Disusun Oleh :
XII IPA 2
Syukur Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas kami ucapkan
kepada Allah SWT, karena bimbingannyalah maka saya penyusun makalah bisa
menyelesaikan sebuah Makalah PKN yang Berjudul “REALISASI HAK ASASI
MANUSIA DI INDONESIA”
Makalah ini dibuat dengan berbagai sumber dalam jangka waktu tertentu sehingga
menghasilkan makalah yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan
terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangan ilmu yang
bermanfa’at bagi kita semua.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
A. Kesimpulan...............................................................................................7
B. Saran ..........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah masalah lokal sekaligus masalah global, yang tidak
mungkin diabaikan dengan dalih apapun termasuk di Indonesia. Implementasi hak
asasi manusia di setiap negara tidak mungkin sama, meskipun demikian sesungguhnya
sifat dan hakikat hak asasi manusia itu sama. Adanya hak asasi manusia menimbulkan
konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel dan
merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan
menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia atas hak asasi manusia yang lain.
Implementasi hak asasi manusia di Indonesia, meskipun masih banyak kasus
pelanggaran hak asasi manusia dari yang ringan sampai yang berat dan belum
kondusifnya mekanisme penyelesaiannya, tetapi secara umum baik menyangkut
perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda- tanda kemajuan pada
akhir-akhir ini. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum Hak Asasi Manusia
melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan Hak Asasi
Manusia dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1) Apa Pengertian Hak Asasi Manusia
2) Bagaimana Realitas Penegakan HAM di Indonesia
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
lagi melalui undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
(2) penetapan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia; (3) pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dengan Keputusan
Presiden, untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang
terjadi sebelum diundangkannya Undang- Undang nomor 26 tahun 2000; (4)
pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliaasi sebagai alternative penyelesaian
pelanggaran Ham diluar Pengadilan HAM sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-
Undang tentang HAM; (5) meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak
Asasi Manusia.
Sementara itu, konvensi yang telah diratifikasi berkaitan dengan penegakkan
Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah: (1) Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus
1949 (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 59 tahun 1958); (2) Konvensi tentang
Hak Politik Kaum Perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 68 tahun
1958); (3) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
Perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1984); (4) Konvensi
tentang Hak Anak ( diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 1990); (5)
Konvensi tentang Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan senjata
biologis dan beracun serta Pemusnahannya (diratifikasi dengan Keppres nomor 58
tahun 1991); (6) Konvensi Internasional terhadap Apartheid dalam Olahraga
(diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 1993); (7) Konvensi menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau
merendahkan martabat manusia (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 5 tahun
1998); (8) Konvensi Organisasi Buruh Internasional nomor 87 tahun 1998 tentang
kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi dengan
Undang-Undang nomor 83 tahun 1998); (9) Konvensi tentang Penghapusan semua
bentuk Diskriminasi Rasial (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 29 tahun
1999); (10) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan kekerasan dalam rumah Tangga).
3
Negara Hukum Indonesia jelas bukan sekedar kerangka bangunan formal tapi
lebih daripada itu ia merupakan manifestasi dari nilai-nilai dan norma-norma, seperti,
kebersamaan, kesetaraan, keseimbangan, keadilan yang sepakat dianut bangsa
indonesia. Nilai-nilai luhur itu berasal dari berbagai sumber seperti, agama, budaya,
Social, serta pengalaman hidup bangsa Indonesia.
Permasalahan Penegakan hukum (Law Enforcement) senantiasa menjadi
persoalan menarik banyak pihak. Terutama karena adanya ketimpangan interaksi
dinamis antara aspek hukum dalam harapan atau Das Sollen, dengan aspek penerapan
hukum dalam kenyataan atau Das Sein. Bilamana ketimpangan interaksi terus
berlangsung, maka penegakan hukum pada umumnya kurang dapat mencerminkan
wujud keadilan yang dicita-citakan. Untuk mencapai cita-cita tersebut, diperlukan suatu
penegakan hukum sebagai upaya-upaya untuk melakukan perencanaan pembentukan
peraturan hukum (legal planning), pengkordinasian (coordinating), penilaian
(evaluating), dan pengawasan (controlling) dan pemantauan (monitoring) yang terukur
terhadap kualitas produk hukum, institusi dan aparat penegak hukum, dan budaya
hokum.
Kurangnya kesadaran menerapkan sistem peradilan terpadu (an integrated justice
system), atau karena ego sektoral antara institusi penegak hukum yang ada, berakibat
masyarakat tidak mudah mempercayai adanya peradilan yang berwibawa, baik di
tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan juga di tingkat Kasasi, Mahkamah
Agung. Melihat persoalan hukum sangat legal formal, kurang mau menggunakan
yurisprudensi, atau karena hanya menggunakan logika berpikir hukum kaca mata kuda
merupakan penyebab utama timbulnya peradilan tidak berwibawa.
Sebagaimana dikatakan oleh Ralf Dahrendorf, bahwa Negara Hukum yang
Demokratis mensyaratkan empat perangkat kondisi sosial, yaitu, pertama, perwujudan
yang nyata atas persamaan status kewarganegaraan bagi semua peserta dalam proses
politik; kedua, kehadiran kelompok-kelompok kepentingan dan elite di mana tak
satupun mampu memonopoli jalan menuju ke kekuasaan, Ketiga, berlakunya nilai-nilai
yang boleh disebut sebagai kebajikan publik; keempat, menerima perbedaan pendapat
dan konflik kepentingan sebagai sesuatu yang tak terhindarkan dan elemen kreatif
dalam kehidupan sosial.
