Anda di halaman 1dari 18

BAB 3

AKTA PERIKATAN HIBAH YANG DIBUAT NOTARIS


TANPA PERSETUJUAN SALAH SATU AHLI WARIS
ATAS BARANG TETAP (TANAH)

A. Akibat Hukum dari Akta Perikatan Hibah yang Dibuat Notaris Tanpa
Persetujuan Salah Satu Ahli Waris Atas Barang Tetap (Tanah)
Perikatan hibah berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata memiliki sifat
obligatoir, yaitu perjanjiannya sah sepanjang terpenuhi syarat-syarat untuk sahnya
perjanjian, yaitu adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan
untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.1 Akta
Perikatan Hibah Nomor 42 Tanggal 18 September 2012, tidak terpenuhi syarat adanya
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, karena akta tersebut dibuat tanpa
persetujuan salah seorang ahli waris. Selain itu syarat adanya suatu hal tertentu juga
tidak terpenuhi mengingat objek yang dihibahkan dalam adalah barang tetap berupa
tanah yang memerlukan akta PPAT terkait tanah tersebut.
Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 dibuat di hadapan Notaris SAT (Turut
Tergugat II), atas permintaan para penghadap yaitu AYK (Tergugat I), EP (Tergugat II),
EB (Turut Tergugat I). Akta perikatan hibah tersebut selanjutnya digugat pihak
Penggugat yaitu YG sebagai salah satu ahli waris yang tidak diminta persetujuan dalam
proses pembuatan akta yang dilakukan di hadapan Notaris SAT (Turut Tergugat II), atas
permintaan para penghadap yaitu AYK (Tergugat I), EP (Tergugat II), EB (Turut
Tergugat I). Pokok perkara dalam Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby adalah
bahwa Tergugat I dan almarhum AP merupakan pasangan suami istri yang dikaruniai 5
(lima) orang anak yaitu BP, EB, EP, YG dan BP.2
Penggugat merupakan salah satu anak kandung Tergugat I dan almarhum AP
dan dari kelima anak tersebut, anak bungsu yang bernama BP telah meninggal dunia
pada Tahun 2017. Tergugat I mempunyai sebidang tanah yang terletak di Jl. Rungkut
Menanggal Nomor 20 Surabaya, Sertifikat Hak Milik Nomor 23/Rungkut Menanggal
dengan luas tanah yaitu 862 M2 (delapan ratus enam puluh dua meter persegi). Tergugat

1
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang …, Ps. 1320.
2
Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby

UNIVERSITAS INDONESIA
2

I dengan persetujuan Tergugat II, menghibahkan sebidang tanah tersebut menghibahkan


kepada Tergugat II, sesuai dengan Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 serta Akta Kuasa
Untuk Menghibahkan Nomor 43 yang keduanya tertanggal 18 (delapan belas)
September 2012 yang dibuat di hadapan SAT, SH.,M.Kn., Notaris di Surabaya. (Turut
Tergugat II). Sementara itu, BP dan almarhum BG ikut memberikan persetujuan dan
menandatangani Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 tanggal 18 September 2012 yang
dibuat di hadapan Turut Tergugat II tersebut, sedangkan Turut Tergugat I dan
Penggugat tidak ikut menandatanganinya.3
Penggugat menganggap bahwa perbuatan Tergugat I dan almarhum AP yang
telah menghibahkan tanah tersebut kepada Tergugat II tanpa sepengetahuan Penggugat
telah melanggar azas Legitime portie sebagaimana diatur dalam Pasal 913 BW.
Sebelumnya penggugat pernah membicarakan masalah tersebut kepada Tergugat I dan
almarhum AP, tetapi mereka tetap bersikukuh bahwa hal tersebut dibenarkan oleh
hukum sehingga Penggugat merasa kecewa kepada orang tuanya tersebut.
Perkembangan selanjutnya untuk memenuhi isi putusan perkara supaya tidak
sia-sia, maka Penggugat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Surabaya agar
berkenan untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas sebidang tanah di
jalan Rungkut Menanggal Nomor 20 Surabaya dengan Sertifikat Hak Milik Nomor
23/Rungkut Menanggal seluas 862 M2 (delapan ratus enam puluh dua meter persegi).
Penggugat mengharapkan bahwa selama belum ada putusan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, maka sebidang tanah tersebut tidak boleh disewakan atau tidak boleh
dilakukan tindakan hukum apapun. Penggugat mengajukan gugatan dengan dasar bukti-
bukti yang sah dan meyakinkan, serta memohon putusan atas perkara ini dapat
dijalankan terlebih dahulu walaupun ada upaya banding, verzet maupun kasasi.
Berdasarkan uraian pokok perkara tersebut maka Akta Perikatan Hibah Nomor:
42 Tanggal 18 September 2012 yang dibuat Notaris SAT dibuat tanpa persetujuan
Penggugat sebagai salah satu ahli waris. Pengajuan gugatan dalam hal ini terjadi karena
terdapat suatu sengketa/permasalahan antara para pihak. Tiap orang yang merasa
dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan melalui
pengadilan. Penggugat dalam hal ini merasa dirugikan haknya sebagai salah satu ahli

