Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM KELUARGA & PERKAWINAN

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN PERIHAL PERJANJIAN


PERKAWINAN
PUTUSAN NOMOR 166/PDT.G/2013/PN.SKA

OSMAN KEMAL ALYOSHA SETIADI


E2B022002

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2022
A. Latar Belakang

Perjanjian perkawinan merupakan istilah yang diambil dari Pasal


29 undang-undang nomor 1 tahun 1974. Rumusan tentang pengertian
perjanjian perkawinan tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun KUHPerdata tidak menyebutkan
secara jelas dan tegas mengenai pengertian perjanjian perkawinan maupun
isi perjanjian perkawinan itu sendiri. Lebih lanjut Perjanjian Perkawinan
biasanya dibuat dengan tujuan kedua belah pihak yang hendak
melangsungkan perkawinan dan mempunyai harta benda yang berharga
atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan (misalnya warisan).
Namun tidak sebatas pemisahan harta saja, kedua belah pihak juga dapat
membuat bentuk dan isi Perjanjian Perkawinan lainnya dengan ketentuan
bahwa perjanjian harus sesuai dengan batas-batas hukum, agama, dan
kesusilaan. Apabila melanggar hal-hal tersebut, maka Perjanjian
Perkawinan tidak dapat disahkan.

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak menyaratkan bentuk


tertentu untuk sahnya perkawinan. Sebagai syarat yang ditentukan adalah
perjanjian perkawinan tersebut harus tertulis (Pasal 29 ayat1UU No.1
Tahun 1976). Perjanjian Perkawinan haruslah dibuat dalam bentuk akta
otentik dimuka notaris, akta otentik itu sangat penting karena dapat
dijadikan bukti dalam persidangan pengadilan apabila terjadi sengketa
tentang harta bawaan masing-masing

Dalam perkawinan persatuan harta benda, istri harus dilindungi


dari kemungkinan penghinaan terhadap kecurangan suaminya,harta benda
dan sekuritas tertentu istrinya. Dalam hal perkawinan dengan harta yang
terpisah, tujuan:
- Untuk memastikan bahwa harta bersama tertentu atau semua harta
yang dibawa ke dalam perkawinan oleh pasangan tidak termasuk
dalam harta bersama dan oleh karena itu tetap menjadi milik pribadi.
Adanya perjanjian semacam itu melindungi istri dari kemungkinan
tanggung jawab atas harta benda, dari hutang suami, dan sebaliknya.
- Untuk menjaga harta pribadinya terpisah dari hartasuaminya, istri
dapat mengelola harta itu sendiri.

Jadi dengan adanya perjanjian perkawinan, hubungan suami isteri akan


terasa aman karena jika suatu saat hubungan mereka ternyata ”retak”
bahkan berujung pada perceraian, maka ada sesuatu yang dapat dijadikan
pegangan dan dasar hukum.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuaraikan diatas makalah


ini akan membahas permaasalahan sebagi berikut

1. Bagaimana duduk perkara pada putusan pengadilan nomor


166/PDT.G/2013/PN.SKA?
2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus
perkaraberdasarkan putusan pengadilan Nomor
166/PDT.G/2013/PN.SKA

B. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian


yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan
melaksanakan penelusuran bahan Pustaka sebagai sumber penelitian.
Bahan-bahan Pustaka yang akan digunakan berupa literatur dan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perjanjian perkawinan.
Metode yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statue
approach) yang menempatkan hukum sebagai norma dan menitikberatkan
pada hukum sebagai tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
dan analisis penelitian menitikberatkan pada peraturan perundang-
undangan dan putusan yang menjadi dasar terhadap permasalahan.

C. Putusan Pengadilan Nomor 166/PDT.G/2013/PN.SKA


1. Duduk Perkara

Penggugat Penggugat dan Tergugat adalah sepasang suami istri


yang telah menikah secara sah pada tanggal 14 Agustus 1976, namun pada
tanggal 27 September 2012, perkawinan Penggugat dan Tergugat putus
karena perceraian yang putusannya juga dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi
Semarang dalam putusan  tertanggal 28 Januari 2013.
Selama perkawinan Penggugat dan Tergugat telah memiliki harta
berasama Berupa barang tidak bergerak terdiri dari Sebidang tanah dan
bangunan yang terletak di Jl. Abdul Rahman Saleh No. 48 Rt, 003 Rw.
004, Kel. Kestalan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam
sertifikat Hak Milik N0. 35 Kel. Kestalan, dseluas +/- 278 m2 tercatat a.n
Nyonya Theresia Sandjojoseputro istri Johanes Hindarto, Sebidang tanah
dan bangunan yang terletak di Jl. Dr. Soepomo. Kel. Punggawan, Kec.
Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 687,
Desa Punggawan, seluas +/- 100 m2 tercatat a.n Johanes Hindarto suami
Nyonya Theresia Sandjojo Seputro, Sebuah Kios di Pusat Perdagangan
Beterng Trade Center Solo, yang terletak di lantai I Blok C.1 No. 18,
Ukuran 2m x 4m dengan Hak Penempatan No. SIP BTC 1-008/PSP
MAR/10.2006 ; berupa barang bergerak terdiri atas 3 buah tempat tidur 12
almari, 2 toilet, 4 buah meja, 10 buah kursi, 1 buah TV 29 “merk Toshiba
dan 1 TV 14 “ merk Sharp, 3 buah kulkas , 1 buah water heater, 1 kompor
merk rinai, 1 unit mesin pompa besar, 1 buah mesin cuci, 1 buah tabung
LPG, 3 (duah) Steam cleaner dan kunci-kunci pemasang service AC, 1
(satu) unit alat pembersih lantai merk elektrolux, 5 (lima ) set Setiger, 1
(satu) buah tangga alumunium tinggi 12 m, 4 (empat) buah tangga kerja
dari besi tinggi 175 cm , 1 unit mesin las listrik, 1 buah gerinda, 1 mesin
potong gerinda, 1 unit bur alat pasang AC, 1 (dua) unit mobil Suzuki Pick
Up No. Pol AD 1948 SA, 1 (satu ) unit mobil Chevrolet, 1 (satu) unit
sepeda motor merk Honda Astrea No Pol AD 4075 HH

Penggugat telah berulang kali berusaha untuk menyelesaikan


pembagian harta yang disengketakan dengan Tergugat melalui
kesepakatan bersama. Sementara Penggugat tidak mungkin mencapai
penyelesaian dengan damai, Penggugat tidak dapat mencapai penyelesaian
yang memadai, sehingga Penggugat berpendapat bahwa ini Terpaksa
untuk mengajukan gugatan dan meminta Pengadilan Negeri Surakarta
untuk membagi harta bersama yaitu membagi dua antara penggugat dan
tergugat. apabila Harta Bersama Obyek Sengketa tidak bisa dibagi secara
inatura maka terlebih dahulu dijual melalui penjualan umum / lelang dan
hasilnya dibagi 2 (dua) antara Penggugat dan Tergugat.
Bahwa untuk menjamin agar Harta Bersama Obyek Sengketa tidak
dialihkan oleh Tergugat baik melalui jual beli, tukar menukar maupun alas
hukum lainnya maka Penggugat mohon diletakkan Sita Marital atas Harta
Bersama Obyek Sengketa. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat
didukung oleh bukti-bukti otentik. Akta perjanjian perkawinan dijadikan
sebagai alat bukti. Dalam perjanjian kawin tidak dikenal harta Bersama
sebagaimana dalam akta perjanjian kawin no 19 tanggal 13 agustus 1976,
dalam pasal 1nya menyebutkan: antara suami isteri tidak aka nada
percampuran harta maupun hutang-hutang, laba maupun rugi, dan
penghasilan serta pendapatan, singkatnya dalam perkawinan ini
percampuran seluruhnya menurut hukum tidak akan terjadi.

2. Pertimbangan hukum hakim


a. Petitum pertama

Untuk menentukan status perkawinan ini masih tergantung dengan


petitum lainnya karena majelis hakim baru akan menentukan status
petitum ini setelah mempertimbangkan petitum-petitum lainnya.
b. Petitum kedua

Dalam petitum ini penggugat menuntut agar sita marital (marital


bestlag) atas harta Bersama obyek sengketa dinyatakan sah dan berharga.
Menurut pasal 227 ayat (4) HIR ditentukan apabila gugatan dikabulkan
maka penyitaan dintakan sah dan berharga, dari ketentuan pasal tersebut
jelas terlihat syarat untuk menyatakan sita sah dan berharga adalag
terhadap objek sengketa telah disita sebelumnya dan gugatan dikabulkan.
Menimbang bahwa meskipun pada petitum kedua ini penggugat memohon
sita marital dinyatakan sah dan berharga namun selama pemerikasaan
penggugat tidak mengajukan pemohonan khusus untuk meletakkan sita
marital tersebut dan juga tidak memenuhi persyaratan administratif untuk
dilakukan penyitaan sehingga dalam perkara ini Majelis Hakim tidak
mengeluarkan penetapan untuk dilakukan sita terhadap objek sengketa.
Menimbang, bahwa oleh karena terhadap harta bersama objek
sengketa tidak dilakukan penyitaan maka syarat untuk dinyatakan suatu
sita sah dan berharga sebagaimana ditetukan pasal diatas tidak terpenuhi
dengan demikian tuntutan Penggugat pada petitum ini patut untuk ditolak.
c. Petitum ketiga

Menimbang, bahwa dalam petitum ini Penggugat mohon agar harta


bersama yang menjadi obyek sengketa dibagi antara Penggugat dan
Tergugat yang masing-masing mempunyai hak ½ (setengah) bagian.
Menimbang, bahwa dalam pasal 4 Perjanjian Kawin No. 19 disebutkan
“Perabotperabot rumah tangga, perabot-perabot makan, minum dan tidur
yang ada didalam rumah kediaman suami istri akan dianggap sebagai
kepunyaan Pihak istri dan seterusnya.
Menimbang, bahwa terhadap harta bersama yang berupa barang
bergerak terdiri atas 3 (tiga) buah tempat tidur, 12 (dua belas) almari, 2
(dua) buah toilet, 4 (empat) buah meja, 10 (sepuluh) buah kursi, 1 (satu)
buah TV 29 “ merk Toshiba dan 1 (satu) buah TV 14 “ merk Sharp, 3
(tiga) buah kulkas, 1 (satu) buah water heater, 1 (satu) kompor merk Rinai,
1 (satu) unit mesin pompa besar, 1 (satu) buah mesin cuci, 1 (satu) buah
tabung LPG, 3 (tiga) buah steam cleaner dan kunci-kunci pemasang
service AC, 1 (satu) unit alat pembersih lantai merk Elektrolux, 5 (lima)
set Setiger, 1 (satu) buah tangga alumunium tinggi 12 meter, 4 (empat)
buah tangga kerja dari besi tinggi 175 cm, 1 (satu) unit mesin las listrik, 1
(satu) buah gerinda, 1 (satu) unit bor alat pasang AC, oleh karena barang-
barang tersebut merupakan perabot rumah tangga, perabot makan-minum
dan tidur, maka sesuai ketentuan pasal 4 Perjanjian Kawin tersebut adalah
menjadi hak istri yang dalam hal ini pihak Tergugat.
Bahwa sesuai pasal 2 dan pasal 3 Perjanjian Kawin No. 19
disebutkan barang-barang yang tidak dapat dibuktikan dengan catatan
yang ditandatangani oleh kedua belah pihak atau dengan surat-surat bukti
lainnya, akan dianggap kepunyaan Bersama masing-masing setengahnya.
Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut : oleh
karena harta-harta tersebut tidak diperjanjikan dalam Perjanjian Kawin,
dan keseluruhan harta tersebut diperoleh selama dalam perkawinan, maka
sesuai ketentuan pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan harta-harta
tersebut menjadi harta Bersama.
Menimbang, bahwa sesuai ketentuan pasal 37 Undang-Undang
Perkawinan disebutkan bahwa “bila perkawinan putus karena perceraian,
harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing “ dan dalam
penjelasan pasal tersebut dinyatakan “Yang dimaksud dengan ‘hukumnya’
masing-masing ialah hukum agama, hukum adat danhukum-hukum
lainnya“.
Menimbang, bahwa dalam kehidupan perkawinan antara
Penggugat dan Tergugat tidak ada kesepakatan mengenai hukum apa yang
dipakai apabila terjadi perceraian, karenanya Majelis Hakim
mempertimbangkan menurut rasa keadilan yang sewajarnya, dan adalah
adil apabila harta bersama tersebut dibagi dua antara Penggugat dan
Tergugat yang masing-masing mendapat bagian separohnya (sesuai pasal
128 KUHPerdata yang menyebutkan “setelah bubarnya harta bersama,
kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri atau antara
para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal
barang-barang itu”.
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
petitum ketiga tersebut dapat dikabulkan sepanjang harta bersama seperti
ditentukan diatas.
d. Petitum keempat

Menimbang, dalam petitum ini Penggugat mohon agar Tergugat


dihukum untuk menyerahkan ½ (setengah) bagian dari harta bersama
obyek sengketa kepada Penggugat atau apabila harta bersama tidak dapat
dibagi secara innatura maka harus dijual melalui penjualan umum/lelang
dan hasilnya dibagi 2 (dua) antara Penggugat dan Tergugat
e. Petitum kelima

Menimbang, bahwa pada petitum ini Penggugat mohon agar


putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada
upaya hukum verzet, banding dan kasasi maupun upaya hukum lainnya ;
Menimbang, bahwa untuk menyatakan suatu putusan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding,
maupun kasasi haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam pasal
180 HIR, selain itu juga harus diperhatikan SEMA No. 3 Tahun 2000 dan
SEMA No. 4 Tahun 2001.
Menimbang, bahwa oleh karena bukti-bukti yang diajukan
Penggugat untuk mendukung petitum pokok gugatannya ternyata tidak
memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 180 HIR tersebut,
maka Majelis Hakim berkesimpulan petitum ini haruslah dinyatakan
ditolak
f. Petitum keenam

Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 181 HIR disebutkan pihak


yang kalah harus dihukum untuk membayar biaya perkara.
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas telah terbukti petitum pokok gugatan Penggugat dinyatakan
dikabulkan, sehingga Tergugat sebagai pihak yang kalah haruslah
dihukum untuk membayar biaya perkara ini yang besarnya akan
ditentukan dalam amar putusan ini, dengan demikian petitum inipun dapat
dikabulkan.
Menimbang, bahwa dari keseluruhan pertimbangan-pertimbangan
diatas ternyata petitum gugatan Penggugat ada yang dikabulkan dan ada
yang ditolak, dengan demikian untuk petitum kesatu harus pula ditolak dan
gugatan Penggugat dinyatakan dikabulkan untuk sebagian dan menolak
untuk selebihnya. Mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari
undang-undang serta peraturan lain yang bersangkutan ;

D. ANALISIS

- Berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor


166/PDT.G/2013.PN.SKA diatas Penggugat dan Tergugat telah
menikah pada tanggal 14 Agustus 1976 yang kemudian hubungan
suami istri Penggugat dan Tergugat telah resmi bercerai pada tanggal 13
Agustus 2013. Bahwa pada pernikahan antara Penggugat dan Tergugat
tersebut terdapat Perjanjian Nomor 19 tanggal 13 Agustus 1976 yang
dibuat dihadapan Notaris R. Soedgondo Notodisoerjo. Pasal 29
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 berbunyi “Pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan Bersama
dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak
ketiga tersangkut”. Berdasarkan penjelasan Pasal 29 diatas perjanjian
perkawinan dapat dibuat sebelum atau sesudah perkawinan
berlangsung, pada kasus diatas perjanjian perkawinan yang dibuat oleh
Penggugat dan Tergugat dibuat pada saat sebelum pernikahan yaitu
pada tanggal 13 Agustus 1976 (sehari sebelum perkawinan
dilangsungkan) yang dimana perjanjian perkawinan tersebut sudah
benar.

- Menurut Majelis Hakim, Perjanjian antara Penggugat dan Tergugat


tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak ketiga
Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 yang disebutkan “mengajukan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan” yang berarti
suatu perjanjian perkawinan yang dibuat harus didaftrakan ke pegawai
pencatat perkawinan. Hal ini tata cara pengesahan dan pecatatatn
perjanjian kawin untuk pasangan yang beragama Islam berdasarkan
Surat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian
Agama Nomor: B. 2674/DJ.III/KW.00/9/2017 (“Surat Kementerian
Agama 2017”). Selanjutnya yang berwenang sebagai pegawai pencatat
perkawinan yaitu kepala KUA, Sedangkan untuk pasangan beragama
selain Islam berdasarkan Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Nomor:
472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian
Perkawinan (“Surat Dirjen 472.2/2017”), hal ini perjanjian perkawinan
dapat dilaporkan keapada DUKCAPIL. Dalam kasus diatas pihak
Penggugat dan Tergugat tidak mendaftarkan atau mensahkan Perjanjian
Kawin kepada pegawai pencatat perkawinan tetapi pada Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Surakarta sehingga Perjanjian Kawin antara
Penggugat dan Tergugat tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat terhadap pihak ketiga.
- Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan
perjanjian perkawinan tetap mengikat bagi para pihak. Hal ini
disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata “semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya” Perjanjian Kawin yang dibuat secara sah dihadapan
notaris R. Soegondo Notodisoerjo tersebut tetap mengikat bagi para
pihak yaitu Penggugat dan Tergugat.
- Berdasarkan pasal 2 dan 3 Perjanjian Kawin No.19
disebutkan barang-barang yang tidak dapat dibuktikan dengan catatan
yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak atau dengan surat bukti
lain dianggap kepunyaan bersama masing-masing setengah. Terhadap
barang bergerak yang berupa 1 (satu) unit mobil Suzuki Pick Up No.
Pol AD 1948 SA, 1 (satu ) unit mobil Chevrolet, 1 (satu) unit sepeda
motor merk Honda Astrea No Pol AD 4075 HH oleh karena bukan
merupakan perabotan rumahtangga, perabot makan-minum dan tidur.
Terhadap barang tidak bergerak berupa Sebidang tanah dan bangunan
yang terletak di Jl. Abdul Rahman Saleh No. 48 Rt, 003 Rw. 004, Kel.
Kestalan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak
Milik N0. 35 Kel. Kestalan, dseluas +/- 278 m2 tercatat a.n Nyonya
Theresia Sandjojoseputro istri Johanes Hindarto, Sebidang tanah dan
bangunan yang terletak di Jl. Dr. Soepomo. Kel. Punggawan, Kec.
Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 687,
Desa Punggawan, seluas +/- 100 m2 tercatat a.n Johanes Hindarto suami
Nyonya Theresia Sandjojo Seputro, Sebuah Kios di Pusat Perdagangan
Beterng Trade Center Solo, yang terletak di lantai I Blok C.1 No. 18,
Ukuran 2m x 4m dengan Hak Penempatan No. SIP BTC 1-008/PSP
MAR/10.2006. oleh karena harta tersebut tidak diperjanjikan dalam
Perjanjian Kawin dan keseliruhan harta tersebut diperoleh selama dalam
perkawinan maka Majelis Hakim berpendapat harta tersebut merupakan
harta bersama. Pasal 35 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974
menyatakan “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama”. Dalam Perjanjian Kawin pasal 2 dan 3 tersebut
dikatakan bahwa disebutkan barang-barang yang tidak dapat dibuktikan
dengan catatan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak atau
dengan surat bukti lain dianggap kepunyaan bersama masing-masing
setengah, dan harta yang disebutkan diatas diperoleh selama dalam
perkawinan antara Penggugat dan Tergugat, sehingga harta tersebut
merupakan harta bersama.
- Pada pertimbangan hukum hakim dalam pokok perkara
menyatakan dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 maka
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata, Ordonansi
Perkawinan Indonesia Kristen, Peraturan Perkawinan Campuran dan
Peraturan-peraturan lainnya yang mengatur tentang perkawinan
dinyatakan tidak berlaku. Berdasarkan asas lex posterior derogate legi
priori atau peraturan yang baru mengesampingkan peraturan yang lama
yang mana bertujuan untuk mencegah ketidakpastian hukum yang
mungkin timbul manakala terdapat 2 peraturan sederajat berdasarkan
hierarki. Menurut asas ini dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun
1974 maka Peraturan-peraturan lainnya yang mengatur tentang
perkawinan dinyatakan tidak berlaku, sehingga dalam kasus inipun
berlaku Undang-undang No. 1 Tahun 1974.
E. Kesimpulan
Penulis melakukan analisi terhadap sengketa antara Yohanes
Hindarto selaku penggugat dengan Theresia Sandjojo Seputro selaku
tergugat dalam kasus teresebut

Anda mungkin juga menyukai