Anda di halaman 1dari 21

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Disusun sebagai tugas kelompok pada Mata Kuliah Pendidikan Multikultural

Dosen Pengampu : Rabiatul Adawiyah, M.Pd.I

KELOMPOK 14:
PAI-6 SEMESTER VII
NUHDIN
ZAIDAN ZEGA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatnya saya dapat
menyelesaikan makalah tepat waktu. Makalah ini mengambil judul Pengadilan Hak Asasi
Manusia yang lebih banyak memberikan informasi kepada mengenai Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Penulis mengharapkan informasi yang disajikan dalam makalah ini akan dapat
membantu masyarakat untuk memahami secara umum tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
di Indonesia.
Medan, 04 Juni 2014

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia ........................................................................................ 4
2.2 Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia ..................................................................... 5
2.3 Macam-Macam Hak Asasi Manusia ................................................................................ 7
2.4 Asas Asas Hak Asasi Manusia ......................................................................................... 8
2.5 Pengadilan HAM di Indonesia ......................................................................................... 9
2.6 Hukum Acara dalam Pengadilan HAM ......................................................................... 11
2.7 Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia.......................................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17
3.2 Saran-saran ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam
kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi
kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam
UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal
30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa
pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia
tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Usaha untuk melindungi hak asasi manusia atau HAM sudah diperdebatkan sejak
waktu menyusun rancangan UUD 1995 di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekerno – Supomo di satu pihak dan Hatta – Muh.
Yamin di lain pihak. Menurut Soekarno – Soepomo, negara yang hendak didirikan berdasarkan
paham kekeluargaan, sedangkan HAM adalah buah dari paham individualisme, sehingga HAM
tidak perlu dimasukkan dalam UUD.
Terlepas dari penilaian hasil perdebatan tersebut, ketika rancangan UUD 1945 disahkan
pada tanggal 18 agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, di dalam Batang
Tubuh dari UUD 1945, HAM hanya dimuat pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal
31, Pasal 34 saja, sedangkan untuk pelaksanaan dari Pasal 28, Pasal 30, dan Pasal 31 masih
harus ditetapkan dengan undang-undang.
Pada waktu berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950, masing-masing adalah
satu-satunya konstitusi atau UUD di seluruh dunia yang telah berhasil memasukkan HAM
seperti yang dimuat di dalam Deklarasi HAM – PBB ke dalam Konstitusi atau UUD1
Pada waktu Konstituante menyusun UUD untuk menggantikan UUDS 1950, sebenarnya
Konstituante sudah berhasil menyusun HAM yang akan dimuat dalam UUD2, tetapi keburu
Konstituante dibubarkan dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang tanggal 5 juli 1959 dan memberlakukan UUD 1945.
Setelah ditetapkan UUD 1945 berlaku kembali, baik zaman Orde Lama maupun Orde
Baru, banyak sekali dikeluarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang isinya
merupakan pelanggaran HAM, misalnya zaman Orde Lama telah dikeluarkan Penetapan

1
Muhammad Yamin.1982. Proklamasi dan Konstitusi. Ghalia Indonesia:Jakarta. hlm. 92
1
Presiden Nomor 7 Tahun 1959 tentang syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian dan
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960 tentang pengakuan, pengawasan, dan pembubaran
partai, sedangkan pada Orde Baru telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golongan Karya yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1985.
Karena banyak sekali terjadi pelanggaran HAM, maka banyak sekali pula tekanan-
tekanan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri agar ada perlindungan HAM di
Indonesia. Untuk menanggapi tekanan-tekanan tersebut, dengan Keputusan Presiden Nomor
50 Tahun 1993 telah dibentuk Komisi Nasional Hak Manusia yang kegiatannya anatar lain
adalah memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberikan pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintahan negara mengenai pelaksanaan HAM.2
Ternyata Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tidak
mendapat persetujuan dari DPR untuk menjadi undang-undang dan sebagai gantinya
ditetapkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
yang mulai berlaku pada tanggal 23 November 2000 dengan mencabut dan menyatakan tidak
berlaku Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Didalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000 disebutkan bahwa
dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan dapat melindungi HAM, baik perseorangan
maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan
perasaan aman, baik bagi perseorangan maupun masyarakat terhadap pelanggaran HAM yang
berat.

1.2 Rumusan Masalah


1 Apa pengertian hak asasi manusia ?
2 Bagaimana sejarah perkembangan hak asasi manusia ?
3 Apa saja macam-macam hak asasi manusia ?
4 Bagaimana pengadilan HAM di Indonesia?
5 Apa saja hukum acara dalam pengadilan HAM?
6 Bagaimana permasalahan dan penegakkan HAM di Indonesia?

2
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, hlm. 411.

2
1.3 Tujuan
1 Mengetahui apa aitu hak asasi manusia
2 Mengetahui sejarah perkembangan hak asasi manusia
3 Mengetahui macam-macam hak asasi manusia
4 Mengetahui bagaimana pengadilan HAM di Indonesia
5 Dapat mengetahui apa saja hukum acara dalam pengadilan HAM
6 Untuk dapat mengetahui permasalahan dan penegakkan HAM di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) sebagai hak dasar yang dimiliki manusia, eksistensinya
melekat pada kodrat manusia sejak dilahirkan. Hal tersebut juga sebagai tanda bahwa ia adalah
"manusia". Manusia yang dimaksud dalam hal ini ialah, pertama "manusia seutuhnya" yang
merupakan ciptaan Tuhan YME dilengkapi dan dianugerahi seperangkat hak kodrati yang
bersifat sangat asasi, karenanya tidak boleh diabaikan dan dimarjinakan oleh siapa pun. HAM
dimiliki manusia semata- mata karena la manusia, bukan karena diberikan oleh negara, hukum
ataupun pemberian manusia lainnya. Oleh karena itu, eksistensinya pun sama sekali tidak
bergantung pada pengakuan dari negara, hukum atau manusia lainnya. Kedua, manusia yang
dimaksud adalah "semua manusia bukan hanya manusia-manusia tertentu, dan tetap harus
diakui bahwa "semua manusia memiliki hak asasi yang dianugerahi oleh Sang Penciptanya,
yakni Tuhan YME, sehingga "semua manusia" karena hak yang dimilikinya itu mempunyai
martabat tinggi dan keberadaannya harus diakui, dihormati serta dijunjung tinggi oleh "semua
manusia di dunia. Dengan demikian HAM bersifat universal, artinya keberlakuannya tidak
dibatasi oleh ruang atau tempat (berlaku di mana saja), tidak dibatasi oleh waktu (berlaku kapan
saja), tidak terbatas hanya pada orang-orang tertentu (berlaku untuk siapa saja), serta tidak
dapat diambil, dipisahkan dan dilanggar oleh siapa pun.3
HAM adalah hak-hak yang diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada
manusia karena hakikat dan kodrat kelahirannya sebagai manusia. Dinyatakan 'universal'
karena hak-hak ini merupakan bagian dari eksistensi kemanusiaan setiap orang, tanpa
membedakan warna kulit, jenis kelamin, usia, etnis dan budaya, agama atau keyakinan
spiritualitasnya. Hak tersebut 'melekat' pada kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan
berasal dari pemberian suatu organisasi kekuasaan manapun.
Selain unsur "universal" dan "melekat" pada manusia, dalam istilah hak asasi manusia,
terkandung pula lima prinsip dasar yang menjadi acuan dalam menegakkan nilai-nilai hak asasi
manusia, yaitu:
a Equality (kesetaraan), adalah ekspresi dari konsep untuk menghormati manusia sebagai
umat yang merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya.

3
Widiada Gunakaya. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia. IKAPI:Yogyakartah. hal.1-2

4
b Non-discrimination (non diskriminasi) menunjukkan bahwa tidak seorangpun dapat
ditiadakan eksistensinya karena latar belakang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, keyakinan politik atau ideologi, dan kebangsaan atau kewarganegaraan.
c Indivisibility (tak terbagi), hak asasi manusia adalah menyatu, tidak dapat dipisah-pisahkan
termasuk di dalamnya adalah hak sipil-politik, hak ekonomi, sosial budaya, dan hak-hak
kolektif.
d Interdependence (saling bergantung), menunjukkan bahwa pemenuhan suatu hak asasi
manusia bergantung pada pemenuhan hak lainnya, baik sebahagian maupun seluruhnya.
e Responsibility (tanggungjawab), menegaskan setiap negara, individu, dan lain (korporasi,
organisasi-organisasi nonpemerintah dan lainnya) wajib bertanggungjawab dalam
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.4