3
Ibid

UNIVERSITAS INDONESIA
3

waris yang sah, sehingga mengajukan gugatan terhadap para tergugat dan turut tergugat
melalui Pengadilan Negeri dalam rangka memperoleh keadilan dan kepastian hukum,
yaitu menggugat agar Hakim membatalkan Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 Tanggal
18 September 2012 tersebut.
Berdasarkan uraian pokok perkara maka diketahui bahwa pengajuan gugatan
terjadi karena terdapat suatu sengketa/permasalahan antara para pihak dan setiap orang
yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap
merugikan melalui pengadilan. Penggugat dalam hal ini merasa dirugikan sehingga
mengajukan gugatan kepada tergugat. Pembatalan suatu hibah harus atas putusan
pengadilan karena permohonan dari pihak yang meminta agar hibah dibatalkan. Proses
pembatalan hibah pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengajuan gugatan dengan
materi pokok pembatalan hibah.
Langkah yang ditempuh oleh Penggugat dalam mengajukkan gugatan tersebut
sesuai aspek-aspek penyusunan suatu gugatan sebagai berikut:
1. Tiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
dianggap merugikan lewat pengadilan.
2. Gugatan dapat diajukan secara lisan atau tertulis dan bila perlu dapat minta bantuan
ketua pengadilan negeri;
3. Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan, yang berkepentingan dalam
perkara ini adalah penggugat yang mana kepentingan tersebut berhubungan dengan
perjanjian hibah dibuat tanpa persetujuannya sebagai salah satu ahli waris
4. Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan
hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kebenarannya dapat dibuktikan dalam
sidang pemeriksaan.4
Suatu perjanjian itu dapat dikatakan batal demi hukum atau merupakan
perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan dilihat dari segi unsur perbuatan hukum
dalam perjanjian tersebut. Perjanjian batal demi hukum adalah perjanjian yang dari
semula sudah batal, yang berarti perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada atau
tidak pernah terjadi. Perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya adalah perjanjian

4
Aninda Zoraya Putri, Pembatalan Akta Hibah Wasiat Sebagai Akta Otentik Dalam Proses
Pemeriksaan Perdata. Jurnal Verstek. Vol. 20. 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA
4

yang dari semula berlaku tetapi perjanjian ini dapat dimintakan pembatalannya dan bila
pembatalan tidak dipenuhi perjanjian akan tetap berlaku, perjanjian tetap sah dan
mengikat para pihak bila belum dimintakan pembatalan.
Sesuai dengan Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby maka diketahui bahwa
Majelis Hakim mempertimbangkan maksud dan tujuan gugatan dari penggugat
sebagaimana tersurat dalam gugatannya yaitu penggugat mendalilkan bahwa Para
Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sesuai dengan ketentuan Pasal
1365 KUHPerdata diketahui bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar
hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut.
Oleh karena itu penggugat dalam perkara ini dapat mengajukan gugatan kepada tergugat
untuk mengganti kerugian atas dibuatnya Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah tanpa
persetujuannya sebagai salah satu ahli waris. Adapun kerugian materi yang dialami
penggugat sebagai ahli waris adalah tidak mendapatkan bagian dari tanah seluas 862 M 2
yang dihibahkan kepada Tergugat II. Besarnya kerugian materi yang diderita penggugat
dapat dihitung dari nilai atau harga jual tanah tersebut, kemudian dibagikan kepada
seluruh ahli waris berdasarkan hukum kewarisan yang digunakan atau disepakati oleh
para pihak.
Majelis Hakim berpendapat bahwa isi fakta hukum yang terjadi (fundamentum
petendi) dengan tuntutan (petitum) adalah sesuai sehingga tidak dapat dikatakan bahwa
gugatan penggugat adalah kabur dan tidak jelas (obskur libel) sebagaimana dinyatakan
dalam eksepsi para tergugat, oleh karena itu Majelis Hakim menolak eksepsi tersebut.
Selanjutnya Penggugat dalam posita mendalilkan bahwa Tergugat I dengan persetujuan
Tergugat II telah menghibahkan tanah yang terletak di Jl. Rungkut Menanggal Nomor
20 Surabaya, Sertifikat Hak Milik Nomor 23/Rungkut Menanggal kepada Tergugat II,
sesuai dengan Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 serta Akta Kuasa Untuk menghibahkan
Nomor 43 yang keduanya tertanggal 18 (delapan belas) September 2012 yang dibuat di
hadapan SAT, SH., M.Kn., Notaris di Surabaya. (Turut Tergugat II), sedangkan Turut
Tergugat I dan Penggugat tidak ikut menandatanganinya. Perbuatan Tergugat I dan
almarhum AP yang telah menghibahkan tanah tersebut kepada Tergugat II tanpa

UNIVERSITAS INDONESIA
5

sepengetahuan Penggugat tersebut di atas, telah melanggar azas Legitime portie yang
terdapat pada Pasal 913 KUHPerdata.5
Para Tergugat terhadap posita tersebut, memberikan jawaban bahwa perikatan
hibah yang dilakukan oleh Para Tergugat telah sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku baik formil maupun materiil yaitu: Pasal 1677 KUHPerdata, pemberi hibah
harus sudah dewasa, yakni cakap menurut hukum, kecuali dalam hak yang ditetapkan
dalam bab ke tujuh dari buku satu KUHPerdata. Persyaratan ini telah terpenuhi
mengingat baik pemberi maupun penerima hibah telah dewasa sehingga dapat
dipertanggung jawabkan menurut hukum. Pasal 1682 KUHPerdata, yang mensyaratkan
bahwa perikatan hibah haruslah dituangkan dalam suatu akta notaris, faktanya Tergugat
I dan almarhum AP telah melakukanya, sebagaimana tertuang dalam Akta Perikatan
Hibah Nomor: 42 dan Akta Kuasa untuk menghibahkan Nomor 43 yang keduanya
tertanggal 43 September 2012, dibuat oleh SAT, SH.,M.Kn. notaris di Surabaya.
Ketentuan Pasal 1683 KUHPerdata mengatur bahwa suatu hibah mengikat si
penghibah atau menerbitkan suatu akibat mulai dari penghibahan dengan kata-kata yang
tegas yang diterima oleh si penerima hibah. Dalam hal ini telah jelas dan lugas siapa
pemberi dan penerima hibah maupun obyek yang dihibahkan, maka tidak ada satu
pihakpun yang dapat menghalang-halangi atau membatalkan atas hibah tersebut.6
Menurut pendapat penulis Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 dapat ditinjau dari
syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu: (a) ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian, (b)
ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian, (c) adanya suatu hal tertentu dan
(d) adanya sebab yang halal. Sesuai dengan beberapa syarat tersebut maka tiga syarat
pertama telah terpenuhi yaitu adanya persetujuan Tergugat I dan Tergugat II untuk
melakukan perikatan hibah. Adanya kecakapan Tergugat I dan Tergugat II ditinjau dari
aspek usia yang sudah dewasa dan cakap secara hukum. Adanya suatu hal tertentu yaitu
hibah sebidang tanah di jalan Rungkut Menanggal Nomor 20 Surabaya dengan
Sertifikat Hak Milik Nomor 23/Rungkut Menanggal seluas 862 M2 (delapan ratus enam
puluh dua meter persegi). Syarat yang tidak terpenuhi adalah adanya sebab yang halal,

5
Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby
6
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang …, Ps. 1683.

UNIVERSITAS INDONESIA
6

yaitu dalam perikatan hibah dibuat tanpa persetujuan penggugat sebagai salah satu ahli
waris yang juga memiliki hak atas objek tanah yang dihibahkan tersebut.
Perjanjian yang telah dibuat secara sah akan menimbulkan akibat hukum
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1338 Kitab KUHPerdata bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.7
Sesuai dengan pasal tersebut maka semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Artinya semua
orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama tidak melanggar ketentuan-
ketentuan yang ada atau dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak. Asas ini dijadikan
dasar bagi para pelaku perjanjian untuk menentukan sendiri isi dari perjanjian tersebut,
akan tetapi asas kebebasan berkontrak ini tidak serta merta para pihak dalam sebuah
perjanjian tidak memiliki batas dalam penentuan sebuah perjanjian. Akta Perikatan
Hibah Nomor: 42 yang dibuat tanpa sepengetahuan Penggugat sebagai salah satu ahli
waris dalam hal ini ketentuan atau azas Legitime portie.
Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 apabila ditinjau dari pembuatan akta hibah di
hadapan Notaris/PPAT juga telah sesuai dengan dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
menyatakan bahwa:
“hibah atas tanah harus dilakukan dengan akta yag dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu peralihan hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku”8

7
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Ps. 37.
8
Ibid, Ps. 1338.

UNIVERSITAS INDONESIA
7

Kemudian Pasal 45 PP Nomor 24 Tahun 1997 ditegaskan pula bahwa akta


PPAT merupakan alat untuk membuktikan telah dilakukaknnya suatu perbuatan hukum.
Oleh karena itu, apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang
bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai alat bukti perbuatan hukum tersebut. dalam
hal ini, apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan sendiri oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, sedangkan objek perbuatan tersebut telah didaftar di kantor pertanahan,
maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Oleh karena itu mengenai perubahan data
pendaftaran tanah menurut perbuatan hukum tersebut harus didasarkan pada alat bukti
lain, misalnya putusan pengadilan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat dua ketentuan mengenai pembatalan
akta hibah yaitu pembatalan dilakukan sebelum dilakukannya pendaftaran ke kantor
pertanahan dan pembatalan setelah dilakukan atau dalam proses pendaftaran di kantor
pertanahan. Jika dilakukan pembatalan sebelum dilakukan pendaftaran ke kantor
pertanahan, dapat dilakukan dengan akta notaris (akta pihak) karena akta perbuatan
yang tersebut dalam akta PPAT adalah perbuatan para pihak, sedangkan jika dilakukan
pembatalan dalam proses pendaftaran di kantor pertanahan, berdasarkan ketentuan Pasal
45 PP Nomor 24 Tahun 1997 maka pembatalannya harus dengan putusan pengadilan. 9
Para Tergugat dalam Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby menyatakan
bahwa perbuatan hukum yang dilakukan tidak termasuk dalam perbuatan melawan
hukum, khususnya yang mengambil dan atau merugikan Penggugat, untuk itu Para
Tergugat memohon dengan hormat kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara
untuk mengambil keputusan menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Majelis hakim menimbang ketentuan Pasal 913 KUHPerdata, mengenai legitime
portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda yang
harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang
terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai
hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat. Seorang Pewaris
dengan surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam
undang-undang. Tetapi para ahli waris dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah

9
Habib Adjie, Merajut Pemikiran dalam Dunia Notaris & PPAT, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2014), hlm.94-95.

