Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN KEWARGANERAAN

Makna Undang-Undang 1945 Pasal 28D Ayat (1) Tentang Hak Asasi
Manusia Keadilan Hukum

Dosen: Emilianshah Banowo, Ssos., MM


Disusun Oleh:
Delvi Pebrina (12313155)
Eki Nakia Utami (12313829)
Kamila Fadyana Putri (14313759)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016

12
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Makna
Undang-Undang 1945 Pasal 28 D ayat (1) Tentang Hak Asasi Manusia Keadilan
Hukum ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Emilianshah Banowo, Ssos., MM selaku Dosen mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Makna UUD 1945
Pasal 28 D ayat 1, dan pelanggaran pasal 18 D ayat 1. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa didalam makalah ini masih banyak kekurangan dan belum sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah
yang telah kami susun di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya.

Depok, April 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG .............................................................. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................... 2

1.3 TUJUAN................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 MAKNA UUD 1945 PASAL 28D AYAT (1) ......................... 3

2.2 KASUS TERKAIT PASAL 28D AYAT (1)............................ 4

2.2.1 Kasus Nenek Minah yang Mencuri Tiga Buah Kakao . 4

2.2.2 Kasus Suap Jaksa Oleh Artalyta Suryani...................... 5

2.3 ANALISA KASUS SESUAI UNDANG-UNDANG YANG

BERLAKU ............................................................................... 8

2.4 SARAN TERKAIT KETEGASAN PASAL 28D AYAT 1 ..... 10

BAB 3 PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ........................................................................ 12

3.2 PENUTUP ................................................................................ 13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hak asasi manusia merupakan milik masing-masing individu yang sudah
didapat sejak lahir, hak asasi ini bukan diberikan oleh Negara atau siapapun,
sehingga hidup manusia terhindar dari ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan
penderitaan melalui penegakkan hak-hak asasi tersebut. Setiap manusia berhak
menuntut apa yang menjadi haknya. Hak atas pengakuan, hak atas jaminan, hak
untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk mendapatkan perlakuan hukum yang
adil dan perlakuan yang sama dihadapan hukum, dan lain sebagainya. Semua hak
tersebut sudah seharusnya mereka dapat tanpa pandang bulu.
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya
menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup
berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya didunia telah diakui.
Hukum memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang berfungsi untuk mengatur segala hal agar dapat berjalan tertib dan sesuai
dengan aturan. Hukum tersebut dibuat untuk dipatuhi dan ditaati. Indonesia sebagai
Negara hukum mempunyai ciri-ciri yaitu adanya pengakuan dan penegakkan Hak
Asasi Manusia (HAM) serta equality before of law atau perlakuan yang sama
dimuka hukum. Dengan adanya perlakuan yang sama dimuka hukum, maka semua
orang berhak untuk diberlakukan sama, adil dan tidak pandang bulu.
Namun hukum di Indonesia tidak setegas seperti yang diharapkan. Banyak
kalangan yang menganalogikan fenomena penegakan hukum di Indonesia seperti
pisau, yaitu tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Kedudukan manusia yang
seharusnya sama di depan hukum, mendapat perlindungan dan perlakuan yang
sama, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di Negara kita. Rakyat kecil
yang seharusnya diayomi, diberi perlindungan, kenyataannya malah sebaliknya,
dan malah terkadang dikambinghitamkan dan tidak dipandang sebelah mata.

12
Sedangkan rakyat kalangan atas dengan jabatan tinggi yang sudah mendapat
fasilitas yang memadai, malah semakin mendapat perlakuan khusus bahkan
diperlakukan sebagai raja karena jabatannya. Padahal kalangan merekalah yang
bisa dikatakan sering melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, dan
beranggapan selama mereka punya uang, hukum pun dapat dibeli oleh mereka.
Contoh kasus yang terjadi di Indonesia adalah seperti pada kasus Nenek Minah
berumur 55 tahun yang mencuri kakao untuk dijadikan bibit yang nilainya tidak
seberapa tetapi mendapat beban psikologis yaitu putusan hukum 1,5 bulan penjara.
Hal yang tentu sangat tidak adil dengan kasus Artalyta Suryani yang menyuap jaksa
dengan sejumlah uang USD 660 ribu yang justru mendapat fasilitas serta akses
istimewa di Rutan.
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai makna UUD 1945
pasal 28D ayat 1, contoh kasus yang terkait dengan pasal tersebut yaitu kasus Nenek
Minah dan kasus Artalyta Suryani, analisis perbandingan dari kedua kasus tersebut
serta saran dari penulis terkait ketegasan pasal tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas adalah sebagai berikut:
1. Makna UUD 1945 pasal 28D ayat 1
2. Kasus yang terkait dengan pasal 28D ayat 1
3. Analisa kasus sesuai dengan peraturan yang berlaku
4. Saran terkait ketegasan pasal 28D ayat 1

1.3 TUJUAN
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui makna dari UUD 1945 pasal 28D ayat 1
2. Mengetahui apa saja kasus-kasus yang terkait dengan pasal 28D ayat 1
3. Mengetahui analisa kasus sesuai dengan peraturan yang berlaku
4. Menyarankan ketegasan hukum dan UUD 1945

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 MAKNA UUD 1945 PASAL 28D AYAT (1)

Undang-undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan


bahwa, Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Merupakan
perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga Negara, termasuk orang yang
tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan
kedudukan seseorang didepan hukum (the equality of law) sangat penting dalam
mewujudkan tatanan sistem hukum serta rasa keadilan masyarakat.
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap
setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, serta penegasan
hak dasar dan perlakuan hukum yang adil terhadap setiap manusia. Hukum
merupakan penceminan dari jiwa dan pikiran rakyat. Negara Indonesia adalah
Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats). Salah satu unsur yang dimiliki
oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (fundamental
rights). Namun situasi dan kondisi Negara kita hari ini, justru semakin menjauhkan
masyarakat, terutama masyarakat miskin dari keadilan hukum (justice of law).
Masyarakat miskin belum mempunyai akses secara maksimal terhadap keadilan.

Untuk mewujudkan persamaan dan perlindungan hukum, setiap orang harus


memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan perlindungan hukum tersebut
melalui proses hukum yang dijalankan oleh penegak hukum, khususnya pelaku
kekuasaan kehakiman. Oleh karena itu, salah satu tugas utama lembaga- lembaga
yang berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman adalah memperluas dan

12
mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh keadilan (access to justice)
sebagai bentuk persamaan di hadapan hukum dan untuk memperoleh perlindungan
hukum. Oleh karena itu, salah satu prinsip penyelenggaraan peradilan adalah
murah, cepat, dan sederhana. Namun, karena kurangnya informasi yang dimiliki
masyarakat, proses peradilan dengan mudah disalahgunakan menjadi semahal
mungkin, selambat mungkin, dan serumit mungkin. Inilah pangkal suramnya dunia
peradilan di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, lembaga peradilan
dituntutharuskan untuk terbuka dan responsif dan aktif terhadap kebutuhan
masyarakat dalam memperoleh layanan proses hukum. Tugas utama lembaga
peradilan adalah menyelenggarakan peradilan. Tugas tersebut bertujuan
menegakkan hukum dan keadilan yang tidak akan tercapai jika masyarakat tidak
dapat mengakses proses peradilan itu sendiri.

2.2 KASUS TERKAIT PASAL 28D AYAT (1)

Kasus-kasus yang terkait pada pasal 28D ayat (1) yang terjadi di wilayah
Indonesia sudah banyak kita jumpai, dimana penegak hukum tidak berjalan sesuai
aturan-aturan yang telah ditentukan. Hukum dapat dipermainkan dengan adanya
uang, kekuatan dan kekuasaan. Mereka yang memiliki hal tersebut dengan
mudahnya menyelesaikan atau menutup kasusnya tanpa melalui meja hijau.
Berbeda dengan rakyat kecil yang harus menjalankan proses hukum, hingga
mendapat hukuman. Mereka hanya bisa pasrah dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Contoh kasus yang akan diambil adalah kasus Nenek Minah yang Mencuri Kakao
dan kasus penyuapan jaksa oleh Artalyta Suryani

2.2.1 Kasus Nenek Minah yang Mencuri Tiga Buah Kakao

Nenek Minah (55) divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3
bulan akibat dianggap mencuri tiga buah kakao. Ironi hukum di Indonesia ini
berawal saat minah sedang memanen, kedelai di lahan garapannya di Dusun
Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah,

4
pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT. RSA untuk
menanam kakao.

Nenek Minah yang polos dan buta huruf, tidak bisa membaca peraturan
yang tertera di perkebunan kakao PT. RSA, memetik dan menyemai tiga buah
kakao yang sudah ranum lalu meletakannya dibawah pohon, tidak dengan sengaja
menyembunyikannya. Lalu seorang mandor melewati perkebunan tersebut dan
melihat perbuatan Nenek Minah lalu menceramahinya bahwa tindakan yang
dilakukannya sama saja dengan mencuri. Sadar akan perbuatannya, Nenek Minah
meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi lalu menyerahkan 3 buah kakao
yang dipetiknya kepada mandor.

Perkara kecil yang dianggap Nenek Minah sudah selesai ternyata berbuntut
panjang. Seminggu setelah kejadian, Nenek Minah mendapat surat pemeriksaan
polisi sebagai tersangka kasus pencurian dan perusakan perkebunan. Proses hukum
pun terus berlanjut, dengan tanpa didampingi seorang pengacara dan pembela,
Nenek Minah ditetapkan sebagai terdakwa kasus pencurian di Pengadilan Negeri
Purwokerto

Kasus Nenek Minah sangat menarik perhatian masyarakat, karena


menyentuh inti kemanusiaan, melukai keadilan rakyat, memperlihatkan betapa
tidak adilnya hukum di Indonesia. Perkara kecil yang seharusnya tidak perlu di
bawa ke meja hijau, cukup dilakukan musyawarah. Tiga buah kakao ranum untuk
ditanam kembali tidak akan merugikan PT. RSA. Disini kita dapat melihat bahwa
dalam negara kita untuk memperoleh keadilan hukum sangat sulit, padahal hak
memperoleh keadilan hukum sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1

2.2.2 Kasus Suap Jaksa Oleh Artalyta Suryani

Artalyta Suryani, adalah terdakwa penyuap jaksa Urip Tri Gunawan yang
dituntut hukuman lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, Artalyta harus membayar denda sebesar
Rp 250 juta. Tuntutan tersebut disampaikan JPU KPK, Sarjono Turin di hadapan

5
majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai
Mansyurdin Chaniago, di Pengadilan Tipikor. Menurut JPU KPK, Artalyta
menyuap Urip sebesar 600 ribu dolar AS untuk kepentingan obligor Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas nama Sjamsul Nursalim. Artalyta meminta
Urip yang menjadi ketua tim penyelidiki kasus tersebut untuk tidak memanggil
Sjamsul, sehingga menurut JPU KPK tindakan Artalyta tersebut melanggar Pasal 5
ayat 1 huruf a dan b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Alasan yang memberatkan hingga
JPU KPK menuntut hukuman lima tahun penjara kepada Artalyta adalah yang
bersangkutan menyuap penegak hukum, memberikan keterangan yang berbelit-
belit, serta tidak menyesal dengan perbuatannya. Bahkan, JPU menilai Artalyta
berusaha membuat rekayasa supaya terkesan pemberian uang ke Urip adalah
keperluan bisnis.

Otto Cornelis Kaligis selaku penasihat hukum Artalyta, menyatakan


pemberian uang kepada Urip tidak lebih dari aktivitas bisnis. OC kaligis juga
menegaskan, kliennya tidak pernah bekerja sama dengan Urip untuk membocorkan
informasi terkait penyelidikan perkara BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim.
Selain itu sebelum surat dakwaan JPU KPK menyatakan, dengan perantaraan Urip,
Artalyta diduga telah memengaruhi mantan Direktur Penyidikan Pidana Khusus
Muhammad Salim dan Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Khusus (Pidsus) Kemas
Yahya Rahman dalam penanganan kasus tersebut. Dalam surat dakwaan itu JPU
KPK mengungkapkan bahwa Artalyta memiliki hubungan baik dengan Urip dan
berkali-kali menghubungi Urip untuk mengurus kasus Sjamsul. Kontak pertama
dilakukan ketika Surat Perintah Penyelidikan kasus PT BDNI yang mantan presiden
direkturnya Sjamsul Nursalim dikeluarkan Kejaksaan Agung.

Pada 5 Desember 2007, Artalyta menghubungi Urip agar bisa dipertemukan


dengan M Salim, dengan tujuan untuk membicarakan pemanggilan Sjamsul
menghadap Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktorat
Penyelidikan Kejaksaan Agung RI, pada 6 Desember 2007. Selanjutnya Urip
bersama jaksa Djoko Widodo berhasil mempertemukan Artalyta Suryani dengan

6
Salim dan Kemas Yahya Rahman. Keesokan harinya, Artalyta mempertemukan
Urip dengan istri Sjamsul, yaitu Itjih Nursalim untuk membicarakan surat panggilan
kedua atas nama Sjamsul Nursalim untuk dimintai keterangan pada 13 Desember
2007. Pada pertemuan itu Artalyta memberikan uang Rp 100 juta kepada Urip.
Selanjutnya, Artalyta kembali menghubungi Urip pada Desember 2007 untuk
membicarakan panggilan kedua terhadap Sjamsul untuk kasus yang sama. Hasilnya
Sjamsul tidak memenuhi panggilan tersebut pada 13 Desember 2007.

Artalyta kembali menghubungi Urip pada tanggal 18 Desember 2007 untuk


bertemu di Hotel Millenium pada tanggal 19 Desember 2007 untuk membicarakan
perkembangan penyelidikan kasus dugaan korupsi pada penyerahan aset pemegang
saham bank penerima BLBI kepada BPPN. Lalu pada tanggal 28 Desember 2007,
Artalyta kembali menghubungi Urip untuk keperluan yang sama. Saat itu Artalyta
kembali memenuhi Salim di kejaksaan Agung. Pada tanggal 8 Januari 2008. Urip
memberikan informasi kepada Artalyta bahwa ada perintah dari atasan Urip untuk
kembali memanggil Sjamsul Nursalim pada 17 Januari 2008, pada saat itu Artalyta
meminta kepada Urip agar Sjamsul Nursalim tak perlu dipanggil lagi. Atas
permintaan itu, menurut surat dakwaan JPU KPK, Urip mengusulkan kepada
Artalyta agar pengacara Sjamsul menyurati penyidik bahwa yang bersangkutan
sedang dalam keadaan sakit di Singapura. Sedangkan Artalyta minta kepada Urip
agar menyerahkan surat panggilan tersebut, dan keesokan harinya Urip
menyerahkan surat panggilan tersebut. Artalyta pun menandatangani tanda terima
surat tersebut dengan mencantumkan nama Agus. Pada hari itu juga Urip
menginformasikan kepada Artalyta bahwa kasus Sjamsul akan diekspose
dihadapan Jaksa Agung. Pada kesempatan itu, Artalyta juga meminta Urip untuk
membantu agar tidak timbul masalah yang merugikan kepentingan Sjamsul. Sore
harinya Urip kembali memberikan informasi soal perkembangan hasil ekspose
kasus Sjamsul, yang dilanjutkan dengan pertemuan di Hotel Grand Mahakam pada
malam harinya. Kemudian, Artalyta meminta Urip tersebut membantu perkara
Sjamsul. Pada 27 Februarui 2008, Artalyta kembali menghubungi Urip untuk
mengambil uang yang sudah dijanjikan sebelumnya. Pada 2 maret 2008, Urip ke

7
rumah di Jalan Terusan Hang Lekir Blok WG-9 Jakarta Selatan untuk menerima
660 ribu dolar AS sampai akhirnya keduanya ditangkap penyidik KPK.

Kasus tersebut berlanjut ke meja hijau dan Artalyta Suryani di tetapkan


sebagai terdakwa penyuap jaksa Urip Tri Gunawan yang dituntut hukuman lima
tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) serta di denda sebesar 250 jt. Rumah
Tahanan Pondok Bambu merupakan tempat Artalyta ditahan. Pada hari Minggu
tanggal 10 Januari 2010 Tim dari Satgas Mafia Pemberantasan Hukum melakukan
sidak ke rumah tahanan tersebut. Pada saat pelaksanaan sidak Artalyta merupakan
napi yang pertama kali didatangi oleh Satgas. Saat tim melakukan sidak ke sel yang
dihuni oleh Artalyta, ternyata Artalyta tidak berada didalam sel tahanannya tetapi
dia sedang menjalani perawatan kulit. Dalam sidak tersebut juga didapatkan kamar
Artalyta terdapat pendingin ruangan/ AC, Kulkas, Televisi Flat layar datar, Spring
Bed, Laptop, Blackberry, peralatan fitnes, kamar mandi pribadi yang didalamnya
terdapat WC duduk, bahkan Artalyta mempunyai asisten pribadi atau pembantu
untuk merawat anak Artalyta yang masih kecil dan seorang Dokter Kecantikan
untuk perawatan wajah. Selain itu sel tahanan Artalyta pun juga tidak berada di sel
bersama-sama dengan napi lain. Artalyta juga mendapatkan kebebasan untuk di
besuk kapan saja.

Kondisi sangat kontras dengan sejumlah penjara wanita di Indonesia. Di


rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta misalnya sekitar 20 tahanan harus
berdesakan di dalam sel berukuran sekitar 5 6 meter, tidur hanya beralaskan kasur
tipis di atas ranjang ubin keramik, dan berebut satu kamar mandi serta kakus seluas
2 meter persegi yang hanya dibatasi sekat setinggi satu meteran. Sel tahanan yang
sumpek itu masih disesaki beragam jemuran pakaian dan handuk milik para
tahanan.

2.3 ANALISA KASUS SESUAI UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU

Kasus Nenek Minah dengan kasus Artalyta Suryani memiliki kesenjangan


dalam mendapatkan putusan hukum. Kedua kasus tersebut menggambarkan betapa

8
jelasnya ketidakadilan hukum di Indonesia. Warga negara yang harusnya mendapat
perlakuan, perlindungan, serta kedudukan yang sama di depan hukum, karena
perbedaan status sosial, hukum dan undang-undang yang ada pun seperti tidak
berlaku. Padahal hak memperoleh keadilan hukum sudah diatur dalam UUD 1945
pasal 28D ayat (1).

Pada kasus Nenek Minah yang hanya karena terlibat perkara kecil, mencuri
3 buah kakao, yang seharusnya bisa dimusyawarahkan dan dibicarakan baik-baik,
ternyata berlanjut ke meja hijau. Tiga buah kakao yang sudah ranum untuk ditanam
kembali, nilainya pun tidak seberapa dan tidak akan merugikan PT. RSA. Nenek
Minah yang menurut pengakuannya sudah menyesali perbuatannya dan meminta
maaf sebelumnya kepada mandor PT. RSA, harus mengikuti mengikuti proses
hukum tanpa seorang pun pembela dan pengacara. Seorang rakyat kecil, wanita
lansia berumur 55 tahun yang seharusnya mendapat perlindungan, jaminan, dan
pengayoman dari negara, kenyatannya sebaliknya. Dia harus pasrah menerima
predikat sebagai terdakwa kasus pencurian dan dijatuhi hukuman 1,5 bulan penjara.
Seorang lansia buta huruf dan tidak tau tentang hukum yang bahkan kesulitan untuk
mengurus dirinya sendiri, harus menerima beban psikologis seperti itu. Dimana rasa
kemanusiaan para petinggi negara kita?

Sedangkan pada kasus Artalyta Suryani, terdakwa kasus suap jaksa Urip Tri
Gunawan untuk kepentingan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
atas nama Sjamsul Nursalim, dan pada akhirnya dijatuhi hukuman penjara 5 tahun
dan denda Rp.250 juta, tetapi mendapatkan perlakuan khusus. Pandangan orang
terhadap penjara, suatu hukuman berat dibalik jeruji besi yang sempit dan harus
berbagi ruangan dengan narapidana lainnya, serta kesempatan untuk bertemu
dengan keluarga dan kerabat terdekat dipersulit, sangat jauh berbeda dengan
keadaan penjara yang didekam oleh Artalyta Suryani. Penjara yang tidak dapat
dikatakan sebagai penjara, bahkan lebih pantas disebut apartemen pribadi, sangat
tidak memberi efek jera bagi terdakwa kasus suap sepertinya. Penjara dengan segala
fasilitas mewah yang ada, bahkan dilengkapi dengan pembantu untuk merawat
anaknya yang masih kecil dan seorang dokter kecantikan untuk perawatan wajah.

9
Jangankan untuk menyesali perbuatannya, orang awam pun akan berpikir kesalahan
besar yang mereka lakukan pun sepertinya tak masalah, bahkan akan membuahkan
hukuman yang nyaman selama mereka punya uang. Sebenarnya apa fungsi
hukum dan undang-undang yang berlaku di Indonesia jika untuk memperoleh
keadilan hukum saja sangat sulit?

Analogi fenomena penegakan hukum di Indonesia seperti pisau, yaitu tajam


ke bawah tetapi tumpul ke atas. Kedudukan manusia yang seharusnya sama di
depan hukum, mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada di Negara kita. Dari kasus Nenek Minah menunjukan
bahwa perlu dilakukan tinjauan terhadap kasus yang dialaminya, harus
memperhatikan hukum non dogmatis untuk mempertimbangkan unsur-unsur diluar
hukum tertulis hakim tidak mempunyai kewenangan secara mutlak untuk membuat
hukum, hakim harus sesuai prosedural dalam menghadapi kasus sesuai sistem
hukum di Indonesia. Tetapi hukum yang di Indonesia pun harus berlaku di semua
kalangan masyarakat tanpa pandang bulu, jangan hanya berlaku pada rakyat kecil
seperti Nenek Minah.

2.4 SARAN TERKAIT KETEGASAN PASAL 28D AYAT 1

Dari kasus Nenek Minah pelajaran yang dapat dipetik adalah kegigihan
seorang nenek tua dengan jarak pengadilan negeri dan rumahnya yang cukup jauh,
dia berusaha tidak menghindar dari persidangnnya dan tidak mengelak untuk
diminta pertanggung jawaban atas masalah yang sekecil ini. Coba refleksikan
terhadap para elit birokrat kita yang justru berusaha menghindar bahkan melakukan
segala cara sepeti menyuap pihak hukum ketika dimintai pertanggung jawaban atas
kasus yang mereka alami. Betapa memalukannya mereka.

Negara, dalam hal ini pemerintah mempunyai peran strategis dan penting
dalam upaya untuk menegakkan dan melindungi terwujudnya perlakuan yang sama
di hadapan hukum. Dengan mempertegas jalannya hukum, para penegak hukum
juga semakin memperketat pengawasan agar tidak dapat disuap oknum-oknum

10
kalangan atas yang memanfaatkan keadaan. Hukuman yang diberikan juga
diperjelas agar yang melanggar hukum takut dan tidak coba melakukan kejahatan
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Pasal 28D Ayat 1 yang berbunyi Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum nampaknya harus lebih ditegaskan lagi. Pandangan orang
terhadap mudah membeli hukum di Indonesia harus coba diubah dengan tegasnya
hukum di Indonesia. kita juga sebagai warga Indonesia harus patuh terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku, jangan meniru perilaku para petinggi negara kita, jika
kita memang ingin menjadi negara yang maju.

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang penulis tarik dari pembahasan makalah ini:
1. UUD 45 pasal 28D ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum merupakan perintah konstitusi
untuk menjamin setiap warga negara, termasuk orang yang tidak mampu
untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik.
2. Pada contoh kasus Nenek Minah dengan kasus Artalyta Suryani memiliki
kesenjangan dalam mendapatkan putusan hukum. Nenek Minah yang hanya
mencuri 3 buah kakao milik PT.RSA untuk dijadikan bibit mendapatkan
hukuman selama 1,5 bulan, sedangkan Artalyta yang sudah menjadi
terdakwa penyuapan jaksa mendapatkan hukuman 5 tahun penjara, namun
mendapatkan fasilitas lebih di dalam rutan.
3. Dua kasus tersebut telah menggambarkan pelangaran UUD 1945 pasal 28D
ayat 1, serta memperjelas kesenjangan dan ketidak adilan hukum Indonesia.
Selain itu dua kasus tersebut membuat pandangan masyarakat terhadap
hukum di Indonesia semakin buruk.
4. Pemerintah mempunyai peran strategis dan penting dalam upaya untuk
menegakkan dan melindungi terwujudnya perlakuan yang sama di hadapan
hukum. Dengan mempertegas jalannya hukum, para penegak hukum juga
semakin memperketat pengawasan agar tidak dapat disuap oknum oknum
kalangan atas yang memanfaatkan keadaan. Hukuman yang diberikan juga
diperjelas agar yang melanggar hukum takut dan tidak coba melakukan
kejahatan serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

12
3.2 SARAN
Hukum di indonesia harus lebih dipertegas lagi dan harus memberi putusan
hukum yang seadil-adilnya. Para penegak hukum juga harus semakin diperketat
pengawasannnya agar tidak menerima suap dari oknum-oknum kalangan atas serta
hukuman yang diberikan sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan tanpa
memberikan fasilitas lebih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Harian Kompas, 2009. Analisis Sistem Hukum Indonesia Terhadap Kasus Tiga
Butir Kakao Menyeret Minah ke Meja Hijau. (online),
(http://04locker.blogspot.co.id/2009/10/analisis-sistem-hukum-indonesia.html,
diakses 13 April )
Munawaroh, Siti, 2011 Kesenjangan Fasilitas Antara Artalyta Suryani Dengan
Narapidana Lain Dalam Rumah Tahanan Pondok Bambu Sebagai Bentuk
Ketidakselarasan Dengan Sila Ke-2 Dan Ke-5. (online)
(http://ayohzonee.blogspot.co.id/2011/05/kesenjangan-fasilitas-antara-
artalyta.html, diakses 15 April 2016.)
Putu, Agung. 2010. Artalyta Suryani, Tahanan yang Hidup Nyaman di Penjara.
(online), (http://www.antikorupsi.org/en/content/artalyta-suryani-tahanan-yang-
hidup-nyaman-di-penjara, diakses 15 April 2016)
TEMPOinteraktif. 2010. Penjara Mewah Artalyta Terungkap Berkat Laporan
Warga. .https://m.tempo.co/read/news/2010/01/11/063218341/penjara-mewah-
artalyta-terungkap-berkat-laporan-warga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta:
CAHAYA

iv
v

Anda mungkin juga menyukai