Anda di halaman 1dari 18

HUKUM TATA NEGARA

HAK ASASI MANUSIA DAN LEMBAGA


PERWAKILAN

DOSEN PENGAMPU:

Dr. YUSNANI HASYIM ZUM, S.H, M.H

Disusun Oleh:
Kelompok 6

1. Nabilah Adzra 2212011491


2. Fadilla Auliya Syifa 2212011143
3. Rachmawati Pusvita N 2252011189
4. Oksa Aulia Ramadhani 2252011204
5. Nurlya Wulan Fadillah 2252011205
6. Ariana Herawati 2212011157
7. Fadilah 2212011553
8. Riky Rahmat Wiraprana 2212011509
9. Junior Karnado 2212011372

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS LAMPUNG
T.A. 2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..........................................................................1


1.2. Rumusan Masalah .....................................................................2
1.3. Tujuan ......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Hak Asasi Manusia (HAM) ......................................................3
2.1.1. Sejarah HAM ................................................................6
2.1.2. Jaminan HAM dalam UUD 1945 ..................................7
2.1.3. Pengadilan HAM ..........................................................7
2.1.4. Komnas HAM ...............................................................8

2.2. Lembaga Perwakilan ............................................................. 10


2.2.1. Lembaga Perwakilan .................................................. 10
2.2.2. Partai Politik ............................................................... 11
2.2.3. Pemilihan Umum ........................................................ 12
2.2.4. Hubungan Lembaga Perwakilan, Partai Politik dan
Kedaulatan Rakyat ...................................................... 14

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ...............................................................................15

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
ibu Dr. Yusnani Hasyim Zum, S.H., M.H. Sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum
Tata Negara yang telah membantu memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 14 Maret 2023

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sebuah konsep ideal yang menyatakan bahwa
setiap manusia memiliki hak yang sama dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun,
baik pemerintah maupun individu lainnya. Hak Asasi Manusia (HAM) juga mempunyai
prinsip-prinsip yang memastikan bahwa setiap orang mempunyai hak individu yang
diakui secara hukum tanpa adanya diskriminasi. Hak Asasi Manusia (HAM) meliputi
hak-hak seperti hak atas kebebasan berbicara, hak atas privasi, hak atas kebebasan
beragama, dan hak atas kesetaraan di depan hukum. Konsep HAM ini berkembang
seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan diakui secara internasional oleh
negara-negara di seluruh dunia.
Hak Asasi Manusia (HAM) dapat mencakup berbagai tantangan dan hambatan yang
dihadapi dalam melindungi dan mempromosikan HAM, baik di tingkat nasional maupun
internasional, seperti ketidak patuhan dan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan dan
memenuhi hak asasi manusia, serta berbagai faktor sosial, politik, dan ekonomi yang
memengaruhi pelaksanaan HAM. Dalam hal ini upaya yang dapat dilakukan pemerintah
adalah mendengar suara-suara dari rakyat agar terlindunginya setiap hak-hak individu
melalui para wakil rakyat atau lembaga perwakilan rakyat.

Lembaga perwakilan pemerintah, seperti parlemen atau dewan perwakilan rakyat,


adalah sebuah elemen penting dalam sistem pemerintahan demokratis yang dibentuk
untuk menjaga stabilitas dan kemakmuran negara. Lembaga perwakilan pemerintah
biasanya terdiri dari anggota yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum, dan
bertanggung jawab untuk mewakili aspirasi rakyat, dan memastikan bahwa kepentingan
publik dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Lembaga perwakilan pemerintah memiliki sejarah sejak kemerdekaan Indonesia pada
tahun 1945, mulai dari bentuk pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang lebih
demokratis. Menurut UUD 1945 terdapat tiga lembaga perwakilan rakyat yang berada di
indonesia yaitu MPR, DPR, dan DPRD. Peran dari lembaga perwakilan adalah
melegalisasi Undang-undang, pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, dan mewakili
suara rakyat. Dari banyaknya peran lembaga perwakilan terdapat tantangan dan hambatan
yang dihadapi dalam menjalankan tugas, seperti kurangnya partisipasi publik dalam
proses politik, konflik kepentingan, dan ketidakmampuan lembaga perwakilan
pemerintah dalam memenuhi aspirasi dan kebutuhan rakyat.