UNIVERSITAS INDONESIA
8

tidak dapat sama sekali, dikecualikan. Karena menurut undang-undang mereka (ahli
waris dalam garis lurus ke atas atau ke bawah) dijamin haknya atas bagian warisan
dengan adanya legitime portie (bagian mutlak) 10
Berdasarkan ketentuan Pasal 874 KUHPerdata, harta peninggalan seorang yang
meninggal adalah kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris
tidak menetapkan sebagai lain dengan surat wasiat. Ada kemungkinan bahwa suatu
harta peninggalan (warisan) diwaris berdasar wasiat, sebagian lagi berdasar undang-
undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau beberapa
orang waris dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa
orang. Legitime portie baru bisa dituntut kalau bagian mutlak itu berkurang sebagai
akibat adanya tindakan si pewaris sebelum ia meninggal. Bagian legitime portie (bagian
mutlak) itu tidak boleh diserahkan/diberikan kepada orang lain, baik secara
penghibahan selama hidup maupun secara hibah wasiat. Hibah, ialah pemberian selama
hidup sedangkan hibah wasiat, ialah pemberian dengan wasiat dan baru berlaku sesudah
yang memberi meninggal dunia. Hukum waris mengatur tentang peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli
warisnya. Undang-undang mengenal dua cara untuk mendapat suatu warisan, yaitu
secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang) dan secara testamentair (ahli
waris karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testament).
Tergugat I dan almarhum AP semasa hidup telah membuat Akta Perikatan
Hibah Nomor: 42 tanggal 18 September 2012 dari SAT, SH.,M.Kn. Notaris Surabaya,
yang menghendaki dan mengatur pembagian hartanya kepada salah seorang ahli
warisnya yaitu Tergugat II dengan disetujui oleh ketiga anaknya dan tidak setujui oleh
Penggugat dan Turut Tergugat I. Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 tanggal 18
September 2012 yang dibuat di hadapan Notaris SAT , SH.,M.Kn. dianggap telah
melanggar hak Penggugat sebagai salah satu ahli waris yang sah, hal mana melanggar
pembagian hak legitime portie dari Penggugat, yaitu 3/4 (tigaperempat) bagian dari
harta peninggalan Pewaris (Pasal 914 KUHPerdata).11

10
Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby
11
Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby

UNIVERSITAS INDONESIA
9

Asas legitime portie hanya berlaku terhadap ahli waris menurut undang-undang
dalam garis lurus ke bawah atau ke atas. Semua anak yang lahir dalam perkawinan
maupun yang lahir di luar perkawinan adalah legitimaris yang berhak legitime portie-
nya harus dilindungi. Seorang istri bukanlah legitimaris, demikian juga seorang suami
dan saudara tidak mempunyai kedudukan sebagai legitimaris seseorang yang bukan
legitimaris, haknya dapat dikesampingkan dengan wasiat. Para ahli waris almarhum AP
adalah ahli waris Golongan I yaitu istri dan anak-anaknya. Terkait penghitungan
legitime portie Para Penggugat atas harta peninggalan almarhum AP dalam perkara ini,
karena tidak ada perhitungan secara riil yang diajukan/dikemukakan oleh Para
Penggugat, maka Majelis Hakim tidak dapat membagi dan menentukannya dan oleh
karena itu tuntutan Para Penggugat sepanjang mengenai penghitungan atau penetapan
legitime portie tersebut tidak dapat dipertimbangkan.
Majelis hakim mempertimbangkan bahwa Akta Perikatan Hibah Nomor: 42
tanggal 18 September 2012 yang dibuat di hadapan Notaris SAT, SH.,M.Kn. tersebut
bertentangan dengan ketentuan legitime portie (bagian mutlak) para ahli waris
sebagaimana diatur dalam Pasal 913 KUHPerdata. Pada dasarnya pelanggaran legitime
portie tidak mengakibatkan hibah tersebut batal demi hukum (nietigheid), melainkan
hanya dapat diminta pembatalannya (vernietigbaarheid). Setiap ketentuan yang diambil
oleh si pewaris mengenai legitime portie tunduk pada ketentuan Pasal 920 KUHPerdata,
dan oleh karena itu tetap sah sampai legitimaris menggugatnya.
Ketentuan Pasal 920 KUHPerdata menegaskan bahwa segala pemberian atau
penghibahan, baik antara yang masih hidup maupun dengan surat wasiat yang
mengakibatkan menjadi kurangnya bagian mutlak (legitime portie) dalam sesuatu
warisan, boleh kelak dilakukan pengurangan bilamana warisan itu telah terbuka, akan
tetapi hanya atas tuntutan para legitimaris dan ahli waris dari mereka atau pengganti
mereka.12
Penggugat selaku ahli waris (legitimaris) dalam perkara ini mengajukan gugatan
terhadap Akta Perikatan Hibah yang dibuat oleh Pewaris (almarhum AP) terhadap
sebidang tanah di Jl. Rungkut Menanggal No. 20 Surabaya. Sertifikat Hak Milik Nomor

12
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang …, Ps. 920.