4
Di Indonesia saat ini secara formal kita telah mempunyai Konstitusi yang
mengakui dan menjamin hak asasi manusia (HAM) yaitu, persamaan hak, kedudukan,
dan tanggungjawab bagi setiap peserta dalam proses politik. Namun secara material tak
dapat dibantah masih adanya kelompok-kelompok dominan, baik itu domestik maupun
internasional yang mampu memonopoli jalan menuju kekuasaan. Kelompok-kelompok
dominan ini mempunyai akses yang luas pada sumberdaya ekonomi dan politik yang
acap memustahilkan perwujudan kedaulatan hukum ( the Autonomy of Law ). Selain itu
elemen-elemen budaya yang belum tercerahkan dan terbebaskan merupakan hambatan
nyata bagi tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM).
Prof. Ahmad Safi’i Ma’arif mengatakan bahwa kehancuran bangsa ini sudah
hampir sempurna. Kita berharap kekhawatiran ini tidak akan menjadi kenyataan yang
lebih parah, yaitu kehancuran total masyarakat Indonesia. Sesungguhnya Allah S.W.T
sudah memperingatkan manusia dari awal dalam Al qur’an surat Al A’raf ayat 2-4 yang
intinya mengatakan bahwa betapa banyak negri yang telah kami hancurkan karena
mereka tidak mengikuti tuntunan yang kami berikan. Wallahu A’lam Bishawwab.
Dengan melihat beberapa hambatan dalam penegakan hukum di atas dan realitas
kekinian pemimpin bangsa ini, maka prospek penegakan hukum ke depan dapat
dikatakan masih suram mengingat persoalan kuncinya justru terletak pada faktor
kepemimpinan bangsa yang lemah dan pembusukan dunia peradilan yang sudah parah.
Untuk keluar dari lingkaran setan di atas, maka ada beberapa agenda mendesak yang
perlu dicermati. Pertama, perubahan ke depan harus dimulai dari atas, yaitu dari
adanya pemimpin yang kuat, visioner dan berani memulai perubahan dari dirinya,
keluarganya dan para kroninya. Penegakan hukum harus tanpa pandang bulu sehingga
mampu memberikan shock therapy kepada bawahannya dan masyarakat umumnya.
Kedua, perubhan signifikan berikutnya yang harus dilakukan adalah
pembersihan dunia peradilan dari para mafia peradilan yang merusak dan menghambat
terwujudnya penegakan hukum di Indonesia. Para pemimpin politik di eksekutif dan
legislatif harus memperkuat tekanan kepada aparat penegak hukum melalui proses fit
and proper test yang berkualitas dalam memilih dan merekrut aparat penegak hukum
seperti hakim-hakim di MA. Sayangnya, perubahan ketiga UUD 1945 tidak
menyebutkan bahwa seorang hakim agung dapat di-impeach oleh MPR jika terbukti
melanggar pasal-pasal impeachment di dalam perubahan ketiga tersebut, sebagaimana
5
terjadi di Amerika. Ketiga, harus ada akselerasi kualitas dan pemerataan pendidikan
masyarakat sehingga mereka mampu menjadi a critical mass yang mampu mengawal
proses penegakan hukum secara partisipatif.
Jika ketiga agenda-agenda besar di atas mampu dibangun dan disiapkan dari
sekarang, maka ke depan prospek penegakan hukum bisa jadi akan terus menuju
perbaikan secara bertahap dan signifikan
6
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dengan banyaknya kejadian yang mengarah kepada pelanggaran terhadap hak
asasi manusia, menunjukkan bahwa manusia Indonesia (masyarakat, penyelenggara
negara dan penegak hukum) belum memahami apa arti sebenarnya hak-hak asasinya
(termasuk kewajiban-kewajiban asasinya). Selengkap dan sebaik apapun peraturan
perundang-undangan yang mengatur Hak Asasi Manusia hanya akan bernilai bila
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya peraturan perundang- undangan
sudah seharusnya dan sewajarnya untuk dilaksanakan dan ditegakkan. Sistem
peradilan yang tidak memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah
berdasarkan atas hukum yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang
benar. Hak asasi manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara
atau setiap manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-kewajibannya.
Hak asasi manusia akan berjalan dengan baik apabila setiap manusia menyadari
bahwa ada orang lain yang mempunyai hak yang sama dengan dirinya dengan kata lain
bahwa hak asasi manusia akan berjalan dengan baik apabila hak asasinya itu dibatasi
oleh hak asasi orang lain. Peraturan perundang-undangan adalah sebagai tools of law
enforcement bagi penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hak asasi manusia
akan lebih berjalan atau bisa dijalankan dengan lebih baik dalam suasana perikehidupan
bangsa yang demokratis, karena negara yang demokratis senantiasa mendasarkan
hukum dalam praktek kenegaraannya, senantiasa menghormati hak-hak warga
negaranya dan adanya partisipasi warga negara dalam hal pengambilan kebijakan-
kebijakan publik.
7
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/juansebastian4558/5bfd441343322f13843c6424/realitas-
penegakan-ham-di-indonesia
https://media.neliti.com/media/publications/167257-ID-pelaksanaan-dan-penegakkan-
hak-asasi-man.pdf