Oleh karena itu, untuk menemukan penjelasan lengkap tentang hukum tata negara,
kami mengungkapkan pembahasan dalam makalah ini tentang definisi dan sejarah dari
Hak Asasi Manusia(HAM) juga sejarah dan tugas-tugas dari Lembaga perwakilan rakyat.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan ruang lingkup dari Hak Asasi Manusia ?


2. Bagaimana perkembangan sejarah dari Hak Asasi Manusia?
3. Apa pengertian dan tugas yang diberikan kepada Lembaga Perwakilan?
4. Bagaimana sistem dari Lembaga Perwakilan ini berkerja?

1.3.Tujuan

1. Agar mahasiswa dapat memahami pengertian Hak Asasi Manusia.


2. Untuk mengetahui ruang lingkup dari Hak Asasi Manusia yang berlaku di
indonesia.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab dari Lembaga Perwakilan.
4. Untuk mengetahui perwujudan dan keseriusan Pendidikan Pancasila.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak-hak asasi manusia (HAM) atau dikenal dengan istilah ‘hak- hak manusia’ (human
rights) adalah hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang
melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia.
Dikatakan ‘universal’ karena hak- hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan
setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar
belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualnya. Dikatakan ‘melekat’atau
‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki siapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya
sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun.

Terdapat beberapa terminologi mengenai sebutan Hak Asasi Manusia (HAM) yang
biasa digunakan adalah :
1. Human Rights
2. Fundanmental rights atau basic rights.
3. Natural Rights.
4. Civil Rights.
5. Hak kodrati.

Secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari 3 (tiga) kata, yaitu hak, asasi dan
manusia yang berasal dari bahasa Arab, sedangkan manusia berasal dari kata bahasa
Indonesia.

a) Pendapat para sarjana

1. Walhoff menjelaskan bahwa “manusia mempunyai hak-hak yang sifatnya kodrat.


Hak-hak ini tidak dapat dicabut oleh siapapun juga, dan juga tak dapat dipindah
tangankan dari satu manusia kemanusia yang lain”.
2. Kuntjoro Purbopranoto, mengertikan HAM sebaga hak-hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari pada hakekatnya dan karena
itu bersifat suci.
3. Sementara, Muladi menyatakan bahwa apapun rumusanya, HAM adalah hak yang
melekat secara alamiah (inherent) pada dari manusia sejak manusia lahir, dan
tanpa hak tersebut manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia
yang utuh.
4. Adapun Mahfud MD mendefinisikan HAM sebagai hak yang melekat pada
martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa
manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrat).

3
b) Menurut teori hukum internasional

1. Berbasiskan kepada teori hukum alam menyebutkan bahwa HAM adalah hak
yang melekat pada setiap umat manusia di dunia, diakui secara legal oleh seluruh
uma manusia sehingga hak tersebut tidak dapat dicabut, dihilangkan, atau
dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun. Karenanya, HAM tidak
memerlukan pengakuan, atau tindakan apapun dari orang-orang, individu atau
kelompok dan negara.
2. Sedangkan, Marxisme menolak konsepsi HAM sebagaimana maksud oleh hukum
internasional, sebab tidak terdapat HAM yang bersiftat alamiah, atau kodrati,
melainkan HAM individu baru dapat di akui jika diperkenankan oleh negara atau
kelompok. Teori Marxis menggariskan bahwa HAM ddapatkan dari negara, dan
tdak secara alami dimiliki oleh manusia berdasarkan atas kelahirannya.
Pandangan positivitas justru menegaskan bahwa HAM tidak keluar dari manapun,
HAM telah dijamin oleh konstitusi, UU, atau kontrak.

Dalam pemikiran kebudayaan, tidak terdapat HAM yang bersifat universal. Sebab
teori hukum alam mengabaikan dasar masyarakat dari identitas individu sebagai
manusia yang mempunyai karakteristik, budaya dan kebiasaan yang tidak sama.
Karenanya tradisi yang berbeda dari budaya dan peradaban membuat manusia menjadi
berbeda. Maka, HAM pun tidak bisa diberlakukan secara universal, kecuali ketika
manusia mengalami keadaan desosialisasi atau dekulturasi.

c) Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Secara normatif, pilihan yang digunakan para legislator Indonesia sebagaimana


terdapat dalam Pasal 1 angkat 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia mengartikan HAM sebagai :
“...seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makjluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Senada dengan makna tersebut terdapat dalam dasar pertimbangan undang-undang


dimaksud yang menyebutkan bahwa :
“...hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun”

4
Dari beberapa pengertian tentang HAM baik dari para sarjana dan undamg-undang
di atas dapat dirangkum unsur-unsur dari HAM :

1. HAM bersifat melekat berarti HAM bukan pemberian, hadiah atau imbal jasa
atas sesuatu dari orang lain, negara, atau pemerintah, melainkan telah ada
bersama adanya manusia karena merupakan anugerah Tuhan. Karenanya,
kesetaraan pengakuan dan perlakuan tidak dapat dibedakan atas perbedaan suku,
agama, ras, tempat tinggal, atau warna (kulit, mata, rambut)
2. HAM tersebut harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun termasuk dan terutama oleh
penguasa, karena HAM adalah pemberian Tuhan sehingga tidak ada orang,
lembaga atau negara yang dapat mengurangi, menahan atau menghilangkan
(mencabut) hak mendasar tersebut dengan alasan atau kepentingan apapun.
3. Pengakuan adanya hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan secara
moral dan legal kepada manusia untuk menikmati kebebasan dari segala bentuk
penghambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau perlakuan apapun
lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak sebagai
manusia yang dimuliakan oleh Allah.

Dengan demikian HAM adalah hak-hak manusia adalah hak-hak manusia yang asasi,
yang tanpa hak-hak tersebut maka manusia tidak dapat dikatakan sebagai manusia
seutuhnya, bahkan jika hak-hak itu dikurangi atau dilanggar, maka berkurang pula
kualitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan dengan kata lain merendahkan manusia
sebagai ciptaan Tuhan sama saja dengan merendahkan Tuhan sebagai Sang Pencipta.

Secara konseptual dapat dikatakan bawha HAM memiliki dua dimensi, yaitu dimensi
moral dan dimensi hukum. Dimensi pertama yaitu, dimensi moral dari HAM, artinya
bahwa HAM adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut (non-
derogablerights), karena hak tersebut merupakan hak manusia karena ia adalah
manusia. Dimensi kedua bahwa dalam hal ini HAM adalah hak-hak yang dimiliki
manusia semata-mata karena ia manusia, dan umat manusia memilikinya bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif negara,
melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

Inilah yang disebut sebagai hak alamiah (natural rights), yaitu hak yang melekat
pada manusia terlepas dari segala adat-istiadat atau aturan tertulis. Termasuk kelompok
ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan. Hak –hak ini
bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia, meliputi :
1. Hak hidup;
2. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukum yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat;
3. Hak untuk bebas dari perbudakan;
5
4. Hak untuk bebas dari pemenjaraan akibat ketidaksanggupan memenuhi
kewajiban kontrak;
5. Hak untuk bebas dari dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal yang belum
menjadi hukum pada saat tindakan tersebut dilakukan (prinsip non-retroaktif);
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi hukum;
7. Hak atas kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan beragama.

2.1.1 Sejarah Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia menjadi sebuah komitmen dunia sejak dideklarasikannya


DUHAM (Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, the Universal
Declaration of Human Rights) pada tahun 1948, dan makin mendapat bentuk
hukum sejak dirumuskannya Kovenan tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (KIHESB) atau International Covenant an Economic, Social and Cultural
Rights) dan juga Konvenan International tentang Hak-hak Sipil dan Politik
(KHSP) atau the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
pada tahun 1966.

Sebelum DUHAM dideklarasikan, terdapat beberapa dokumen kesepakatan


yang dapat dikatakan sebagai dokumen HAM yaitu :
1. Magna Carta (1215) di Inggris, berisi kesepakatan pembagian kekuasaan
antara Raja John dengan para bangsawannya
2. The Bill of Rights (1689) juga di Inggris, berisi aturan untuk membatasi
kesewenangan raja Inggris dalam mengeluarkan hukum atau peraturan
baru diperlukan persetujuan parlemen
3. The American Declaration of Independenc (1776) dan disusul dengan the
US Bill of Rights (1791) yang berisi perlindungan atas hidup dan
kebebasannya.
4. The Declaration of the Rights of Man and the Citizen, atau la Declaration
des droits de I’homme et du Citoyen (1789) di Perancis yang mau
menjamin kebebasan pribadi berdasar prinsip librete, egalite et fratarnite.

Dalam perkembangannya, sejarah Hak Asasi Manusia dapat diperiodesasikan


ke dalam tiga generasi HAM. Generasi pertama hak sipil dan politik, generasi
kedua hak ekonomi dan sosial, serta ketiga hak atas pembangunan. Generasi
Pertama, Puncak perkembangan generasi pertama hak asasi manusia ini adalah
pada persitiwa penandatanganan naskah Universal Declaration of Human Rights,
190 Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide
perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di
beberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di
Amerika Serikat dengan Declaration of Independence, dan di Perancis dengan
Declaration of Rights of Man and of the Citizens.

6
Generasi kedua, Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan
ditandatanganinya International Couvenant on Economic, Social and Cultural
Rights193 pada tahun 1966. Generasi ketiga, Hak-hak ini mucul dari tuntutan
gigih negara berkembang atau dunia ketiga atas tatanan internasional yang adil.
Tuntutan atas hak itu yakni terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum
internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut:
1. Hak atas pembangunan;
2. Hak atas perdamaian;
3. Hak atas sumber daya alam sendiri;
4. Hak atas lingkungan hidup yangbbaik;
5. Hak atas warisan budaya sendiri

2.1.2 Jaminan Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945

Lepas dari kontroversi sejarah perdebatan dalam BPUPKI. yang dapat direkam
adalah bahwa proses legalisasi HAM dalam Konstitusi Indonesia terdapat tarik
menarik pandangan, serta teriadi pasang surut pengaturan yang tidak bisa
dibantah. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950 yang
pernah berlaku selama sekitar 10 tahun (1949-1959) memuat pasal-pasal tentang
HAM yang lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan dengan UUD 1945.
Bahkan kedua UUD tersebut mendasarkan ketentuan tentang HAM pada deklarasi
universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) 1948. Tetapi sejarah
bergerak mundur. Melalui Keppres No. 150 Tahun 1959 tanggal 5 Juli 1959,
Soekarno menyatakan UUD 1945 berlaku kembali, yang berarti memberlakukan
ketentuan tentang HAM yang berlaku di dalamnya.

Perdebatan tentang perlu tidaknya HAM dimuat dalam UUD (1945), yang
kemudian berakhir dengan kompromi menjadi bukti sejarah bahwa usaha
menjamin perlindungan HAM dalam sistem hukum Indonesia memiliki jejak
sejarah kesulitan yang signifkan. Konsep universalitas dan partikularistik dengan
berbagai variasi argumen di dalamnya mash terus muncul sebagai pangkal
perdebatan setiap kali ada gagasan yang “berbau" HAM dalam undang-undang.
Akhir dari debat yang panjang itu adalah kompromi, dan rumusan undang-undang
hasil kompromi dipastikan mengabaikan substansi.

2.1.3 Pengadilan HAM Internasional

a) Pengadilan HAM Internasional memiliki dua bentuk mekanisme


internasional penegakan kejahatan HAM akibat dari Perang Dunia II.
 Mahkamah Internasional Ad hoc
7
1. Mahkamah Nurembung
2. Mahkamah Tokyo
3. Internasional Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY) dan
Internasional Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR)
 Mahkamah yang bersifat permanen.

