Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN
REALISASI PANCASILA

A. Pengantar

Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa, sebagai


filsafat bangsa, sebagai ideologi negara dan negara indonesia dan fungsi lainnya,
dalam realisasi (pengalaman) memiliki konsekuensi yang berbeda beda tergantung
pada konteksnya. Realisasi secara praksis ini sangat penting kerena pancasila
sebagai dasar filsafat, pandangan hidup pada hakikatnya adalah merupakan suatu
sistem nilai, yang pada gilirannya untuk dijabarkan, di realisasikan serta
diamalkan dalam kehidupan secara kongkrit dalam konteks bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana telah dipahami bahwa nilai nilai pancasila itu sendiri,
diangkat dari nilai nilai yang ada dalam kehidupan secara nyata bangsa indonesia
(local wisdom), yang berupa nilai nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai nilai
agama yang dimiliki oleh bangsa indonesia sendiri sebelum membentuk negara.
Dalam pengertian inilah maka kausa materialis pancasila pada hakikatnya adalah
bangsa indonesia. Nilai nilai yang dimiliki oleh bangsa itu, oleh the founding
fathers bangsa indonesia (pendirib bangsa dan indonesia) kemudian dibahas dan
dirumuskan dengan melakukan sintesis dengan pandangan besar dunia, lalu
disepakati melalui konsensus musyawarah mufakat untuk ditetapkan sebagai dasar
filsafat negara Republik Indonesia, dan sekaligus sebagai ideologi dalam
berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu berdasar pengertian tersebut, maka realisasi serta
pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari hari secara nyata merupakan uatu
keharusan baik secara moral maupun secara hukum. Berbagai pandangan dan
pendapat mengatakan bahwa, nilai nilai pancasila yang sangat bagus dan mulia
tersebut tidak ada artinya tanpa di realisasikan secara nyata dalam kehidupan
kongkrit sehari hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Realisasi Pancasila 4
Sebaliknya untuk merealisasikan dan mengamalkan pancasila mustahil
dapat dilaksanakan dengan baik tanpa berdasarkan pada nilai nilai yang
terkandung dalam sila-sila pancasila. Oleh karena itu dalam merealisasikan
mengamalkan nilai nilai pancasila juga harus didasarkan pada pengetahuan
tentang pancasila yang benar. Seseorang akan gagal dalam mereaisasikan
pancasila, jika seseorang tersebut tidak mengetahui sama sekali tentang sila-sila
pancasila. Dengan lain perkataan bahwa jikalau seseorang sama sekali tidak
memiliki pengetahuan tentang sila-sila pancasila, atau bahkan sila-sila saja tidak
hafal, maka mustahil dapat mengamalkan serta merealisasikan pancasila.
Konsekuensinya untuk merealisasikan dan mengamalkan sila-sila
pancasila, harus memiliki pengetahuan yang jelas dan benar tentang fungsi dan
kedudukan pancasila yang didalamnya terkandung nilai nilai sebagai sumber
untuk diamalkan secara kongkrit. Dalam kedudukan pancasila sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia, wujud realisasi dan pengamalannya adalah dalam
segala aspek penyelenggaraan negara, baik meliputi bidang eksikutif, legeslatif
maupun yudikatif. Wujud realisasi serta pengamalannya adalah dapat merupakan
suatu realisasi norma hukum, namun juga dapat berupa wujud realisasi norma
moralitas dalam kehidupan kenegaraan.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi
setiap aspek penyelenggaraan negara dan semua sikap dan tingka laku para
penyelanggara negara, dan hidup kebangsaan indonesia harus berdasarkan pada
nilai nilai pancasila. Kekuasaan negara, sistem politik negara, sistem demokrasi ,
bentuk negara dan penjabarannya, sistem ekonomi negara dan lain sebaigainya
das sollen (seharusnya) berdasarkan nilai niai pancasila. Selain itu dalam aspek
moralitas, para penyelanggara negara yang erupakan amanah dari kedaulatan
rakyat, harus mendasarkan pada nilai nilai yang terkandung dalam pancasila.
Dalam pengertian inilah Notonagoro mendiskripsikan bahwa realisasi
(pengamalan) dalam fungsi dan kedudukan pancasila sebagai dasar negara, adalah
suatu realisasi atau pengamalan yang bersifat objektif.
Namun demikian sebagaimana diketahuidalam ilmu politik bahwa
pengertian negara itu selain unsur pemerintahan negara, juga memiliki unsur
wilayah dan rakyat. Oleh karena itu dalam realisasi dan pengamalan nilai-nilai

Realisasi Pancasila 5
Pancasila juga harus meliputi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pengertian inilah
maka pengamalan serta realisasi Pancasila meliputi seluruh rakyat Indonesia,
seluruh warga negara Indonesia serta seluruh penduduk Indonesia. Namun
demikian pengalaman serta realisasi nilai-nilai Pancasila yang dilakukan oleh
seluruh rakyat Indonesia, seluruh penduduk dan seluruh individu dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini tidak menyangkut realisasi
penyelenggaraan negara, karena hal ini hanya dilakukan oleh para penyelenggara
negara, penguasa negara serta elit politik negara.
Sebagaimana telah dibahas dimuka bumi bahwa nilai-nilai Pancasila yang
bersumber pada sila-sila Pancasila adalah merupakan nilai yang universal, dan
dalam pengertian inilah Soekarno mengistilahkan weltanschauung. Nilai-nilai
tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi norma-norma moral, untuk
direalisasikan,, dilaksanakan dan diamalkan. Oleh setiap warga negara Indonesia
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam pengertian realisasi
pengamalan serta aktualisasi Pancasila pada setiap warga negara, setiap penduduk
dan setiap warga negara, menurut Notonagoro disebut realisasi (pengamalan)
yang bersifat subjektif.
Jadi dalam masalah ini kita sampai pada masalah pengaktualisasian nilai-
nilai Pancasila baik dalam kaitannya dalam sikap moral maupun tingkah laku
semua warga negara Indonesia. Oleh karena itu permasalahan pokok dalam
aktualisasi Pancasila adalah sebagaimana wujud aktualisasi itu, yaitu bagaimana
nilai-nilai Pancasila yang bersifat universal tersebut dijabarkan dalam bentuk
norma-norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah laku semua warga
dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara, serta dalam hubungannya dalam
segala aspek dalam penyelenggaraan negara.
Selain itu dalam aktualisasi Pancasila ini diperlukan juga suatu kondisi
yang dapat menunjang terlaksananya proses aktualisasi Pancasila tersebut, baik
kondisi yang berkaitan dengan sikap setiap warga negara Indonesia dan wujud
realisasi nilai-nilai Pancasila. Maka perlu disadari oleh setiap warga negara
Indonesia bahwa dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara setiap warga
negara memiliki sifat kodrat manusia bahwa setiap manusia sebagai makhluk
individu sekaligus sebagai makhluk sosisal. Kesepakatan kita sebagai suatu

Realisasi Pancasila 6
kesepakatan yang luhur untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan
Pancasila mengandung konsekuensi bahwa kita harus merealisasikan Pancasila itu
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dalam setiap sikap tingkah laku kita
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan lain perkataan bagi
bangsa Indonesia mengaktualisasikan Pancasila adalah merupakan suatu
keharusan moral.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi
Pancasila subjektif yaitu realisasi pada setiap individu, dan aktualisasi objektif
yaitu realisasi dalam segala aspek penyelenggaraan kenegaraan dan hukum.

Realisasi Pancasila 7
B. Realisasi Pancasila yang Objektif

Realisasi serta pengamalan pancasila yang objektif yaitu realisasi serta


implementasi nilai-nilai pancasila dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai
pancasila dalam praksis penyelanggaraan negara dan peraturan prundang-
undangan di indonesia. Dalam implementasi penjabaran pancasila yang bersifat
objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai pancasila dalam kedudukannya
sebagai dasar negara Republik Indonesia yang realisasi kongkritnya merupakan
sumber dari segala hukum (sumber tertib hukum)indonesia. Oleh karena itu
implementasi pancasila yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum
dan moral, secara lebih luas dengan norma-norma kenegaraan.
Namun demikian sangatlah mustahil implementasi pancasila secara
objektif dalam bidang kenegaraan dapat terlaksana dengan baik tanpa didukung
oleh realisasi pancasila yang subjektif, yaitu pelaksaan pancasila pada setiap
individu, perseorangan termasuk pada penyelanggaraan negara dalam hidup
bersama yaitu berbangsa dan bernegara. Bahkan menurut notonagoro pelaksanaan
pancasila yang subjektif dari pancasila dasar filsafat negara ini justru lebih penting
dan lebih menentukan dari pada pelaksanaan pancasila yang objektif dalam artian
pancasila yang subjektif merupakan persyaratan bagi keberhasilan pelaksanaan
pancasila yang objektif.
Dalam penjelasan resmi pembukaan UUD 1945, yang termuat dalam
lembaran Negara Berita Republik Indonesia tahun II No.7 dinyatakan bahwa,
dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan ‘negara berdasar atas ketuhanan yang
maha esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap’. Hal ini berarti
mengandung suatu konsekuensi logis bahwa undang-undang dasar 1945 harus
mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan para penyelenggara
negara untuk memelihara moral bidi pekerti kemanusiaan yang luhur memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Hal ini dapat diartikan bahwa pelaksanaan pancasila yang subjektif itu
dapat terlaksana dengan baik manakala tercapainya suatu keseimbangan
kerokhanian yang mewujudkan suatu sinergi dalam bentuk kehidupan
keharmonisan yang mewujudkan bentuk kehidupan yang memiliki keseimbangan
kesadaran wajib hukum dengan kesadaran wajin moral.

Realisasi Pancasila 8
Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa ditakdirkan
berkelompok-kelompok, bergolong-golongan, berbangsa-bangsa tidak lain adalah
untuk menjalin suatu hubungan yang harmonis, menjalin suatu hubungan
kemanusiaan yang positif serta untuk saling mengenal. Adapun dalam kehidupan
kenegaraan sebagai lembaga kehidupan kemasyarakatan hukum, ikatan
kebersamaan dalam hidup bersama itu juga harus terealisasi dalam suatu hukum
positif sehingga konsekuensinya kewajiban itu tidak hanya dalam batas-batas
moral saja namun juga meliputi wajib hukum.
Realisasi dan pengamalan pancasila secara objektif berkaitan dengan
pemenuhan wajib hukum yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam suatu
sistem hukum positif. Hal ini dimaksud agar memiliki daya imperatif secara
yuridis. Walaupun aktualisasi objektif tertuang dalam suatu sistem peraturan
perundang-undangan namun dalam implementasi pelaksanaan pancasila secara
optimal justru realisasi subjektif yang memiliki kekuatan daya imprasif moral
merupakan suatu persyaratan bagi keberhasilan pelaksanaan pancasila secara
objektif. Dengan perkataan lain aktualisasi subjektif lebih menentukan
keberhasilan aktualisasi pancasila yang objektif, dan tidak sebaliknya. Dapat juga
dikatakan bahwa aktualisasi secara objektif itu akan berhasil secara optimal.
Hal ini terbukti dalam sejarah pelaksanaan pancasila selama ini, yang
dalam kenyataan tidak mendasar pada interpretasi pelaksanaan pancasila
sebagaimana terkandung dalam penjelasan pembukaan UUD 1945, yang
menjelaskan bahwa UUD harus mengandung isi yang mewajibkan kepada
pemerintah dan penyelanggara negara untuk memegang teguh dan memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita rakyat yang luhur.
Hal ini mengandung arti bahwa dalam realisasi pancasila yang objektif, selain
penjabaran nilai-nilai pancasila dalam segala aspek penyelanggaraan negara juga
harus diwujudkan dalam moralitas para penyelanggara negara.

Realisasi Pancasila 9
C. Penjabaran Pancasila yang Objektif

Pengertian penjabaran Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam


bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelanggaraan negara, baik di bidang
legislatif, eksekutif maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama
realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia, hal
itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
a) Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat
negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
IV. Hal ini mengandung arti bahwa Pancasila sebagai sumber asas, norma dan
derivasi segala aspek penyelanggaraan negara. Konsekuensinya dalam
penilaian atau pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka
Pancasila sebagai batu uji dalam menentukan suatu peraturan-perundangan itu
bermakna, adil atau tidak.
b) Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Undang-undang harus
mengingat dasar-dasar pokok pikiran yang tercantum dalam dasar filsafat
negara Indonesia.
c) Tanpa mengurangi sifat-sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat,
interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung
dalam filsafat negara.
d) Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh,
meliputi seluruh perundang-undangan di bawah undang-undang dan
keputusan-keputusan administrasi dari semua tingkat penguasa negara, mulai
dari pemerintah pusat sampai dengan alat-alat perlengkapan negara di daerah,
keputusan-keputusan pengadilan serta alat perlengkapannya begitu juga
meliputi usaha kenegaraan dan aspek kenegaraan lainnya.
e) Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
didasarkan atas dan diliputi oleh asas politik dan tujuan negara yang
berdasarkan atas dan diliputi oleh asas kerokhanian Pancasila. Hal ini
termasuk pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 juga didasarkan atas asas
kerokhanian Pancasila. Bahkan yang terlebih penting lagi adalah dalam

Realisasi Pancasila 10
realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap penetuan kebijaksanaan
di bidang kenegaraan antara lain.
1) Bentuk dan Kedaulatan dalam Negara.
2) Hukum, Perundang-undangan dan Peradilan.
3) Sistem Demokrasi.
4) Pemerintahan dari Pusat sampai Daerah.
5) Politik dalam dan luar negeri.
6) Keselamatan, keamanan dan pertahanan.
7) Kesejahteraan.
8) Kebudayaan.
9) Pendidikan, dan lain sebagainya (Notonagoro, 1971: 43,44).
10) Tujuan Negara.
11) Reformasi dan segala pelaksanaannya.
12) Pembangunan Nasional dan lain pelaksanaan kenegaraan.

Pancasila sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional


Negara pada hakikatnya adalah merupakan lembaga kemanusiaan,
lembaga kemasyarakatan yang merupakan suatu organisasi. Sebagai suatu
organisasi maka negara memiliki suatu dasar filsafat sebagai sumber cita-cita serta
sumber nilai-nilai bagi segala aspek dalam penyelenggaraan negara. Dalam
pengertian ini negara memiliki dasar-dasar sebagai sumber cita-cita untuk
membangun, dorongan untuk membangun dan cara-cara pembangunan pada
hakikatnya berpangkal pada cita-cita agar manusia sebagai warga negara hidup
lebih sesuai dengan martabatnya. Berdasarkan pengertian tersebut maka tujuan
pembangunan nasional adalah agar masyarakat menjadi ‘masyarakat manusiawi’
(human society) yang memungkinkan warganya hidup yang layak sebagai
manusia, mengembangkan diri pribadinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir
batin secara selengkapnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna, hakikat serta arah dan
tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang yang bersumber
pada hakikat kodrat manusia ‘monopluralis’ yang merupakan esensi dari
Pancasila. Pembangunan dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai
lembaga kemasyarakatan maka negara pada hakikatnya bukanlah merupakan

Realisasi Pancasila 11
suatu tujuan, melainkan sarana untuk mencapai tujuandari seluruh warganya
(Ernest Barker, 1967:123).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara pada hakikatnya merupakan dasar
dan sumber derivasi nilai-nilai dan norma-norma dalam segala aspek
penyelenggaraan negara termasuk pelaksanaan pembangunan nasional.
Demikianlah maka Pancasila berkedudukan sebagai landasan ideal pembangunan
nasional Indonesia. Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa subjek
pendukung pokok negara sekaligus subjek pendukung sila-sila Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia. Maka manusia adalah merupakan ‘dasar ontologis’
pembangunan nasional Indonesia. Dengan demikian maka hakikat manusia
‘monopluralis’ adalah merupakan dasar pembangunan nasional Indonesia.
Demikian pula dewasa ini bangsa Indonesia melaksanakan Reformasi,
pada prinsipnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki negara, yang pada
gilirannya yang jauh lebih penting adalah tercapainya tingkat martabat manusia
(rakyat) yang lebih baik. Oleh karena itu reformasi juga harus mendasarkan pada
suatu paradigma yang jelas, dan dalam masalah ini paradigma yang harus
diletakkan sebagai basis segala agenda reformasi adalah dasar filsafat negara,
yaitu Pancasila. Hal ini bukan merupakan suatu keharusan politik melainkan suatu
keharusan logis, sebab jikalau reformasi itu menyangkut masalah-masalah
fundamental negara yang terkandung dalam staasfundamentalnorm, maka hal itu
sudah menyimpang dari makna dan pengertian reformasi, karena mengubah
struktur fundamental negara sehingga sama halnya dengan pembubaran negara
dan hal ini merupakan suatu revolusi.

