KELOMPOK 14:
PAI-6 SEMESTER VII
NUHDIN
ZAIDAN ZEGA
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam
kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi
kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam
UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal
30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa
pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia
tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Usaha untuk melindungi hak asasi manusia atau HAM sudah diperdebatkan sejak
waktu menyusun rancangan UUD 1995 di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekerno – Supomo di satu pihak dan Hatta – Muh.
Yamin di lain pihak. Menurut Soekarno – Soepomo, negara yang hendak didirikan berdasarkan
paham kekeluargaan, sedangkan HAM adalah buah dari paham individualisme, sehingga HAM
tidak perlu dimasukkan dalam UUD.
Terlepas dari penilaian hasil perdebatan tersebut, ketika rancangan UUD 1945 disahkan
pada tanggal 18 agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, di dalam Batang
Tubuh dari UUD 1945, HAM hanya dimuat pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal
31, Pasal 34 saja, sedangkan untuk pelaksanaan dari Pasal 28, Pasal 30, dan Pasal 31 masih
harus ditetapkan dengan undang-undang.
Pada waktu berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950, masing-masing adalah
satu-satunya konstitusi atau UUD di seluruh dunia yang telah berhasil memasukkan HAM
seperti yang dimuat di dalam Deklarasi HAM – PBB ke dalam Konstitusi atau UUD1
Pada waktu Konstituante menyusun UUD untuk menggantikan UUDS 1950, sebenarnya
Konstituante sudah berhasil menyusun HAM yang akan dimuat dalam UUD2, tetapi keburu
Konstituante dibubarkan dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang tanggal 5 juli 1959 dan memberlakukan UUD 1945.
Setelah ditetapkan UUD 1945 berlaku kembali, baik zaman Orde Lama maupun Orde
Baru, banyak sekali dikeluarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang isinya
merupakan pelanggaran HAM, misalnya zaman Orde Lama telah dikeluarkan Penetapan
1
Muhammad Yamin.1982. Proklamasi dan Konstitusi. Ghalia Indonesia:Jakarta. hlm. 92
1
Presiden Nomor 7 Tahun 1959 tentang syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian dan
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960 tentang pengakuan, pengawasan, dan pembubaran
partai, sedangkan pada Orde Baru telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golongan Karya yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1985.
Karena banyak sekali terjadi pelanggaran HAM, maka banyak sekali pula tekanan-
tekanan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri agar ada perlindungan HAM di
Indonesia. Untuk menanggapi tekanan-tekanan tersebut, dengan Keputusan Presiden Nomor
50 Tahun 1993 telah dibentuk Komisi Nasional Hak Manusia yang kegiatannya anatar lain
adalah memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberikan pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintahan negara mengenai pelaksanaan HAM.2
Ternyata Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tidak
mendapat persetujuan dari DPR untuk menjadi undang-undang dan sebagai gantinya
ditetapkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
yang mulai berlaku pada tanggal 23 November 2000 dengan mencabut dan menyatakan tidak
berlaku Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Didalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000 disebutkan bahwa
dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan dapat melindungi HAM, baik perseorangan
maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan
perasaan aman, baik bagi perseorangan maupun masyarakat terhadap pelanggaran HAM yang
berat.
2
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, hlm. 411.