2.2 Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia


Dalam perkembangan kehidupan berbangsa, konstitusi merupakan pilihan terbaik
dalam memberi ikatan ideologis antara yang berkuasa dengan yang dikuasai (rakyat).
Konstitusi hadir sebagai "kata kunci" kehidupan masyarakat modern. Maka, sebagai bagian
yang terpenting da- lam kehidupan bernegara, konstitusi sekaligus mencerminkan hubungan
yang signifikan antara pemerintah dan rakyat. Tidak dapat dinafikan, karenanya, konstitusi
kemudian berisikan poin-poin mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak
terkecuali persoalan HAM. Kehadiran konstitusi merupakan conditio sine qua non bagi sebuah
nega- ra. Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan penjelasan tentang mekanisme
lembaga-lembaga negara, lebih dari itu di dalamnya ditemu- kan letak relasional dan
kedudukan hak dan kewajiban warga negara. Konstitusi merupakan social contract antara yang
diperintah (rakyat) yang memerintah (penguasa, pemerintah).
Hal senada juga diungkapkan oleh C.F. Strong dalam bukunya Modern Political
Constitutions yang mengatakan, the objects of a constitution, in short, are to limit the arbitrary
action of the government, to guarantee the rights of the governed, and to define the operation
of the sovereign power. Begitu pentingnya kehadiran konstitusi di sebuah negara, maka adalah
sulit dibayangkan bagaimana sebuah negara yang mengalami krisis terhadap konstitusinya.
Secara teoretis dapat disebutkan bahwa semua bangsa bernegara, menuangkan pokok-pokok
pandangan, pendirian, prinsip konseptual mengenai pengelolaan kehidupan mereka di dalam

4
M. Ashri. 2018. Hak Asasi Manusia, Filosofi, Teori & Instrumen Dasar. CV.Social Politic Genius
(SiGn):Makassar. h.3

5
bentuk konstitusi, baik, tertulis (written constitution) atau tidak tertulis (unwritten
constitution). Terlepas dari perbedaan pengertian konstitusi.

Dalam pengertian ini, maka Undang-Undang Dasar (UUD) berperan penting sebagai
hukum dasar bagi sebuah negara. UUD merupakan referensi terpenting bagi kehidupan dan
mekanisme ketatanegaraan. Sebagai konstitusi tertulis, UUD umumnya berisikan latar
belakang hasrat bernegara, landasan filosofi kenegaraan, tujuan negara, struktur organisasi dan
mekanisme pemerintahan negara yang diinginkan oleh bangsa yang mendirikan dan
mempertahankan negara itu. 20 Hal terse- but juga berlaku bagi kita bangsa Indonesia. UUD
1945 diyakini sebagai konstitusi normatif yang menjiwai dan mendasari gerak dan arah pem-
bangunan nasional. UUD 1945 merupakan konsep dasar sistem pengelolaan kehidupan
nasional.
Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencan- tuman secara eksplisit
seputar HAM muncul atas kesadaran dan kon- sensus. Namun demikian, dalam kurun
berlakunya UUD di Indonesia, yakni UUD 1945. Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD
1945, dan UUD Amandemen IV Tahun 2002, pencantuman HAM mengalami pasang surut
yang lebih bersifat politis. Lebih dari itu, kerap kali muncul multi penafsiran atas teks-teks
konstitusi sehingga tidak jarang interpretasi penguasa lebih terkesan subjektif dan hegemonik.
Menurut Todung Mulya Lubis, kesadaran akan perlunya jaminan HAM yang lebih luas
sesungguhnya sangat kuat. Dalam perjalanan se- jarah negeri ini kita mencatat bahwa pernah
ada konstitusi, yaitu Kon- stitusi RIS UUD 1949) dan Konstitusi Sementara (UUDS 1950)
yang memuat secara komprehensif jaminan HAM yang secara umum dapat ditafsirkan sebagai
adopsi dari pasal-pasal HAM yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights
(1948).
Hanya saja, ketika UUD 1945 kembali berlaku sejak 5 Juli 1959, HAM menjadi
semakin kabur dan terkesan ambigue. Selain karena terlalu umumnya muatan HAM dalam
UUD 1945, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah semakin kaburnya wujud implementasi
dalam beberapa perundang-undangan organik. Akibatnya, isu HAM seba- tas retorika buah
dari tarikan penafsiran yang sempit atas pasal-pasal HAM yang juga terbatas sekali, untuk tidak
mengatakan nihil.
Hal ini sedikit mengalami perubahan Pasca Perubahan (Amande- men) Kedua UUD
1945 Tahun 2000. Setidaknya, dalam Perubahan Kedua tersebut HAM masuk ke dalam pasal-

6
pasal konstitusi dan ter- muat secara tegas dalam sebuah bab tersendiri dan pasal-pasal yang
relatif lebih banyak mengatur perihal HAM.5

2.3 Macam-Macam Hak Asasi Manusia


Deklarasi Universal Hak Asasi tahun 1948 berisi 30 pasal yang memuat macam-macam
hak asasi manusia sebagai berikut.
a Hak atas kemerdekaan dan kesetaraan dalam martabat dan hak, tanpa perbedaan apa pun
serta hak kehidupan, kebebasan, dan keamanan pribadi (Pasal 1-3).
b Hak tidak boleh dibelenggu oleh peradaban dalam segala bentuknya (Pasal 4).
c Hak tidak dianiaya dan diperlakukan dengan keji (Pasal 5).
d Hak di bidang hukum yang meliputi kesamaan di bidang hukum, perlindungan hukum,
ganti rugi, dan hak untuk tidak dilakukan penangkapan, pengadilan yang adil dan terbuka,
asas praduga tak bersalah, dan hak atas pribadi (Pasal 6-12).
e Hak untuk bermukim, meninggalkan negara serta kembali ke negaranya (Pasal 13).
f Hak untuk memperoleh suaka di negara lain (Pasal 14).
g Hak atas kewarganegaraan (Pasal 15).
h Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (Pasal 16).
i Hak atas kekayaan (Pasal 17).
j Hak kebebasan berkeyakinan agama (Pasal 18).
k Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat (Pasal 19).
l Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat (Pasal 20).
m Hak ikut serta dalam pemerintahan (Pasal 21).
n Hak atas jaminan sosial (Pasal 22 dan Pasal 25).
o Hak atas bidang pekerjaan (Pasal 23 dan Pasal 24).
p Hak atas bidang pendidikan (Pasal 26).
q Hak atas bidang kebudayaan (Pasal 27).
r Hak atas tatanan sosial maupun internasional (Pasal 28).
s Kewajiban dalam rangka pelaksanaan hak asasi manusia (Pasal 29).
t Pembatasan untuk tidak boleh merusak hak-hak dan kebebasan yang tercantum dalam
deklarasi tersebut (Pasal 30).
Hingga dewasa ini, hak asasi manusia itu meliputi berbagai bidang seperti berikut ini:

5
Maksa El Mujtah. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai Dengan
Perubahan UUD 1945 Tahun 2002. Kencana: Jakarta. hal.6-10

7
a Hak asasi pribadi (personal rights) yang antara lain meliputi hak mengemukakan pendapat,
hak memeluk agama, hak beribadah menurut agama masing-masing, dan hak kebebasan
berorganisasi atau berserikat.
b Hak asasi ekonomi (property rights) yang antara lain meliputi hak memiliki sesuatu, hak
membeli dan menjual sesuatu, hak mengadakan suatu perjanjian atau kontrak, dan hak
memilih pekerjaan.
c Hak asasi untuk mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama dalam keadilan
hukum dan pemerintahan (rights of legal equility). Hak ini disebut hak persamaan hukum.
d Hak asasi politik (political rights), yang antara lain meliputi hak untuk diakui sebagai
warga negara yang sederajat. hak ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih dan dipilih
dalam pemilu, hak mendirikan partai politik, serta hak mengajukan petisi dan kritik atau
saran.
e Hak asasi sosial dan budaya (social and cultur rights), yang antara lain meliputi hak untuk
memilih pendidikan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, dan hak untuk
mengembangkan kebudayaan.
f Hak asasi untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum
(procedural rights), seperti hak mendapat perlakuan yang wajar dan adil dalam
penggeledahan, penangkapan, peradilan, dan pembelaan hukum.6

2.4 Asas Asas Hak Asasi Manusia


Belajar tentang hukum hak asasi manusia, konteks Belajar tidak dapat dipisahkan dari
“hukum” itu sendiri. Namun, ingatlah ini hak asasi manusia yang mendasar adalah
"fundamental" dan memiliki kebenaran, maka hak-hak dasar dalam hukum fungsional bersifat
"asas". untuk memperkuat eksistensi HAM. Prinsip-prinsip yang relevan meliputi:
a Asas kemelekatan Merupakan asas fundamental hak asasi manusia yang terikat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tidak
dapat dicabut (inalienable) dan diabaikan (indemgable) oleh siapapun.
b Asas Kesetaraan Bahwa setiap manusia memiliki HAM, maka setiap manusia memiliki
kedudukan yang setara dan mempunyai hak dan kewajiban yang setara atau seimbang.

6
P.N.H, Simanjuntak. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas VII. IAIN Pontianak
Press:Jakarta. h.52

8
c Asas Nondiskriminasi, Suatu prinsip dasar bahwa setiap manusia tidak membedakan
perlakuan dalam segala ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku,
ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
d Asas Eternal Sebuah prinsip yang menekankan bahwa hak asasi manusia terkait dengan
keberadaan. tentang hakikat dan keberadaan manusia secara terus menerus, yang bersifat
abadi.
e Asas Saling Keterhubungan, Ketergantunga, dan Tidak Terbagi Prinsip dasar yang
menentukan keberadaan prinsip hak asasi manusia saling berhubungan, saling tergantung
dan tidak terpisahkan lagi.7

2.5 Pengadilan HAM di Indonesia


Berdasarkan Pasal (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Pengadilan
HAM bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang
berat dan berwenang pula memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang
diluar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
Pelanggaran HAM berat meliputi :
a. Kejahatan Genosida yaitu : setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, kelompok agama dengan cara :
 Membunuh anggota kelompok
 Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok.
 Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagian.
 Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, atau Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu. (Pasal
8)
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu : salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
 Pembunuhan

7
Mardenis. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan (Dalam Rangka Pengembangan Kepribadian Bangsa). Rajawali
Pers:Lampung. hal.20-21

9
 Pemusnahan
 Perbudakan
 Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
 Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional
 Penyiksaan
 Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara.
 Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional.
 Penghilangan orang secara paksa
 Kejahatan apartheid ( perbuatan tidak manusiawi yang dilakukan dalam konteks suatu
rezim kelembagaan penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok rasial atas suatu
kelompok atau kelompok-kelompok ras lain dan dilakukan dengan maksud untuk
mempertahankan rezim tersebut.) (Pasal 9 )

 PENGADILAN HAM AD HOC


Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang
ini Nomor 26 Tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM Ad Hoc yang berada
dalam lingkungan Peradilan Umum yang pembentukannya atas usul Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden. Dalam hal
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM
Ad Hoc, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu
yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. (Pasal 43)8

8
Wiyono. 2004. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia.Jakarta: Kencana.

10
 PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM DI INDONESIA SETELAH BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000.
Pada saat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mulai berlaku, dibentuklah Pengadilan
HAM di beberapa daerah yang daerah hukumnya berada pada Pengadilan Negeri di :
1) Jakarta Pusat yang meliputi Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Propinsi Jawa
Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah.
2) Surabaya yang meliputi Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
3) Makassar yang meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya.
4) Medan yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi dan
Sumatera Barat.

2.6 Hukum Acara dalam Pengadilan HAM

A. Penyelidikan Dan Penyidikan


Penyelidikan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dilakukan oleh
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan dalam hal melakukan penyelidikan tersebut Komisi
Nasional Hak Asasi Nasional dapat membentuk Tim Ad Hoc yang terdiri dari Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat yang berwenang menerima laporan dan melakukan
pemeriksaan tentang dugaan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat ( Pasal 18
dan 19). Kewenangan untuk melakukan penyidikan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang berat dimiliki oleh Jaksa Agung namun tidak termasuk kewenangan untuk menerima
laporan dan pengaduan sebagaimana di atur dalam pasal 21.

B. Penangkapan
Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan
penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup dengan memperlihatkan surat tugas dan
memberikan tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka
dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat
perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang dipersangkakan. Penangkapan dapat

11
dilakukan untuk paling lama 1 hari (Pasal 11 ayat 1,2 dan 5). Dalam hal tersangka tertangkap
tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa penangkap harus
segera penyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada Penyidik ( Pasal 11 ayat
4)

C. Penahanan
Penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan paling lama 90 hari dan
dapat diperpanjang paling lama selama 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan
daerah hukumnya. Jika proses penyidikan belum selesai selama jangka waktu sebagaimana di
uraikan di atas, maka penahanan dapat diperpanjang paling lama 60 hari oleh Ketua Pengadilan
HAM sesuai dengan daerah Hukumnya. Penahanan untuk kepentingan penuntutan dapat
dilakukan paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang paling lama 20 hari oleh Ketua
Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Dalam hal jangka waktu penahanan selama
50 hari telah habis sedangkan proses penuntutan belum dapat diselesaikan, maka penahanan
dapat diperpanjang paling lama 20 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah
hukumnya.Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan HAM dapat
dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 hari oleh
Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan untuk kepentingan
pemeriksaan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi dapat dilakukan paling lama 60 hari dan
jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 hari oleh Ketua
Pengadilan Tinggi sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan untuk pemeriksaan Kasasi di
Mahkamah Agung dapat dilakukan paling lama 60 hari dan jangka waktu tersebut dapat
diperpanjang untuk paling lama 30 hari oleh Ketua Mahkamah Agung. (Pasal 12-17).

D. Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Ham


Pemeriksaan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5
orang terdiri dari 2 orang Hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 orang Hakim
Ad Hoc (Pasal 27 ayat 2)
Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Ketua Mahkamah Agung yang
diangkat untuk masa waktu 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan (
Pasal 28, Pasal 32 ayat 4) sedangkan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung diangkat untuk
satu kali masa jabatan selama 5 tahun. (Pasal 33 ayat 5). Perkara pelanggaran Hak Asasi

12
Manusia yang berat, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM dalam waktu paling lama
180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM ( pasal 31).
Dalam hal perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dimohonkan banding ke
Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90
hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi (Pasal 32 ayat 2 )
Dalam hal perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dimohonkan kasasi ke
Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputuskan dalam waktu paling lama 90 hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung (Pasal 33 ayat 1 ).

E. Perlindungan Korban Dan Saksi


Setiap korban dan Saksi dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat berhak atas
perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan teror dan kekerasan dari pihak
manapun. Perlindungan semacan ini wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat
keamanan secara cuma-cuma sejak tahap penyelidikan, Penyidikan, penuntutan dan atau
pemeriksaan di sidang pengadilan ( Pasal 34 UU No. 26 Tahun 2000 jo Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi
dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat).9

F. Kompensasi, Restitusi Dan Rehabilitasi


Setiap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat
memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi yang dicantumkan dalam amar putusan
Pengadilan HAM (Pasal 35 ayat 1 dan 2).
1. Kompensasi adalah : ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu
memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku
atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk
kehilangan atau penderitaan atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
3. Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik,
jabatan atau hak-hak tertentu. Kompensasi, Restitusi dan atau Rehabilitasi diberikan kepada
korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya (Pasal 1, Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap
Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat).

9
Bisri, Ilhami. 2004. Sistem Hukum Indonesia. PT Raja Grafindo Persada:Jakarta

13
G. Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi
Dalam Undang-Undang Pengadilan HAM memberikan alternatif penyelesaian
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dilakukan di luar Pengadilan HAM yaitu dilakukan
oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( Pasal 47) Keberadaan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan MPR-RI Nomor V/MPR/2000 tentang
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dimaksudkan sebagai lembaga ekstra yudisial
yang ditetapkan dengan Undang-Undang yang bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan
mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa
lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.

2.7 Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia


Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan
perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik
dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3),
pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui
sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati,
kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku. 10
Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta
pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum
dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009
sebagai gerakan nasional
2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang
fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan
hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/
menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen

10
Boven, Theo. 2002. Mereka yang Menjadi Korban. Jakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta

14
4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia
dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
5. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi.
6. Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta
badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum
dan HAM.
9. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan
proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM


1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan
yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata
kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap
mahasiswa.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan
tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga
seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
5. Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang
artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang
6. Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika
masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum
nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan
korupsi, proses hukum nya sangatlah lama

15
7. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan
dari majikannya
8. Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin
diluar nikah.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengadilan di lingkungan Peradilan Umum
adalah merupakan pengadilan di Indonesia yang paling banyak mendapat sorotan masyarakat,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh
manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-
undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan
peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara
peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

3.2 Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.

17
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Yamin.1982. Proklamasi dan Konstitusi. Ghalia Indonesia:Jakarta.


Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia.
Widiada Gunakaya. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia. IKAPI:Yogyakartah.
M. Ashri. 2018. Hak Asasi Manusia, Filosofi, Teori & Instrumen Dasar. CV.Social Politic
Genius (SiGn):Makassar.
Maksa El Mujtah. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945
Sampai Dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002. Kencana: Jakarta
.N.H, Simanjuntak. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas VII. IAIN
Pontianak Press:Jakarta.
Mardenis. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan (Dalam Rangka Pengembangan Kepribadian
Bangsa). Rajawali Pers:Lampung.
Wiyono. 2004. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Kencana:Jakarta
Bisri, Ilhami. 2004. Sistem Hukum Indonesia. PT Raja Grafindo Persada:Jakarta
Boven, Theo. 2002. Mereka yang Menjadi Korban. Jakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta

18

Anda mungkin juga menyukai