Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG HAM DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum dan HAM

Dosen Pengampu: Sierly Anita Gafar, M.H

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Amelia mardhatillah sipahutar (0206213134)


2. Abdurrahman (0206213130)
3. Aini widya utami (0206213125)
4. Nurul Alaina (0206213126)
5. Ramdan Hasibuan (0206213135)
6. Riska Khairani Putri (0206213136)
7. Zenda Renata Choiriya (0206213133)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

ILMU HUKUM

TAHUN AJARAN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “PERKEMBANGAN PENGATURAN
TENTANG HAM DI INDONESIA” dimana makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah
Hukum dan HAM

Kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sierly Anita
Gafar, M.H selaku dosen mata kuliah Hukum dan HAM.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini pasti ada kekurangan serta
kekeliruan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, 25 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3

BAB I............................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN............................................................................................................. 4

A... Latar Belakang...................................................................................................... 4


B... Rumusan Masalah................................................................................................. 4
C... Tujuan Masalah..................................................................................................... 5

BAB II .............................................................................................................................6

PEMBAHASAN.............................................................................................................. 6

1.... Amandemen Ke-2 UUD 1945................................................................................. 6


2.... Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998.................................................................8
3.... UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM..................................................................... 9
4.... UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.................................................... 10

BAB III............................................................................................................................ 13

PENUTUP....................................................................................................................... 13

Kesimpulan........................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak asasi manusia menjadi bahasan yang penting setelah terjadinya Perang Dunia II dan saat
pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Hak asasi manusia yang dipahami sebagai
natural right merupakan suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal. Hal tersebut
dikarenakan konsep hukum alam yang berkaitan dengan dengan hak-hak alam menjadi suatu
kontroversial. Negara Indonesia yang termasuk sebagai anggota PBB harus melakukan ratifikasi
instrumen HAM Internasional sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
serta kebudayaan bangsa Indonesia.

Pengaturan mengenai hak asasi manusia pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, termasuk undang-undang yang menegaskan berbagai konversi
internasional mengenai hak asasi manusia. Namun untuk memayungi seluruh peraturan
perundang-undangan yang sudah ada, saat ini telah ditetapkan Undang-undang khusus mengenai
Hak Asasi Manusia yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Pengaturan HAM di Indonesia mengalami pasang surut yang secara jelas dapat dilihat melalui
periodesasi sejarah Indonesia, mulai dari tahun 1908 hingga sekarang.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Amandemen ke 2 UUD 1945?


2. Bagaimana Ketetapan MPR No.xvII/MPR/1998?
3. Bagaimana UU No.39 tahun 1999 tentang HAM?
4. Bagaimana UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana Amandemen ke 2 UUD 1945

4
2. Mengetahui bagaimana ketetapan MPR No.xvII/MPR/1998
3. Mengetahui bagaimana UU No.39 tahun 1999 tentang HAM
4. Mengetahui bagaimana UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM

5
BAB II

PEMBAHASAN

A.Amandemen ke 2 UUD 1945

Amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya;


UUD 1945) sebagai tuntutan gelombang reformasi telah membawa perubahan mendasar bagi
sistem ketatanegaraan Indonesiatermasuk di dalamnya mengenai pengaturan tentang
perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) Amendemen kedua bahkan telah melahirkan
suatu bab khusus mengenai HAM yaitu Bab XA yang berisi 10 (sepuluh) pasal tentang HAM
(dari Pasal 28A sampai Pasal 28J) Hak-hak yang tercangkup di dalamnya meliputi kategori hak-
hak sipilpolitik hingga pada kategori hak-hak ekonomi sosial dan budaya. Namun begitu, di
samping hak-hak tersebut harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan
tanggung jawab yang juga bersifat asasi. .Setiap orang sejak sebelum kelahirannya memiliki
seperangkat hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya sebagai manusia.

Pada amandemen kedua UUD 1945 telah terjadi perubahan berarti berupa pengaturan
HAM pada Pasal 28 Bab XA. Dan dalam masa berlakunya UUD 1945, telah berlaku beberapa
instrumen peraturan perundang-undangan tentang HAM, yaitu Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Setahun kemudian lahirlah UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak asasi Manusia dan disusul dengan lahirnya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi manusiaUU No 39 Tahun 1999 merupakan hukum materiil yang
menitikberatkan pada perlindungan harkat dan martabat manusia secara terperinci dan
komprehensif, sedangkan UU No 26 Tahun 2000 merupakan hukum formilnya. Kedua peraturan
ini dalam tingkatan peraturan perundang-undangan nasional merupakan penjabaran operasional
dari UUD 1945.

Setelah amandemen kedua UUD 1945 tahun 2000 lahirlah Bab tersendiri yang mengatur
tentang Hak Asasi Manusia, yaitu Bab X A yang terdiri atas 10 pasal, yaitu Pasal 28A hingga
Pasal 28J. Bab ini secara eksplisit menyebut berbagai hak asasi manusia Indonesia dengan jelas.
Pasal 28A UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan
hidup dan kehidupannya. Bunyi Pasal ini sesuai dengan Pasal 3 Universal Declaration of Human

6
Rights yang sejalan dengan semangat penghargaan terhadap eksistensi manusia Bahwa hidup
dan kehidupan manusia hendaknya bebas dari keadaan, tekanan dan ancaman yang
membahayakan keselamatan hidupnya, karena ancaman terbesar atas hidup manusia adalah
penghilangan hak hidup berupa penghilangan nyawa.

Pengakuan terhadap hak manusia untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunannya diatur
dalam Pasal 28B Ayat (1) yang dirangkai dengan ketentuan Ayat (2) yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta bebas dari kekerasan
dan diskriminasiHal ini mengarahkan orang untuk membentuk keluarga bahagia melalui
perkawinan yang sah dan agar hendaknya setiap keluarga memperhatikan kesejahteraan
keturunannya.

Hak mengembangkan diri, mendapat pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya serta untuk memajukan diri diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) dan (2). Pada
dasarnya setiap orang mempunyai hak aktualisasi diri, hanya saja semuanya harus diletakkan
dalam kerangka kesejahteraan umat manusia dengan membangun masyarakat, bangsa dan negara.
Equality before the law merupakan asas yang harus ditegakkan dalam sebuah negara hukum
seperti Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 28D Ayat (1). Ayat (2) mengatur hak setiap
orang untuk bekerja dan mendapatkan imbalan yang layak dalam suatu hubungan kerja.
Sedangkan Ayat (3) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan, yang dirangkai dengan Ayat (4) yang memberikan
hak atas setiap orang untuk memperoleh status kewarganegaraannya.

Kebebasan memeluk agama dan beribadah, memilih pekerjaan, memilih


kewarganegaraan dan bertempat tinggal merupakan hak asasi yang diatur dalam Pasal 28E Ayat
(1)Pada Ayat (2) disebutkan adanya kebebasan meyakini kepercayaan, dan kebebasan untuk
berekspresi sesuai dengan hati nuraninya. Sedangkan Ayat (3) memberi kebebasan untuk
berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat. Abad informasi dan komunikasi telah
membuat dunia ini terasa menjadi sedemikian sempit. Untuk mengembangkan pribadinya
manusia perlu mendapatkan berbagai informasi dengan berkomunikasi. Pasal 28F UUD 1945
memberikan jaminan untuk menggunakan segala jenis media yang ada. guna memenuhi
kebutuhan informasi dan komunikasi. Jadi, hak atas informasi dengan demikian adalah hak yang
dijamin oleh konstitusi. Jaminan atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan

7
harta benda, serta perlindungan dari rasa takut untuk berbuat sesuatu diatur dalam Pasal 28G
Ayat (1)Sedangkan Ayat (2) merupakan pernyataan adanya kebebasan dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia serta hak untuk memperoleh suaka
politik dari negara lain.

Keinginan setiap orang untuk hidup sejahtera lahir batin diatur dalam Pasal 28H Ayat (1),
juga tentang hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik," dan adanya pelayanan
kesehatanAyat (2),(3) dan (4) Pasal ini pada dasarnya mengakui adanya persamaan dan keadilan
yang menjamin penghargaan martabat manusia dan kebebasan dari sifat sewenang-wenang
terhadap hak milik

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 281 Ayat (1) pada dasarnya merupakan hak
mendasar berupa hak untuk hidup merdeka dalam beragama serta adanya perlindungan dan
kepastian hukum yang dirangkai dengan Ayat (2) berupa jaminan dari perlakuan
diskriminasiAyat (3) merupakan pernyataan perlindungan terhadap identitas
tradisionalSedangkan Ayat (4) dan (5) menegaskan bahwa masalah HAM adalah tanggung jawab
negara yang harus ditegakkan berdasarkan prinsip negara hukum yang demokratis, sehingga
pelaksanannya harus dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Jika
Pasal 28A hingga Pasal 281 memuat pengaturan mengenai hak, maka pada Pasal 28J Ayat (1) dan
(2) diatur adanya kewajiban asasi yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati
HAM orang lain dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang guna menghormati hak dan
kebebasan orang lain.

B. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998

Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia, Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus
dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan asas-asas hukum internasional.

8
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menugaskan
kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati,
menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh
masyarakat serta segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak Asasi Manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan melalui pembentukan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Untuk melaksanakan amanat Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia tersebut, telah dibentuk Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Pembentukan Undang-undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab
bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Di samping hal tersebut, pembentukan Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia juga
mengandung suatu misi mengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi
dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta yang terdapat dalam berbagai instrumen hukum lainnya yang mengatur
hak asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima oleh negara Republik Indonesia.

C. UU NO 39 Tahun 1999 Tentang HAM

Pengaturan hak asasi manusia di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945,


yang menegaskan bahwa untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, adalah dengan menetapkan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia yang diundangkan pada tanggal 23 September 1999 dipandang
sebagai salah satu peraturan pelaksana dari Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang
Hak Asasi Manusia, hal ini terlihat dalam salah satu dasar hukumnya yang mencantumkan
ketetapan tersebut. Pada saat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ini sedang didiskusikan
terdapat beberapa pendapat yang terbagi dalam dua ketegori besar, yakni pendapat yang
menyatakan bahwa pada dasarnya ketentuan mengenai HAM tersebar dalam berbagai undang-
undang, dan oleh karena itu tidak perlu dibuat satu undang-undng khusus tentang HAM.
Pendapatlain menyatakan bahwa pembentukan undang-undang materi khusus tentang HAM

9
perlu dilakukan mengingat Ketetapan MPR tidak berlaku operasional dan berbagai undang-
undang yang ada belum seluruhnya menampung materi HAM.

Selain itu, undang-undang tersebut akan berfungsi sebagai undang-undang payung


(umbrella act) terhadap peraturan perundang-undangan di bidang HAM yang sudah ada selama
ini.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tidak secara tegas menyatakan alasan kategorisasi
HAM. Pada bagian Penjelasan hanya disebutkan bahwa penyusunan Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 berpedoman pada Konvensi PBB Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap wanita, Konvensi PBB tentang hak-hak anak, serta berbagai instrumen hukum
internasional lainnya yang mengatur tentang HAM. Meskipun tidak dikelompokkan secara tegas,
pada dasarnya materi HAM telah mencakup HAM di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan
budaya. Masih berkaitan dengan substansi undang-undang, tampaknya Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 ini membaurkan asas-asas dasar dengan ketentuan mengenai HAM itu sendiri.

Apabila diteliti lebih lanjut, pasal-pasal yang memuat asas-asas dasar justru mengatur
HAM, misalnya Pasal 4 yang mengatur tentang hak-hak yang bersifat non-derogable, hak setiap
orang untuk diakui sebagai pribadi di bidang hukum yang berhak untuk mendapat bantuan dan
perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak (Pasal 5 ayat (1) dan (2),
Pasal 5 ayat (3) yang mengharuskan adanya perlindungan HAM yang lebih terhadap kelompok
yang rentan. Namun, satu hal yang perlu dihargai dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ini
adalah penempatan pengaturan mengenai HAM anak dan HAM wanita yang dilakukan secara
terpisah. Penempatan ini tampaknya sejalan dengan perkembangan yang terjadi di dunia
internasional, yang dibuktikan dengan adanya instrumen hukum internasional yang terpisah bagi
anak dan wanita.

D. UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM

Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk berdasarkan kebijakan legislatif yang termuat dalam
Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Ad Hoc
Ketentuan dalam undang-undang ini yang mengamanatkan pembentukannya terdapat dalam
Pasal 43 dan Pasal 44. Pasal 43 menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000, diperiksa dan diputuskan oleh
Pengadilan HAM Ad Hoc (ayat (1). Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul Dewan

10
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan
Presiden (ayat (2). Selanjutnya dinyatakan bahwa Pengadilan HAM yang dibentuk berada di
lingkungan Peradilan Umum (ayat (3). Adapun dalam Pasal 44 dinyatakan bahwa pemeriksaan di
Pengadilan HAM Ad Hoc dan upaya hukumnya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang ini (UU No. 26 Tahun 2000). Kebijakan yang termuat dalam Undang-Undang RI
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia telah mengakomodasikan
keberlakuan hukum pidana yang bersifat retroaktif. Suatu asas yang dalam dunia hukum pidana
menimbulkan banyak perdebatan.

Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan yang memeriksa dan mengutus
segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat, pelanggaran hak asasi manusia terdiri
dari genosida dan kejahatan kemanusiaan. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000,
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia memberikan definisi tentang kejahatan genosida, dan
pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 memberikan definisi terhadap kejahatan
kemanusiaan. Lembaga pengadilan hak asasi manusia merupakan pengadilan khusus yang
selanjutnya disebut dengan pengadilan HAM yang berada dalam lingkungan Peradilan Umum
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi
manusia. Pembentukan pengadilan hak asasi manusia merupakan wujud nyata yang dilakukan
pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap hak asasi manusia dari segala
ancaman mengingat bahwa hak asasi manusia merupakan hak asasi yang bersifat fundamental
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh warga negara indonesia
merupakan kewajiban konstitusional negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat 3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mengatur bahwa Negara wajib
melindungi hak asasi seluruh warganya guna terciptanya ketentraman, keadilan serta
mewujudkan negara hukum yang sesungguhnya. Indonesia pada permulaan orde baru tanggal 8
Mei 1966 menggaris bawahi bahwa ciri khas negara hukum salah satunya adalah pengakuan dan
perlindungan Hak-Hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial
dan kebudayaan.Dalam perjalanan penegakan atas pelanggaran hak asasi manusia serta kejahatan
kemanusiaan banyak pihak yang menyangsikan terbentuknya pengadilan Hak asasi Manusia
akan menyelesaikan berbagai kasus di Indonesia karena substansi dari dasar terbentuknya

11
pengadilan Hak Asasi Manusia ini, yaitu Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan
Hak Asasi manusia.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian singkat diatas bahwa perkembangan pengaturan HAM dalam hukum
di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang relatif baik dan memadai jika
dibandingkan masa lalu. Hal ini berarti penghormatan dan pengakuan HAM secara normatif oleh
negara telah memperoleh kedudukan dalam hukum di Indonesia. Persoalannya adalah seberapa
banyak setumpuk regulasi tersebut untuk dapat diimplementasikan sebagai upaya memberikan
perlindungan dan jaminan konstitusional sekaligus penegakan hak-hak asasi manusia di
Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mujaddidi Sipghotulloh, Konstitusionalitas Pembatasan Hak Asasi Manusia dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Vol. 18, No. 3, September 2021.

Basuki udiyo, Konstitusionalisme HAM Indonesia: Dinamika Pengaturan HAM Indonesia

Pasca-Amandemen UUD 1945, Jurnal Supremasi Hukum, Vol.1, No.2, Desember 2012.

Soegijanto, Aprilino Jonathan, Asas Retroaktif Yang Berlaku Dalam Undang-Undang Peradilan

HAM : Jurnal Hukum Legal Standing. Vol.2 No. 1,(2018), Hlm . 33. ISSN 2580-8656

Pengadilan HAM (ad hoc): telaah kelembagaan dan kebijakan hukum RB Sularto

Sinar Grafika, 2022.

Tenang Haryanto Dkk, Pengaturan Tentang Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945 Sebelum Dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8, No. 2,

Mei 2008.

14

Anda mungkin juga menyukai