UNIVERSITAS INDONESIA
10

23/Rungkut Menanggal tersebut cukup beralasan hukum untuk dikabulkan dan Akta
Perikatan Hibah Nomor 42 tersebut dinyatakan batal dan tidak sah.
Akibat dari pembatalan adalah akibat perbuatan hukum yang dilakukan tidak
mempunyai akibat hukum sejak terjadinya pembatalan di mana pembatalan atau
pengesahan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan. Akta yang sanksinya dapat
dibatalkan, tetap berlaku dan mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut. Pengembalian pada
keadaan semula sebelum terjadi perbuatan hukum terkadang tidak dapat dilakukan,
dikarenakan benda yang menjadi objek perjanjian yang dibatalkan telah dijual kepada
orang lain. Sehingga solusi dari prestasi yang tidak dapat dikembalikan tersebut
dikompensasikan dengan sejumlah uang.
Batalnya suatu akta dapat menimbulkan akibat yang bervariasi kepada pihak
yang ada di dalamnya yaitu:
1. Hilangnya otentisitas akta (akta notaris ikut batal), dan tindakan hukum yang
tertuang di dalamnya ikut batal, hal ini terjadi pada perbuatan hukum yang oleh
undang-undang diharuskan dituangkan dalam suatu akta autentik dalam hal ini
adalah akta hibah.
2. Hilangnya otentisitas akta (akta notaris tidak batal), atau perbuatan hukum yang
tertuang di dalamya tidak ikut batal, hal ini terjadi pada perbuatan hukum yang tidak
diwajibkan oleh undang-undang untuk dituangkan ke dalam suatu akta autentik,
tetapi pihak-pihak menghendaki perbuatan hukum mereka dapat dibuktikan dengan
suatu akta autentik, supaya dapat diperoleh suatu pembuktian yang kuat.
3. Akta tetap memiliki otentisitas (akta notarisnya batal) atau tindakan hukum yang
tertuang di dalamnya batal. Hal ini terjadi jika syarat-syarat dalam perjanjian tidak
dipenuhi atau terjadinya cacat dasar hak yang menjadi obyek perjanjian. Misalnya
perjanjian dilakukan atas dasar bukti palsu.13
Konsekuensi akibat dibatalkannya akta hibah akibat tidak dipenuhinya unsur-
unsur hibah adalah hibah tersebut dinyatakan batal dan tidak sah sepanjang dapat
dibuktikan telah melanggar aturan hukum. Ketentuan akibat pembatalan perjanjian yang

13
Christina Wardhani Lidya, Tanggung Jawab Notaris/PPAT terhadap Akta yang Dibatalkan
oleh Pengadilan. Jurnal Lex Renaissance No. 1 Vol. 2 Januari 2017: 49 – 63.

UNIVERSITAS INDONESIA
11

diatur dalam Pasal 1451 KUHPerdata yaitu adalah mengenai pengembalian pada posisi
semula sebagaimana halnya sebelum terjadinya perjanjian. Oleh karena itu konsekuensi
akibat dibatalkannya akta hibah karena tidak dipenuhinya unsur-unsur hibah adalah
hibah, yaitu dibuat tanpa persetujuan ahli waris tersebut harus dinyatakan batal dan
tidak sah sepanjang dapat dibuktikan telah melanggar aturan hukum.
Pembatalan akta hibah akibat adanya perbuatan melanggar hukum yaitu
pelanggaran asas legitime portie, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan
pembatalan akta hibah ke pengadilan dengan dasar telah dilanggarnya unsur-unsur atau
yang biasa disebut perbuatan melawan hukum. Pembatalan hibah ini, hanya dapat
dimintakan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan jalan mengajukan gugatan
pembatalan akta hibah yang diajukan ke pengadilan negeri.
Hakim dalam proses pemeriksaan perkara membutuhkan suatu pembuktian di
mana dalam arti luas suatu pembuktian adalah kemampuan untuk mendukung dan
membenarkan hubungan hukum dan peristiwa-peristiwa yang didalilkan atau dibantah
dalam hubungan hukum yang diperkarakan. Sedangkan dalam arti sempit, pembuktian
hanya diperlukan sepanjang mengenai hal-hal yang dibantah atau hal yang masih
disengketakan atau hanya sepanjang menjadi perselisihan di antara pihak-pihak yang
sedang berperkara di pengadilan. Pembuktian dalam suatu gugatan adalah suatu upaya
dari para pihak dalam berperkara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran suatu
peristiwa atau kejadian yang diajukan berdasarkan alat-alat buktu yang telah ditetapkan
oleh undang-undang, antara lain dalam hal ini dengan akta hibah dan pemeriksaan
saksi-saksi. 14
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa akta perikatan hibah
yang dibuat notaris tanpa persetujuan salah satu ahli waris atas barang tetap (tanah)
dalam Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby dinyatakan batal dan tidak sah ,
karena pembuatan akta hibah dilakukan dengan melawan hukum, yaitu melanggar azas
legitime portie sebagaimana diatur dalam Pasal 913 KUHPerdata. Perbuatan hukum
yang dilakukan akibat perbuatan hukum yang dilakukan tidak mempunyai akibat hukum
sejak terjadinya pembatalan di mana pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum
14
Sarwono, Hukum Acara Perdata, Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.114.

UNIVERSITAS INDONESIA
12

tersebut dapat dibatalkan. Akta yang sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku dan
mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yang membatalkan akta tersebut
Majelis hakim dalam membatalkan akta perikatan hibah tersebut mendasarkan
alasan putusannya bahwa pembuatan akta perikatan hibah tidak patuh pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku atau para pihak yang terlibat di dalam pembuatan
akta perikatan hibah tersebut telah perbuatan melawan hukum sehingga substansi yang
tertuang akta bersifat melawan hukum dan kedudukan akta menjadi batal dan tidak sah
setelah dibatalkan oleh pengadilan.
Aspek lain yang masih memenuhi asas kepastian hukum dari Putusan Nomor:
1186/Pdt.G/2019/PN.SBY adalah tidak disebutkannya bagian atas setiap ahli waris atas
warisan berupa tanah seluas tanah yaitu 862 M2 (delapan ratus enam puluh dua meter
persegi) yang dipersengketakan tersebut. Hal ini berpotensi menjadi perkara baru yang
dapat dipersengketakan ahli waris di kemudian hari. Idealnya putusan pengadilan
memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berperkara, sehingga dapat
mengantisipasi terjadinya permasalahan atau gugatan lainnya di pengadilan.

B. Tanggung Jawab Notaris terhadap Perikatan Hibah yang Penghadapnya


Tidak Beriktikad Baik
Perikatan hibah di hadapan notaris idealnya dilakukan oleh para penghadap
dengan iktikad baik, yaitu memberikan data dan keterangan yang lengkap dan benar
terkait perikatan yang akan dibuat, khususnya menyangkut para pihak yang menjadi ahli
waris dari barang tetap (tanah) yang akan dibuat akta perikatan hibah. Hal ini penrting
dilakukan guna mengantisipasi terjadinya permasalahan hukum di kemudian hari. Pada
sisi lain notaris selaku pihak yang berwenang membuat akta harus menerapkan prinsip
kecermatan dan kehati-hatian dalam proses pembuatan akta.
Notaris pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.15 Notaris selaku pejabat umum berwenang untuk

15
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Ps. 1 Angka (1)

UNIVERSITAS INDONESIA
13

membuat akta autentik dan peran notaris sangat penting dalam kehidupan masyarakat,
terkait transaksi, kegiatan atau perbuatan hukum yang dibuat dengan akta Notaris.
Artinya jika tidak dibuat dengan akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut
tidak memiliki kekuatan hukum. Hal tersebut untuk memberikan ketertiban dan
kepastian hukum bagi masyarakat. Selain diharuskan oleh undang-undang, hal ini juga
dikehendaki oleh para pihak yang memiliki kepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban mereka untuk mendapatkan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum
bagi mereka dan masyarakat secara keseluruhan. 16
Notaris diberikan kewenangan untuk membuat berbagai akta, salah satunya
adalah akta perikatan hibah. Demikian pula Notaris dalam Putusan Nomor:
1186/Pdt.G/2019/PN.SBY, di mana Notaris SAT, SH.,M.Kn. yang berkedudukan di
Surabaya, telah membuat Akta Perikatan Hibah Nomor: 42 Tanggal September 2012
atas permintaan para penghadap yaitu AYK (Tergugat I), EP (Tergugat II) dan Turut
Tergugat I yaitu Erick Budiman. Pada perkembangan selanjutnya akta yang dibuat oleh
notaris tersebut digugat oleh Penggugat (YG) sebagai ahli waris yang tidak diikut
sertakan atau tidak memberikan persetujuan atas pembuatan akta hibah tersebut. Dalam
perkara ini Notaris SAT dijadikan sebagai Turut Tergugat II.17
Majelis hakim yang menangani perkara ini menyatakan bahwa Para Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan batal Akta Perikatan
Hibah Nomor: 42 tertanggal 18 September 2012 yang dibuat dihadapan Turut Tergugat
II dan memerintahkan kepada Turut Tergugat II untuk patuh dantunduk terhadap
putusan ini. Notaris sebagai Turut Tergugat II dalam proses persidangan telah
menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa Terkait Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah
yang dibuat tersebut merupakan kesepakatan para pihak yang membuat Akta tersebut.
Notaris selaku Tergugat II membuat akta tersebut hanya sebagai pejabat yang
mencantumkan kesepakatan para pihak ke dalam akta notariil dan Turut Tergugat II
tidak mempunyai kepentingan dalam akta tersebut sehingga jelas tidak ada hubungan
hukum dan perselisihan hukum antara Penggugat dengan Turut Tergugat II. Notaris
dalam perkara ini menyatakan bahwa tindakan Penggugat menarik Turut Tergugat II
16
M. Luthfan Hadi Darus, Hukum Notariat …, hlm. 36.

17
Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.Sby

UNIVERSITAS INDONESIA
14

menjadi pihak dalam gugatan ini adalah keliru, dianggap mengandung cacat error in
persona. Sehubungan dengan hal tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa
dalam perkara ini, notaris disertakan sebagai pihak hanya untuk melengkapi persyaratan
pihak-pihak dalam gugatan, sehingga disebut sebagai Turut Tergugat. Majelis hakim
menyatakan bahwa terhadap Notaris sebagai Turut Tergugat II tidak ada kepentingan
hak atau tidak ada persengketaan dengan Penggugat, melainkan hanya sekedar tunduk
pada apa yang diputus oleh Majelis Hakim.18
Berdasarkan uraian tersebut maka salah satu aspek yang tidak terpisahkan dari
Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.SBY, yang membatalkan Akta Perikatan Hibah
Nomor: 42 Tanggal September 2012 yang dibuat oleh Notaris SAT, SH.,M.Kn. adalah
aspek perlindungan hukum terhadap notaris terkait dengan akta autentik yang
dibuatnya. Akta autentik yang dibuat Notaris merupakan alat bukti terkuat yang dapat
dipergunakan oleh para pihak yang terkait dalam akta dikemudian hari. Pada
hakekatnya akta autentik memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang
disampaikan para pihak kepada Notaris.
Notaris berkewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta
yang dibuat telah dimengerti, dipahami dan sesuai dengan keinginan dari para pihak, hal
tersebut dilakukan dengan cara membacakan sehingga isi akta Notaris tersebut jelas
serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan
perundang-undangan yang berkaitan bagi para pihak sebelum akta tersebut
ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris. Melalui akta yang dibuatnya,
seorang Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat
pengguna jasanya. Pekerjaan Notaris bukan tanpa resiko untuk melakukan kesalahan,
sehingga tidak menutup kemungkinan kesalahan tersebut juga datang dari para pihak
dalam proses pembuatan akta atau bahkan dari pihak lain di luar proses pembuatan akta,
sebagaimana terjadi dalam Putusan Nomor: 1186/Pdt.G/2019/PN.SBY.
Perlindungan hukum terhadap notaris idealnya bukan bertujuan untuk
melindungi Notaris yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya,
melainkan perlindungan hukum ini dibuat semata-mata untuk melindungi Notaris yang
sudah melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

18
Ibid

UNIVERSITAS INDONESIA
15

namun masih saja hasil pekerjaannya tersebut dipermasalahkan oleh pihak-pihak yang
berkaitan dengan akta yang dibuatnya.
Bentuk perlindungan hukum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris terdapat
dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf e mengenai sumpah jabatan
Notaris. Notaris dalam kedua Pasal tersebut berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan
akta maupun keterangan-keterangan yang berkaitan dengan akta tersebut. Selain kedua
Pasal tersebut ada juga ketentuan Pasal 66 yang mengatur tentang tata cara pemanggilan
Notaris untuk dimintai keterangannya dalam proses Perdata maupun Pidana dan
penyitaan Minuta akta. Ketentuan Pasal 66 UUJN berkaitan erat dengan keberadaan
Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris merupakan instansi yang bertugas
untuk mengawasi, memeriksa dan menjatuhkan sanksi terhadap Notaris. Pengawasan
yang dilakukan oleh Majelis Pengawas merupakan salah satu bentuk perlindungan
hukum dengan cara preventif. 19
Menurut penulis, notaris dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya
sebagai Pejabat Umum, sebagaimana dalam perkara ini harus berurusan dengan proses
hukum. Dalam proses hukum tersebut, Notaris harus memberikan keterangan dan
kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya. Pembuatan sebuah akta oleh seorang
Notaris harus didahului dengan adanya permintaan para pihak. Tidak mungkin seorang
Notaris membuat sebuah akta kalau tidak ada permintaan dari para pihak. Dengan
demikian posisi seorang Notaris dalam sebuah akta bukan merupakan Pihak. Namun
terdapat anggapan bahwa Notaris merupakan pihak dalam sebuah akta, sehingga dalam
hal terjadi permasalahan pada sebuah akta, maka Notaris dijadikan sebagai turut
tergugat dalam kasus perdata. Sebagai konsekwensi logis, seiring dengan adanya
tanggung jawab Notaris/PPAT kepada masyarakat, maka perlu jaminan dengan adanya
pengawasan dan pembinaan yang terus menerus agar tugas seorang Notaris berjalan
sesuai dengan kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan dapat terhindar dari
penyalahgunaan wewenang atau kepercayaan yang diberikan.
Pada dasarnya notaris yang telah melaksanakan jabatan dengan prinsip kehati-
hatian dan mematuhi ketentuan perundang-undangan seharusnya mendapatkan

19
Sri Utami. Perlindungan Hukum ….

UNIVERSITAS INDONESIA
16

perlindungan hukum karena pembuatan akta oleh notaris merupakan pelaksanaan


jabatan, sehingga tidak semestinya notaris dijadikan sebagai salah satu pihak tergugat
atas akta yang dibuatnya, yang disebabkan oleh iktikad tidak baik penghadap yang
memberikan keterangan tidak sebenarnya terhadap pembuatan akta perikatan hibah.
Selain itu notaris dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai Pejabat
Umum ketika berurusan dengan proses hukum memberikan keterangan dan kesaksian
menyangkut isi akta yang dibuatnya.
Notaris selain dalam melaksanakan jabatan dengan prinsip kehati-hatian juga
terikat oleh Kode Etik Notaris, yaitu sebagai kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan
dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan jabatan sebagai
notaris.20
Kode etik notaris dalam pandangan penulis harus dilandasi oleh kenyataan
bahwa notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan
keilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi
notaris bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya. Nilai yang
terkandung dalam kode etik notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia
pada umumnya dan martabat notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang
berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat
notaris pada khususnya”, maka pengemban profesi notaris mempunyai ciri-ciri mandiri
dan tidak memihak; tidak mengacu pamrih; rasionalitas dalam arti mengacu pada
kebenaran obyektif; spesifitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.
Landasan kode etik notaris dilandasi oleh landasan, moral, praktis dan memiliki
spirit. Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang
berkeilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang tersebut. Secara pribadi notaris
20
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI), Editor : Anke Dwi Saputro, Jati Diri …, hlm.
31.

UNIVERSITAS INDONESIA
17

bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya. Antara notaris sebagai
pengemban profesi dengan kliennya terjadi hubungan personal antar subyek, yang
secara formal-yuridis kedudukannya sama. Walaupun demikian, substansi hubungan
antara notaris dengan klien secara sosio psikologis terdapat ketidakseimbangan. 21
Hal ini disebabkan karena pada dasarnya klien tidak mempunyai pilihan lain
kecuali memberikan kepercayaan kepada Notaris tersebut dengan harapan pengemban
profesi tersebut akan memberikan pelayanan profesionalnya secara bermutu dan
bermartabat. Pelayanan yang dilakukan notaris termasuk pada fungsi kemasyarakatan
yang langsung berkaitan dengan nilai dasar yang menentukan derajat kemasyarakatan
yang langsung berkaitan dengan nilai dasar yang menentukan derajat perwujudan
martabat manusia, maka sesungguhnya notaris itu memerlukan pengawasan masyarakat.
Masyarakat pada umumnya, tidak memiliki kompetensi untuk dapat menilai dan
melakukan pengawasan yang efektif terhadap notaris.
Sehubungan dengan nilai dan kepentingan yang terlibat di dalamnya, maka
notaris dalam melaksanakan jabatannya dijiwai sikap etis tertentu yaitu yang dijiwai
etika profesi notaris. Menurut penulis dikarenakan notaris merupakan profesi yang
menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan mempunyai peran
penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
dan oleh karena jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang notaris
harus mempunyai perilaku yang baik. Perilaku notaris yang baik dapat diperoleh dengan
berlandaskan pada kode etik notaris. Dengan demikian, maka kode etik notaris
mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang notaris dalam menjalankan
jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatannya.
Kode etik notaris sebagai etika profesi merupakan sikap etis sebagai bagian
integral dan sikap hidup dalam menjalani profesi notaris, hanya notaris sendiri yang
dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban
profesi notaris memenuhi tuntutan etika profesinya atau tidak. Kepatuhan pada etika
profesi notaris sangat bergantung pada akhlak notaris yang bersangkutan. Kalangan
notaris itu sendiri membutuhkan adanya pedoman obyektif yang lebih kongkrit pada

21
Ibid

UNIVERSITAS INDONESIA
18

perilaku profesionalnya. Karena itu, dari dalam lingkungan para notaris itu sendiri
dimunculkan seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam
mengemban profesi notaris.
Sehubungan dengan tanggung jawab notaris terhadap perikatan hibah yang
penghadapnya tidak beriktikad baik maka idealnya terhadap Notaris tidak dapat
diposisikan sebagai Turut Tergugat. Hal ini didasarkan pada Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia bahwa: “.....notaris fungsinya hanya
mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak
yang menghadap Notaris tersebut. tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki
secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap dihadapan notaris
tersebut (Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973 Tanggal 5 September
1973).
Pada dasarnya perlindungan terhadap notaris terkait dengan akta yang dibuatnya
dilaksanakan dengan adanya pengawasan terhadap notaris. Pengawasan ini bertujuan
agar dalam menjalankan tugasnya dilakukan sesuai aturan yang sudah ditetapkan.
Bukan saja pada jalur hukum namun atas dasar moral dan etika profesi demi
terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat maupun bagi
Notaris sendiri. Pengawasan yang dilakukan kepada Notaris juga bertujuan untuk
memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjalankan tugasnya selaku
pejabat umum. Tanggung jawab notaris terhadap perikatan hibah yang penghadapnya
tidak beriktikad baik dalam hal terjadi gugatan dan sepanjang notaris telah
melaksanakan jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan seharusnya
mendapatkan perlindungan hukum karena pembuatan akta oleh notaris merupakan
pelaksanaan jabatan, sehingga tidak semestinya notaris dijadikan sebagai salah satu
pihak tergugat atas akta yang dibuatnya. Selain itu notaris dalam menjalankan fungsi
dan tanggung jawabnya sebagai Pejabat Umum ketika berurusan dengan proses hukum
memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya.
Perlindungan hukum terhadap notaris diperlukan agar Notaris dapat dijalankan secara
efektif maka perlu disediakan upaya hukum yang meliputi upaya hukum non yudisial,
yaitu dengan melakukan hal-hal yang oleh aturan dibenarkan untuk dilakukan maupun
upaya hukum dengan melalui jalur yudisial atau melalui peradilan.

UNIVERSITAS INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai