Anda di halaman 1dari 12

RESUME REALISASI PANCASILA

Dosen Pengampu : Akhmad Munif Mubarok


Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Kelas 35

Kelompok 4 :
Kumbang Yudha Wibawa (191910501069)
Putri Indah Sari (191910601021)
Alferina Vania Widya Calista (191910601049)
Dania Dewi Astuti (191910601051)
Cici Izza Shafira (191910601063)

Universitas Jember
Tahun Ajaran 2019/2020
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa, sebagai
filsafat bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia dan fungsi lainnya,
dalam realisasi (pengamalannya) memiliki konsekuensi yang berbeda-beda
tergantung konteksnya. Untuk merealisasikan dan mengamalkan pancasila
mustahil dapat dilaksanakan dengan baik tanpa berdasarkan pada nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila pancasila.

Konsekuensi untuk merealisasikan dan mengamalkan sila-sila pancasila


harus memiliki pengetahuan yang jelas dan benar tentang fungsi dan kedudukan
pancasila yang didalamnya terkandung nilai-nilai sebagai sumber untuk
diamalkan secara konkrit. Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
mengandung konsekuensi setiap aspek penyelenggaraan negara-negara, dan
semua sikap dan tingkah laku para penyelenggara negara, dan hidup kebangsaan
Indonesia harus berdasarkan pada nilai-nilai pancasila. Dalam realisasi pancasila
ini diperlukan juga suatu kondisi yang dapat menjunjung terlaksananya proses
realisasi pancasila tersebut, baik kondisi yang berkaitan dengan sikap setiap warga
negara Indonesia dan wujud realisasi nilai-nilai pancasila.

1. Keharusan moral untuk mengaktualisasi pancasila

Pancasila sebagai dasar filasafat negara Indonesia mengandung konsekuensi


setiap aspek penyelenggaraan negara dan semua sikap dan tingkah laku bangsa
Indonesia dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa harus berdasarkan pada
nilai-nilai pancasila. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi
norma-norma kenegaraan maupun norma-norma moral untuk dilaksanakan dan
diaktualisasikan setiap warga negara Indonesia. Pengaktualisasian nilai-nilai
Pancasila tersebut baik dalam kaitannya dengan sikap moral maupun tingkah laku
semua warga negara Indonesia. Oleh karena itu, permasalahan pokok dalam
aktualisasi pancasila adalah bagaimana wujud aktualisasi itu, yaitu bagaimana
nilai-nilai pancasila yang bersifat universal tersebut dijabarkan dalam bentuk
norma-norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah laku semua warga dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta hubungannya dengan segala aspek
dalam penyelengaraan negara. Selain itu, dalam aktualisasi pancasila ini
diperlukan juga suatu kondisi yang dapat menunjang terlaksananya proses
aktualisasi pancasila tersebut, baik kondisi yang berkaitan dengan sikap setiap
warga negara Indonesia dan wujud realisasi nilai-nilai pancasila. Kesepakatan
untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan pancasila mengandung
konsekuensi bahwa kita harus merealisasikan pancasila itu dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara dan setiap tingkah laku dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia mengaktualisasikan pancasila adalah suatu
keharusan moral.

2. Pengertian realisasi Pancasila yang subjektif

Aktualisasi pancasila yang subjektif adalah pelaksaan pada setiap pribadi


perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap
penguasa setiap orang Indonesia. Aktualisasi pancasila yang subjektif justru lebih
penting karena realisasi yang subjektif merupakan persyaratan bagi aktualisasi
pancasila yang objektif (Notonegoro, 1975:44). Dengan demikian pelaksanaan
pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta
kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila. Dalam inilah pelaksanaan
pancasila yang subjektif yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana
kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Dalam hal
ini nilai yang berkaitan pada diri seseorang adalah sikap dan tingkah laku dalam
realisasi pancasila secara subjektif yang disebut moral pancasila. Jadi, aktualisasi
pancasila yang bersifat subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu
berkaitan dengan norma-norma moral. Dalam aktualisasi pancasila yang bersifat
subjektif bilamana nilai-nilai pancasila telah dipahami, diresapi, dan dihayati oleh
seseorang, maka orang itu telah memiliki moral pandangan hidup. Jadi,
aktualisasi subjektif dari pancasila, meliputi pelaksanaan pancasila sebagai
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dalam
pelaksanaan kongkritnya tercermin dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari.

3. Pengertian realisasi pancasila yang objektif

Pengertian pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi


dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif
maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasi dalam
bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia. Hal itu dapat dirinci
sebagai berikut:

a. Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat
negara pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea
IV
b. Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus
mengingat dasar-dasar pokok pikiran yang tercantum dalam filsafat negara
Indonesia
c. Tanpa mengurangi sifat-sifat Undang-Undang yang tidak dapat diganggu
gugat, interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang
terkandung dalam filsafat Negara
d. Pelaksanaan Undang-Undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi
seluruh perundang-undangan di bawah Undang-Undang dan keputusan-
keputusan administrasi dari semua tingkat penguasa negara.

Pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam


pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 juga didasarkan atas kerohanian
pancasila. Bahkan yang terlebih penting lagi adalah dalam realiasi pelaksanaan
konkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang kenegaraan
antara lain:
a. Bentuk dan kedaulatan dalam negara
b. Hukum, perundang-undangan dan peradilan
c. Sistem demokrasi
d. Pemerintah pusat sampai daerah
e. Politik dalam dan luar negeri
f. Keselamatan, keamanan dan pertahanan
g. Kesejahteraan
h. Kebudayaan
i. Pendidikan
j. Tujuan Negara
k. Reformasi dan segala pelaksanaannya
l. Pembangunan nasional dan lain pelaksanaan kenegaraan
4. Implementasi nilai-nilai pancasila

Aktualisasi pancasila yang subjektif dalah pelaksanaan nilai-nilai pancasila


dalam setiap individu, perseorangan, setiap warga negara, setiap penduduk
Indonesia, setiap aparat pelaksana negara, dalam segala aspek kehiduapan
berbangsa dan bernegara. Realisasi pengamalan pancasila secara objektif yaitu
realisasi serta implementasi nilai-nilai pancasila dalam segala aspek
penyelenggaraan negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai
pancasila dalam praktis penyelenggaraan negara dan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Implementasi penjabaran pancasila yang bersifat objektif
adalah perwujudan nilai-nilai pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang realisasi konkritnya merupakan sumber dari
segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Implementasi pancasila
yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum dan moral, secara lebih
luas dengan norma-norma kenegaraan.

Realisasi dan pengamalan pancasila secara objektif berkaitan dengan


pembentukan wajib hukum yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam
suatu sistem hukum positif. Hal ini dimaksudkan agar memiliki daya imperatif
secara yuridis. Walaupun aktualisasi objektif tertuang dalam suatu sistem
peraturan perundang-undangan namun dalam implementasi pelaksanaan
pancasila secara optimal justru realisasi subjektif yang memiliki kekuatan daya
imperatif moral merupakan suatu prasyarat bagi keberhasilan pelaksanaan
pancasila secara objektif. Dengan kata lain aktualisasi subjektif lebih menentukan
keberhasilan aktualisasi pancasila yang objektif, dan tidak sebaliknya. Dapat juga
dikatakan bahwa aktualisasi secara objektif itu akan berhasil secara optimal
bilamana didukung oleh aktualisasi atau pelaksaan pancasila secara subjektif.

5. Internalisasi nilai-nilai Pancasila

Realisasi nilai-nilai Pancasila dasar filsafat negara Indonesia, perlu secara


berangsur-angsur dengan jalan pendidikan baik di sekolah, masyarakat, maupun
di dalam keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut:
a. Pengetahuan, yaitu suatu pengetahuan yang benar tentang pancasila, baik
aspek nilai, norma maupun aspek praksisnya. Hal ini harus disesuaikan
dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan individu. Tanpa pendidikan
yang cukup maka dapat dipastikan bahwa pemahaman tentang ideologi
bangsa dan dasar filsafat negara hanya dalam tingkat-tingkat yang sangat
pragmatis, dalam hal ini sangat berbahaya terhadap ketahanan ideologi
penerus bangsa.
b. Kesadaran, yaitu selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam
diri sendiri.
c. Ketaaatan, yaitu selalu dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir
dan batin, lahir berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun wajib batin dari
diri sendiri.
d. Kemampuan kehendak, yaitu yang cukup kuat sebagai pendorong untuk
melakukan perbuatan berdasarkan nilai-nilai pancasila.
e. Watak dan hati nurani, yaitu agar seseorang selalu mawas diri dan dapat
menilai diri sendiri dengan baik.

Dengan demikian akan memiliki suatu ketahanan ideologi yang berdasarkan


keyakinan atas kebenaran pancasila, sehingga dirinya akan merupakan sumber
kemampuan untuk memelihara, mengembangkan, mengamalkan, mewariskan,
merealisasikan pancasila dalam segala aspek kehidupan.

Pada dasarnya ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan yang
bersifat dinamis. Statis dalam pengertian intinya atau esensinya (yaitu nilai-nilai
yang bersifat rohaniah dan universal). Sedangkan bersifat dinamis dalam arti
bahwa aktualisasinya senantiasa bersifat inovatif, sesuai dengan dinamika
masyarakat, perubahan, serta konteks lingkungannya. Strategi dan metode proses
internalisasi harus diikuti dengan strategi serta metode yang relevan dan
memadai. Oleh karena itu dalam proses internalisasi dan aktualisasi harus
diterapkan strategi yang relevan serta metode yang efektif.

6. Proses pembentukan kepribadian pancasila

Pemahaman dan aktualisasi pancasila sampai pada tingkat mentalitas,


kepribadian dan ketahanan ideologis adalah sebagai berikut :
a. Proses penghayatan diawali dengan memiliki tentang pengetahuan yang
lengkap, dan jelas tentang kebaikan dan kebenaran pancasila
b. Kemudian ditingkatkan ke dalam hati sanubari sampai adanya suatu
ketaatan, yaitu suatu kesediaan yang harus senantiasa ada untuk
merealisasikan Pancasila
c. Kemudian disusul dengan adanya kemampuan dan kebiasaan untuk
melakukan perbuatan mengaktualisasikan pancasila dalam kehidupan dalam
bidang kenegaraan dan bidang bermasyarakat
d. Kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu selalu terselenggaranya
kesatuan lahir batin, kesatuan akal, rasa, kehendak sikap dan perbuatan.
Mentalitas ini melalui suatu proses pengulangan dan kestabilan dan
berkembang menjadi watak.
e. Kemudian mengadakan penilaian sendiri setelah melakukan sesuatu
perbuatan yang bersangsi.
f. Bilamana kondisi peresapan dan aktualisasi pancasila sampai pada tingkat
yang optimal, maka orang akan memiliki kepribadian pancasila.

7. Sosialisasi dan pembudayaan pancasila


a. Epistomologi realisasi nilai-nilai pancasila
Berdasarkan sistem epistemologis tersebut maka revitalitas, realisasi,
sosialisasi dan pembudayaan pancasila, tidak mungkin secara langsung
dapat diamalkan, sehingga harus melalui transformasi dari sistem nilai,
norma, kemudian dijabrakan dalam realisasi yang bersifat praksis
b. Proses sosialisasi dan pembudayaan pancasila
Nilai-nilai pancasila sebelum terbentuknya negara dan bangsa Indonesia
pada dasarnya terdapat secara sporadis dan fragmentaris dalam
kebudayaan, sistem sosial, nilai-nilai religious bangsa, yang tersebar di
seluruh kepulauan nusantara baik pada abad kedua puluh maupun
sebelumnya, dimana masyarakat Indonesia telah mendapatkan
kesempatan berkomunikasi dan beralkulturasi dengan kebudayaan lain.
Nilai-nilai tersebut dikembangkan oleh para pendiri bangsa kemudian
dikembangkan dan secara yuridis disahkan sebagai suatu dasar negara,
dan secara verbal tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Wujud
kebudayaan pancasila yang bersifat konkret yaitu berupa aktivitas
manusia dalam masyarakat, saling berinteraksi, sehingga terwujudlah
suatu sistem sosial. Hasil budaya manusia yang berupa benda-benda
budaya atau budaya fisik ini senantiasa bersumber pada kebudayaan
pancasila yang berupa sistem nilai, yang merupakan pedoman dan
pandangan hidup suatu masyarakat.
Proses pembudayaan pada domain values (nilai). Proses pembudayaan
nilai-nilai pancasila dapat dilakukan dengan berbagai metode, namun
yang terpenting sesuai dengan tingkat pengetahuan kelompok masyarakat
yang menjadi objek pembudayaan. Pembudayaan nilai-nilai Pancasila
dapat juga berupa wujud kebudayaan fisik yang dihasilakan oleh
manusia. Wujud budaya ini sering disebut sebagai benda-benda budaya.
Benda-benda budaya tersebut baik berupa sarana atau alat-alat dalam
kehidupan bermasyarakat, maupun sebagai hasil ekspresi dan kreasi
manusia. Benda-benda budaya ini baik berupa benda bergerak seperti
mesin, kendaraan, serta hasil teknologi lainnya, maupun benda tidak
bergerak misalnya, tempat ibadah, pakaian, candi, gapura, dan lain-lain.

8. Realisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Merupakan butir sila pertama dari ke-5 sila yang ada dalam
pancasila. Sila pertama ini merupakan induk sila-sila kedua, tiga, empat,
dan lima dimana sila Ketuhana Yang Maha Esa ini menjadi dasar bagi
seluruh umat beragama di Indonesia dalam menjalankan aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam bermasyarakat, beribadah,
bersosialisasi dan dalam aspek kehidupan lainnya. Dalam sila ini bangsa
Indonesia mengaku adanya Tuhan Sang Pencipta dan mengakui bahwa
seluruh alam semesta ini adalah ciptaan-Nya.
Realisasi:
a. Beriman dan bertaqwa yaitu secara sadar patuh melaksanakan
perintah Tuhan. Setiap umat harus mempelajari agama dan
mengamalkannya.
b. Saling menghormati dan bekerja sama dengan pemeluk agama lain
tanpa adanya sekat atau batas agama.
c. Saling menghormati dan bertoleransi dalam menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
d. Tidak memaksa suatu agama kepada pemeluk agama lain.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Baradab


Butir kedua dari Pancasila yang mengandung pengertian bahwa
seluruh manusia merupakan makhluk yang beradab dan memiliki keadilan
yang setara dimata Tuhan. Yang intinya seluruh manusia itu sama
derajatnya baik si miskin maupun si kaya, yang berpangkat maupun tidak
mereka tetap sama.
Realisasi:
a. Mengakui persamaan hak, derajat, dan kewajiban antar sesama
manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Seperti gemar mengikuti
kegiatan donor darah, menyantuni anak yatim, dan lain-lain.
f. Berani membela kebenaran dan keadilan.
g. Menaati hukum dan tidak diskriminatif.

3. Persatuan Indonesia
Sila ketiga dari Pancasila yang mengandung makna bahwa
Indonesia ini adalah negara persatuan dan menjunjung tinggi nlai
kesatuan. Ini dibuktikan dengan kehidupan diseluruh penjuru Indonesia
mulai dari sabang sampai merauke yang beraneka ragam suku, budaya,
ras, dan agamanya tetapi tetap mengakui bahwa mereka adalah satu yaitu
bangsa Indonesia, yang terkenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
“ walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.
Realisasi:
a. Menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.
b. Rela berkorban demi bangsa dan Negara: bekerja keras, tidak KKN.
c. Cinta tanah air Indonesia : meningkatkan prestasi di segala bidang.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia: percaya diri sebagai orang
Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan
Dalam sebuah kehidupan bermasyarakat, pasti terjadi banyak
perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam setiap aspek kehidupan, hal
ini dikarenakan tidak ada manusia di dunia ini yang sama. Untuk itu sila
ke empat Pancasila ini menjelaskan tentang budaya demokrasi, bahwa
perbedaan itu hal yang wajar dan tidak perlu diperdebatkan dan setiap
warga negara Indonesia berhak dan diberi kebebasan dalam
menyampaikan pendapatnya baik pribadi maupun dimuka umum. Bahkan
kebanyakan orang mengatakan bahwa yang membuat indah itu adalah
perbedaan, tanpa perbedaan itu dunia ini akan terasa monoton.
Realisasi:
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat diatas
kepentingan pribadi.
b. Tidak memaksa kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan budaya musyawarah mufakat dalam setiap keputusan
bersama.
d. Menghormati setiap pendapat yang ada, dengan prinsip bahwa
perbedaan pendapat itu wajar.
e. Aktif dalam musyawarah, memberikan hak suara, dan mengawasi
wakil rakyat.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Seluruh manusia di dunia ini memiliki keadilan yang sama tanpa
membedakan status sosial atau ukuran apapun. Di Indonesia seluruh
keadilan rakyat dijiwai oleh sila kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia” yang berarti seluruh rakyat Indonesia memiliki
keadilan dan derajat yang sama baik dimata pemerintah maupun di depan
hukum.
Realisasi:
a. Menjunjung tinggi keadilan.
b. Bersikap adil terhadap sesama (tidak pilih kasih).
c. Menolong sesama manusia yang membutuhkan (tidak egois dan tidak
individualis).
d. Menghargai karya orang lain (tidak membajak dan membeli produk
bajakan)
e. Bekerja keras (tidak pasrah dengan takdir Tuhan)
f. Menghargai orang lain dengan tidak menghalangi orang lain untuk
hidup lebih baik.
g. Tidak merusak prasarana umum dan menjaga kebersihan di tempat
umum.
Dari uraian nilai-nilai kelima butir Pancasila itu kita dapat melihat betapa
apik dan luhur nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Sehingga sangat
disayangkan apabila nilai-nilai itu hanya menjadi wacana belaka dan tidak
terealisasikan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari karena
kurangnya kesadaran dan sikap menjiwai Pancasila yang kurang. Nilai-nilai
tersebut mungkin bisa merasuk ke dalam hati dan jiwa setiap rakyat Indonesia
apabila nilai-nilai itu telah tertanam sejak dini mulai dari setiap individu hidup di
tengah keluarga, bersekolah, dan berada di tengah-tengah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai