KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2022 A. Latar Belakang
Perjanjian perkawinan merupakan istilah yang diambil dari Pasal
29 undang-undang nomor 1 tahun 1974. Rumusan tentang pengertian perjanjian perkawinan tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun KUHPerdata tidak menyebutkan secara jelas dan tegas mengenai pengertian perjanjian perkawinan maupun isi perjanjian perkawinan itu sendiri. Lebih lanjut Perjanjian Perkawinan biasanya dibuat dengan tujuan kedua belah pihak yang hendak melangsungkan perkawinan dan mempunyai harta benda yang berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan (misalnya warisan). Namun tidak sebatas pemisahan harta saja, kedua belah pihak juga dapat membuat bentuk dan isi Perjanjian Perkawinan lainnya dengan ketentuan bahwa perjanjian harus sesuai dengan batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan. Apabila melanggar hal-hal tersebut, maka Perjanjian Perkawinan tidak dapat disahkan.
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak menyaratkan bentuk
tertentu untuk sahnya perkawinan. Sebagai syarat yang ditentukan adalah perjanjian perkawinan tersebut harus tertulis (Pasal 29 ayat1UU No.1 Tahun 1976). Perjanjian Perkawinan haruslah dibuat dalam bentuk akta otentik dimuka notaris, akta otentik itu sangat penting karena dapat dijadikan bukti dalam persidangan pengadilan apabila terjadi sengketa tentang harta bawaan masing-masing
Dalam perkawinan persatuan harta benda, istri harus dilindungi
dari kemungkinan penghinaan terhadap kecurangan suaminya,harta benda dan sekuritas tertentu istrinya. Dalam hal perkawinan dengan harta yang terpisah, tujuan: - Untuk memastikan bahwa harta bersama tertentu atau semua harta yang dibawa ke dalam perkawinan oleh pasangan tidak termasuk dalam harta bersama dan oleh karena itu tetap menjadi milik pribadi. Adanya perjanjian semacam itu melindungi istri dari kemungkinan tanggung jawab atas harta benda, dari hutang suami, dan sebaliknya. - Untuk menjaga harta pribadinya terpisah dari hartasuaminya, istri dapat mengelola harta itu sendiri.
Jadi dengan adanya perjanjian perkawinan, hubungan suami isteri akan
terasa aman karena jika suatu saat hubungan mereka ternyata ”retak” bahkan berujung pada perceraian, maka ada sesuatu yang dapat dijadikan pegangan dan dasar hukum.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuaraikan diatas makalah
ini akan membahas permaasalahan sebagi berikut
1. Bagaimana duduk perkara pada putusan pengadilan nomor
166/PDT.G/2013/PN.SKA? 2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkaraberdasarkan putusan pengadilan Nomor 166/PDT.G/2013/PN.SKA
B. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan melaksanakan penelusuran bahan Pustaka sebagai sumber penelitian. Bahan-bahan Pustaka yang akan digunakan berupa literatur dan perundang-undangan yang berhubungan dengan perjanjian perkawinan. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statue approach) yang menempatkan hukum sebagai norma dan menitikberatkan pada hukum sebagai tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan analisis penelitian menitikberatkan pada peraturan perundang- undangan dan putusan yang menjadi dasar terhadap permasalahan.
C. Putusan Pengadilan Nomor 166/PDT.G/2013/PN.SKA
1. Duduk Perkara
Penggugat Penggugat dan Tergugat adalah sepasang suami istri
yang telah menikah secara sah pada tanggal 14 Agustus 1976, namun pada tanggal 27 September 2012, perkawinan Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian yang putusannya juga dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dalam putusan tertanggal 28 Januari 2013. Selama perkawinan Penggugat dan Tergugat telah memiliki harta berasama Berupa barang tidak bergerak terdiri dari Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Abdul Rahman Saleh No. 48 Rt, 003 Rw. 004, Kel. Kestalan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak Milik N0. 35 Kel. Kestalan, dseluas +/- 278 m2 tercatat a.n Nyonya Theresia Sandjojoseputro istri Johanes Hindarto, Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Dr. Soepomo. Kel. Punggawan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 687, Desa Punggawan, seluas +/- 100 m2 tercatat a.n Johanes Hindarto suami Nyonya Theresia Sandjojo Seputro, Sebuah Kios di Pusat Perdagangan Beterng Trade Center Solo, yang terletak di lantai I Blok C.1 No. 18, Ukuran 2m x 4m dengan Hak Penempatan No. SIP BTC 1-008/PSP MAR/10.2006 ; berupa barang bergerak terdiri atas 3 buah tempat tidur 12 almari, 2 toilet, 4 buah meja, 10 buah kursi, 1 buah TV 29 “merk Toshiba dan 1 TV 14 “ merk Sharp, 3 buah kulkas , 1 buah water heater, 1 kompor merk rinai, 1 unit mesin pompa besar, 1 buah mesin cuci, 1 buah tabung LPG, 3 (duah) Steam cleaner dan kunci-kunci pemasang service AC, 1 (satu) unit alat pembersih lantai merk elektrolux, 5 (lima ) set Setiger, 1 (satu) buah tangga alumunium tinggi 12 m, 4 (empat) buah tangga kerja dari besi tinggi 175 cm , 1 unit mesin las listrik, 1 buah gerinda, 1 mesin potong gerinda, 1 unit bur alat pasang AC, 1 (dua) unit mobil Suzuki Pick Up No. Pol AD 1948 SA, 1 (satu ) unit mobil Chevrolet, 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Astrea No Pol AD 4075 HH
Penggugat telah berulang kali berusaha untuk menyelesaikan
pembagian harta yang disengketakan dengan Tergugat melalui kesepakatan bersama. Sementara Penggugat tidak mungkin mencapai penyelesaian dengan damai, Penggugat tidak dapat mencapai penyelesaian yang memadai, sehingga Penggugat berpendapat bahwa ini Terpaksa untuk mengajukan gugatan dan meminta Pengadilan Negeri Surakarta untuk membagi harta bersama yaitu membagi dua antara penggugat dan tergugat. apabila Harta Bersama Obyek Sengketa tidak bisa dibagi secara inatura maka terlebih dahulu dijual melalui penjualan umum / lelang dan hasilnya dibagi 2 (dua) antara Penggugat dan Tergugat. Bahwa untuk menjamin agar Harta Bersama Obyek Sengketa tidak dialihkan oleh Tergugat baik melalui jual beli, tukar menukar maupun alas hukum lainnya maka Penggugat mohon diletakkan Sita Marital atas Harta Bersama Obyek Sengketa. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat didukung oleh bukti-bukti otentik. Akta perjanjian perkawinan dijadikan sebagai alat bukti. Dalam perjanjian kawin tidak dikenal harta Bersama sebagaimana dalam akta perjanjian kawin no 19 tanggal 13 agustus 1976, dalam pasal 1nya menyebutkan: antara suami isteri tidak aka nada percampuran harta maupun hutang-hutang, laba maupun rugi, dan penghasilan serta pendapatan, singkatnya dalam perkawinan ini percampuran seluruhnya menurut hukum tidak akan terjadi.