Realisasi Pancasila 12
D. Realisasi Pancasila yang Subjektif

Aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap


pribadi perseorangan, setiap warganegara, setiap individu, setiap pendudduk,
setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif
justru lebih penting karena realisasi yang subjektif merupakan persyaratan bagi
aktualisasi Pancasila yang objektif (lihat Notonagoro, 1975: 44). Dengan
demikian pelaksanaan Pancasila yang subjektif ini sangat berkaitan dengan
kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila.
Dalam pengertian inilah pelaksanaan Pancasila yang subjektif yang mewujudkan
suatu bentuk kehidupan di mana kesadaran wajibn serta kesiapan individu untuk
merealisasikan Pancasila. Dalam pengertian inilah pelaksanaan Pancasila yang
subjektif yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan di mana kesadaran wajib
hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga dengan demikian
suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila
bukankah hanya akan menimbulkan akibat hukum namun yang terlebih penting
seseorang yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku seseorang dalam realisasi
Pancasila serta subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu
berkaitan dengan norma-norma moral.
Dalam aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini bilamana nilai-nilai
Pancasila telah dipahami, diresapi dan dihayati oleh seseorang maka seseorang itu
telah memiliki moral pandangan hidup. Dan bilamana hal ini berlangsung secara
terus menerus sehingga nilai-nilai Pancasila telah melekat dalam hati sanubari
bangsa Indonesia, maka kondisi yang demikian ini disebut dengan kepribadian
Pancasila. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas
(yaitu nilai-nilai Pancasila, sikap dan karakter) sehingga membedakan bangsa
Indonesia dengan bangsa lain.
Dalam pengamalan Pancasila perlu diusahakn adanya suatu kondisi
individu akan adanya kesadaran untuk merealisasikan Pancasila. Kesadaran
adalah hasil perbuatan akal, yaitu pengalaman tentang keadaan-keadaan inilah
yang menjadikan objek dari kesadaran dan berupa segala sesuatu yang dapat
menjadi sumber pengamalan manusia. Aktualisasi serta Pengamalan itu bersifat
jasmaniah maupun rokhaniah, dari kehendak manusia.

Realisasi Pancasila 13
E. Internalisasi Nilai-nilai Pancasila

Miskinnya pemahaman dan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara telah menyebabkan masyarakat Indonesia
mengalami krisis ideologis dan jati diri. Akibatnya, dasar-dasar nilai moral yang
tercermin dalam Pancasila merosot tajam. Persoalan kebangsaan dan lunturnya
internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari telah menjadikan
masyarakat Indonesia kehilangan roh kebangsaannya.
Realisasi nilai-nilai Pancasila dasar filsafat negara Indonesia, perlu secara
berangsur-angsur dengan jalan Pendidikan baik di sekolah maupun dalam
masyarakat dan keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut :
Pengetahuan, yaitu suatu pengetahuan yang benar tentang Pancasila, baik aspek
nilai, norma maupun aspek praksisnya. Hal ini harus disesuaikan dengan
tingkat pengetahuan dan kemampuan individu. Bagi kalangan intelektual
pengetahuan itu meliputi aktualitasi pengetahuan biasa (sehari-hari),
pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafat tentang Pancasila. Hal ini sangat
penting terutama bagi para calon pemimpin bangsa dan calon ilmuwan. Dalam
proses transformasi pengetahuan ini diperlukan waktu yang cukup dan
berkesinambungan, sehingga pengetahuan itu benar-benar dapat tertanam
dalam setiap individu. Tanpa pendidikan yang cukup maka dapat dipastikan
bahwa pemahaman tentang ideologi bangsa dan dasar filsafat negara hanya
dalam tingkat-tingkat yang sangat pragmatis, dan hal ini sangat brbahaya
terhadap ketahanan ideologi generasi penerus bangsa.
Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri.
Ketaatan, yaitu selalu dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan
batin, lahir berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun wajib batin dari diri
sendiri.
Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan
perbuatan, berdasar nilai-nilai Pancasila.
Watak dan hati nurani agar orang selalu mawas diri, yaitu :
a) Dengan menilai diri sendiri apakah dirinya berbuat baik atau buruk dalam
melaksanakan Pancasila dan memberi sangsi batin yang berujud evaluasi
kepada diri sendiri, atau sebelum melakukan perbuatan membuat pedoman

Realisasi Pancasila 14
Pancasila berupa perintah, larangan, anjuran atau membiarkan untuk
berbuat/tidak berbuat yang ditaatinya sendiri juga. Apabila tidak mentaati
maka akan mendapat sangsi batin berupa celaan terhadap diri sendiri.
b) Apabila telah melaksanakan maka akan diperoleh suatu kesiapan pribadi untuk
mengaktualisasikan Pancasila, yang selanjutnya akan merupakan satu
keyakinan tentang kebenaran.
c) Dengan demikian akan memiliki suatu ketahanan ideologi yang berdasarkan
keyakinan atas kebenaran Pancasila, sehingga dirinya akan merupakan sumber
kemampuan, untuk memelihara, mengembangkan, mengamalkan,
mewariskan, merealisasikan Pancasila dalam segala aspek kehidupan.
d) Jika setiap orang Indonesia telah memiliki kondisi yang demikian keadaannya
maka setiap orang Indonesia akan berkepribadian berwatak dan berhati nurani
Pancasila sehingga akan terjelmalah negara dan masyarakat Pancasila.
Agar realisasi itu menjadi perbuatan dalam bentuk tindakan-tindakan yang
tepat, maka harus dipertimbangkan dan dipelajari bentuk-bentuk aktualisasi yang
sesuai bagi berbagai bidang serta lingkungan.
Pada dasarnya ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan yang
bersifat dinamis. Statis dalam pengertian intinya atau esensinya (yaitu nilai-nilai
yang bersifat rokhaniah dan universal) sehingga merupakan ciri khas, karakter
yang bersifat tetap dan tidak berubah. Bersifat dinamis dalam arti bahwa
aktualisasinya senantiasa bersifat dinamis inovatif, sesuai dengan dinamika
masyarakat, perubahan, serta konteks lingkungannya. Misalnya dalam konteks
lingkungan kenegaraan, sosial, politik, hukum kebudayaan, pendidikan, ekonomi,
hankam, kehidupan keagamaan, LSM, organisasi masa, seni, bahkan lingkungan
dunia IT, internet dan konteks lingkungan masyarakat lainnya (bandingkan
Notonagoro, 1971: 47, 48).
Strategi dan Metode. Proses internalisasi harus diikuti dengan strategi serta
metode yang relevan dan memadai. Hal ini berdasarkan realitas objektif,
bahwa subjek dan objek internalisasi dan aktualisasi itu adalah manusia dan
dalam lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara. Oleh karena itu dalam
proses internalisasi dan aktualisasi harus ditetapkan strategi yang relevan serta
metode yang efektif. Internalisasi tidak hanya dalam suatu situasi pendidikan

Realisasi Pancasila 15
formal saja, melainkan juga lingkungan pendidikan informal, nonformal,
maupun lingkungan masyarakat lainnya. Terlebih lagi sebagaimana dijelaskan
di depan internalisasi dilakukan dalam berbagai macam konteks lingkungan
masyarakat, sehingga strategi dan metode yang diterapkan harus sesuai
dengan lingkungan sosial masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat serta
karakteristik masyarakat.

Realisasi Pancasila 16
F. Proses Pembentukan Kepribadian Pancasila

Bila mana kita rinci pemahaman dan aktualisasi Pancasila sampai pada
tingkat mentalitas, kepribadian dan ketahanan ideologi adalah sebagai berikut:
1) Proses penghayatan diawali dengan memiliki tentang pengetahuan yang
lengkap, dan jelas tentang kebaikan dan kebenaran Pancasila. Kemudian di
serapkan dan di hayati sehingga menjadi suatu kesadran yaitu orang selalu
dalam keadaan mengetahui keadaan diri sendiri, memahami, serta memiliki
pengetahuan Pancasila.
2) Kemudian di tingkatkan kedalam hati sanubari sampai adanya suatu ketaatan ,
yaitu suatu kesediaan yang harus senantiasa ada untuk merealisasikan
Pancasila.
3) Kemudian disusul dengan adanya kemampuan dan kebiasaan untuk
melakukan perbuatan mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari
hari baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan.
4) Kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu selalu terselenggaranya
kesatuan lahir batin, kesatuan akal, rasa, kehendak sikap dan perbuatan.
Berdasarkan tingkatan dan proses pembentukan kepribadian tersebut ,
maka memiliki pengetahuan tentang pancasila menjadi suatu hal yang sangat vital.
Oleh karena itu di tenggekamkannya Pancasila dalam reformasi kepribadian
tersebut , maka memiliki pengetahuan tentang pancasila menjadi suatu hal yang
sangat vital. Oleh karena itu di tenggekamkannya Pancasila dalam reformasi yang
berlangsung hampir 15 tahun berakibat hilangnya estafet pewarisan nilai-nilai
Pancasila pada generasi penerus bangsa. Akibatnya generasi penerus dewasa ini
dalam keadaan kekosongan identitas dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang
dimilikinya sendiri sebagai suatu kepribadian bangsa. Oleh karena itu, dewasa ini
proses pembentukan kepribadian berdasarkan nilai-nilai Pancasila harus di
lakukan secara serius , terutama oleh kalangan elit Negara.

Kepribadiaan manusia
Kepribadian, merupakan penampilan (lebih ke psikologis) seseorang yang
terpancar dari karakter. Namun penampilan ini belum tentu mencerminkan
karakter yang bersangkutan, karena dapat saja tertampilkan sangat bagus tetapi

Realisasi Pancasila 17
didorong oleh ”kemunafikan”. Dengan demikian untuk mengenal seseorang
secara lengkap diperlukan waktu, karena yang terpancar sebagai lingkaran terluar
adalah kepribadian yang bisa mengecoh, sementara lingkaran kedua adalah
karakter dan lingkaran terdalam adalah jatidirinya.
Secara visual hubungan antara jatidiri, karakter dan kepribadian dapat
digambarkan sebagai berikut:

Pendidikan Pancasila sangat bermanpaat dalam membangun karakter


bangsa karena dengan mempelajari pendidikan pancasila dapat menimbulkan
kesadaran dalam diri manusia itu sendiri, karena sesungguhnya pembangunan
Indonesia harus mengarah kepada kesempurnaan manusia dan harus dapat
memanusiakan manusia, bukan membangun secara fisiknya saja tetapi juga harus
berdampak pada kualitas manusia dan merubah peradaban manusianya maka bumi
Indonesia menjadi layak sebagai tempat tinggal manusia (surga dunia), bukan
tempat bagi manusia jadi-jadian.
Dalam membangun karakter bangsa sebaiknya dengan menerapkan nilai-
nilai yang terkandung pada pancasila karena jika suatu bangsa dapat
mengamalkannya maka akan terbentuk suatu bangsa berkarakter tangguh serta
akan di dapati Negara yang aman dan sejahtera.

Realisasi Pancasila 18
G. Sosialisasi dan Pembudayaan Pancasila

Epistemologi Realisasi Nilai-nilai Pancasila

Dalam proses realisasi, sosialisasi dan pembudayaan Pancasila yang harus


diletakkan lebih dulu adalah pemahaman terhadap sistem epistomologi yang
benar.maksudnya jika ingin mengamalkan pancasila harus difahami lebih duu
bahwa pancasila itu adalah merupakan suatu sistem nilai,dimana kelima sila
merupakan suatu kesatuan yang sistematik.
Selain itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara,
yakni disebut juga Philosofische Grondslag. Oleh karena itu sistem epistemologi
dalam realisasi Pancasila adalah Pancasila sebagai suatu sistem nilai, kemudian
dijabarkan dalam norma dasar negara yaitu UUD 1945 yang lazimnya melalui
suatu asas yang pada gilrannya kemudian dijabarkan dalam suatu realisasi praksis,
atau dalam suatu pengamalan yang bersifat kongkrit dan empritis.
Dan juga Pancasila merupakan suatu filsafat bangsa Indonesia, maka dari
itu Pancasila juga diberi istilah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.

Proses Sosialisasi dan Pembudayaan Pancasila

Perlu kita ketahui bahwa wujud kebudayaan manusia itu dapat berupa
suatu komleks gagasan, ide-ide, dan pikiran manusia yang dalam hal ini bersifat
abstrak.Hasil kebudayaan manusia ini merupakan suatu nilai yang hanya dapat
dipahami, dihayati dan dimengerti oleh manusia, misalnya pengetahuan, ideology,
etika,norma dan sebagainya. Dalam hubungan dengan nilai-nilai agama,
kebudayaan yang berupa nilai ini juga berasal dari nilai-nilai keagamaan, karena
agama itu merupakan pandangan hidup dan pedoman hidup manusia.maka dari itu
dalam Pancasila bukan hanya terdapat nilai kemanusiaan saja, akan tetapi juga
nilai keagamaan.
Selain itu wujud kebudayaan manusia juga bersifat kongkret yaitu berupa
aktivitas manusia dalam masyarakat atau saling interaksi sehingga terwujudlah
suatu sistem sosial. Sistem sosial ini tidak dapat dilepaskan dengan tatanan nilai
sebagai suatu dasar dan pedoman.danjuga didalam suatu fenomena sosial budaya

Realisasi Pancasila 19
akan terkandung didalamnya suatu nilai keagamaan, nilai kemanusian dan nilai
kebersamaan.
Wujud budaya kongkret lainnya adalah bentuk-bentuk budaya fisik yang
dihasilkan oleh manusia yang juga disebut sebagai benda-benda budaya. Dalam
hubungan ini manusia mebutuhkan sarana fisik untuk mencapai tujuannya.Benda-
benda budaya tersebut baik berupa sarana atau alat-alat dalam kehidupan
masyarakat.benda-benda budaya ini baik yang beergerak seperti kendaraan, mesin
dan hasil teknologi lainnya.atau yang tidak bergerak seperti sarana ibadah,
bangunan, mata uang dan sebagainya.
Hasil budaya fisik ini senantiasa bersumber pada kebudayaan manusia
yang berupa sistem nilai yang merupakan pedoman dan pandangan hidup suatu
masyarakat. Jikalau nilai-nilai tersebut berasal dari nilai-nilai keagamaan, maka
didalam karya budaya yang berupa benda-benda budaya itu terkandung nilai-nilai
keagamaan, nilai kemanusian dan nilai kebersamaan.Misalnya tempat ibadah,
bangunan, bahasa dan yang sebagainya.
Secara sistematik, wujud sistem sosial-kebudayaan dalam pembudayaan
Pancasila dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) sistem nilai,
(Pembudayaan nilai-nilai Pancasila) (2) sistem sosial (Pembudayaan Pancasila
pada kehidupan sosial) dan (3) wujud fisik (Pembudayaan Pancasila dalam
wujud budaya fisik). Dalam hubungan ini Pancasila merupakan core value sistem
sosial-kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu merupakan suatu esensi nilai
kehidupan sosial-kebudayaan yang multikulturalisme.
1. Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila
Yaitu proses pembudayaan pada domein values ( nilai ).Dalam proses
Pembudayaan harus menggunakan strategi dengan senantiasa menghubungkan
nilai-nilai Pancasila dengan realitas kongkrit kehidupan manusia.Misalnya nilai
Ketuhanan, selain pengertian Ketuhanan juga harus dihubungkan dengan realitas
kehidupan manusia dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.Misalnya sikap
toleransi, tidak memaksakan keyakinan beragama pada orang lain dan lain
sebagainya.

Realisasi Pancasila 20
Sila Kemanusiaan, misalnya selain menanamkan pengertian nilai kemanusiaan,
juga dihubungkan dengan realitas kehidupan manusia, misalnya suka melakukan
kegiatan kemanusiaan, mengangkat hartkat dan martabat manusia.
Sila Persatuan, misalnya selain memberikan pengertian tentang nilai persatuan,
juga dihubungkan dengan kehidupan praksis.Misalnya cinta tanah air, bangsa dan
negara, memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai Kerakyatan, misalnya selain memeberikan pengertian nilai kerakyatan,
juga dihubungkan dengan realitas kongkrit, misalnya memberikan hak yang sama
pada orang lain, menghargai pendapat orang lain, melakukan musyawarah untuk
mencapai suatu mufakat dalam suatu masalah dalam kehidupan masyarakat dan
lain sebagainya.
Sila Sosial, selain memberikan pengertian nilai keadilan sosial, juga dihubungkan
dengan kehidupan kongkrit. Misalnya memberikan hak pada orang yang memang
menjadi haknya, memenuhi kewajiban dalam kehidupan bermasyakat,
mewujudkan kebersamaan dan tidak menonjolkan kepentingan individu, dan lain
sebagainya.
2. Pembudayaan Pancasila pada kehidupan sosial
Yaitu proses pembudayaan Pancasila dalam kehidupan sosial-budaya
secara kongkrit. Dalam hubungannya ini realisasi Pancasila dilakukan secara
langsung dalam kehidupan masyarakat secara kongkrit. Nilai-nilai Pancasila
diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat yang sesuai dengan situasi, kondisi
dan keadaan masyarakat.Misalnya dalam lingkungan RT, RW yang dengan
langsung mempraktekkan dan mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Misalnya
praktek-realisasi musyawarah-mufakat, sikap toleransi, sikap tenggang rasa,
realisasi kemanusiaan, misalnya mebantu warga yang sedang kesulitan dan lain
sebagainya.Pembudayaan pada kehidupan sosial juga dapat dilakukan melalui
IT,internet,dan juga pada media-media sosial,misalnya dengan membetuk suatu
komunitas tertentu, berkomunikasi dengan menggunakan media online, dan
dengan sendirinya pesan-pesan komunikasi dirumuskan dengan berdasarkan nilai-
nilai Pancasila, hal ini sangat efektif terutama terhadap kalangan generasi muda.

Realisasi Pancasila 21
3. Pembudayaan Pancasila dalam Wujud Budaya Fisik
Yaitu pembudayaan nilai-nilai Pancasila secara langsung dalam wujud
kebudayaan fisik.Misalnya pada kaos dengan simbol nasionalisme, semboyan
kebangsaan dan lain sebagainya. Dapat pula pada suatu cindera mata yang
didalamnya terkandung ungkapan, atau icon Pancasila. Secara lebih luas dapat
dilakukan pada benda budaya lain seperti buku, buku cerita anak, gantungan
kunci, pakaian, lukisan dan lain sebagainya.

Realisasi Pancasila 22

Anda mungkin juga menyukai