(PERSERO) DENGAN PT. BERSAUDARA SIMALUNGUN ENERGI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.146 K/PDT.SUS/2012)
Oleh: Eki Nakia Utami (12313829)
PENDAHULUAN
Kontrak konstruksi dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 (Undang-
Undang Jasa Konstruksi) diartikan sebagai keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kontrak konstruksi ini merupakan kontrak yang umumnya melibatkan sejumlah besar modal dan kemungkinan terjadinya wanprestasi (cidera janji). Perselisihan atau sengketa yang diakibatkan karena adanya salah satu pihak yang melakukan wanprestasi apabila tidak segera dengan baik maka pekerjaan konstruksi akan tertunda atau bahkan sampai terhenti, sehingga untuk mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi maka para pihak akan memasukan suatu klausul penyelesaian sengketa. Menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, penyelesaian Sengketa konstruksi dapat diselesaikan melalui pengadilan atau di luar peradilan KASUS
Dalam kasus perjanjian pemborongan kerja antara PT.
Hutama Karya (Persero) sebagai pemberi proyek dan PT. Bersaudara Simalungun Energi sebagai kontraktor, dimana dalam perjanjian kerja tersebut ditentukan dalam peraturan perundang-undangan bahwa perjanjian tersebut ada dan mengikat para pihak apabila dituangkan dalam suatu kontrak, surat kontrak merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian pemborongan, tetapi dalam kasus tersebut kontrak kerja tidak ditandatangani oleh si pemberi proyek seperti apa yang telah dijanjikannya, karena sebelum kontrak kerja atas proyek tersebut ditandatangani, terlebih dahulu ditandatangani sutrat penunjukan sebagai dasar dilaksanakannya pekerjaan. KASUS
Dalam kasus ini PT. Hutama karya (Persero) wilayah I, sebagai
Termohon melawan PT. Bersaudara Simalungun Energi, sebagai Pemohon. Dalam kasus ini yang menjadi silang sengketa diantara para pihak adalah pemohon dan Termohon telah membuat dan menandatangani Surat Perjanian Pemborongan Nomor 02/SPP/BSE/VIII/2008 tertanggal 11 Agustus 2008 (selanjutnya disebut Perjanjian) untuk pekerjaan Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun, Sumatra Utara. Berdasarkan Perjanjian tersebut Termohon merupakan Pemborong atau kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan. PERMOHONAN TERMOHON KE BANI
Antara Pemohon dan Termohon terkait dengan pelaksanaan perjanjian terjadi
perselisihan dan Termohon telah mengajukan perselisihan tersebut ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada tanggal 29 Nopember 2010 dan terdaftar dengan No. 373/XI/ARB_BANI/2010. Permohonan Termohon ke BANI tersebut pada pokoknya adalah: 1 Klaim tentang pekerjaan tambah
2 Klaim tentang denda keterlambatan pembayaran
3 Tuntutan agar ditetapkannya tanggal 30 Mei 2010 sebagai tanggal
serah terima pekerjaan TUNTUTAN PERMOHONAN
Pemohon mengajukan tuntutan dalam rekonpensi dalam proses di
BANI pada intinya adalah bahwa Termohon telah wanprestasi karena tidak menyelesaikan dan menyerahkan pekerjaan dalam 365 hari, sesuai dengan kesepakatan Perjanjian, sehingga Permohonan menuntut:
1 Klaim denda keterlambatan penyerahan pekerjaan
2 Klaim biaya-biaya yang dibayarkan oleh Pemohon ke pihak ketiga yang menyelesaikan pelaksanaan Pekerjaan
3 Klaim pengembalian kelebihan Pembayaran yang telah diterima Termohon
4 Klaim ganti rugi beban bunga bank karena keterlambatan
Bani telah memeriksa sengketa dan mengajukan Putusan No.
373/XI/ARB-BANI/2010. berdasarkan ketentuan pasal 71 Undang-undng No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa terhadap Putusan Arbitrase dapat diajukan pemohonan pembatalan ke Pengadilan Negeri dalam waktu 30 hari sejak putusan dimaksud terdaftar di Pengadilan Negeri. Pemohon telah mengajukan permohonan pembatalan Putusan BANI No.373 sebelum berakhinya jangka waktu 30 hari diamksud, sehingga memenuhi ketentuan tentang tenggang waktu pengajuan pemohonan pembatalan putusan arbiitrase yang ditentukan oleh UU No. 30 tahun 1999. PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
Pasal 70 UU No. 30 tahun 1999 Permohon dapat mengajukan
permohonan pembatalan Putusan BANI, apabila: 1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu. 2. Setelah putusan diambil ditentukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan. 3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
Adapun permohonan pembatalan putusan BANI diajukan berdasarkan
adanya alasan bahwa: 1. Adanya tipu muslihat dalam pemeriksaan sengketa, terkait dengan dokumen berupa instruksi lapangan. Dikabulkannya tuntutan Termohoh tentang pekerjaan tambah karena Arbiter bertitik tolak dari adanya 3 dokumen berupa Instruksi Lapangan. Berdasarkan adanya ketiga dokumen ini, Arbiter menyimpulkan dalam butir 20 pertimbangan Putusan bahwa setiap langkah Pemohon diawali dengan Instruksi Lapangan dari Termohon. Dengan berdasarkan pada tiga dokumen berupa Instruksi Lapangan dari Pemohon kepada Termohon sebelum melakukan setiap pekerjaan, termasuk pekerjaan tambah. Hal ini jelas merupakan tipu muslihat, karena Instruksi Lapangan merupakan prosedur standar dan tidak terkait dengan pekerjaan tambahan. PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
Termohon melakukan tipu muslihat, dengan menggunakan 3 bukti
Instruksi Lapangan), seolah-olah pekerjaan tambah yang diklaim Pemohon adalah berdasarkan adanya Instruksi Pemohon. Nyatanya bukti-bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan pekerjaan tambah, karena merupakan instruksi-instruksi tentang cara dan standar pengerjaan sehubungan pekerjaan pokok dalam Perjanjian. Termohon melakukan tipu muslihat tersebut, karena tidak dapat membuktikan adanyan persetujuan Permohon atas tiap-tiap pekerjaan tambah yang diklaim Termohon, sehingga kemudian menggunakan dokumen Instruksi Lapangan yang tidak ada relevansinya dengan pekerjaan tambah yang diklaim. Termohon melakukan tipu muslihat dan mengelabui Arbiter dengan menyatakan seolah-olah adanya instruksi Pemohon atas setiap hal yang kemudian diklaim sebagai pekerjaan tambah. PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
2. Putusan melebihi yang dipersengketakan/ mengabulkan
yang tidak dituntut. Putusan BANI No.373 telah menyimpang/ melebihi materi yang dipersengketakan dan yang dimohon para pihak untuk diputus. Hal ini terlihat dengan jelas dari fakta bahwa Arbiter memutuskan hal yang tidak dimohon bahkan telah terbukti dan diakui para pihak yaitu tentang nilai Pekerjaan yang diperjanjikan dalam Perjanjian, yang sudah dibayar oleh Pemohon kepada Termohon. Hal ini menunjukan bahwa Arbiter dalam perkara BANI No.373 telah memutus melebihi kewenanganya, sehingga sepatutnya Putusan BANI No.373 dibatalkan PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
3. Putusan bertentangan dengan prinsip hukum dan undang-
undang Faktanya Putusan telah mengesampingkan ketentuan Perjanjian yang merupakan undang-undang bagi para pihak tersebut. Hal ini terlihat dari pertimbangan Putusan terkait dengan tuntutan denda keterlambatan pada rekonpensi. Arbiter telah membenarkan bahwa Pemohon terlambat menyelesaikan pekerjaan, namun demikian tuntutan denda keterlambatan ditolak dengan alasan "Para Pihak sama-sama mengetahui adanya resiko keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan", karena adanya perubahan gambar dan pekerjaan tambahan. PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
3. Putusan bertentangan dengan prinsip hukum dan undang-undang
Fakta di atas membuktikan bahwa Majelis telah mengesampingkan ketentuan pasal 19 ayat 4 Perjanjian yang menegaskan bahwa penambahan atau pengurangan pekerjaan tidak dapat dijadikan alasan untuk merubah waktu penyerahan pekerjaan. Dengan demikian meskipun terbukti adanya pekerjaan tambah (quad non), hal tersebut tidak mengesampingkan ketentuan tentang waktu penyelesaian dan penyerahan Pekerjaan. Karena itu Putusan BANI No. 373 telah mengesampingkan ketentuan Perjanjian yang sah dan merupakan undang-undang bagi para pihak. Hal ini bertentangan dengan prinsip hukum perdata di Indonesia tentang suatu perjanjian yang sah dan ketentuan pasal 56 UU No. 30 tahun 1999 serta pasal 15 ayat 2 Rules and Regulations yang merupakan acuan beracara di BANI. PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN BANI
3. Putusan bertentangan dengan prinsip hukum dan undang-undang
Berdasarkan seluruh uraian di atas telah nyata bahwa Arbiter yang memeriksa dan menjatuhkan Putusan BANI No. 373 telah memutuskan bertentangan dengan hukum dan perundang- undangan dan tidak berdasarkan bukti serta fakta persidangan. Karena itu sengketa ini tidaklah dapat diselesaikan melalui arbitrase lagi,karena telah nyata bahwa arbitrase tidak dapat memeriksa dan memutuskan menurut hukum, kepatutan dan keadilan. Karena hal tersebut maka Pengadilan Negeri Jakarta membatalkan Putusan BANI No. 373 dan selanjutnya menyatakan bahwa sengketa dapat diperiksa kembali oleh Pengadilan Negeri. PENYELESAIAN SENGKETA
Putusan Mahkamah Agung RI No. 407 K/ Pdt/1998, bahwa pertimbangan
hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan menurut majelis hakim menyatakan bahwa putusan Arbitrase sudah tepat dan benar,karena dapat dibuktikan adanya pekerjaan tambahan, yang dilakukan oleh Pemohon Banding (PT. Hutama Karya), hal ini dapat dibuktikan pula dengan adanya Instruksiinstruksi lapangan yang dikeluarkan oleh pihak owner yaitu PT. Bersaudara Simalungun Energi (Termohon Banding), meskipun pekerjaan tambahan tersebut diingkari oleh PT. Bersaudara Simalungun Energi, akan tetapi dengan adanya instruksi-instruksi lapangan dari pihak pekerja, maka secara tidak langsung PT. Bersaudara Simalungun Energi menyetujui pekerjaan tambahan tersebut. Akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian pemborongan membawa akibat hukum bahwa pihak yang dirugikan meminta ganti rugi kepada pihak yang menimbulkan kerugian tersebut. Penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun dilakukan dengan cara musyawarah jika tidak tercapai kata sepakat baru dimajukan tuntutan ganti rugi melalui arbitrase dan jika keberatan atas putusan badan arbitrase dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan terhadap putusan Mahkamah Agung RI No.
407 K/ Pdt/1998, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebaai berikut: 1. Pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan menurut majelis hakim menyatakan bahwa putusan Arbitrase sudah tepat dan benar, karena dapat dibuktikan adanya pekerjaan pula dengan adanya Instuksi-instruksi lapangan yang dikeluarkan oleh pihak owner yaitu PT. Bersaudara Simalungun Energi (Termohon Banding), meskipun pekerjaan tambahan tersebut diingkari oleh PT. Bersaudara Simalungun Energi, akan tetapi dengan adanya instruksi- instruksi lapangan dari pihak pekerja, maka secara tidak langsung PT. Bersaudara Simalungun Energi menyetujui pekerjaan tambahan tersebut. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan terhadap putusan Mahkamah Agung RI No.
407 K/ Pdt/1998, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebaai berikut: 2. Penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun dilakukan dengan cara musyawarah jika tidak tercapai kata sepakat baru dimajukan tuntutan ganti rugi melalui arbitrase dan jika keberatan atas putusan badab arbitrase dapat mengajukan gugatan pengadilan Daftar Pustaka
Doni Asikin,2014, Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan
PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) Dengan PT. Bersaudara Simalungun Energi, Fakultas Hukum,Universitas Sumatra Utara, Medan