2
1.3 Tujuan
1 Mengetahui apa aitu hak asasi manusia
2 Mengetahui sejarah perkembangan hak asasi manusia
3 Mengetahui macam-macam hak asasi manusia
4 Mengetahui bagaimana pengadilan HAM di Indonesia
5 Dapat mengetahui apa saja hukum acara dalam pengadilan HAM
6 Untuk dapat mengetahui permasalahan dan penegakkan HAM di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) sebagai hak dasar yang dimiliki manusia, eksistensinya
melekat pada kodrat manusia sejak dilahirkan. Hal tersebut juga sebagai tanda bahwa ia adalah
"manusia". Manusia yang dimaksud dalam hal ini ialah, pertama "manusia seutuhnya" yang
merupakan ciptaan Tuhan YME dilengkapi dan dianugerahi seperangkat hak kodrati yang
bersifat sangat asasi, karenanya tidak boleh diabaikan dan dimarjinakan oleh siapa pun. HAM
dimiliki manusia semata- mata karena la manusia, bukan karena diberikan oleh negara, hukum
ataupun pemberian manusia lainnya. Oleh karena itu, eksistensinya pun sama sekali tidak
bergantung pada pengakuan dari negara, hukum atau manusia lainnya. Kedua, manusia yang
dimaksud adalah "semua manusia bukan hanya manusia-manusia tertentu, dan tetap harus
diakui bahwa "semua manusia memiliki hak asasi yang dianugerahi oleh Sang Penciptanya,
yakni Tuhan YME, sehingga "semua manusia" karena hak yang dimilikinya itu mempunyai
martabat tinggi dan keberadaannya harus diakui, dihormati serta dijunjung tinggi oleh "semua
manusia di dunia. Dengan demikian HAM bersifat universal, artinya keberlakuannya tidak
dibatasi oleh ruang atau tempat (berlaku di mana saja), tidak dibatasi oleh waktu (berlaku kapan
saja), tidak terbatas hanya pada orang-orang tertentu (berlaku untuk siapa saja), serta tidak
dapat diambil, dipisahkan dan dilanggar oleh siapa pun.3
HAM adalah hak-hak yang diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada
manusia karena hakikat dan kodrat kelahirannya sebagai manusia. Dinyatakan 'universal'
karena hak-hak ini merupakan bagian dari eksistensi kemanusiaan setiap orang, tanpa
membedakan warna kulit, jenis kelamin, usia, etnis dan budaya, agama atau keyakinan
spiritualitasnya. Hak tersebut 'melekat' pada kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan
berasal dari pemberian suatu organisasi kekuasaan manapun.
Selain unsur "universal" dan "melekat" pada manusia, dalam istilah hak asasi manusia,
terkandung pula lima prinsip dasar yang menjadi acuan dalam menegakkan nilai-nilai hak asasi
manusia, yaitu:
a Equality (kesetaraan), adalah ekspresi dari konsep untuk menghormati manusia sebagai
umat yang merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya.
3
Widiada Gunakaya. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia. IKAPI:Yogyakartah. hal.1-2
4
b Non-discrimination (non diskriminasi) menunjukkan bahwa tidak seorangpun dapat
ditiadakan eksistensinya karena latar belakang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, keyakinan politik atau ideologi, dan kebangsaan atau kewarganegaraan.
c Indivisibility (tak terbagi), hak asasi manusia adalah menyatu, tidak dapat dipisah-pisahkan
termasuk di dalamnya adalah hak sipil-politik, hak ekonomi, sosial budaya, dan hak-hak
kolektif.
d Interdependence (saling bergantung), menunjukkan bahwa pemenuhan suatu hak asasi
manusia bergantung pada pemenuhan hak lainnya, baik sebahagian maupun seluruhnya.
e Responsibility (tanggungjawab), menegaskan setiap negara, individu, dan lain (korporasi,
organisasi-organisasi nonpemerintah dan lainnya) wajib bertanggungjawab dalam
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.4
4
M. Ashri. 2018. Hak Asasi Manusia, Filosofi, Teori & Instrumen Dasar. CV.Social Politic Genius
(SiGn):Makassar. h.3
5
bentuk konstitusi, baik, tertulis (written constitution) atau tidak tertulis (unwritten
constitution). Terlepas dari perbedaan pengertian konstitusi.
Dalam pengertian ini, maka Undang-Undang Dasar (UUD) berperan penting sebagai
hukum dasar bagi sebuah negara. UUD merupakan referensi terpenting bagi kehidupan dan
mekanisme ketatanegaraan. Sebagai konstitusi tertulis, UUD umumnya berisikan latar
belakang hasrat bernegara, landasan filosofi kenegaraan, tujuan negara, struktur organisasi dan
mekanisme pemerintahan negara yang diinginkan oleh bangsa yang mendirikan dan
mempertahankan negara itu. 20 Hal terse- but juga berlaku bagi kita bangsa Indonesia. UUD
1945 diyakini sebagai konstitusi normatif yang menjiwai dan mendasari gerak dan arah pem-
bangunan nasional. UUD 1945 merupakan konsep dasar sistem pengelolaan kehidupan
nasional.
Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencan- tuman secara eksplisit
seputar HAM muncul atas kesadaran dan kon- sensus. Namun demikian, dalam kurun
berlakunya UUD di Indonesia, yakni UUD 1945. Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD
1945, dan UUD Amandemen IV Tahun 2002, pencantuman HAM mengalami pasang surut
yang lebih bersifat politis. Lebih dari itu, kerap kali muncul multi penafsiran atas teks-teks
konstitusi sehingga tidak jarang interpretasi penguasa lebih terkesan subjektif dan hegemonik.
Menurut Todung Mulya Lubis, kesadaran akan perlunya jaminan HAM yang lebih luas
sesungguhnya sangat kuat. Dalam perjalanan se- jarah negeri ini kita mencatat bahwa pernah
ada konstitusi, yaitu Kon- stitusi RIS UUD 1949) dan Konstitusi Sementara (UUDS 1950)
yang memuat secara komprehensif jaminan HAM yang secara umum dapat ditafsirkan sebagai
adopsi dari pasal-pasal HAM yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights
(1948).
Hanya saja, ketika UUD 1945 kembali berlaku sejak 5 Juli 1959, HAM menjadi
semakin kabur dan terkesan ambigue. Selain karena terlalu umumnya muatan HAM dalam
UUD 1945, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah semakin kaburnya wujud implementasi
dalam beberapa perundang-undangan organik. Akibatnya, isu HAM seba- tas retorika buah
dari tarikan penafsiran yang sempit atas pasal-pasal HAM yang juga terbatas sekali, untuk tidak
mengatakan nihil.
Hal ini sedikit mengalami perubahan Pasca Perubahan (Amande- men) Kedua UUD
1945 Tahun 2000. Setidaknya, dalam Perubahan Kedua tersebut HAM masuk ke dalam pasal-
6
pasal konstitusi dan ter- muat secara tegas dalam sebuah bab tersendiri dan pasal-pasal yang
relatif lebih banyak mengatur perihal HAM.5
5
Maksa El Mujtah. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai Dengan
Perubahan UUD 1945 Tahun 2002. Kencana: Jakarta. hal.6-10
7
a Hak asasi pribadi (personal rights) yang antara lain meliputi hak mengemukakan pendapat,
hak memeluk agama, hak beribadah menurut agama masing-masing, dan hak kebebasan
berorganisasi atau berserikat.
b Hak asasi ekonomi (property rights) yang antara lain meliputi hak memiliki sesuatu, hak
membeli dan menjual sesuatu, hak mengadakan suatu perjanjian atau kontrak, dan hak
memilih pekerjaan.
c Hak asasi untuk mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama dalam keadilan
hukum dan pemerintahan (rights of legal equility). Hak ini disebut hak persamaan hukum.
d Hak asasi politik (political rights), yang antara lain meliputi hak untuk diakui sebagai
warga negara yang sederajat. hak ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih dan dipilih
dalam pemilu, hak mendirikan partai politik, serta hak mengajukan petisi dan kritik atau
saran.
e Hak asasi sosial dan budaya (social and cultur rights), yang antara lain meliputi hak untuk
memilih pendidikan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, dan hak untuk
mengembangkan kebudayaan.
f Hak asasi untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum
(procedural rights), seperti hak mendapat perlakuan yang wajar dan adil dalam
penggeledahan, penangkapan, peradilan, dan pembelaan hukum.6
6
P.N.H, Simanjuntak. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas VII. IAIN Pontianak
Press:Jakarta. h.52
8
c Asas Nondiskriminasi, Suatu prinsip dasar bahwa setiap manusia tidak membedakan
perlakuan dalam segala ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku,
ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
d Asas Eternal Sebuah prinsip yang menekankan bahwa hak asasi manusia terkait dengan
keberadaan. tentang hakikat dan keberadaan manusia secara terus menerus, yang bersifat
abadi.
e Asas Saling Keterhubungan, Ketergantunga, dan Tidak Terbagi Prinsip dasar yang
menentukan keberadaan prinsip hak asasi manusia saling berhubungan, saling tergantung
dan tidak terpisahkan lagi.7
7
Mardenis. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan (Dalam Rangka Pengembangan Kepribadian Bangsa). Rajawali
Pers:Lampung. hal.20-21
9
Pemusnahan
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional
Penyiksaan
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional.
Penghilangan orang secara paksa
Kejahatan apartheid ( perbuatan tidak manusiawi yang dilakukan dalam konteks suatu
rezim kelembagaan penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok rasial atas suatu
kelompok atau kelompok-kelompok ras lain dan dilakukan dengan maksud untuk
mempertahankan rezim tersebut.) (Pasal 9 )
8
Wiyono. 2004. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia.Jakarta: Kencana.
10
PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM DI INDONESIA SETELAH BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000.
Pada saat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mulai berlaku, dibentuklah Pengadilan
HAM di beberapa daerah yang daerah hukumnya berada pada Pengadilan Negeri di :
1) Jakarta Pusat yang meliputi Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Propinsi Jawa
Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah.
2) Surabaya yang meliputi Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
3) Makassar yang meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya.
4) Medan yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi dan
Sumatera Barat.
B. Penangkapan
Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan
penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup dengan memperlihatkan surat tugas dan
memberikan tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka
dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat
perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang dipersangkakan. Penangkapan dapat
11
dilakukan untuk paling lama 1 hari (Pasal 11 ayat 1,2 dan 5). Dalam hal tersangka tertangkap
tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa penangkap harus
segera penyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada Penyidik ( Pasal 11 ayat
4)
C. Penahanan
Penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan paling lama 90 hari dan
dapat diperpanjang paling lama selama 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan
daerah hukumnya. Jika proses penyidikan belum selesai selama jangka waktu sebagaimana di
uraikan di atas, maka penahanan dapat diperpanjang paling lama 60 hari oleh Ketua Pengadilan
HAM sesuai dengan daerah Hukumnya. Penahanan untuk kepentingan penuntutan dapat
dilakukan paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang paling lama 20 hari oleh Ketua
Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Dalam hal jangka waktu penahanan selama
50 hari telah habis sedangkan proses penuntutan belum dapat diselesaikan, maka penahanan
dapat diperpanjang paling lama 20 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah
hukumnya.Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan HAM dapat
dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 hari oleh
Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan untuk kepentingan
pemeriksaan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi dapat dilakukan paling lama 60 hari dan
jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 hari oleh Ketua
Pengadilan Tinggi sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan untuk pemeriksaan Kasasi di
Mahkamah Agung dapat dilakukan paling lama 60 hari dan jangka waktu tersebut dapat
diperpanjang untuk paling lama 30 hari oleh Ketua Mahkamah Agung. (Pasal 12-17).
12
Manusia yang berat, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM dalam waktu paling lama
180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM ( pasal 31).
Dalam hal perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dimohonkan banding ke
Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90
hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi (Pasal 32 ayat 2 )
Dalam hal perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dimohonkan kasasi ke
Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputuskan dalam waktu paling lama 90 hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung (Pasal 33 ayat 1 ).
9
Bisri, Ilhami. 2004. Sistem Hukum Indonesia. PT Raja Grafindo Persada:Jakarta
13
G. Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi
Dalam Undang-Undang Pengadilan HAM memberikan alternatif penyelesaian
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dilakukan di luar Pengadilan HAM yaitu dilakukan
oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( Pasal 47) Keberadaan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan MPR-RI Nomor V/MPR/2000 tentang
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dimaksudkan sebagai lembaga ekstra yudisial
yang ditetapkan dengan Undang-Undang yang bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan
mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa
lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.
10
Boven, Theo. 2002. Mereka yang Menjadi Korban. Jakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta
14
4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia
dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
5. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi.
6. Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta
badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum
dan HAM.
9. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan
proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
15
7. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan
dari majikannya
8. Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin
diluar nikah.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengadilan di lingkungan Peradilan Umum
adalah merupakan pengadilan di Indonesia yang paling banyak mendapat sorotan masyarakat,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh
manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-
undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan
peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara
peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
3.2 Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.
17
DAFTAR PUSTAKA
18