Anda di halaman 1dari 8

KASUS POSISI

Sugiharto Sudharmadji, bertempat tinggal di Kampung Sindangsana R.T. 02 R.W. 002 Batu

Ceper Tanggerang dalam hal ini diwakili oleh kuasanya: O.C. Kaligis, SH. dan kawan-kawan

dengan alamat Jalan Majapahit No. 34/4 Jakarta, pemohon kasasi dahulu penggugat-

pembanding;

melawan:

Soegianto Oenaka alias Oen Tjoe Jang, bertempat tinggal di Jalan Kawi No. 61 kelurahan

Guntur, kecamatan Setiabudi Jakarta-Selatan, termohon kasasi dahulu tergugat-terbanding;

1. Bahwa berdasarkan atas Akta Jual Beli rumah dan pemindahan hak atas tanah, No. 51

dihadapan Notaris Lieke L.Tukgali SH, Penggugat telah membeli dari Tergugat 1 (satu)

buah rumah setempat dikenal dengan jalan Kawi No. 61 Kelurahan Guntur, Kecamatan

Setiabudi, DKI Jaya wilayah Jakarta Selatan dan telah dibayar lunas (bukti P-1);

2. Bahwa berdasarkan Akta No. 53 tanggal 12 September 1983 pihak Tergugat (penjual)

diberi kesempatan untuk membeli kembali atau menawarkan kepada pihak lain

bangunan rumah tersebut namun kesempatan tersebut tidak digunakan oleh Tergugat;

3. Bahwa dengan lewatnya waktu atau kesempatan yang diberikan oleh penggugat maka

penggugat berhak untuk menempati atau menjual bangunan rumah tersebut dan pihak

tergugat (penjual) harus mengosongkan bangunan rumah tersebut selambat-lambatnya

tanggal 15 Nopember 1983, berdasarkan Akta perjanjian pengosongan No. 52 (bukti

P-3);

4. Bahwa akibat dari tidak dikosongkan dan diserahkan bangunan rumah tersebut di atas,

sudah merupakan bukti kelalaian (wanprestasi) pihak tergugat ;

5. Bahwa oleh karenanya penggugat berhak menuntut tergugat atas kelalaiannya untuk

melaksanakan kewajibannya seperti yang telah dijanjikan guna mengosongkan apa yang
dijual-belikan dan dihuninya secara tidak sah sejak selambat-lambatnya tanggal 15

Nopember 1983 sampai saat ini disertai uang denda seketika dan sekali lunas sesuai

dengan Akta jual-beli rumah dan pemindahan hak atas tanah, No. 51 pasal 1 adalah Rp.

500.000,- ratus ribu rupiah) per bulan, maka tuntutan penggugat jika dihitung dari

tanggal 15 Nopember 1983 sampai dengan tanggal 15 Nopember 1984 adalah 12 bulan

x Rp. 500.000,- = Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) dan ini akan terus bertambah

sampai rumah tersebut dikosongkan.

ANALISA FAKTA

1. Bahwa pada tanggal 12 September 1983 telah terjadi perjanjian Jual Beli rumah dan

pemindahan ha katas tanah antara Penggugat dan Tergugat, dimana Tergugat telah

menjual dan memundahkan serta menyerahkan kepada Penggugat sebagai pembeli

sebuah bangunan rumah tinggal yang didirikan di atas sebidang tanah semua luasnya +

155 M2 terletak dijalan Kawi No. 61 Kelurahan Guntur, Kecamatan Setiabudi, DKI Jaya

wilayah Jakarta Selatan, dengan harga Rp. 26.750.000.- yang mana perjanjian tersebut di

tuangkan dalam Akta perjanjian jaul-beli rumah dan pemindahan hak No. 51 tertanggal

12 September 1983 dihadapan Notaris Lieke L.Tukgali SH;

2. Bahwa pada waktu yang sama dengan pembuatan Akta jual-beli rumah dan pemindahan

ha katas tanah yakni tanggal 12 September 1983 dan dihadapan Notaris yang sama telah

terjadi perjanjian pengosongan sebagai pelaksana Akta jual-beli rumah dan pemindahan

ha katas tanah No. 51, dimana Tergugat wajib untuk mengosongkan bangunan rumah

tinggal dengan segala turutannya kepada Penggugat;

3. Bahwa selanjutnya dengan waktu yang sama dengan pembuatan kedua Akta tersebut

yaitu Akta No. 51 dan No. 52 yakni pada tanggal 12 September 1983 dihadapan Notaris

yang sama telah dibuat suatu perjanjian dengan Akta No. 53 dimana dalam waktu 40
hari terhitung mulai tanggal 12 September 1983 selambat-lambatnya tanggal 15

November 1983 Tergugat diberi hak untuk membeli kembali bangunan rumah tinggal

tersebut berikut segala hak diatas bangunan didirikan dengan harga Rp.26.750.000,-

