Anda di halaman 1dari 12

Periha : Replik & Jawaban Rekonvensi Kotamobagu, 15 November 2022

l
Kepada Yth,
Majelis Hakim Pemeriksa
Perkara Nomor
64/Pdt.G/2022/PN.Ktg
di
Pengadilan Negeri Kotamobagu

Dengan Hormat
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Rendra S Dilapanga, S.H., M.Si.
2. Sultan Permana Tawil, S.H.
3. Nugroho Bayuaji, S.H.
4. Afri M. Mokoginta, S.H.

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30 Mei 2022 dengan Nomor register
171/SK.Pdt/6/2022/PN.Ktg Tanggal 06 Juni 2022, bertindak untuk dan atas
nama serta mewakili kepentingan hukum Pemerintah Daerah Kota Kotamobagu
selaku pemberi kuasa sebagai Penggugat, melawan Hj. Lusye H Manoppo, dkk
sebagai Tergugat dalam perkara perdata Nomor 64/Pdt.G/2022/PN.Ktg;

Bahwa, setelah membaca dan menelaah eksepsi dan Jawaban/Rekonvensi dari


Tergugat II Konvensi/ Penggugat Rekonvensi a.n. Drs. Dolfie Paath Manoppo,
tertanggal 8 November 2022, maka dengan ini Penggugat Konvensi/tergugat
Rekonvensi akan memberikan tanggapan (Replik) dan Jawaban Rekonvensi
sebagai berikut:

DALAM KONVENSI
1. Bahwa, pada dasarnya Penggugat Konvensi bertetap dengan dalil gugatan
konvensi yang telah disampaikan sebelumnya, serta hal-hal yang telah
disampaikan dalam gugatan konvensi secara mutatis mutandis menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan Replik ini;
2. Bahwa, Penggugat dengan tegas menolak seluruh dalil eksepsi dan jawaban
dari tergugat konvensi untuk seluruhnya, kecuali terhadap hal-hal yang
secara tegas diakui kebenarannya dalam Replik ini;

DALAM EKSEPSI
A. TANGGAPAN ATAS EKSEPSI GUGATAN KURANG PIHAK
1. Terhadap Eksepsi Gugatan Salah Pihak (Gemis Aanhoeda Nigheid) Penggugat
Konvensi menanggapinya sebagai berikut:
1.1. Bahwa sebagaimana diketahui, gugatan a quo diajukan/didaftarkan
melalui sistem e-court pada tanggal 6 Juni 2022, dan oleh Pengadilan
Negeri Kotamobagu tel;ah memberikan Nomor Perkara
64/Pdt.G/2022/PN Ktg pada tanggal 8 Juni 2022;
1.2. Bahwa, terhadap Turut Tergugat VIII a.n. Remon Manoppo telah wafat
pada tanggal 27 Juli 2022;

Page 1 of 12
1.3. Bahwa, terhadap Turut Tergugat XL a.n. Nanses Manoppo telah wafat
pada tanggal 13 Juni 2022;
1.4. Bahwa, berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan yakni, Pengajuan gugatan oleh Penggugat Konvensi a quo
diajukan saat keduanya masih hidup, dengan kata lain keduanya
wafat pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan;
1.5. Bahwa, berdasarkan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI,
yakni:
- Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor 27 K/Sip/1975 tanggal
20 Oktober 1975, Menyebutkan:
“Karena Tergugat I pada akhir proses perkara telah meninggal dunia
dan kedudukannya digantikan atas kehendak sendiri oleh jandanya
Tetap br. Karo dan anak kandungnya Richard Pelawi, maka
keputusan terhadap diri Tergugat I dengan sendirinya berlaku
terhadap janda dan anaknya tersebut.”

- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 429 K/Sip/1971 tanggal


10 Juli 1971, menyebutkan:
“Dalam hal Tergugat meninggal dunia selama proses pemeriksaan
masih berlangsung, apabila penggugat tidak keberatan pemeriksaan
perkara dapat dilanjutkan oleh ahli waris Tergugat. Ternyata dalam
berita acara sidang penggugat tidak ada menyatakan keberatan
perkara diteruskan oleh akhli waris Tergugat, maka putusan PT
yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima atas alasan
pertimbangan, gugatan semestinya diperbaiki lebih duhulu dengan
cara mengajukan langsung kepada ahli waris, tidak dapat
dibenarkan.”

- Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor Nomor


1/1973/PT.Perdt/PT.Plg tanggal 30 Januari 1973, yang pada
pokoknya menyebutkan:
Bahwa dalam suatu perkara dimana Tergugat kemudian meninggal
dunia, maka Pengadilan memerintahkan kepada Panitera agar ahli-
warisnya diberitahu untuk menggantikan kedudukan almarhum
untuk bersidang;

1.6. Bahwa selain itu, terdapat pula pendapat dari para ahli hukum, yaitu:
a. M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Hukum Acara Perdata
tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Cetakan Pertama,
Jakarta, September 2017, halaman 139 s/d 140, huruf n, angka 1.
Menerangkan: “Tergugat meninggal dunia digantikan oleh ahli
warisnya.”
b. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH., dalam bukunya Hukum Acara
Perdata Indonesia; Liberty, Yogyakarta, 1981 halaman 42 dan 43
Menyebutkan: “bahwa gugatan terhadap almarhum Tergugat asal
dianggap diteruskan para ahli warisnya, bilamana pihak penggugat
tidak menaruh keberatan terhadap kemauan para ahli waris
almarhum untuk meneruskan perkara dari almarhum Tergugat asal.
Jadi, kedudukan sebagai pihak dapat diwariskan.”

1.7. Bahwa, berdasarkan uraian-uraian di atas, dikaitkan satu dengan


yang lainnya, maka kedudukan dari Turut tergugat VIII dan Turut

Page 2 of 12
tergugat XL, dapat digantikan oleh ahli-warisnya, tanpa harus
dilakukan perubahan dan/atau perbaikan gugatan, oleh karena itu
Eksepsi Gugatan Salah Pihak (Gemis Aanhoeda Nigheid) dari Para
Tergugat Konvensi tidaklah beralasan hukum, sehingga sudah
sepatutnya dikesampingkan;

2. Terhadap Eksepsi Gugatan Kurang Pihak (Plurium Litis Consortium)


Penggugat Konvensi menanggapinya sebagai berikut:
2.1. Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor
1072.K/Sip/1982, menyatakan, “Gugatan cukup ditujukan kepada
yang secara feltelijk menguasai barang-barang sengketa;”
2.2. Bahwa, gugatan a quo adalah mengenai sengketa hak keperdataan
yang dalam hal ini adalah Objek Sengketa Konvensi;
2.3. Bahwa, ditariknya para tergugat Konvensi dan turut Tergugat
Konvensi, dikarenakan memiliki kepentingan yang sama terhadap hak
kepemilikan atas objek sengketa konvensi serta adanya penguasaan
secara sepihak atas objek sengketa konvensi dari para tergugat
konvensi dan/atau turut tergugat konvensi;
2.4. Bahwa, hubungan hukum antara Penggugat Konvensi dengan BPN
Kotamobagu adalah hubungan administratif, bukan hubungan
keperdataan, maka tidak ada alasan hukum apapun bagi Penggugat
Konvensi untuk menarik Kepala Badan Pertanahan Nasional
Kotamobagu (BPN Kotamobagu) sebagai Pihak dalam Perkara in cassu;
2.5. Bahwa, pada perkara dahulu yakni pada Putusan Mahkamah Agung
Tingkat Peninjauan Kembali Nomor 213 PK/Pdt/2021, 28 April 2021,
mempertimbangkan sebagai berikut:
- Bahwa hubungan hukum yang terjadi antara Penggugat dengan
Tergugat XV sesama Pemerintah Daerah adalah hubungan hukum
administrasi pemerintahan bukan hubungan hukum perdata atau
privat, sehingga jika terdapat permasalahan in casu objek sengketa
dapatlah diselesaikan secara administratif melalui pemerintah di
atasnya secara berjenjang yaitu Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara
atau Menteri Dalam Negeri bukan saling menggugat;
2.6. Bahwa, berdasarkan dari kaidah hukum yang termuat pada
Pertimbangan hukum dalam Putusan Peninjauan Kembali tersebut,
maka tidaklah tepat jika Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang
Mongondow (Pemda Bolmong) dijadikan Pihak dalam Perkara a quo,
karena akan menimbulkan cacat formil;
2.7. Bahwa, hubungan hukum antara Penggugat konvensi dan Pemda
Bolmong adalah hubungan hukum Administrasi bukan hubungan
keperdataan, sehingga terhadap pemindahan aset dalam hal ini objek
sengketa konvensi dari Pemda Bolmong kepada Penggugat Konvensi
adalah hubungan administrasi berdasarkan Perintah Peraturan
Perundang-undangan, bukan hubungan keperdataan yang
menyangkut jual-beli, hibah, dll;
2.8. Bahwa, berdasarkan alasan-alasan hukum tersebut di atas, dikaitkan
satu dengan yang lainnya, maka sudah sepatutnya Eksepsi Gugatan
Kurang Pihak (Plurium Litis Consortium) dari Para tergugat

Page 3 of 12
Konvensi/Trut tergugat Konvensi beralasan hukum untuk
dikesampingkan;

B. TANGGAPAN ATAS EKSEPSI GUGATAN OBSCUUR LIBEL


1. Bahwa, M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Hukum Acara Perdata
tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Jakarta,
September 2017, halaman 515 s/d 524, dijelaskan, bahwa suatu gugatan
yang bersifat obscuur libel harus memenuhi unsur yakni:
a) Tidak jelasnya dasar hukum dalil gugatan;
b) Tidak jelasnya objek sengketa;
c) Petitum gugatan tidak jelas;
d) Masalah posita wanprestasi dan perbuatan melawan hukum;
2. Bahwa, para tergugat/turut tergugat konvensi dalam mengajukan eksepsi
tersebut, tidak memberikan dasar alasan sebagaimana rumusan di atas,
sehingga bagaimana bisa para tergugat/turut tergugat konvensi menyatakan
gugatan Penggugat Konvensi kabur/tidak jelas, sementara dalil eksepsinya
sendiri tidak jelas dan kabur;
3. Bahwa lebih lanjut lagi, dalil eksepsi obscuur libel para tergugat konvensi
tersebut, bertentangan dengan dalilnya sendiri. Bahwa hal itu dapat dilihat
pada hal. 5 garis datar (-) pertama angka 1) s/d angka 7), dimana Para
tergugat/turut tergugat konvensi telah meringkas/merangkum isi dari
gugatan penggugat mengenai kronologis yang dirunut sesuai waktu.
Bahwa, penjabaran tersebut menandakan gugatan penggugat konvensi
sebenarnya jelas dan terang sehingga mudah untuk dimengerti oleh para
tergugat/turut tergugat konvensi, dengan kata lain gugatan penggugat tidak
memenuhi unsur obscuur libel, oleh karena itu, dalil-dalil eksepsi
selanjutnya haruslah dianggap sebagai dalil yang tidak beralasan hukum
sehingga sudah sepatutnya untuk dikesampingkan;
4. Bahwa, oleh karena dalil-dalil yang lainnya telah masuk pada pokok
perkara, maka penggugat konvensi akan menanggapinya dalam pokok
perkara dan untuk dalil-dalil selain dan selebihnya, dengan tegas penggugat
konvensi tolak;

DALAM POKOK PERKARA


1. Bahwa, hal-hal yang telah Penggugat Konvensi uraikan di atas, mohon
dianggap terulang kembali dalam tanggapan/Replik Pokok Perkara ini;
2. Bahwa, Penggugat Konvensi Bertetap dengan dalil gugatan Penggugat
Konvensi, dan dengan tegas menolak seluruh dalil jawaban Para
tergugat/Turut tergugat Konvensi, kecuali terhadap hal-hal yang secara
tegas diakui kebenarannya dalam replik ini;
3. Tanggapan atas dalil jawaban pokok perkara angka 3;
Bahwa, para tergugat/turut tergugat konvensi telah keliru memahami
konteks perkara a quo, dengan mengaitkan dengan dasar pemilikan atas
objek sengketa konvensi oleh penggugat dengan sertifikat Hak Pengelolaan
Nomor 1/Kelurahan Gogagoman 1 Pebruari 1993;

Page 4 of 12
Bahwa, penggugat tidak menafikkan bahwa sertifikat pengelolaan a quo
telah dibatalkan oleh Putusan PTUN, sehingga pengaitan perkara in cassu
dengan sertifikat pengelolaan a quo tidak lagi relevan;
Bahwa, konteks perkara a quo adalah mengenai Dasar Kepemilikan
objek sengketa konvensi berdasarkan Pembebasan tanah untuk Proyek
Pasar Inpres, berdasarkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1976-1977 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-
Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah serta Surat Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Nomor 53 Tahun 1976,
Tanggal 11 Maret 1976, sementara sertifikat pengelolaan a quo dikeluarkan
Oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Bahwa berdasarkan hal tersebut,
maka dapat diketahui, antara keputusan dan/atau ketentuan mengenai
Pembebasan lahan dan Keputusan dan/atau ketentuan penerbitan sertifikat
pengelolaan a quo dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang
berbeda, oleh karena itu, haruslah dipahami bahwa pembatalan sertifikat
pengelolaan a quo oleh Putusan PTUN Manado tidaklah serta merta
membatalkan seluruh keputusan dan/atau peraturan mengenai
Pembebasan tanah Pasar Inpres di tahun 1976-1977 tersebut;
Bahwa selain itu, dalam Perkara Nomor 03/G.TUN/2012/PTUN.Mdo,
yang menjadi pihak-pihaknya adalah Sam Manoppo, dkk (Penggugat) dan
Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Bolaang Mongondow
(Tergugat), sementara baik Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow
dan/atau Pemerintah Kota Kotamobagu yang secara Administratif sebagai
Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan Pembebasan tanah, tidak
menjadi pihak dalam perkara tersebut, sehingga dalam perkara tersebut,
tidak diperiksa proses Pembebasan Tanah objek sengketa a quo;
Bahwa, Sertifikat Hak Pengelolaan a quo adalah sebagai bukti
kepemilikan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara Yang
berwenang berdasarkan Prosedur dan substansi yang diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, sehingga dalam Konteks
Perkara Administrasi Negara di PTUN adalah mengenai Wewenang, Prosedur
dan Substansi Penerbitan (Vide Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan), bukan dalam kontek sengketa keperdataan
mengenai hak kepemilikan;
Bahwa, selain dan selebihnya akan Penggugat Konvensi buktikan
dalam Persidangan;

4. Tanggapan terhadap dalil Jawaban pokok perkara angka 4;


Bahwa, pengingkaran para tergugat/turut tergugat konvensi terhadap
fakta sejarah, yang pada pokoknya menyatakan, “....tidak pernah ada
pembebasan lahan di atas objek sengketa...” adalah dalil jawaban yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, sehingga terkesan dibuat-
buat guna mengaburkan fakta sejarah. Lebih parahnya lagi, setelah kalimat
pengingkaran atas fakta sejarah tersebut oleh para tergugat/turut tergugat
konvensi, menyatakan, “apalagi pembebasan lahan itu bukan program....” .
bahwa terlepas, pembebasan lahan itu adalah program ataupun bukan
program, pada kalimat tersebut para tergugat/turut tergugat konvensi
secara harfiah mengakui adanya pembebasan lahan;

Page 5 of 12
Bahwa, berdasarkan hal tersebut, maka dalil jawaban para
tergugat/turut tergugat konvensi tersebut patutlah untuk dikesampingkan;
Bahwa selanjutnya, para tergugat/turut tergugat konvensi dalam
menanggapi Program Pembebasan Lahan in cassu telah salah merujuk
aturan yakni UU Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas
Tanah dan Benda-Benda yang ada Di Atasnya. Bahwa anatara pencabutan
hak-hak atas tanah dan Pembebasan Lahan untuk pembangunan itu adalah
berbeda satu dengan yang lainnya;
Bahwa, Dasar hukum pelaksanaan Pembebasan lahan adalah Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah dan Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 1976 tentang Program Bantuan Kredit
Pembangunan dan Pemugaran Pasar;
Bahwa, Pasal 1 dan Pasal 2 ayat (1), UU Nomor 20 tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-Benda yang ada Di Atasnya,
menjelaskan, sbb:
Pasal 1
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepenngan
pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah
mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang
bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda
yang ada diatasnya.

Pasal 2 ayat (1)


Permintaan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah dan/ atau
benda tersebut pada pasal 1 diajukan oleh yang berkepentingan
kepada Presiden dengan perantaraan Menteri Agraria, melalui Kepala
Inspeksi Agraria yang bersangkutan.

Sedangkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15


Tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan
Tanah menjelaskan, “Yang dimaksud dengan Pembebasan tanah ialah
melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang
hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.”
Bahwa berdasarkan dari ketentuan tersebut di atas, terdapat
perbedaan antara Pencabutan hak-hak atas tanah yang mengharuskan
adanya keadaan memaksa dan berdasarkan pengajuan kepada Presiden,
sedangkan Pembebasan lahan dilakukan dengan cara memberikan ganti
rugi dan dilaksanakan oleh Panitia.
Bahwa selain itu, Para tergugat/turut tergugat konvensi telah salah
memahami konteks Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1976 tentang
Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar, dengan
menyatakan, “.... Instruksi Presiden tersebut menyangkut program bantuan
kredit/pinjaman dana untuk pembuatan/pemugaran pasar, bukan
menyangkut pembebasan/pengadaan tanah.”
Bahwa, telah penggugat konvensi jelaskan sebelumnya yakni,
menyangkut pembebasan/pengadaan tanah dilakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-

Page 6 of 12
Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah sebagai bentuk
pelaksanaan Instruksi Presiden untuk Pembangunan Pasar;
Bahwa secara singkat dapat penggugat konvensi jelaskan yakni:
- Presiden Meng-Instruksikan (memerintahkan) Bank BRI untuk
menyediakan dana Kredit sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua pulu
miliar Rupiah) dan meng-instruksikan kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II untuk Pembangunan Pasar, maka berdasarkan hal
tersebut Pemerintah Daerah Tingkat II telah memiliki dana Untuk
pembangunan Pasar:
- Bahwa, dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden mengenai
Pembangunan Pasar dengan menggunakan dana tersebut, maka
Pemerintah Daerah Tingkat II, melakukan Pembebasan/pengadaan
tanah untuk pembangunan pasar yang dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975;

Bahwa, dari penjelasan singkat tersebut maka dapat dilihat


konteks/hubungan Instrusi Presidan dan Pembebasan lahan, Oleh karena
itu, dalil jawaban para tergugat/turut tergugat konvensi yang salah dalam
memahami konteks aturan maupun perkara a quo haruslah
dikesampingkan;

5. Tanggapan atasa dalil jawaban pokok perkara angka 5 dan angka 6;


Bahwa, dalil Jawaban para tergugat/turut tergugat konvensi tersebut
merupakan dalil pengulangan baik yang termuat dalam eksepsinya maupun
dalil jawaban pokok perkara, yang sebelumnya telah penggugat konvensi
tolak dan tanggapi, oleh karena itu, penggugat konvensi akan
menanggapinya secara singkat;
Bahwa, secara tegas penggugat konvensi nyatakan, yang menjadi objek
sengketa, adalah sebidang tanah dan bangunan “Pasar Serasi” (Pasar
Tradisional) seluas 9.730 M2 (Sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh meter
persegi) yang terletak dahulu di Desa Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu,
Kabupaten Bolaang Mongondow, sekarang di Kelurahan Gogagoman,
Kecamatan Kotamobagu Barat, Kota Kotamobagu, dengan batas-batas
sebagaimana yang tertuang dalam gugatan;
Bahwa kemudian, Hak Penguasaan atas Tanah Negara dari Balangket
Mokodompit Sesuai Peta Tanah No. 268 Persil12/No 1 tahun 1964, Luas
18.155 M2 terletak di Desa Gogagoman Kecamatan Kotamobagu, telah
dilakukan pembagian harta berdasarkan Penetapan Pengadilan Nomor
44/1971 tanggal 10 Oktober 1971, yang pada pokoknya terhadap harta yang
menjadi objek sengketa dalam Perkara ini menjadi bagian dari almh. Hj. Bua
Nanu dan anaknya yakni a.n almh. Inontat Manoppo;
Bahwa, berdasarkan hal tersebut, maka luas dari objek sengketa yakni
seluas 9.730 M2 (Sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh meter persegi) di
dapatkan dari sebagian dan/atau dua bagian dari luas total 18.155 M2 yang
telah dibagi berdasarkan Penetapan Pengadilan Nomor 44/1971 tanggal 10
Oktober 1971;
Bahwa, dari uraian tersebut, maka gugatan penggugat telah jelas dan
terang menguraikan fakta hukum asal-usul dari luasan objek sengketa, oleh

Page 7 of 12
karenanya dalil eksepsi dan jawaban pokok perkara dari para tergugat/turut
tergugat mengenai hal tersebut patutlah untuk dikesampingkan;

6. Tanggapan terhadap dalil jawaban pokok perkara angka 7;


Bahwa sebagaimana dalil gugatan penggugat yang ditanggapi tersebut,
maka pendapat para tergugat/turut tergugat konvensi mengenai
Pertimbangan Majelis hakim PTUN pada Putusan PTUN a quo, haruslah pula
dianggap sebagai asumsi dari para tergugat/turut tergugat konvensi. Bahwa
untuk selanjutnya biarlah nanti majelis hakim yang menilainya;
Bahwa, untuk memperkuat dalil gugatan penggugat Konvensi tersebut,
maka penggugat akan menyampaikan hal-hal sbb:
- Pertimbangan Hukum hal 19, menimbang, bahwa suatu keputusan
tata usaha negara dapat dinilai bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku apabila keputusan yang
bersangkutan itu: (a) bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang bersifat prosedur/formal; (b)
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang bersifat
material/substansial; (c) dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha negara yang
tidak berwenang;

- Pertimbangan Hukum hal 24, menimbang bahwa dari pertimbangan


hukum di atas, mengenai prosedur penerbitan
objek sengketa, dapat ditarik kesimpulan bahwa;

Tergugat tidak melaksanakan sebagaimana


tertuang dalam pasal 3 dan 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
pendaftaran tanah

Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa


didasarkan kepada pemberian hak yang
keliru, seharusnya yang berwenang dalam
pemberian hak pengelolaan adalah Menteri
Dalam Negeri, bukan Kepala Badan
Pertanahan Nasional;

Bahwa, berdasarkan Premis tersebut di atas, maka dapat disimpulkan:


“Sertipikat Hak Pengelolaan a quo bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, karena diterbitkan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.”
Bahwa, adapun pertimbangan majelis hakim TUN yang menyatakan,
“Menimbang, bahwa jika menurut Tergugat tanah yang diterbitkan objek
sengketa berasal dari tanah negara, seharusnya dapat dibuktikan
kebenarannya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa Tergugat hanya
menetapkan tanah negara seluas 9.730 m2 dari sebagaian tanah Para
Penggugat sebagaimana yang tertuang dalam peta.”
Bahwa, dari pertimbangan tersebut, dapat dilihat bahwa tergugat (BPN
Bolmong) tidak dapat menunjukan surat-surat mengenai pembebasan

Page 8 of 12
lahan, dikarenakan surat-surat tersebut dipengang oleh Pemda Bol-Mong
dan/atau Pemkot Kotamobagu yang tidak menjadi pihak dalam perkara
tersebut, sehingga untuk menjawab pertanyaan dari pertimbangan tersebut,
apakah objek sengketa konvensi telah menjadi tanah negara yang dikuasai
oleh penggugat konvensi melalui pembebasan lahan, maka diajukanlah
gugatan a quo untuk diperiksa;
Bahwa selanjutnya, terkait dengan aspek kewenangan dari Badan
Pertanahan Nasional dalam Menerbitkan Sertifikat Hak Pengelolaan,
penggugat konvensi berpendapat, sbb:
- Pasal 37 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 Tentang Badan
Pertanahan Nasional, menyebutkan, “Dengan terbentuknya
organisasi Badan Pertanahan berdasarkan Keputusan Presiden
ini, ketentuan tentang organisasi Departemen Dalam Negeri yang
berkaitan dengan bidang keagrariaan sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 yang telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1987
dinyatakan tidak berlaku.”

- Sertifikat hak pengelolaan Nomor 1 Tahun 1993 , Luas 9.730 m² a.n


Pemerintah Daerah Tingkat II Bolaang Mongondow, yang sekarang
menjadi a.n. Pemerintah Kota Kotamobagu;

Bahwa, berdasarkan Premis di atas, maka sertifikat hak pengelolaan


yang diterbitkan Pada Tahun 1993 adalah kewenangan dari Badan
Pertanahan Nasional;
Bahwa, berdasarkan uraian-uraian di atas, dikaitkan satu dengan yang
lainnya, maka dapat dilihat pendapat dari Penggugat Konvensi lebih relevan
dari pada asumsi dari Para tergugat/turut tergugat konvensi, oleh karena
itu jawaban pokok perkara dari Para tergugat/turut tergugat konvensi
sudah sepatutnya untuk dikesampingkan;

7. Tanggapan terhadap dalil jawaban pokok perkara angka 8;


Bahwa, terhadap peran-peran dari para tergugat akan Penggugat
buktikan pada persidangan nantinya;
Bahwa, terkait dengan penutupan Pasar Serasi adalah untuk
melaksanakan Pemerintahan demi kepentingan revitalisasi guna terciptanya
penyelenggaraan Pasar Sehat, berdasarkan Keputusan Walikota
Kotamobagu Nomor 93 Tahun 2022 tentang Tim Kerja Relokasi Pedagang
Pasar Kotamobagu Ke Pasar Rakyat Genggulang Kotamobagu, tanggal 21
Februari 2022 dan Keputusan Walikota Kotamobagu Nomor 215 Tahun
2022 Tentang Penghentian dan Penutupan Sementara Operasional
Pengelolaan Pasar Serasi dan Pasar Ikan di Kelurahan Gogagoman, tanggal 2
Agustus 2022, dengan dasar hukum:
- Permenkes Nomor 17 tahun 2020 tentang Pasar Sehat
- Permendag Nomor 21 tahun 2021 tentang Pedoman Pembangunan dan
Pengelolaan Sarana Perdagangan; dan
- Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Bidang Perdagangan

Page 9 of 12
Bahwa, terhadap dalil-dalil jawaban pokok perkara dari para
tergugat/turut tergugat konvensi yang lainnya penggugat konvensi dengan
tegas menolaknya, maka demi tidak mengulangi dalil-dalil yang telah
dikemukakan sebelumnya, untuk itu tidak akan ditanggapi lebih lanjut;

DALAM REKONVENSI
1. Bahwa, dalam rekonvensi ini kedudukan Penggugat Konvensi senjutnya akan
disebut sebagai Tergugat Rekonvensi sedangkan Para tergugat/turut tergugat
konvensi akan disebut sebagai Para Penggugat Rekonvensi;
2. Bahwa, hal-hal yang telah diuraikan dalam konvensi di atas, mohon dianggap
terulang kembali dalam rekonvensi ini;
3. Bahwa, seluruh dalil-dalil rekonvensi dari para penggugat rekonvensi, dengan
tegas tergugat rekonvensi tolak, kecuali terhadap hal-hal yang secara tegas
diakui kebenarannya dalam jawaban rekonvensi ini;
4. Taanggapan terhadap dalil rekonvensi angka 2 dan angka 3:
Bahwa, sebagaimana telah tergugat rekonvensi jelaskan dalam konvensi
di atas, yakni Hak Penguasaan atas Tanah Negara dari Balangket
Mokodompit Sesuai Peta Tanah No. 268 Persil12/No 1 tahun 1964, Luas
18.155 M2 terletak di Desa Gogagoman Kecamatan Kotamobagu, telah
dilakukan pembagian harta berdasarkan Penetapan Pengadilan Nomor
44/1971 tanggal 10 Oktober 1971, yang kemudian telah dilakukan
pembebasan lahan untuk pembangunan Pasar Inpres di tahun 1976-1977,
yang luasnya 9.730 M2 (Sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh meter persegi);
Bahwa, berdsarkan hal tersebut, maka objek sengketa rekonvensi yang
telah dibagi berdasarkan Penetapan Pengadilan Nomor 44/1971 tanggal 10
Oktober 1971, serta telah dilakukan pembebasan lahan di tahun 1976-1977,
sehingga objek sengketa rekonvensi sudah tidak lagi utuh sebagaimana dalil
gugatan rekonvensi, oleh karena itu sudah sepatutnya gugatan rekonvensi
dinyatakan ditolak karena sudah tidak relevan/tidak memiliki dasar hukum;
Bahwa selain itu, menjadi pertanyaan jika memang para penggugat
rekonvensi bersikeras menyatakan objek sengketa rekonvensi tidak pernah
dipindah tangankan kepada pihak manapun, maka kenapa sepanjang tahun
1977 s/d 2011 tidak ada keberatan ataupun gugatan dari para penggugat
rekonvensi ataupun ahli waris lainnya dari alm. Balangket Mokodompit,
padahal diketahuinya diatas objek sengketa rekonvensi/konvensi telah berdiri
bangunan Pasar Inpres/Serasi sejak tahun 1977- sekarang Milik tergugat
rekonvensi ?;

5. Tanggapan terhadap dalil gugatan rekonvensi angka 5 dan angka 6;


Bahwa, oleh karena pokok dari dalil gugatan rekonvensi tersebut adalah
pengulangan dari dalil-dalil yang sebelumnya, maka demi meminimalisir
tanggapan yang sama dari tergugat rekonvensi, untuk itu tidak akan
menanggapinya lebih lanjut dan secara tegas tergugat rekonvensi
menolaknya;
Bahwa, terkait dengan tuntutan ganti rugi dari penggugat rekonvensi,
haruslah ditolak, karena tidak jelas perincian dari kerugian tersebut,
sehingga sudah sepatutnya untuk ditolak, sebagaimana Yurisprudensi
Putusan Mahkamah Agung, sbb:

Page 10 of 12
- Yurisprudensi Mahkamah Agung No.492K/Sip/1970, tanggal 16
Desember 1970 dan Putusan Mahkamah Agung Rl No.1720 K/PDT/1986,
tanggal 18 Agustus 1988 dengan tegas menyatakan: “Setiap tuntutan ganti
rugi harus disertai perincian kerugian dalam bentuk apa yang menjadi
dasar tuntutannya,tanpa perincian dimaksud, maka tuntutan ganti rugi
harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tuntutan tersebut tidak
jelas/ tidak sempurna.”
- Yurisprudensi Mahkamah Agung No.864 K/Sip/1973, tanggal 13 Mei
1975 yang menyatakan: “Karena Penggugat (Para Pelawan) tidak dapat
membuktikan dalam bentuk apa sebenarnya kerugian yang dimaksud itu,
tuntutan tersebut harus ditolak”;

Bahwa, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dikaitkan satu


dengan yang lainnya, maka sudah sepatutnya bagi yang mulia majelis hakim
untuk menyatakan gugatan rekonvensi dari para penggugat rekonvensi
dinyatakan ditolak karena tidak berdasar hukum. Untuk itu kami memohon
kepada Ketua Pengadilan negeri Kotamobagu melalui yang mulia mejelis
hakim pemeriksa untuk memberikan putusan yang ammarnya adalah sebagai
berikut;

MENGADILI
DALAM KONVENSI
DALAM EKSEPSI
- Menyatakan eksepsi dari para tergugat/para turut tergugat Konvensi
tidak dapat diterima;

DALAM POKOK PERKARA


1. Menyatakan Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan objek sengketa adalah Tanah Negara berdasarkan
pembebasan tanah sebagaimana Surat Panitya Pembebasan Tanah Daerah
Tingkat II Bolaang Mongondow No. 004/PPT/BM/1976, tanggal 12
Oktober 1976 tanggal 12 Oktober 1976, Gambar Situasi tanggal 30
Agustus 1976
3. Menyatakan, sah dan mengikat Hak Kepenguasaan atas Objek Sengketa
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Bolaang Mongondow sekarang
Pemerintah Kota Kotamobagu sejak tahun 1977 yang didapatkan melalui
pembebasan tanah sebagaimana Surat Panitya Pembebasan tanah Daerah
Tingkat II Bolaang Mongondow No. 004/PPT/BM/1976, tanggal 12
Oktober 1976 tanggal 12 Oktober 1976 Gambar Situasi tanggal 30 Agustus
1976;
4. Menyatakan, hak Kepenguasaan atas tanah Negara berupa Surat Girik
Peta Tanah Milik Persil 12 No. 1 seluas 18.155 m² atas nama Balangket
Mokodompit 01 September 1964 yang dikeluarkan oleh J.A. Damopilii,
dinyatakan dicabut berdasarkan pembebasan tanah sebagaimana Surat
Panitya Pembebasan tanah Daerah Tingkat II Bolaang Mongondow No.
004/PPT/BM/1976, tanggal 12 Oktober 1976 tanggal 12 Oktober 1976
Gambar Situasi tanggal 30 Agustus 1976;
5. Menyatakan, Perbuatan Para tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum;

Page 11 of 12
6. Menghukum para tergugat atau siapapun yang mendapatkan hak dari
padanya untuk keluar dari objek sengketa dan menyerahkannya kepada
penggugat secara suka rela;
7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada
penggugat yang totalnya sebesar Rp. 6.800.325.000,- (enam miliar delapan
ratus juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah);
8. Menghukum Para turut tergugat untuk tunduk dan taat atas putusan
perkara ini;
9. Menghukum para tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini;

DALAM REKONVENSI
- Menyatakan, menolak gugatan rekonvensi dari para penggugat rekonvensi
untuk seluruhnya;
Mohon Putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono)

HORMAT KAMI
KUASA HUKUM PENGGUGAT

Rendra Sucipto Dilapanga, S.H., M.Si

Sultan Permana Tawil, S.H.

Afri M Mokoginta, S.H.

Nugroho Bayuaji, S.H.

Page 12 of 12

Anda mungkin juga menyukai