Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN MATA KULIAH

TEORI MOTIVASI

(STRUKTUR ORGANIK)

Disusun Oleh:
Nuzulul Khaq (W10020001)

MAGISTER AKUNTANSI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
TEORI MOTIVASI

Pendekatan organis atau adokrasi merupakan pendekatan baru yang lebih


menekankan pada aspek psikologis manusia. Warren Bennis merupakan pencetus awal
mulanya istilah adokrasi untuk menyebutkan ciri desain organisasi yang telah dirancang
agar fleksibel untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah. Ciri-ciri penting
adokrasi yaitu (Bowditch dan Buono, 1990) :
1. Mengurangi peranan (deempasize) deskripsi tugas yang formal serta mengurangi
spesialisasi.
2. Tidak ada asumsi bahwa orang yang ada pada posisi lebih tinggi memiliki
informasi yang lebih baik daripada orang yang ada di posisi bawah.
3. Hubungan horizontal lebih penting daripada hubungan vertikal.
4. Suasana keorganisasian lebih bersifat kolegial.
5. Struktur organisasi bersifat ‘cair’ (mudah berubah).
Pembahasan aspek perilaku dalam organisasi ada dua macam, yaitu:
1. Kita bisa meneliti sisi kepribadian (personality) dan aspek keperilakuan
(behavioral aspects) manusia yang ada di dalam perusahaan.
2. Seperti yang disarankan Cyert dan March dalam bukunya The Behavioral Theory
of The Firm (1968) kita bisa mengambil :
a. Perusahaan sebagai unit dasar analisis
b. Meramal perilaku perusahaan dalam kaitannya dengan keputusannya di
bidang harga dan alokasi sumber daya.
c. Menekankan pada proses pembuatan keputusan di perusahaan.

A. Teori Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)

Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia


memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk
piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu
dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis
dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu
tindakan yang penting.

Aktualisasi diri
Ego/esteem
Sosial
Keamanan
Phisik

• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)


• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan
mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi
kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni
minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan
mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang
anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.

Teori Maslow kontroversial karena menimbulkan banyak pertanyaan tidak mudah


dijawab. Misalnya: sampai seberapa puaskah kebetuhan pada posisi yang lebih rendah
harus dipenuhi dulu sebelum seseorang terdorong untuk berusaha memenuhi
kebutuhan pada posisi diatasnya? Dalam kenyataan bisa saja terjadi seseorang dalam
waktu yang bersamaan berusaha mencapai dua macam atau lebih kebutuhan. Selain
itu Maslow njuga mengakui ada beberapa jenis kebutuhan (needs) yang sulit
ditentukan posisinya, misalnya : rasa ingin tahu dan kebutuhan untuk memahami (the
desire to know and to understand).
Makalah Maslow yang berjudul A Theory of Human Motivation yang memuat hierarki
kebutuhan tersebut bukan riset empiris. Maslow sendiri menyebut pokoko pikirannya
mengenai hierarki tersebut sebagai ‘hipotesis’ yang tentu masih perlu diuji.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan pemikiran Maslow tersebut, yang jelas bahwa
karya Maslow tersebut kemudian mendorong teoritisi lain mengajukan teori-teori
motivasi. Mereka itu misalnya adlah McClelland (1940-an), Herzberg, Hackman dan
Oldham, Vroom, dan Staw.

B. The Expectancy Theory Vroom (1964)


Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa
seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya,
sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi
rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Harapan mengenai hubungan antara usaha (effort) dan kinerja (performance),
yaitu bahwa menambahkan usaha akan meningkatkan kinerja (unsur expectancy),
• Persepsi hubungan antara kinerja (performance) dan hasil (outcome), yaitu bahwa
kinerja yang baik akan memunculkan hadiah (outcomes atau reward) (unsur
instrumentality), dan
• Nilai daya tarik hadiah (outcome/reward) tesebut bagi seseorang (unsur valence).

Keunggulan teori pengharapan adalah bahwa teori tersebut memberi kerangka untuk
memahami bagaimana motivasi bekerja. Dengan kerangka tersebut Tindakan yang
lebih tepat dapat diambil untuk meningkatkan kinerja. Misalnya, walaupun reward
(outcome tingkat 2) sangat besar, seorang karyawan belum tentu akan mau bekerja
kerjas jika dia tidak yakin bahwa bekerja keras akan menyebabkan hasil kerjanya
(outcome tingkat 1) akan bagus. Ini terjadi misalnya jika unsur ketidakpastian E sangat
tinggi seperti yang terjadi jika knowledge and skill requirement untuk bisa
mengerjakan sesuatu sangat tinggi (kompleks).
Masalah pokok yang terkait dengan teori pengharapan ini adalah bahwa teori ini
berasumsi orang akan berperilaku secara rasional. Dalam kenyataannya orang bisa saja
memiliki informasi yang terbatas atau menghadapi dua atau lebih tujuan yang sama-
sama disenangi sehingga perilakunya menjadi “tidak rasional”.
Kegagalan memahami deviasi kepentingan ini akan menyebabkan solusi manajerial
terhadap penyakit sumber daya manusia di perusahaan juga akan gagal.

C. Psikologi Kognitif vs Behaviorisme


Terdapat dua aliran dalam psikologi, yaitu
1. Psikologi Kognitif
Teori Kognitif ditelusuri asal usulnya dari para psikolog Jerman yang dikenal
dengan sebutan gestalistist. Perhatian mereka bermula dari penelitian mengenai
persepsi. Sejalan dengan perkembangan riset kemudian tidak hanya persepsi yang
diteliti tetapi juga cognition (elemen dari proses berpikir-thinking).
Teori Kognitif berasumsi bahwa pendekatan yang paling tepat untuk memahami
fenomena psikologis adalah dengan meneliti proses berpikir dan mempelajari
bagaimana memahami dunianya. Beberapa teori mengenai information processing
yang banyak diadopsi dalam teori ekonomi seperti belief-adjustment theory
(Hogart dan Einhorn) serta framing theory (Kahnenan dan Tversky) adalah teori-
teori kognitif.
2. Behaviorisme dijuluki demikian karena memesatkan analisisnya pada perilaku
(behavior) yang terlibat (observable behavior). Hal ini berbeda dengan teori
kognitif yang meneorikan hal yang ada di dalam kepala sehingga tidak bisa
diobservasi secara langsung. Pendekatan ini dimulai dikembangkan oleh Skinner
yang mencoba mengembangkan pemikiran Edward L Thorndike (1900-an)
mengenai the Law of Effect yang secara singkat berbunyi: perilaku yang
berdampak menyenangkan akan cenderunmg diulang, sedangka yang berdampak
tidak nyaman akan cenderung hilang.
Pendekatan lain dalam ilmu psikologi adalah pendekatan genetic (yang mengandalkan
penjelasan dari ilmu biologi) yang menjelaskan bahwa beberapa sifat perilaku yang
spesifik merupakan instinct dan bersifat unlearned goal directed behavior.
dan pendekatan psikoanalitik (yang mengandalkan penjelasan dari alam bahwa sadar)
yang menjelaskan bahwa perilaku manusia dewasa merupakan refleksi pengalaman di
masa anak-anak. Pengalaman anak-anak tersebut masuk ke alam bawah sadar dan
suatu ketika muncul lagi di saat mereka dewasa.

D. Manipulated Behaviour
Teori yang mempunyai konsep untuk membahas mengenai manipulasi perilaku
manusia di dalam organisasi. Teori yang secara spesifik bertujuan untuk penguatan
pembentukan perilaku tertentu dimana konsekuensi tindakan perlu diatur, tergantung
kepada tujuan organisasi.
Ada beberapa konsekuensi tindakan
1. Positive reinforcement yaitu penguatan yang dilakukan untuk menimbulkan
konsekuensi yang disukai perlaku.
2. Negative reinforcement yaitu penguatan dengan cara menarik.
3. Hukuman (punishment) yang bersifat melemahkan perilaku tertentu
4. Extinction yang bersifat melemahkan perilaku tertentu
Selain jenis konsekuensi, perlu diperhatikan juga
1. Jadwal penguatannya, yaitu tetap (kontinu) dan putus-putus (intermittent)
2. Kadar penguatan, yaitu tetap (fixed) atau variable

E. Perilaku Rasional vs Irrational


Arti rasional yaitu bahwa pembuat keputusan memiliki informasi yang tidak terbatas
dan dia berusaha untuk memaksimalkan utility function.
Di dalam paham kapitalisme dan liberisme, individu dianggap rasional. Mereka harus
diberi kebebasan. Jika setiap orang bebas, mereka akan bertindak untuk
memaksimalkan kebahagiaan masing-masing sehingga dengan begitu masyarakat
secara keseluruhan juga akan bahagia.
Pandangan semacam ini banyak mendapat kecama karena beberapa alasan. Pertama,
dalam kenyataan hidup seharai-hari orang sering “tidak rasional”. Kedua, dalam
kenyataan sehari-hari ketika seseorang berusaha memaksimalkan kebahagiannya.
Bounded Rationality. Hebert Simon tidak sepenuhnya setuju dengan konsep
rasionalitas. Dia mengajukan teori normatif bounded rationality yang kemudian
memenangkan hadiah Nobel tahun 1978. Teori bounded rationality mengatakan
bahwa manusia gagal untuk bisa sepenuhnya rasional karena beberapa faktor
Escalation of Commitment. Kegagalan dalam membuat keputusan yang rasional juga
terlihat pada fenomena yang disebut escalation of commitment di mana seseorang
melanjutkan keputusan yang sudah tampak rugi selama beberapa periode. Kreitner dan
kinicki (2002) menyebutkan beberapa kategori penyebab, yaitu:
a. Faktor psikologis (misalnya ego defense)
b. Faktor keorganisasian (misalnya kegagalan komunikasi)
c. Faktor karakteristik proyek (misalnya return yang tertunda)
Faktor kontekstual (misalnya tekanan politik)
d. Restrukturisasi kerja
Implikasi pendekatan psikologis terhadap teori organisasi terlihat dalam gerakan
perubahan organisasi melalui restrukturisasi kerja. Ada lima dimensi kerja yang bisa
‘dimainkan’ untuk memperbaiki kondisi psikis buruh, yaitu :
1. Skill Variety : ragam ketrampilan untuk menyelesaikan tugas.
2. Task identity : tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memiliki sense of job closure
– kelengkapan sebagai satu kesatuan.
3. Task significance: kadar sejauh mana suatu pekerjaan memiliki dampak pada
pihak lainnya.
4. Autonomy : tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan
individual mengenai cara untuk mengerjakannya.
5. Feedback : tingkat sejauh mana pekerja diberi informasi mengenai efektivitas,
mutu, nilai kinerja mereka dalam mengerjakan tugas tersebut.
Kelima dimensi ini diduga memengaruhi tiga aspek psikis buruh yang sangat
penting, yaitu experienced meaninfulness of work, experienced responsibility of work
outcomes, dan knowledge of actual results. Kelima dimensi tersebut perlu diperkuat
agar tiga aspek psikis karyawan terkait dengan pekerjaannya juga bisa ditingkatkan.
Untuk menguatkan ada beberapa tindakan (kebijakan) yang bisa ditempuh oleh
manajemen, yaitu job rotation, job enrichment, dan job enlargment.
e. Moral dan Perilaku
Dari sudut filsafat etika ada beberapa teori mengenai aspek moralitas, yaitu
utilitarisme (perbuatan disebut etis jika memberi manfaat banyak orang), deontologi
(perbuatan baik/buruk) karena memang perbuatan itu baik/buruk, teori hak, dan teori
keutamaan. Lawrence Kohlberg mengajukan teori mengenai tingkatan pemahaman
nilai moral. Kohlberg mengatakan ada 6 tahapan pemahaman nilai moral, yaitu:
1. Taat dan berorientasi pada hukuman di mana orang berbuat baik karena takut
dihukum.
2. Hedonis dan orientasi instrumental di mana peraturan diikuti hanya untuk
kepentingan (manfaat) dirinya.
3. Moralitas ‘good boy’ di mana orang berbuat baik terhadap orang lain karena
mengharapkan pujian.
4. Otoritas dan moralitas untuk memperhatikan kepatuhan sosial di mana aturan
baik atau buruk ditentukan oleh masyarakat.
5. Moralitas kontrak dan hak-hak individu di mana orang berbuat baik karena
ingin mematuhi aturan yang telah disepakati bersama.
6. Moralitas prinsip-prinsip individual di mana orang mematuhi aturan etika
yang universal dan bila ada peraturan yang baru yang ternyata
bertentangan dengan landasan etika universal maka dia berani
melanggar.
7. Meskipun tahapan yang diajukan oleh kohlber tersebut berguna untuk
memahami moral reasoning seseorang, tahapan tersebut tidak bisa
digunakan untuk memprediksi perilaku moral pada situasi tertentu-khusunya
situasi samar-samar (grey area).
Masalah lain yang kita hadapi berkaitan dengan nilai-nilai moral adalah bahwa
meskipun variabel nilai moral sangat penting, sampai saat ini belum ada metode yang
menjamin keberhasilan dalam mengubah moral seseorang. Beberapa metode yang
sering digunakan untuk ‘mengajar’ dan mengubah perilaku moral seseorang meliputi
penguatan (reinforcement) dengan memakai hadiah dan hukuman, role modeling dan
metode ‘Do as I say..’. Teknik lain yang juga sering digunakan adalah teknik cuci otak
(brain-washing). Dalam teknik ini keyakinan moral ataupun tatanan nilai-nilai yang
dipegang teguh oleh seseorang ‘dihancurkan’ terlebih dulu dengan berbagai cara
(misalnya dengan humiliasi dan kecaman-kecaman atas nilai-nilai sekarang) dan
setelah itu baru nilai-nilai baru yang akan ditanamkan diperkenalkan kepada subjek.
Corporate Crimes. Milton Friedman pernah mengatakan bahwa Perseroan Terbatas
(PT) tidak bisa dimintai pertanggungjawaban moral karena Perseroan terbatas (PT)
pada hakikatnya sekedar fiksasi hukum. PT ada karea secara hukum dibuat ‘ada’ dan
‘dibuat’ memiliki kemampuan mewakili dirinya sendiri di pengadilan seperti manusia.
Dalam ilmu kriminologi kejahatan perusahaan (corporate crime) didefinisikan sebagai
perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik oleh perusahaan ataupun oleh orang-
orang yang memiliki afiliasi dengan perusahaan tertentu. Kejahatan perusahaan
dikelompokkan menjadi kejahatan kerah putih (white-collar crime), kejahatan
terorganisasi (organized crimes), dan state-corporate crimes. Dari klasifikasi tersebut
tampak jelas bahwa bukan saja tindakan manusia (sebagai individu) yang bisa dijaring
pengadilan dalam kasus kejahatan pengadilan, tapi juga perusahaan itu sendiri sebagai
entitas.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa partai politik di seluruh dunia hidup dari donasi
yang sebagian (dalam jumlah yang material) berasal dari perusahaan. Selain itu
banyak pemerintah di berbagai negara yang stabilitas ekonominya sangat tergantung
pada operasi bisnis perusahaan-perusahaan di negara tersebut. Permasalahan moral
sering kali sukar diatasi karena banyak situasi yang menyangkut dilema moral
seringkali tersembunyi (tidak diketahui) dari pihak-pihak lain selain yang langsung
terlibat.

Anda mungkin juga menyukai