2. Pertimbangan hukum hakim
a. Petitum pertama
Untuk menentukan status perkawinan ini masih tergantung dengan
petitum lainnya karena majelis hakim baru akan menentukan status petitum ini setelah mempertimbangkan petitum-petitum lainnya. b. Petitum kedua
Dalam petitum ini penggugat menuntut agar sita marital (marital
bestlag) atas harta Bersama obyek sengketa dinyatakan sah dan berharga. Menurut pasal 227 ayat (4) HIR ditentukan apabila gugatan dikabulkan maka penyitaan dintakan sah dan berharga, dari ketentuan pasal tersebut jelas terlihat syarat untuk menyatakan sita sah dan berharga adalag terhadap objek sengketa telah disita sebelumnya dan gugatan dikabulkan. Menimbang bahwa meskipun pada petitum kedua ini penggugat memohon sita marital dinyatakan sah dan berharga namun selama pemerikasaan penggugat tidak mengajukan pemohonan khusus untuk meletakkan sita marital tersebut dan juga tidak memenuhi persyaratan administratif untuk dilakukan penyitaan sehingga dalam perkara ini Majelis Hakim tidak mengeluarkan penetapan untuk dilakukan sita terhadap objek sengketa. Menimbang, bahwa oleh karena terhadap harta bersama objek sengketa tidak dilakukan penyitaan maka syarat untuk dinyatakan suatu sita sah dan berharga sebagaimana ditetukan pasal diatas tidak terpenuhi dengan demikian tuntutan Penggugat pada petitum ini patut untuk ditolak. c. Petitum ketiga
Menimbang, bahwa dalam petitum ini Penggugat mohon agar harta
bersama yang menjadi obyek sengketa dibagi antara Penggugat dan Tergugat yang masing-masing mempunyai hak ½ (setengah) bagian. Menimbang, bahwa dalam pasal 4 Perjanjian Kawin No. 19 disebutkan “Perabotperabot rumah tangga, perabot-perabot makan, minum dan tidur yang ada didalam rumah kediaman suami istri akan dianggap sebagai kepunyaan Pihak istri dan seterusnya. Menimbang, bahwa terhadap harta bersama yang berupa barang bergerak terdiri atas 3 (tiga) buah tempat tidur, 12 (dua belas) almari, 2 (dua) buah toilet, 4 (empat) buah meja, 10 (sepuluh) buah kursi, 1 (satu) buah TV 29 “ merk Toshiba dan 1 (satu) buah TV 14 “ merk Sharp, 3 (tiga) buah kulkas, 1 (satu) buah water heater, 1 (satu) kompor merk Rinai, 1 (satu) unit mesin pompa besar, 1 (satu) buah mesin cuci, 1 (satu) buah tabung LPG, 3 (tiga) buah steam cleaner dan kunci-kunci pemasang service AC, 1 (satu) unit alat pembersih lantai merk Elektrolux, 5 (lima) set Setiger, 1 (satu) buah tangga alumunium tinggi 12 meter, 4 (empat) buah tangga kerja dari besi tinggi 175 cm, 1 (satu) unit mesin las listrik, 1 (satu) buah gerinda, 1 (satu) unit bor alat pasang AC, oleh karena barang- barang tersebut merupakan perabot rumah tangga, perabot makan-minum dan tidur, maka sesuai ketentuan pasal 4 Perjanjian Kawin tersebut adalah menjadi hak istri yang dalam hal ini pihak Tergugat. Bahwa sesuai pasal 2 dan pasal 3 Perjanjian Kawin No. 19 disebutkan barang-barang yang tidak dapat dibuktikan dengan catatan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak atau dengan surat-surat bukti lainnya, akan dianggap kepunyaan Bersama masing-masing setengahnya. Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut : oleh karena harta-harta tersebut tidak diperjanjikan dalam Perjanjian Kawin, dan keseluruhan harta tersebut diperoleh selama dalam perkawinan, maka sesuai ketentuan pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan harta-harta tersebut menjadi harta Bersama. Menimbang, bahwa sesuai ketentuan pasal 37 Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa “bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing “ dan dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan “Yang dimaksud dengan ‘hukumnya’ masing-masing ialah hukum agama, hukum adat danhukum-hukum lainnya“. Menimbang, bahwa dalam kehidupan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tidak ada kesepakatan mengenai hukum apa yang dipakai apabila terjadi perceraian, karenanya Majelis Hakim mempertimbangkan menurut rasa keadilan yang sewajarnya, dan adalah adil apabila harta bersama tersebut dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat yang masing-masing mendapat bagian separohnya (sesuai pasal 128 KUHPerdata yang menyebutkan “setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu”. Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat petitum ketiga tersebut dapat dikabulkan sepanjang harta bersama seperti ditentukan diatas. d. Petitum keempat
Menimbang, dalam petitum ini Penggugat mohon agar Tergugat
dihukum untuk menyerahkan ½ (setengah) bagian dari harta bersama obyek sengketa kepada Penggugat atau apabila harta bersama tidak dapat dibagi secara innatura maka harus dijual melalui penjualan umum/lelang dan hasilnya dibagi 2 (dua) antara Penggugat dan Tergugat e. Petitum kelima
Menimbang, bahwa pada petitum ini Penggugat mohon agar
putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding dan kasasi maupun upaya hukum lainnya ; Menimbang, bahwa untuk menyatakan suatu putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding, maupun kasasi haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam pasal 180 HIR, selain itu juga harus diperhatikan SEMA No. 3 Tahun 2000 dan SEMA No. 4 Tahun 2001. Menimbang, bahwa oleh karena bukti-bukti yang diajukan Penggugat untuk mendukung petitum pokok gugatannya ternyata tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 180 HIR tersebut, maka Majelis Hakim berkesimpulan petitum ini haruslah dinyatakan ditolak f. Petitum keenam
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 181 HIR disebutkan pihak
yang kalah harus dihukum untuk membayar biaya perkara. Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas telah terbukti petitum pokok gugatan Penggugat dinyatakan dikabulkan, sehingga Tergugat sebagai pihak yang kalah haruslah dihukum untuk membayar biaya perkara ini yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini, dengan demikian petitum inipun dapat dikabulkan. Menimbang, bahwa dari keseluruhan pertimbangan-pertimbangan diatas ternyata petitum gugatan Penggugat ada yang dikabulkan dan ada yang ditolak, dengan demikian untuk petitum kesatu harus pula ditolak dan gugatan Penggugat dinyatakan dikabulkan untuk sebagian dan menolak untuk selebihnya. Mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari undang-undang serta peraturan lain yang bersangkutan ;
D. ANALISIS
- Berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor
166/PDT.G/2013.PN.SKA diatas Penggugat dan Tergugat telah menikah pada tanggal 14 Agustus 1976 yang kemudian hubungan suami istri Penggugat dan Tergugat telah resmi bercerai pada tanggal 13 Agustus 2013. Bahwa pada pernikahan antara Penggugat dan Tergugat tersebut terdapat Perjanjian Nomor 19 tanggal 13 Agustus 1976 yang dibuat dihadapan Notaris R. Soedgondo Notodisoerjo. Pasal 29 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 berbunyi “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan Bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut”. Berdasarkan penjelasan Pasal 29 diatas perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum atau sesudah perkawinan berlangsung, pada kasus diatas perjanjian perkawinan yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat dibuat pada saat sebelum pernikahan yaitu pada tanggal 13 Agustus 1976 (sehari sebelum perkawinan dilangsungkan) yang dimana perjanjian perkawinan tersebut sudah benar.
- Menurut Majelis Hakim, Perjanjian antara Penggugat dan Tergugat
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak ketiga Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 yang disebutkan “mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan” yang berarti suatu perjanjian perkawinan yang dibuat harus didaftrakan ke pegawai pencatat perkawinan. Hal ini tata cara pengesahan dan pecatatatn perjanjian kawin untuk pasangan yang beragama Islam berdasarkan Surat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor: B. 2674/DJ.III/KW.00/9/2017 (“Surat Kementerian Agama 2017”). Selanjutnya yang berwenang sebagai pegawai pencatat perkawinan yaitu kepala KUA, Sedangkan untuk pasangan beragama selain Islam berdasarkan Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan (“Surat Dirjen 472.2/2017”), hal ini perjanjian perkawinan dapat dilaporkan keapada DUKCAPIL. Dalam kasus diatas pihak Penggugat dan Tergugat tidak mendaftarkan atau mensahkan Perjanjian Kawin kepada pegawai pencatat perkawinan tetapi pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta sehingga Perjanjian Kawin antara Penggugat dan Tergugat tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak ketiga. - Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan perjanjian perkawinan tetap mengikat bagi para pihak. Hal ini disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” Perjanjian Kawin yang dibuat secara sah dihadapan notaris R. Soegondo Notodisoerjo tersebut tetap mengikat bagi para pihak yaitu Penggugat dan Tergugat. - Berdasarkan pasal 2 dan 3 Perjanjian Kawin No.19 disebutkan barang-barang yang tidak dapat dibuktikan dengan catatan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak atau dengan surat bukti lain dianggap kepunyaan bersama masing-masing setengah. Terhadap barang bergerak yang berupa 1 (satu) unit mobil Suzuki Pick Up No. Pol AD 1948 SA, 1 (satu ) unit mobil Chevrolet, 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Astrea No Pol AD 4075 HH oleh karena bukan merupakan perabotan rumahtangga, perabot makan-minum dan tidur. Terhadap barang tidak bergerak berupa Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Abdul Rahman Saleh No. 48 Rt, 003 Rw. 004, Kel. Kestalan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak Milik N0. 35 Kel. Kestalan, dseluas +/- 278 m2 tercatat a.n Nyonya Theresia Sandjojoseputro istri Johanes Hindarto, Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Dr. Soepomo. Kel. Punggawan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 687, Desa Punggawan, seluas +/- 100 m2 tercatat a.n Johanes Hindarto suami Nyonya Theresia Sandjojo Seputro, Sebuah Kios di Pusat Perdagangan Beterng Trade Center Solo, yang terletak di lantai I Blok C.1 No. 18, Ukuran 2m x 4m dengan Hak Penempatan No. SIP BTC 1-008/PSP MAR/10.2006. oleh karena harta tersebut tidak diperjanjikan dalam Perjanjian Kawin dan keseliruhan harta tersebut diperoleh selama dalam perkawinan maka Majelis Hakim berpendapat harta tersebut merupakan harta bersama. Pasal 35 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Dalam Perjanjian Kawin pasal 2 dan 3 tersebut dikatakan bahwa disebutkan barang-barang yang tidak dapat dibuktikan dengan catatan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak atau dengan surat bukti lain dianggap kepunyaan bersama masing-masing setengah, dan harta yang disebutkan diatas diperoleh selama dalam perkawinan antara Penggugat dan Tergugat, sehingga harta tersebut merupakan harta bersama. - Pada pertimbangan hukum hakim dalam pokok perkara menyatakan dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 maka ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen, Peraturan Perkawinan Campuran dan Peraturan-peraturan lainnya yang mengatur tentang perkawinan dinyatakan tidak berlaku. Berdasarkan asas lex posterior derogate legi priori atau peraturan yang baru mengesampingkan peraturan yang lama yang mana bertujuan untuk mencegah ketidakpastian hukum yang mungkin timbul manakala terdapat 2 peraturan sederajat berdasarkan hierarki. Menurut asas ini dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 maka Peraturan-peraturan lainnya yang mengatur tentang perkawinan dinyatakan tidak berlaku, sehingga dalam kasus inipun berlaku Undang-undang No. 1 Tahun 1974. E. Kesimpulan Penulis melakukan analisi terhadap sengketa antara Yohanes Hindarto selaku penggugat dengan Theresia Sandjojo Seputro selaku tergugat dalam kasus teresebut
ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS YANG TIDAK DI REGISTRASI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 598 PK-PDT-2016 Tanggal 24 Nopember 2016)
Akibat Hukum Pembatalan Akta Hibah Yang Objeknya Harta Warisan Yang Belum Dibagi Kepada Ahli Waris Dan Melebihi Legitieme Portie Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2954 K-PDT-2017