-Undang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tetang Jabatan Notaris
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

D. Wawancara
Wawancara dengan Irma Handayani Sembiring, Notaris Kabupaten Labuhanbatu
Selatan pada tanggal 5 Desember 2017.

Wawancara dengan Rahmad Nauli Siregar, SH, Notaris di Medan, pada tanggal
10 Desember 2017.

Wawancara dengan Abdul Rahmad Siregar, SH, Notaris di Kabupaten Labuhan


Batu, pada tanggal 10 Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai