Anda di halaman 1dari 26

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pertimbangan Hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 455

K/Pdt/2013 Membatalkan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang

Dilegalisasi Notaris

Berdasarkan hasil penelitian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 455

K/Pdt/2013, diperoleh pertimbangan hakim yang membatalkan perjanjian

kerjasama di bawah tangan yang dilegalisasi notaris, sebagai berikut:

Sesuai Perjanjian Kerjasama, tertanggal 5 April 2010, antara Penggugat

dengan Tergugat, Pasal 11, Pengadilan Negeri Kabupaten Cirebon di Sumber,

berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus jika dalam pelaksanaan

Perjanjian ini terjadi perselisihan dan tidak tercapai mufakat. Tentang

Hubungan Hukum Penggugat dan Tergugat:

a. Pada tanggal 5 April 2010 antara Penggugat dan Tergugat telah

mengadakan kesepakatan di bawah tangan dan telah dilegalisasi, yang

dituangkan dalam suatu perjanjian kerjasama pengelolaan lahan milik

Penggugat untuk dikelola dan dijadikan proyek perumahan oleh Tergugat;

b. Pada tanggal 10 Desember 2010 lahan point 1 di atas telah dijual kepada

PT.Usaha Sumber Rejeki berdasarkan Akta Jual Beli PPAT, Ineu Arida

Basuki, Nomor 592/2010, dengan penurunan status hak atas lahan tersebut

yang semula Hak Milik atas nama Penggugat dan sekarang Hak Guna

Bangunan atas nama PT.Usaha Sumber Rejeki;


51

c. Dengan demikian sekarang ini Tergugat selaku pengelola, mengelola lahan

di atas lahan milik PT.Usaha Sumber Rejeki;

Adapun alasan-alasan diajukannya Gugatan Pembatalan Perjanjian

tertanggal 5 April 2010, a quo adalah sebagai berikut:

Surat Perjanjian tertanggal 5 April 2010 yang ditandatangani antara

Penggugat dan Tergugat di atas meterai yang tidak diberi tanggal bulan dan

tahun, oleh karena itu perjanjian tersebut dianggap tidak bermeterai, hal ini

sesuai Pasal 7 ayat (9) Undang Undang Bea Meterai Nomor 13 Tahun 1985,

oleh karena itu perjanjian yang tidak bermeterai tidak mengikat para pihak

yang menandatangani.

Tergugat mengaku sebagai pengelola proyek perumahan atau

pengembangan (Developer Perumahan) berpengalaman dan profesional. Hal

ini tidak benar karena dalam kenyataannya Tergugat dalam pelaksanaan

proyek ternyata mensubkontrakkan berbagai jenis pekerjaan yang merupakan

tanggung jawabnya sebagai pengelola proyek perumahan, hal ini terbukti

dengan adanya tagihan 2 pihak sub kontaraktor serta adanya surat panggilan

Polisi berkaitan tagihan tersebut.

Tergugat telah menggunakan dokumen-dokumen perusahaan PT.Usaha

Sumber Rejeki, dalam hal ini PT.Usaha Sumber Rejeki untuk membuka

Rekening atas nama PT.Usaha Sumber Rejeki di Bank Tabungan Negara

(BTN) Cabang Cirebon tanpa sepengetahuan dan ijin Penggugat (Komisaris)

dan Direktur PT.Usaha Sumber Rejeki, yaitu Bapak H. Thamrin. Tanpa

sepengetahuan dan seijin Penggugat, selaku pemilik lahan awal, sekarang


52

milik PT.Usaha Sumber Rejeki, Tergugat telah mengadakan perjanjian

management service dan pemasaran dengan Bapak Yulius Karmawan Direktur

PT. Tiara Sinergi Persada, yang berkedudukan di Bekasi, hal ini menunjukkan

bahwa Tergugat memang tidak profesional dalam bidangnya, terlebih lagi

dengan diajukannya gugatan pembatalan ini Tergugat tidak pernah

menunjukkan/memperlihatkan dokumen-dokumen sebagai developer

berpengalaman dan anggota serta pengurus DPD Apersi (Asosiasi Perumahan

Seluruh Indonesia), dengan demikian Tergugat dianggap melakukan

kebohongan, oleh karena perjanjian didasari oleh keterangan-keterangan yang

tidak benar, maka layak dan patut secara hukum untuk dibatalkan.

Adapun Putusan Pengadilan Negeri Sumber Nomor 27/Pdt.G/2011/PN.Sbr

terhadap gugatan pada tanggal 30 November 2011 dimana dalam amar

putusannya atas gugatan Konvensi meliputi: Mengabulkan gugatan konvensi

untuk sebagian; Memutuskan, menyatakan Perjanjian tanggal 5 April 2010

antara Penggugat dengan Tergugat yang dicatat dalam legalisasi Nomor

657/disahkan/2010 di Kantor Notaris di Kabupaten Cirebon, dibatalkan karena

gugatan pembatalan dengan segala akibat hukumnya; Memutuskan,

menyatakan dan menetapkan Penggugat dan PT.Usaha Sumber Rejeki sebagai

pemegang hak pengelola proyek pengembangan perumahan Green Kedaton di

lokasi sesuai Sertipikat Nomor 672 dengan status Hak Guna Bangunan Desa

Kepongpongan Kabupaten Cirebon Jawa Barat; dan Menolak gugatan yang

lain dan selebihnya. Untuk Putusan atas gugatan Rekonvensi yaitu

Menyatakan gugatan rekonvensi tidak dapat diterima. Putusan atas Konvensi


53

Dan Rekonvensi, meliputi Menghukum Penggugat Rekonvensi/Tergugat

Konvensi untuk membayar biaya perkara ini yang hingga kini ditaksir sebesar

Rp651.000,00 (enam ratus lima puluh satu ribu rupiah).

Permohonan Tergugat dalam tingkat banding, putusan Pengadilan Negeri

tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung dengan Putusan

Nomor 207/PDT/2012/PT.BDG, tanggal 3 Juli 2012. Sesudah putusan terakhir

ini diberitahukan kepada Tergugat/Pembanding pada tanggal 27 Juli 2012

kemudian terhadapnya oleh Tergugat/Pembanding dengan perantaraan

kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Agustus 2012 diajukan

permohonan kasasi pada tanggal 8 Agustus 2012 sebagaimana ternyata dari

Akta Permohonan Kasasi Nomor 27/Pdt.G/2011/PN.Sbr. Jo. Nomor

207/PDT/2012/PT.BDG yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Sumber

permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-

alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal

16 Agustus 2012.

Praktik peradilan perkara perdata, Hakim membatalkan akta notaris

berorientasi dalam proses pembuktian di persidangan, kemudian dituangkan

dalam pertimbangan putusan. Dasar pertimbangan hakim melakukan

pembatalan akta notaris tersebut dikarenakan akta notaris bersifat variatif dan

kasuistik. Dikatakan demikian karena ditinjau dari visi luas pokok sengketa,

ruang lingkup gugatan serta kelanjutan pokok perkara maka hanya para pihak

yang berhak untuk menentukan sehingga untuk itu hakim hanya bertitik tolak

kepada peristiwa yang diajukan para pihak. Hakim dilarang memutus melebihi
54

tuntutan atau gugatan sebagaimana ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).47

Selain itu, akta notaris yang melanggar ketentuan Pasal 84 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa

mengakibatkan dua aspek. Pertama, akta tersebut menjadi batal demi hukum

atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Kedua, konsekuensi yuridis apabila akta notaris dinyatakan batal demi hukum

mempunyai arti bahwa akta notaris maupun perbuatan hukum di dalam akta

notaris tersebut sejak semula dianggap tidak ada atau tidak pernah terjadi,

akan tetapi terhadap kekuatan pembuktian akta di bawah tangan berarti

perbuatan hukum dalam akta notaris tersebut masih ada.48

Suatu akta dikatakan sebagai akta di bawah tangan apabila tidak

memenuhi beberapa syarat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, yaitu:

1. Notaris tidak membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh

paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk

pembuatan akta wasiat di bawah tangan dan ditandatangani pada saat itu

juga oleh penghadap, saksi dan notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf m)

2. Suatu akta harus memiliki awal akta atau kepala akta, badan akta dan akhir

atau penutup akta (Pasal 38 ayat (1))

47
Djumadi, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi
Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Bantul, Wawancara 22 Maret
48
Djumadi, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi
Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Bantul, Wawancara 22 Maret
55

3. Dilarang mengubah isi akta yaitu diganti, ditambah, dicoret, disisipkan,

dihapus dan ditulis tindih. Untuk perubahan diganti, ditambah, dicoret dan

disisipkan dapat dilakukan dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau

diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan notaris (Pasal 48

ayat (1) dan (2))

Suatu akta menjadi batal demi hukum apabila tidak terpenuhinya unsur

objektif dalam suatu perjanjian. Unsur objektif meliputi keberadaan dari

pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan causa dari

objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut

haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.

Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut

menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan

kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran

terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak

terpenuhinya unsur objektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir

dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

Pertimbangan hakim dalam melakukan pembatalan akta notaris bersifat

variatif dan kasuistik dapat dilihat dari dimensi praktik peradilan perkara

perdata. Walaupun bersifat variatif dan kasuistik, praktik hakim melakukan

pembatalan akta notaris mengacu pada 2 (dua) hal yaitu: pertama, kepada

hukum positif yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris. Kedua, apabila hukum positif tersebut tidak mengatur maka
56

pembatalan akta notaris tersebut menjadi kewenangan hakim dapat lebih luas

untuk menilai, mempertimbangkan, dan mengadili akta notaris tersebut akan

dibatalkan atau tidak49.

Putusan Pengadilan Negeri Sumber yang dikuatkan oleh Putusan

Pengadilan Tinggi Bandung ternyata judex facti tidak salah dalam menerapkan

hukum dengan pertimbangan Tergugat pada pokoknya tidak menyangkal

antara Penggugat dengan Tergugat telah terjadi hubungan hukum kerja sama

pengelolaan lahan milik Penggugat untuk dikelola sebagai perumahan oleh

Tergugat, sesuai dengan perjanjian tanggal 5 April 2010, akan tetapi

pembangunan perumahan tersebut tidak terlaksana. Pada jawabannya

Tergugat menyatakan tidak keberatan atas pemutusan dan pembatalan

perjanjian tersebut, oleh karena itu tuntutan Penggugat untuk pembatalan

perjanjian tanggal 5 April 2010 dapat dikabulkan serta pertimbangan Judex

Facti dalam konvensi maupun rekonvensi sudah tepat dan benar.50

Hakim secara ex officio pada dasarnya tidak dapat membatalkan akta

Notaris jika tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak boleh

memutuskan yang tidak diminta.51 Jika dimintakan pembatalan oleh pihak

yang bersangkutan, pada dasarnya akta autentik tersebut dapat dibatalkan oleh

hakim asal ada bukti lawan. Mengenai pembatalan isi akta, seorang Notaris

hanya bertindak untuk mencatat apa saja yang dikemukakan oleh para

penghadap dan tidak wajib untuk menyelidiki kebenaran materiil atas isi akta.
49
Djumadi, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi
Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Bantul, Wawancara 22 Maret
50
Djumadi, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi
Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Bantul, Wawancara 22 Maret
51
Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,
hlm.126
57

Istilah kebatalan dan pembatalan tidak ada yang pasti penerapannya seperti

yang dijelaskan oleh Herlien Budiono, yaitu manakala Undang-Undang

hendak menyatakan tidak adanya akibat hukum, maka dinyatakan “batal”,

tetapi adakalanya menggunakan istilah “batal dan tak berhargalah” atau “tidak

mempunyai kekuatan”.52 Jika perjanjian sudah tidak memenuhi syarat objektif,

ternyata masih ada yang mengajukan gugatan atau tuntutan atas hal tersebut,

maka hakim diwajibkan karena jabatannya menyatakan bahwa tidak pernah

ada suatu perjanjian atau perikatan.53

Akibat dari suatu kebatalan pada prinsipnya sama antara batal demi

hukum, dapat dibatalkan atau non existent yaitu ketiganya mengakibatkan

perbuatan hukum tersebut menjadi tidak berlaku atau perbuatan hukum

tersebut tidak memiliki akibat hukumnya. Atau tiadanya sesuatu yang

esensi/pokok dalam perjanjian tersebut. Sehingga, ditinjau dari penyebabnya

bahwa batal demi hukum adalah karena tidak dipenuhinya syarat objektif,

serta tidak dipenuhinya syarat yang merupakan esensi dalam perjanjian dan

karena tidak terpenuhinya bentuk formal sebagaimana diharuskan oleh

Undang-Undang/ketentuan yang berlaku yang disebut batal non existent.

Perbedaannya yaitu:54

1. Batal demi hukum, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut, dalam

52
Herlien Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.364
53
Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm.22
54
Mulyoto, 2012, Perjanjian (Tehnik, Cara Membuat, dan Hukum Perjanjian yang Harus
Dikuasai), Cakrawala Media, Yogyakarta, hlm. 45
58

praktik batal demi hukum didasarkan pada putusan pengadilan yang telah

memiliki kekuatan hukum tetap;

2. Dapat dibatalkan, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

memiliki akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana

pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung pada

pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat

dibatalkan. Akta yang sanksi nya dapat dibatalkan tetap berlaku dan

mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah memiliki

kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut;

3. Non existent, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada, yang

disebabkan karena tidak dipenuhinya essensialia dari suatu perjanjian atau

tidak memenuhi salah satu unsur atau semua unsur dalam suatu perbuatan

hukum tertentu. Sanksi non existent secara dogmatis tidak diperlukan

putusan pengadilan, namun dalam praktiknya tetap diperlukan putusan

pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dalam implikasinya sama

dengan batal demi hukum.

Istilah pembatalan bersifat aktif, artinya meskipun syarat-syarat perjanjian

telah terpenuhi, tapi para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut

berkehendak agar perjanjian yang dibuat tidak mengikat dirinya lagi dengan

alasan tertentu, baik atas dasar kesepakatan atau dengan mengajukan gugatan

pembatalan ke pengadilan umum, misalnya para pihak telah sepakat untuk

membatalkan akta yang pernah dibuatnya, atau diketahui ada aspek formal
59

akta yang tidak dipenuhi, yang tidak diketahui sebelumnya, dan para pihak

ingin membatalkannya.55

B. Akibat Hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013

Terhadap Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi

Notaris

Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat subjektif

dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka

perjanjian dapat dibatalkan sepanjang ada permintaan oleh orang-orang

tertentu atau yang berkepentingan. Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi

ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua,

wali atau pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat

dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian

tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat objektif tidak

dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum, tanpa perlu ada permintaan dari

para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak

mengikat siapapun.

Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang

dibuat tidak terpenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk

perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan

atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena perjanjian

55
Habib Adjie, 2013, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, PT.Refika Aditama, Bandung,
hlm.67
60

sudah dianggap tidak ada, maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak

untuk saling menuntut atau menggugat dengan cara dan bentuk apapun.

Syarat subjektif dicantumkan di awal akta. Unsur syarat subjektif yang

pertama adalah kesepakatan, bebas dari para pihak yang berjanji atau tanpa

tekanan dan intervensi dari pihak manapun tapi semata-mata keinginan para

pihak yang berjanji. Unsur syarat subjektif yang kedua adalah adanya

kecakapan untuk melakukan tindakan dari pihak yang berjanji. Kecakapan

melakukan suatu tindakan hukum oleh para pihak dalam akta yang akan

menimbulkan akibat hukum tertentu jika tidak memenuhi syarat yang sudah

ditentukan. Hal ini berkaitan dengan subjek hukum yang akan bertindak dalam

akta tersebut.56 Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat

para pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka

atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Akta Notaris

sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika

seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada

prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat

dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan

sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya

diserahkan kepada Hakim.

Dipahami dari uraian diatas bahwa, disamping hakim yang dapat

menemukan hukum adalah Notaris. Notaris memang bukan hakim yang harus

56
Habib Adjie, 2013, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung,
hlm. 67
61

memeriksa dan mengadili perkara, namun notaris mempunyai wewenang

untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penerapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh yang

bersangkutan. Notaris menghadapi masalah hukum konkrit yang diajukan oleh

klien yang minta dibuatkan akta. Masalah hukum konkrit atau peristiwa yang

diajukan oleh klien merupakan peristiwa konkrit yang masih harus dipecahkan

atau dirumuskan menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas notaris,

disinilah notaris melakukan penemuan hukum.57

Pembatalan akta Notaris melalui putusan pengadilan, bukan hanya karena

akibat dari kesalahan atau kelalaian Notaris saja di dalam membuat akta.

Tetapi pembatalan akta Notaris juga dapat disebabkan oleh kesalahan atau

kelalaian para pihak yang saling mengikatkan diri dalam akta tersebut,

sehingga dengan adanya kesalahan atau kelalaian menyebabkan adanya

gugatan dari salah satu pihak. Di dalam proses perdata, tidak jarang seorang

Notaris berada pada kedudukan sebagai turut tergugat yang diberikan sebagai

upaya yang dipaksakan, karena di dalam akta notariil khususnya Partij Acte

yang kemudian menjadi alat bukti untuk perkara perdata, Notaris tidak terlibat

bahkan dilarang oleh Undang-Undang terlibat dalam suatu perbuatan hukum

sebagaimana yang diterangkan dalam akta notariil yang diresmikannya.

Keterlibatan Notaris hanya sebatas merumuskan perbuatan hukum para pihak

ke dalam aktanya selanjutnya meresmikan akta tersebut. Dipaksakannya

mendudukkan Notaris sebagai turut tergugat adalah sebagai upaya untuk

57
Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum, Majalah Renvoi, Tahun I, Nomor 12, Mei
2004, hlm. 48-49
62

memaksa Notaris membuatkan keterangan seputar aktanya yang sekarang

menjadi alat bukti dalam proses peradilan.58

Tanggung jawab Notaris terhadap kekuatan pembuktian Akta di Bawah

Tangan yang di legalisasi Notaris tersebut adalah tanggung jawab tersebut

merupakan tanggung jawab para pihak karena Notaris hanya membantu

mengakomodasi keinginan para pihak yang melakukan pendaftaran dan

mensahkan akta-akta yang dibuat di bawah tangan (legalisasi) atau seharusnya

tidak terjadi karena Notaris berhak memberikan nasehat hukum dan penjelasan

undang-undang kepada para pihak yang membuatnya. Dimana Legalisasi

merupakan pengesahan akta di bawah tangan yang dibacakan oleh Notaris dan

ditandatangani oleh penghadap dimuka Notaris pada waktu itu juga untuk

menjamin kepastian tanggal dari akta yang bersangkutan. Dimana para

penghadap yang mencantumkan tanda tangannya itu di kenal oleh notaris atau

diperkenalkan kepada notaris. Dengan dilegalisasinya surat di bawah tangan

itu, berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014,

surat itu sudah memperoleh kedudukan sebagai Akta Autentik, dengan dalam

perkataan surat itu dianggap seolah-olah dibuat oleh atau dihadapan Notaris,

padahal Pejabat Umum dimaksud hanyalah menjamin mengenai tanggal dan

tanda tangan dari para pihak yang bersangkutan atas dasar kesepakatan para

pihak itu sendiri59.

58
Djoko Sukisno, 2008, “Pengambilan Fotocopy Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris”,
Mimbar Hukum Vol. 20 Nomor 1, hlm. 52
59
Iriyanto, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi Notaris
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Sleman, Wawancara 09 April
63

Tanggung Jawab Notaris terhadap Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah

Tangan yang dilegalisasi Notaris yang dalam hal ini dikaitkan dengan Studi

Putusan Mahkamah Agung No.455/K/Pdt/2013 yakni Pengadilan punya

Kewenangan untuk Membatalkan terdapat dalam Pasal 1266 KUHPerdata

yaitu: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-

persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum

(Null And Void Nietig), tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim

(Voidable/Vernietigbaar). Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun

syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam

perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah

leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan si Tergugat, memberikan

suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu

mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan”60.

Secara Objektif batal (Akta dapat dibatalkan). Vernietigbaar: Dimohonkan

Pembatalan (Dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan). Tentang

Akibat suatu Perjanjian, terhadap Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah

Tangan yang dilegalisasi Notaris yang dalam hal ini dikaitkan dengan Studi

Putusan Mahkamah Agung No.455/K/Pdt/2013 yakni Pengadilan punya

Kewenangan untuk Membatalkan terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata

yaitu: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-

Undang bagi mereka yang membuatnya.

60
Nurhadi Darussalam, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang
Dilegalisasi Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Sleman,
Wawancara 03 April
64

Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua

belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan

cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan Itikad Baik”,

misal Pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian dibuat secara sah berdasarkan

Pasal 1320 KUHPerdata berlaku sesuai Undang-Undang bagi mereka yang

membuatnya, sehingga Kekuatan pembuktian Akta di Bawah Tangan berlaku

bagi para pihak yang membuatnya. Secara yuridis telah terjadi hubungan

hukum antara para pihak dan akan menimbulkan akibat hukum apabila terjadi

pelanggaran atas isi perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak, oleh

karena itu dengan dibuatkannya perjanjian kerjasama dibawah tangan yang

dilegalisasi oleh notaris, maka telah melekatlah hak dan kewajiban antara

pihak calon penjual dan pihak calon pembeli.61

Berdasarkan uraian tersebut diatas, akibat hukum dari perjanjian kerjasama

dibawah tangan yang dilegalisasi notaris adalah mengikat para pihak yang

membuatnya, dimana para pihak mempunyai kekuatan mengikat yang dapat

memberikan kepastian hukum, karena para pihak telah sepakat untuk

mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut maka para pihak baik penjual

maupun calon pembeli harus menghormati dan melaksanakan isi atau

substansi dari perjanjian tersebut. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal

1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai lex generalis

yang menyatakan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya”. Dengan istilah


61
Taufiq El Rahman, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang
Dilegalisasi Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Yogyakarta,
Wawancara 10 Juli
65

(Asas pacta sunt servanda) disebut juga asas Kepastian Hukum manakala asas

ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini menggariskan bahwa

Hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat

oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-undang. Mereka tidak

boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh

para pihak. Oleh karena itu, hakim dalam memutus perkara harus

memperhatikan Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), Kemanfaatan

(Zweckmassigket), dan Keadilan (Gerechtigkeit).

Kesepakatan antara para pihak tersebut akan dituangkan ke dalam

Perjanjian Kerjasama dibawah tangan yang dilegalisasi Notaris merupakan

kesepakatan awal dimana antara penjual dan pembeli dalam bertransaksi

sesuai dengan apa yang telah disepakati akan dilakukan pengalihan hak atas

tanah yang harus ditindaklanjuti dengan pembayaran harga tanah, karena

sesuai dalam Addendum Perjanjian Kerjasama pada tanggal 13 Oktober 2010

telah disepakati dan saling disetujui diadakan tambahan perjanjian kerjasama

Jo. Perjanjian Kerjasama yang dibuat dibawah tangan bermaterai cukup dan

yang telah dilegalisasi dihadapan Jaenuddin Umar SE.,SH.,M.Kn Notaris di

Kabupaten Cirebon, dengan nomor legalisasi 657/disahkan/2010 tertanggal 01

Mei 2010 dan Addendum ini merupakan satu kesatuan yang melekat dan tidak

terpisahkan dari perjanjian terdahulu. Dengan demikian, para pihak sepakat

untuk menambah isi perjanjian kerjasama terdahulu dengan dibayarkannya

harga jual tanah yang menandakan adanya transaksi jual beli, dan penerimaan

oleh Penggugat uang tunggu secara bertahap sebesar Rp.100.000.000,-


66

(seratus juta rupiah) dari Tergugat. Dengan waktu pelaksanaan pembayaran

tahap pertama tertanggal 15 Oktober 2010 dengan menggunakan bilyet

giro/cek yang dikeluarkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia sebesar

Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah). Selanjutnya pembayaran tahap

kedua tertanggal 28 Oktober 2010 dengan menggunakan bilyet giro/cek yang

dikeluarkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp.65.000.000,- (enam

puluh lima juta rupiah). Sehubungan dengan dibuatnya Addendum Perjanjian

Kerjasama ini dipergunakan juga sebagai kwitansi penerimaan pembayaran

yang sah atas pembayaran harga jual tanah yang menandakan kelanjutan

proyek/progress proyek yang pada saat ini terhenti berjalan. Hal ini sesuai

dalam Addendum Perjanjian Kerjasama yang dicatat dalam legalisasi Nomor

753/L/2010 disahkan dihadapan Notaris Inue Arida Basuki,SH di Kantor

Notaris di Kabupaten Cirebon.

Adapun alasan-alasan Addendum (tambahan) Perjanjian Kerjasama

dilegalisasi dihadapan Notaris Inue Arida Basuki.,SH tertanggal 13 Oktober

2010 antara pihak Penggugat dengan Tergugat untuk menambah isi perjanjian,

sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 adalah: Tegugat dengan ini

membebaskan Penggugat dari tuntutan Hukum baik secara Pidana dan Perdata

dari Pihak Ketiga berupa: (1) Uang penjualan baik berbentuk tunai, uang

muka KPR, tunai bertahap dan uang tunai keras oleh konsumen; (2) Surat

perintah kerja dengan sub konsultan yang mengerjakannya; (3) Tagihan-

tagihan, pembayaran-pembayaran, pinjaman-pinjaman yang muncul akibat

pengerjaan proyek Perumahan yang diperjanjikan oleh Penggugat; (4) dan


67

lain-lain yang akan merugikan Penggugat baik secara moril dan materiil;

Selanjutnya ketentuan Pasal 2 adalah menyebutkan pembayaran uang tunggu

sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang sudah diserahkan kepada

Penggugat.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, kesepakatan para pihak tersebut

menunjukkan adanya akibat hukum yang dikehendaki oleh para pihak untuk

melaksanakan klausula perjanjian kerjasama sebagaimana telah diterangkan

sebelumnya. Mengenai permasalahan yang dihadapi saat pelaksanaan

perjanjian kerjasama tidak berjalan baik yang terdapat kendala dalam hal

Tergugat sebagai pengelola, yang dalam pengelolaan tersebut mempunyai

resiko bisnis berupa untung dan rugi sehingga sudah tidak mungkin lagi

penyelesaian dapat dilakukan maka menurut kebiasaan dalam dunia bisnis

tidak ada kewajiban Penggugat untuk mengembalikan pembayaran uang

kepada Tergugat. Selain itu terkait dengan keberlanjutan perjanjian kerjasama

tersebut dalam hal ini Tergugat tidak dapat memenuhi kewajiban atas

perjanjian kerjasama tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 1243 yang

menyatakan bahwa, “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak

dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila debitur,

setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau

jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. Apabila setelah

dinyatakan lalai tetap tidak memenuhi klausula dalam isi perjanjian kerjasama

diantara mereka maka sesuai dari Pasal 1244 KUHPerdata bahwa, “Jika ada
68

alasan untuk itu, debitur harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga

apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang

tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga,

pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika

itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”.62

Akibat hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013

terhadap perjanjian kerjasama dibawah tangan yang dilegalisasi notaris adalah

perjanjian kerjasama dan pengikatan jual beli tersebut dibatalkan yang

menyebabkan perjanjian kerjasama dibawah tangan yang dilegalisasi notaris

tersebut menjadi dapat dibatalkan akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan

tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana

pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung pada pihak

tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan.

C. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak yang Terlibat dalam Perjanjian

Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi Notaris dengan Adanya

Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013

Pembuatan Perjanjian Kerjasama di bawah tangan yang di legalisasi

Notaris yang diikuti Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan penurunan status

Hak Atas Lahan tersebut yang semula Hak Milik atas nama A dan sekarang

Hak Guna Bangunan atas nama PT.Usaha Sumber Rejeki adanya indikasi

itikad buruk melakukan penyimpangan dan/atau perbuatan melawan hukum,


62
Taufiq El Rahman, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang
Dilegalisasi Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Yogyakarta,
Wawancara 10 Juli
69

dengan demikian sekarang ini B Pihak Developer (Pengembang Proyek

Perumahan) selaku pengelola; mengelola lahan di atas lahan milik PT.Usaha

Sumber Rejeki terjadinya pembatalan sepihak yang tidak ditepati dalam isi

klausula Perjanjian Kerjasama diantara mereka ialah dapat mengajukan

Gugatan untuk membangunkan rumah dengan kualitas yang sama senilai

seharga Perumahan serta mengganti kerugian sesuai yang ditawarkan63.

Perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila

salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama dibawah

tangan yang dilegalisasi notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (1)

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan

Konsumen), maka pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, memproduksi,

dan mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau

nyata. Menurut ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen

yang menyatakan:

Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan


suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

63
Iriyanto, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang Dilegalisasi Notaris
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Sleman, Wawancara 09 April
70

Kepastian hukum memberikan perlindungan kepada konsumen antara

lain untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta memberikan

akses informasi tentang suatu produk. Perlindungan konsumen dijamin oleh

Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah, kepastian hukum terhadap

segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian hukum itu meliputi segala

upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh

atau menentukan pilihannya atas barang dan atau jasa kebutuhannya serta

memperhatikan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku

usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. Pemberdayaan konsumen

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandiriannya,

melindungi diri sendiri sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat

konsumen dengan menghindari berbagai akses negatif pemakaian,

penggunaan dan pemanfaatan barang dan atau jasa kebutuhannya.

Pembuatan Perjanjian Kerjasama Dan Pengikatan Jual Beli Di Bawah

Tangan yang di Legalisasi Notaris dengan diikutinya penurunan status Hak

Atas Lahan tersebut yang semula Hak Milik atas nama A dan sekarang Hak

Guna Bangunan atas nama PT.Usaha Sumber Rejeki adanya indikasi itikad

buruk melakukan penyimpangan dan/atau perbuatan melawan hukum dengan

demikian sekarang ini B Pihak Developer (Pengembang Proyek Perumahan)

selaku pengelola; mengelola lahan di atas lahan milik PT.Usaha Sumber

Rejeki terjadinya pembatalan sepihak yang tidak ditepati dalam isi klausula

Perjanjian Kerjasama Dan Pengikatan Jual Beli diantara mereka. Tanahnya

ada 3 bidang milik punya penduduk yang semuanya Hak Milik dibebaskan
71

oleh Pengembang sehingga Hak nya tidak bisa dipertahankan jadi Hak Milik

tetapi menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) yang awalnya HGB Induk atas

nama pengembang Developer dipecah-pecah sesuai dengan banyaknya User

(pihak ke-3). Karena, dalam hal ini PT tidak bisa punya Hak Milik kecuali PT

tertentu yang memenuhi PP No. 38 Tahun 1963 tentang Badan-badan hukum,

Badan-badan sosial, Keagamaan untuk yang dapat punya Hak Milik64.

Perlindungan hukum yang diberikan kepada calon penjual adalah

persyaratan yang biasanya dimintakan sendiri kepada calon pembeli itu

sendiri. Misalnya beberapa calon penjual yang di dalam perjanjian pengakuan

jual beli memintakan kepada pihak pembeli agar melakukan pembayaran uang

pembeli dalam jangka waktu tertentu disertai dengan persyaratan batal.

Apabila pembeli telah melunasi seluruh harga jual beli tanah dan bangunan

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah

dan telah menandatangani Berita Acara serah terima bangunan di hadapan

pejabat pembuat akta tanah yang ditunjuk oleh pihak penjual dalam hal ini

calon penjual maka akan dibuat Akta Jual Beli.

Perlindungan hukum terhadap pembeli selain dilakukan dengan

persyaratan, harus diikuti dengan permintaan pemberian kuasa yang tidak

dapat ditarik kembali, maksudnya adalah apabila pihak penjual tidak

memenuhinya maka pihak pembeli dapat menuntut dan meminta ganti

kerugian sesuai kesepakatan yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli.

64
Nurhadi Darussalam, 2018, Pembatalan Perjanjian Kerjasama di Bawah Tangan yang
Dilegalisasi Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pdt/2013), Sleman,
Wawancara 03 April
72

Langkah hukum yang dilakukan salah satu pihak apabila pihak lain

wanprestasi atas PPJB telah diatur menurut ketentuan ganti rugi dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata pada dasarnya tidak jauh berbeda antara

ganti rugi yang disebabkan karena wanprestasi atau perbuatan melanggar

hukum namun, dalam perbuatan melanggar hukum dikenal adanya gugatan

immateriil. Ganti rugi immaterril tidak ternilai dan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata juga tidak menentukan mengenai besarnya ganti rugi

yang harus diberikan atas kerugian yang timbul akibat perbuatan melanggar

hukum.

Perlindungan hukum berasal dari dua suku kata yaitu perlindungan dan

hukum. Perlindungan adalah hal atau perbuatan melindungi. Sedangkan

hukum adalah aturan untuk menjaga kepentingan semua pihak. 65 Menurut

Wirjono Prodjodikoro, Perlindungan hukum adalah suatu upaya perlindungan

yang diberikan kepada subjek hukum tentang apa yang dapat dilakukannya

untuk mempertahankan atau melindungi kepentingan dan hak subjek hukum

tersebut.66

Jadi perlindungan hukum menurut penulis adalah segala kegiatan atau

perbuatan yang dapat memberikan perlindungan terhadap pemenuhan hak dan

memberikan kepastian hukum terhadap semua subjek hukum sesuai dengan

ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan

wanprestasi dalam perjanjian kerjasama dan pengikatan jual beli, maka


65
DepDikBud-Balai Pustaka, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta, hlm. 674
66
Wirjono Prodjodikoro, 1992, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur, Bandung, hlm. 20
73

tergantung kepada kedudukan dari perjanjian kerjasama dan pengikatan jual

beli yang dibuat seperti yang telah diterangkan dalam sub bab sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya berikut akan penulis paparkan tentang wanprestasi.

Wanprestasi atau ingkar janji atau tidak memenuhi perikatan ada tiga
macam yaitu:67
1. debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan;
2. debitur terlambat memenuhi perikatan;
3. debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan

Berdasarkan keterangan di atas terlihat bahwa ingkar janji bisa terjadi

dalam beberapa bentuk sebagaimana dikemukakan di atas. Hal yang sama juga

dapat terjadi dalam perjanjian kerjasama dan pengikatan jual beli terhadap hak

atas tanah. Karena tidak selamanya setiap orang yang membuat kesepakatan

mampu untuk melaksanakan semua kesepakatan tersebut. Banyak Notaris

yang percara diri sehingga sering terjadi kesalahan dalam pembuatan aktanya,

seperti tidak dimuatnya klausula denda padahal harga obyek jual beli dibayar

oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran, yang mana ketika pembeli tidak

mampu untuk membayar angsuran maka tidak ada klausula dari akta tersebut

yang mengatur tentang denda. Berdasarkan keterangan di atas tergambar

bahwa perlindungan hukum yang diberikan dalam perjanjian pengikatan jual

beli sangat kuat karena sifat pembuktian dari perjanjian pengikatan jual beli

yang dibuat dihadapan pejabat umum dalam hal ini Notaris mempunyai

pembuktian yang sangat kuat sesuai dengan pembuktian dari akta autentik.

Selain itu perlindungan lain yang diberikan adalah perlindungan hukum yang

dibuat berdasarkan dari kesepakatan yang dibuat oleh para pihak yang terkait

67
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 18-19
74

dengan perjanjian pengikatan jual beli yang jika dikaitkan dengan peraturan

tentang perjanjian, diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang berbunyi semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Ada beberapa perlindungan yang dapat diberikan jika salah satu pihak

melakukan wanprestasi dalam perjanjian jual beli:

1. Perlindungan terhadap penjual

Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada penjual biasanya adalah

berupa persyaratan yang biasanya dimintakan sendiri oleh calon penjual

itu sendiri.

2. Perlindungan terhadap pembeli

Berbeda dengan perlindungan terhadap penjual perlindungan terhadap

pembeli biasanya selain dilakukan dengan persyaratan juga diikuti dengan

permintaan pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa perlindungan hukum yang

dapat diberikan bagi pemenuhan hak semua pihak dalam jual beli adalah

selain perlindungan hukum yang diberikan oleh kekuatan akta autentik juga

dapat berlandaskan Pasal 1338 KUHPerdata, serta niat baik dari para pihak

untuk memenuhi kesepakatan yang telah dibuat.

Perlindungan hukum bagi para pihak dengan dibatalkannya perjanjian

kerjasama dan pengikatan jual beli yaitu Perlindungan hukum secara preventif

yang dapat diberikan kepada si penjual berupa persyaratan yang biasanya

dimintakan sendiri oleh penjual itu sendiri. Berbeda dengan perlindungan


75

terhadap penjual perlindungan terhadap pembeli biasanya selain dilakukan

dengan persyaratan juga diikuti dengan permintaaan pemberian kuasa yang

tidak dapat ditarik kembali. Tujuannya adalah apabila pihak penjual tidak

memenuhinya maka pihak pembeli dapat menuntut ganti rugi sesuai dengan

kesepakatan yang diatur dalam perjanjian jual beli. Persyaratan yang biasanya

dimintakan oleh pembeli untuk perlindungannya dengan memintakan sertifikat

atau tanda hak milik atas tanah tersebut di titipkan kepada pihak ketiga yang

biasanya adalah Notaris atau pihak lain yang ditunjuk dan disepakati bersama

oleh penjual dan pembeli. Selain itu perlindungan lain adalah perjanjian

pemberian kuasa oleh pihak penjual kepada pihak pembeli yang tidak dapat

ditarik kembali apabila semua persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan

jual beli, maka pihak pembeli dapat melakukan pemindahan hak walaupun

pihak penjual tidak hadir dalam penandatanganan akta jual belinya.

Sedangkan perlindungan hukum secara represif yaitu perlindungan hukum

yang diberikan apabila telah terjadi sengketa adalah pihak yang dirugikan

dalam perjanjian kerjasama dan pengikatan jual beli tersebut secara aktif

melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan perdata untuk

pembatalan perjanjian kerjasama dan pengikatan jual beli hak milik atas tanah

ke Pengadilan Negeri setempat sehingga diharapkan mendapat putusan yang

seadil-adilnya.

Anda mungkin juga menyukai