b) Pengadilan HAM Indonesia


 Dasar Hukum Peradilan HAM
Dasar hukum Peradilan HAM di Indonesia terdapat pada beberapa
peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
2. UU No. 14 Tahun 1970, jo UU NO. 35 tahun 1999, jo UU NO. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
3. UU No. 2 Tahun 1986, jo UU. No. 8 Tahun 2004 tentang Pengadilan
Umum
4. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
5. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
 Asas Peradilan dan Kedudukan Pengadilan.
 Sistem dan Kompetensi Peradilan HAM
Mengenai system Peradilan HAM Indonesia dapat dibagi dua yaitu:
1. Peradilan khusus HAM
2. Perdilan Ad Hoc HAM
 Kewenangan Penyidikan, Kewarganegaraan Penangkapan dan
Kewenangan penahanan
1. Kewenangan penyidikan
2. Kewenangan penangkapan
3. Kewenangan penahanan
4. Penahanan atau penahanan lanjutan
 Tingakatan Proses Peradilan
1. Pengadilan HAM Tingkat 1
2. Pengadilan HAM Tingkat Banding
3. Pengadilan HAM Tingkat Kasasi

2.1.4 Komnas Hak Asasi Manusia

Komisi nasional ham merupakn suatu badan yang mengenai persoalan


persoalan hak asasi manusia dalam rangka memajukan hak asasi manusia. Awal
berdirinya komnas ham di bentuk berdasarkan kapres no.50 tahun 1993 dan dalam
perkembangannya berkaitan dengan UU nomer 39 tahun 1999 tentang hak asasi
manusia.

8
a) Alasan Pembentukan
1. Manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, berbangsa dan bernegara,
di anugrahi HAM untuk mengembangkan diri pribadi, peranan/sumbangan
kepada masyarakat, negara dan dunia
2. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat antar bangsa menghormati
piagam PBB dan DUHAM PBB.
3. Memajukan dan melindungi HAM tersebut sesuai dengan prinsip prinsip
negara berdasarkan atas hukum maka pelaksanaanya perlu di di tingkatkan
dan di mantapkan.

b) Tujuan Komnas HAM


1. Mengembangkan kondisi yang kondungsif bagi pelaksanaan HAM sesuai
dengan pancasila,UUD 1945,piagam PBB serta deklarasi universal Hak
Asasi Manusia.
2. Perlindungan HAM guna mendukung terwujudnya tujuan pembangunan
nasional yaitu pembangunan manusia indonesia seutunya dan seluruhnya

c) Kegiatan Komnas
1. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional tentang HAM
2. Mengkaji berbagai instrumen PBB tentang HAM
3. Memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta memberikan
pendapat pertimbangan dan saran
4. Kerja sama ragional dan inter memajukan dan melindungi HAM.

d) Susunan Struktur Organisasi Sebagai mana diatur dalam undang undang


menunjukan kelengkapan kelengkapan organisasi yang terdiri atas
1. Sidang paripurna merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang terdiri
dari seluru anggota komnas HAM.
2. Sub komisi, terdiri Atas 4 bidang merupakn pelaksanaan fungsi yang ada
 Sub komisi penkajian dan penelitian.
 Sub komisi penyuluhan.
 Sub komisi pemantauan.
 Sub komisi mediasi.
3. Sekertariat Jendral Sebagai Unsur Pelayanan, Sebagai unsur pelayanan,
sekertariat jendral yang si pimpin oleh sekertaris jendral bertugas memberi
pelayanan oleh sekertaris jendral bertugas memberi pelayanan adminitrasi
bagi pelaksanaaan kegiatan komnas HAM. UU menetapkan jumblah
anggota komnas HAM lebih besar dari kappres, yaitu 35 anggota dari
sebelumnya 25 orang. Pada tahun 1993-1997 aktualnya berjumblah 23
orang (komisioner), tahun 1997-2002 sebanyak 25 orang, tahun 2002-
2007 sebanyak 23 orang dan tahun 2007-2012 sebanyak 11orang.

9
2.2 Lembaga Perwakilan

Lembaga perwakilan adalah lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat


atau kelompok tertentu dalam suatu negara atau organisasi. Lembaga perwakilan
ini bertugas untuk mengemukakan aspirasi, pandangan, dan kepentingan
masyarakat atau kelompok yang diwakilinya, serta menyampaikan dan
menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh rakyat atau pemerintah. Lembaga
perwakilan dapat terdiri dari satu atau lebih anggota, dan umumnya dipilih melalui
pemilihan langsung atau tidak langsung, tergantung pada sistem politik dan
perundang-undangan yang berlaku di suatu negara.

2.2.1 Lembaga perwakilan

Menurut UUD tahun 1945, lembaga lembaga perwakilan rakyat yang ada di
Indonesia adalah :
1. MPR, yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilu.
2. DPR, terdiri atas anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih
berdasarkan hasil pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai lembaga
negara.
3. DPRD, terdiri atas anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih
melalui pemilihan umum, yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
dari pemerintah daerah.

Anggota DPR dan DPRD sebagai wakil rakyat mempunyai 3 fungsi dalam
pelaksanaan tugasnya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. DPR dan DPRD tidak dibenarkan menjalankan fungsi-fungsinya itu
untuk tujuan lain dari perwakilan rakyat. Anggota DPR dan DPRD selain dipilih,
dapat juga diberhentikan dari jabatannya. ketentuan mengenai alasan
pemberhentian antar waktu anggota perwakilan rakyat tersebut telah diatur dalam
pasal 213 ayat (1) dan (2) serta pasal 383 ayat (1) dan (2) Undang Undang nomor
27 tahun 2009.

Pasal 213 ayat (1) menyatakan bahwa anggota DPR berhenti antarwaktu karena
1. Meninggal dunia
2. Mengundurkan diri atau
3. Diberhentikan

Pasal 213 ayat (2) menjelaskan lebih lanjut bahwa anggota DPR diberhentikan
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C , apabila :
a) Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau behalangan
tetap sebagai anggota DPR selama 3 bulan berturut-turut tanpa keterangan
apapun.

10
b) Melanggar sumpah /janji jabatan dan kode etik DPR.
c) Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau lebih.
d) Tidak menghadiri rapat paripurna dan / atau rapat kelengkapan DPR yang
menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 kali berturut-turut tanpa
alasan yang sah.
e) Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan .
f) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum.
g) Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
h) Diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan atau
i) Menjadi anggota partai politik lain.
Ketentuan mengenai pemberhentian antar waktu anggota DPR sebagaimana
dimaksud dalam pasal 213 ayat (1) dan (2) berlaku secara mutatis mutandis
terhadap pemberhentian antar waktu anggota DPRD.

2.2.2 Partai Politik

Miriam Budiardjo mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok yang


terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita
cita sama. Definisi partai politik juga ditegaskan pula dalam pasal 1 angka 1
Undang Undang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2011, yang menyebutkan partai politik
adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik, masyarakat, bangsa, dan
negara serta memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia.

Partai politik biasa disebut sebagai pilar demokrasi, karena mereka memainkan
peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintah negara (the state)
dengan warga negaranya (the citizen). Partai politik sebagaimana diatur dalam
pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2011, mempunyai fungsi sebagai
sarana :
1. Pendidikan politik bagi anggota masyarakat luas agar menjadi warga negara
Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam

11
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4. Partisipasi politik warga negara Indonesia, dan
5. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
Tujuan didirikannya partai politik sebagaimana diatur pasal 10 Undang-Undang
nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang nomor 2 Tahun 2011 dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus,
adalah :

a) Tujuan umum partai politik adalah :

Mewujudkan cita cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
 Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
 Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

b) Tujuan Khusus partai politik adalah :

 Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka


penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
 Memperjuangkan cita cita partai politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan,
 Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara.

2.2.3 Pemilihan Umum

Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui Pemilu secara langsung


sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi
melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-
undang, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai
pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Sistem Pemilu merupakan perangkat metode
atau aturan untuk mentransfer suara rakyat kedalam satu lembaga perwakilan.
Melalui sistem pemilihan, transformasi kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan
dalam proses pemberian suara untuk meraih jabatan politik tertentu.

12
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistepemilihan Umum dengan
berbagai variasinya, akan tetapi umumnua berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

a) Single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil;


biasanya disebut Sistem Distrik)
b) Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;
biasanya dinamakan Sistem perwakilan berimbang atau Sistem
Proporsional)

Selain itu, ada beberapa varian sistem pemilu seperti Block Vote (BV),
Alternative Vote (AV), Sistem Dua Putaran atau dua Round System (TRS), Sistem
Paralel, Limited Vote (LV), Single Non-Transferable Vote (SNTV), Mixed
Member Proportional (MP), dan Single Transferable Vote (STV).211 Tiga yang
pertama lebih dekat ke sistem distrik, sedangkan yang lain lebih dekat ke sistem
proporsional atau semi proporsional.

Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan pemilihan


umum itu ada 4 (empat), yaitu:
1. untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan
secara tertib dan damai;
2. untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
3. untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
4. untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi negara.

Untuk menentukan jalannya negara rakyat sendirilah yang harus mengambil


keputusan melalui perantaraan wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga
legislatif. Hak-hak politik rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan dan
fungsi-fungsi negara dengan benar menurut UUD adalah hak rakyat yang sangat
fundamental. karena itu disamping merupakan perwujudan kedaulatan rakyat,
pemilihan umum juga merupakan sarana pelaksanaan hak-hak asasi warga negara
sendiri.

Pentingnya pemilihan umum diselenggarakan secara berkala dikarenakan oleh


beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek
kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan berkembang dari
waktu ke waktu. Kedua, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula
berubah, baik karena dinamika dunia internasional ataupun karena faktor dalam
negeri. Ketiga, karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa.
Terutama para pemilih baru (new voters) atau pemilih pemula, belum tentu
mempunyai sikap yang sama dengan orang tua mereka sendiri.

13
2.2.4 Lembaga Perwakilan, Partai Politik dan Kedaulatan Rakyat

Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa: "Kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakanUndang-Undang Dasar", yang berarti rakyat lah
yg menjadi pemegang kekuasaan tertinggi suatu negara,rakyat menentukan corak
dan cara pemerintahan diselenggarakan, serta tujuan yang hendak dicapai negara.
Mandat kedaulatan rakyat ini ditujukan langsung kepada lembaga perwakilan
rakyat melalui proses pemilihan umum. Ide kedaulatan rakyat harus menjamin
bahwa rakyatlah yang sesungguhnya pemilik negara dengan segala kekuasaanya
baik dibidang eksekutif, legislatif dan yudikatif, hanya saja konsepnya melalui
perwakilan rakyat.

Proses pengisian lembaga perwakilan rakyat dilaksanakan melalui


pemilu,Pemilu merupakan salah satu instrumen kedaulatan rakyat yang paling
mudah dilihat,bagaimana masyakarat membentuk pemerintahan sebagai sarana
mendengarkan aspirasi dan kepentingan rakyat, demokrasi secara umum adalah
pemerintahan yang dipilih langsung atau tidak langsung melalui wakil-wakil
rakyat yang duduk perwakilan.

Wujud kedaulatan rakyat adalah pemilu yg dilakukan secara langsung oleh


rakyat untuk memilih wakil wakil mereka, pasal 22 E UUD Tahun 1945 menyebut
bahwa pemilu dilakukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2012 Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan bahwa Pemilihan umum
diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD
kabupaten/kota

Anggota lembaga perwakilan rakyat harus terikat atau menjadi anggota suatu
partai politik hal ini tercermin Pasal 67 dan Pasal 341 UU Nomor 27 Tahun 2009
menyatakan bahwa : "DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum".
Dalam pasal 22E ayat (3) UUD Tahun 1945 disebutkan pula bahwa : "Peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik."
Serta pada Pasal 7 Undang undang Nomor 8 Tahun 2012 bahwa :"Peserta
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten atau
kota adalah partai politik”.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari gambaran di atas, dapat kita lihat hubungan terkait lembaga negara yang harus
mematuhi dan melindungi hak asasi manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Lembaga negara, seperti lembaga perwakilan, harus bertanggung jawab dalam
memperjuangkan hak-hak rakyat dan memastikan bahwa kepentingan rakyat
diwujudkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, lembaga perwakilan memiliki peran penting
sebagai wakil rakyat dalam memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pemerintah tidak merugikan hak-hak asasi manusia. Lembaga perwakilan juga memiliki
tugas untuk mengevaluasi dan mengawasi kinerja pemerintah dalam mewujudkan hak-
hak asasi manusia di negara tersebut. Dalam upaya melindungi dan memajukan hak
asasi manusia, lembaga negara juga harus memperhatikan nilai-nilai demokrasi,
transparansi, dan akuntabilitas.

15

Anda mungkin juga menyukai