4. Bahwa dalam Pasal 4 dan 5 dari Akta No. 53 tersebut ditentukan bahwa apabila

Tergugat dalam waktu selambat-lambatnya tanggal 15 November 1983 tidak

menyatakan untuk membeli kembali atau tidak memberitakan untuk membeli kembali

maka Tergugat diberi hak 3 (tiga) buan setelah tanggal 15 November 1983 untuk

menawarkan kepada pihak lain, dan apabila selambat-lambatnya tanggal 15 Februari

1984 Tergugat belum dapat pembelinya maka, Penggugat bebas untuk menawarkan

kepada siapapun dengan harga yang dikehendaki oleh pihak kedua (Tergugat);

ANALISA HUKUM

Pada analisa hukum ini akan dijelaskan pertimbangan hukum Hakim dalam putusan

Nomor 2356 K/Pdt/2008 adalah sebagai berikut:

1. Bahwa alasan-alasan pemohon kasasi tersebut dapat dibenarkan karena judex facti

(Pengadilan Tinggi) telah salah menerapkan hukum;

2. Bahwa Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan keadaan Penggugat pada saat

dibuatnya perjanjian jual beli yaitu Penggugat ditahan oleh polisi karena laporan dari

Tergugat I dan Tergugat II untuk menekan Penggugat untuk membuat atau menyetujui

perjanjian jual beli tersebut. Hal ini adalah merupakan “Misbruik van omstandigheiden”

yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan karena tidak lagi memenuhi

unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata yaitu tidak ada kehendak yang bebas dari pihak

Penggugat;

3. Bahwa atas dasar buki P-1 Penggugat adalah pemilik sertifikat hak merek ARISE

SHINE CES;
4. Bahwa logo dengan judul ARISE SHINE CES menurut Tergugat I dan Tergugat II

adalah milik Tergugat I;

5. Bahwa atas dasar tersebut Tergugat I melaporkan Penggugat ke polisi yang berakibat

ditahannya Penggugat dan kemudian timbul perdamaian yang dibuat dihadapan penyidik

di mana Penggugat dalam keadaan ditahan;

6. Bahwa dijualnya merek ARISE SHINE CES oleh Penggugat kepada Tergugat atas dasar

perdamaian tersebut maka dapat dikwalifisir tujuan Tergugat melaporkan Penggugat ke

penyidik adalah untuk mengabil alih “Merek” tersebut.

ANALISIS

Pada bagian analisis ini akan dibagi dalam dua bagian analisis yang di antaranya adalah

sebagai berikut:

1. Analisis Putusan Nomor 2356 K/Pdt/2008 dengan Kasus Jual Beli di Bawah Tekanan

Penulis berpendapat bahwa dalam perkara jual beli di bawah tekanan dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2356 K/Pdt/2008 Hakim telah sesuai menerapkan

dan menyatakan bahwa dalam hal ini Tergugat I dan Tergugat II melakukan tekanan

kepada Penggugat sebagai pemilik sah dari merek ARISE SHINE CES, dengan cara

melaporkan Penggugat untuk ditahan oleh kepolisian berdasarkan laporan Tergugat,

kemudian dalam keadaan Penggugat ditahan didalam penjara, Tergugat dan Penggugat

melakukan perjanjian jula beli merek ARISE SHINE CES.

Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang terbagi

dalam 4 (empat) syarat, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri

Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan sepakat adalah kedua subjek

yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata


mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu, apa yang

dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain. Mereka

menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.1

b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian

Para pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus “cakap” menurut

hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat

pikirannya adalah cakap menurut hukum.2 Cakap berarti mengerti akan sesuatu

yang dilakukan serta mengetahui dampak dari berbuatan yang dilakukannya,

dengan kata lain sudah dapat mengendalikan apa yang diperbuatnya serta mampu

mempertanggung jawabkannya.

c. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, yaitu prestasi yang perlu

dipenuhi dalam suatu perjanjian, dan merupakan objek perjanjian.3 Sekurang-

kurangnya objek perjanjian harus mempunyai jenis tertentu sebagaimana

dirumuskan dalam Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling

sedikit ditentukan jenisnya”, dan ayat (2) menyatakan bahwa: “Tidaklah menjadi

halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat

ditentukan atau dihitung.”

d. Suatu Sebab yang Halal

Undang-undang tidak memberi pengertian causa atau sebab, dan yang

dimaksud dengan causa dalam hal ini adalah bukan hukum dan akibat, tetapi isi

1
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 1983, hlm. 11.
2
Ibid, hlm 17.
3
Abdul Kadir Muhammad, op.cit, hlm. 93.
atau maksud dari perjanjian, dengan demikian yang dimaksud dengan sebab

(oorzaak/causa) bukanlah mengenai sesuatu yang menyebabkan seseorang

membuat perjanjian tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian itu harus memuat

sebab atau causa yang diperbolehkan.4)

Berdasarkan uraian syarat sahnya perjanjian yang telah dijelaskan di atas, maka

terkait dengan syarat pertama dan kedua dinamakan dengan syarat subjektif sementara

syarat ketiga dan keempat dinamakan dengan syarat objektif. Terkait dengan syarat

subjektif tersebut, apabila tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah perjanjian itu

menjadi dapat dibatalkan. Artinya para pihak harus memenuhi unsur ini, dimana

kesepakatan maupun unsur kecakapan harus dipenuhi, dapat dibatalkan membawa

konsekuensi, bahwa perjanjian itu telah membawa akibat terhadap para pihak bahwa

terhadap perjanjiannya sejak adanya gugatan atau putusan pengadilan terhadap suatu

perjanjian itu menjadi dapat dibatalkan, karena adanya gugatan atau putusan pengadilan

tersebut, dapat dimintakan pembatatalan (cancelling) oleh salah satu pihak, misalnya

untuk yang belum cakap menurut hukum diajukan oleh orang tua atau walinya, atau ia

sendiri apabila sudah cakap.5

Sedangkan bila syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu akibatnya batal

demi hukum, yang membawa konsekuenksi bahwa dari sejak semula perjanjian itu

menjadi tidak membawa akibat hukum apa-apa, karena perjanjian ini telah bertentangan

dengan undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan, jadi secara yuridis dari

semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang

4
Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Kerja, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010
http://repository.usu.ac.id/pdf, diunduh pada hari Sabtu tanggal 5 Januari 2019, pukul 19.00 WIB).
5
N. Ike Kusmiati, 2016, Undue Influence Sebagai Faktor Penyebab Cacat Kehendak Diluar Kuhperdata
Dalam Upaya Mengisi Kekosongan Hukum, Jurnal Litigasi, Vo. 17, No.1.
yang bermaksud membuat perjanjian dan dengan demikian tidaklah dapat pihak yang

satu menuntut pihak lain di depan hakim, karena dasar hukumnya tidak ada.6 Perjanjian

pada pokoknya dapat dibuat bebas, tidak terikat bentuk, dan tercapai tidak secara formil,

tetapi cukup melalui konsensus belaka, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1320

KUHPerdata bahwa kesepakatan oleh para pihak, yang berada dalam perjanjian,

mengikat bagi para pihak. Sepakat oleh mereka yang mengikatkan diri adalah hal yang

esensial dalam perjanjian, sehingga dengan kata sepakat tersebut, suatu perjanjian

memenuhi keabsahan sehingga dapat mengikat pihak-pihak yang membuatnya.7

Dalam putusan ini Mahkama Agung telah menerapkan pula ketentuan Pasal 1323

KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang

membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila

paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siap perjnajian

tersebut tidak telah dibuat.” Mahkamah Agung dalam perkara ini menyatakan bahwa

kondisi dimana salah satu pihak berada dalam tekanan/intimidasi dari pihak lain, dalam

hal ini penahanan oleh pihak kepolisian atas laporan pihak lain tersebut membuat

perjanjian yang telah dibuatdapat dibatalkan karena tidak ada kehendak bebas (dalam

membuat kesepakatan.

Sebagaimana pendapat Prof. R. Soebekti dalam bukunya: Hukum Perjanjian pada

halaman 23 menyatakan bahwa : “yang dimaksudkan dengan paksaan adalah paksaan

rohani atau paksaan jiwa. Paksaan yang dimaksud ini adalah orang yang memberikan

persetujuan tetap secara tidak bebas, sepertinya seorang yang memberikan

persetujuannya karena ia takut terhadap suatu ancaman.”

6
Ibid.
7
N. Ike Kusmiati, 2016, Undue Influence Sebagai Faktor Penyebab Cacat Kehendak Diluar Kuhperdata
Dalam Upaya Mengisi Kekosongan Hukum, Jurnal Litigasi, Vo. 17, No.1.
Selain itu pendapat Mahkamah Agung dalam perkara ini sejalan dengan Pasal

1324 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu

sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat dan apabila

perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau

kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.” Karena adanya

suatu persetujuan dari Penggugat kepada Tergugat untuk menjual merek ARISE SHINE

CES kepada Tergugat, maka perjanjian tersbut tidak lagi memenuhi syarat sahnya suatu

perjanjian (syarat Subjektif) sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata

khususnya pada ayat (1) yaitu adanya kesepakatan dalam suatu perjanjian, maka

perjanjian jual beli tersebut dapat dibatalkan. Kesepakatan yang dimaksud disini adalah

kehendak bebas dari pihak-pihak yang akan mengadakan perjanjian, jadi meskipun

persetujuan itu timbul dari Penggugat, namun tidak atas kehendaknya, melainkan

dibawah tekanan akibat perbuatan Tergugat yang melaporkan kannya ke kepolisian.

2. Analisis Metode Penemuan Hukum yang Digunakan oleh Hakim dalam Putusan Nomor

2356 K/Pdt/2008

Anda mungkin juga menyukai