Anda di halaman 1dari 19

No: 01/SSP-PBS/III/2022 Jakarta, 9 Maret 2022

Kepada Yang Terhormat


Majelis Hakim Perkara No. 25/Pdt.Sus-PHI/2022/PN.JKT.PST
Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jln. Bungur Raya No. 24, 26, 28 RT.01/RW.01
Gn. Sahari Selatan, Kec. Kemayoran
Jakarta Pusat

Perihal: JAWABAN TERGUGAT

Dengan Hormat,

Kami yang bertanda tangan dibawah ini: Sanriko Alfrius Bernado, S.H. dan Ibnu

Hardiman, S.H. yaitu para Advokat & Konsultan Hukum, dari Kantor “Sanriko

Situmorang & Partners Law Firm” yang beralamat di Gedung Aldeoz Lantai 6 Jln

Warung Jati Barat No. 39 RT/RW: 10/04, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan 12740,

yang dalam hal ini dapat bertindak baik masing-masing maupun bersama-sama ”yang

dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien kami:

 PT. PARAMITA BANGUN SARANA, Tbk beralamat di Jalan

Sisingamangaraja No. 57 & 59, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Untuk

selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT;

Dalam Gugatan Perselisihan Hak dan Pemutusan Hubungan Kerja, melawan:

1
 IBU EVEN MEGAWATI beralamat di Jalan Kp. Rawa Batok RT/RW 006/002,

Kel. Mekarwangi, Kec. Cikarang Barat, Bekasi Jawa Barat. Untuk selanjutnya

disebut sebagai PENGGUGAT ;

Dengan ini TERGUGAT menyampaikan Eksepsi dan Jawaban pada sidang tanggal 9

Maret 2022 sebagai berikut:

I. DALAM EKSEPSI

A. EKSEPSI OBSCUUR LIBEL : GUGATAN PARA PENGGUGAT KABUR

KARENA BERTENTANG ANTARA POSITA DENGAN PETITUM.

1. Kami mohon perhatian Majelis Hakim Yang Terhormat bahwa

Gugatan PENGGUGAT adalah kabur (Obscuur Libel). Oleh karena

Penggugat dalam Surat Gugatannya tertanggal 18 Januari 2022 telah

mendalilkan sebagai karyawan Tergugat yang menjabat sejak tanggal

26 Oktober 2015 dengan jabatan Staff Data Entri dengan hubungan

hukum yaitu Perjanjian-Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang

ditandatangani dan disepakati oleh PENGGUGAT bersama-sama

dengan TERGUGAT.

2. Bahwa pada kenyataannya Gugatan PENGGUGAT Obscuur Libel, hal

ini dikarenakan dalam Surat Gugatan Penggugat dalam poin 3, 4, dan

5 telah disebutkan yaitu PENGGUGAT bersama-sama TERGUGAT

telah menandatangani 3 (tiga) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(“PKWT”) sebagai berikut ini :

2
a. PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tertanggal 26 Oktober 2015

untuk periode 26 Oktober 2015 sampai dengan 26 Oktober 2016

dengan Gaji Pokok, Tunjangan Tetap, dan Intensif sebesar Rp.

3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu Rupiah) setiap bulan

b. PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tanggal 25 Oktober 2016

untuk periode 25 Oktober 2016 sampai dengan 31 Oktober 2017

dengan Gaji Pokok, Tunjangan Tetap, dan Intensif sebesar Rp.

2.800.000 (dua juta delapan ratus ribu Rupiah) setiap bulan.

c. PKWT No. Dokumen 34/PKWT/PBS/HO/IX/2017 tanggal 20

Oktober 2017 untuk periode 20 Oktober 2017 sampai dengan 31

Oktober 2018 dengan Gaji Pokok, Tunjangan Tetap, dan Intensif

sebesar Rp. 2.937.500 (dua juta Sembilan ratus tiga puluh tujuh ribu

lima ratus Rupiah) setiap bulan.

3. Bahwa kemudian dalam Gugatan aquo PENGGUGAT pada poin 6

(enam) halaman 3 (tiga) mendalilkan telah menjadi karyawan tetap di

kantor TERGUGAT yang demikian maka PENGGUGAT mendalilkan

telah bekerja di kantor TERGUGAT dengan Perjanjian Kerja Waktu

Tidak Tertentu, namun kemudian kenyataannya dalam Petitum di

Gugatan aquo PENGGUGAT poin 9 (sembilan) halaman 29 telah

memintakan hal sebagai berikut:

“9. Menghukum TERGUGAT untuk membayar upah proses kepada

PENGGUGAT terhitung sejak bulan Januari 2022 sampai dengan

3
adanya Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah

berkekuatan hukum tetap (Inkracht);”

4. Bahwa dengan demikian Gugatan PENGUGAT adalah obscuur libels

oleh karena kenyataannya PENGGUGAT telah menguraikan dalam

Surat Gugatannya PENGGUGAT sebelumnya bekerja dengan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di kantor TERGUGAT yang kemudian

didalilkan telah berkerja sebagai karyawan tetap dengan Perjanjian

Kerja Waktu Tidak Tertentu namun kemudian PENGGUGAT dalam

petitum nomor 9 (sembilan) pada Gugatannya telah memohonkan agar

TERGUGAT pada pokoknya dihukum untuk membayar upah proses

dalam perkara ini, yang padahal TERGUGAT nyata-nyata tidak

memiliki kewajiban hukum untuk membayar upah proses kepada

PENGGUGAT berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3

tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar

Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas

Bagi Peradilan dalam huruf B poin 2 (dua) disebutkan kaidah hukum

sebagai berikut:

“B. PERDATA KHUSUS

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

1. …….

2. Hak Pekerja atas Upah Proses

Dalam hal terjadi perubahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), pekerja

4
tidak berhak atas Upah Proses apabila terjadi Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK).”

5. Bahwa berdasarkan hal tersebut Gugatan PENGGUGAT adalah

obscuur libels oleh karena telah bertentangan antara Posita dengan

Petitum maka Majelis Hakim Yang Terhormat memiliki alasan yang

cukup untuk menolak seluruh Gugatan Penggugat atau setidak-

tidaknya menyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvalenlijke

Verklaard).

B. EKSEPSI PEREMPTORIA: PENGGUGAT TIDAK DAPAT

MENGAJUKAN GUGATAN

1. Bahwa hubungan hukum antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT

sebagaimana dinyatakan dalam PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07

tertanggal 26 Oktober 2015, PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07

tanggal 25 Oktober 2016, dan PKWT No. Dokumen

34/PKWT/PBS/HO/IX/2017 tanggal 20 Oktober 2017 telah berakhir

menurut hukum dikarenakan lewat jangka waktu, maka dengan

demikian PENGGUGAT dengan TERGUGAT tidak lagi memiliki

hubungan hukum dalam ketiga Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

tersebut dan tidak lagi dapat menuntut hak apapun dengan

berdasarkan ketiga Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang telah

berakhir berdasarkan Pasal 61 ayat (1) huruf b Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 88 A ayat (1)

5
UndangUndang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai

berikut ini:

“Pasal 61
(1) Perjanjian Kerja berakhir apabila:
a…..
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

“Pasal 88A
(1) Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat
putusnya hubungan kerja.”

2. Bahwa dengan berakhirnya hubungan hukum antara PENGGUGAT

dengan TERGUGAT maka sebenarnya PENGGUGAT tidak dapat

menuntut hak-hak apapun lagi yang diajukan berdasarkan Perjanjian

Kerja yang telah berakhir jangka waktunya, hal ini sesuai dengan

pendapat ahli hukum M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya Hukum

Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan

Putusan Pengadilan halaman 458 yang menjelaskan bahwa “exception

peremptoria sangkalan yang diajukan bertujuan untuk menyingkirkan

gugatan. Karena apa yang digugat telah tersingkir. Umpamanya, apa yang

digugat bersumber dari perjanjian yang telah hapus berdasarkan Pasal 1381

KUHPer.”

3. Bahwa dengan demikian oleh karena PENGGUGAT kenyataannya

tidak dapat lagi mengajukan Gugatan kepada TERGUGAT maka patut

dan berdasarkan hukum apabila Majelis Hakim Yang Terhormat

mengabulkan eksepsi peremptoria dari TERGUGAT yaitu dengan

6
menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya atau setidak-

tidaknya menyatakan Gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima

(Niet Onvalenlijke Verklaard).

Namun demikian, apabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain,

bersama ini disampaikan Jawaban TERGUGAT dalam pokok perkara untuk

diperiksa dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Yang Terhormat.

II. DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa hal-hal yang telah diuraikan oleh TERGUGAT pada bagian

Eksepsi di atas, mohon dianggap sebagai bagian integral dan tidak

terpisahkan dari Jawaban dalam Pokok Perkara ini.

2. Bahwa TERGUGAT menolak, membantah dan menyangkal seluruh

dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam Gugatan aquo,

kecuali atas hal-hal yang diakui secara tegas dan tertulis oleh

TERGUGAT.

3. Hal-hal atau butir-butir Gugatan PENGGUGAT yang tidak secara

tegas diberikan jawaban dalam pokok perkara bukan berarti

TERGUGAT menerima dan menyetujuinya, melainkan TERGUGAT

menganggap tidak relevan untuk ditanggapi.

7
A. PENGGUGAT BERSAMA-SAMA DENGAN TERGUGAT TELAH

SEPAKAT MENENTUKAN UPAH POKOK DAN TUNJANGAN

4. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil PENGGUGAT

pada halaman 4 (empat) sampai dengan 10 (sepuluh) dalam

Gugatannya, yang pada pokoknya mendalilkan TERGUGAT telah

menerapkan Upah Pokok dan Tunjangan Jabatan dibawah ketentuan

hukum yang berlaku yang pada kenyataannya besaran Upah Pokok

dan Tunjangan merupakan hasil kesepakatan bersama, serta sesuai

dengan kemampuan Perusahaan di awal negosiasi kerja, TERGUGAT

telah menjelaskan kepada PENGGUGAT kondisi Perusahaan serta

sistem penggajiannya dan ternyata PENGGUGAT menyetujuinya.

Andaikata PENGGUGAT tidak setuju dengan besaran gaji yang

diberikan dengan segala komponennya, tentu saja tidak pernah terjadi

hubungan kerja antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT, karena itu,

TERGUGAT berpendapat, sangat tidak relevan mempersoalkan hal itu

di dalam gugatan ini.

6. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas maka kekurangan upah yang

didalilkan oleh PENGGUGAT dalam poin 13 (tiga belas) di halaman,

5,6, dan 7 dalam Gugatannya adalah tidak relevan oleh karena

didalilkan dengan berdasarkan ketentuan dalam Perjanjian Kerja yang

sudah disepakati oleh PENGGUGAT sendiri yaitu dalam PKWT No.

Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tertanggal 26 Oktober 2015, PKWT No.

Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tanggal 25 Oktober 2016, dan PKWT No.

Dokumen 34/PKWT/PBS/HO/IX/2017 tanggal 20 Oktober 2017, yang

8
mana seluruh Perjanjian Kerja dimaksud sudah memenuhi unsur-

unsur syarat sah perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320

KUHPer berikut ini :

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:


1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

7. Bahwa Peraturan Perusahaan milik TERGUGAT juga telah mengatur

besar Upah Pokok dan Tunjangan yang menjadi Hak dan Fasilitas

untuk PENGGUGAT yang pernah bekerja sebagai Pegawai Tidak

Tetap (PKWT) sebagaimana Upah Pekerja yang menjadi hak

PENGGUGAT hanya dapat diberikan oleh TERGUGAT berdasarkan

kesepakatan bersama, hal mana sesuai dalam Pasal 4 Peraturan

Perusahaan berikut ini:

Pasal 4
Status Pegawai
Pegawai Tetap:
Pegawai Tidak Tetap (PKWT):
a. …
b. Hak dan Fasilitas pegawai PKWT diberikan sesuai dengan
kesekapakatan yang dituangkan dalam perjanjian kerja

8. Bahwa kemudian kesepakatan Upah Pokok antara PENGGUGAT

dengan TERGUGAT PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tertanggal

26 Oktober 2015, PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tanggal 25

Oktober 2016, dan PKWT No. Dokumen 34/PKWT/PBS/HO/IX/2017

tanggal 20 Oktober 2017 memiliki kekuatan hukum mengikat

kenyataannya telah diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri

9
Ketenagakerjaan Nomor 1 tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah

yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 3

(1) ..

(2) Upah pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan

dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis

pekerjaan yang besarannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.”

9. Bahwa kesepakatan terkait besaran Upah Pokok dan Tunjangan yang

telah disepakati oleh PENGGUGAT bersama-sama TERGUGAT dalam

Perjanjian Kerja memiliki kekuatan hukum mengikat maka harus dipatuhi

oleh Para Pihak juga diatur dalam Pasal 88A ayat (3) Undang-Undang

Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 88A

(1)……………….

(2)……………….

(3). Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan

kesepakatan

10. Bahwa dengan demikian tuntutan kekurangan Upah Pokok dan

Tunjangan yang didalilkan oleh PENGGUGAT adalah tidak

berdasarkan hukum dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah

ditentukan oleh PENGGUGAT bersama dengan TERGUGAT. Maka

patut dan berdasarkan hukum apabila Majelis Hakim Yang Terhormat

menolak Gugatan PENGGUGAT atau setidak-tidaknya menyatakan

tidak dapat diterima (Niet Onvalenlijke Verklaard).

10
B. PERJANJIAN/KESEPAKATAN YANG DIBUAT SECARA SAH ADALAH

UNDANG-UNDANG BAGI PARA PIHAK SEHINGGA MEMILIKI

KEKUATAN HUKUM MENGIKAT

11. Bahwa selanjutnya, sebagaimana telah PENGGUGAT kemukakan

telah bekerja sebagai karyawan dari TERGUGAT dengan posisi

sebagai Staff Data Entri yang mana hubungan hukum dimaksud dapat

dibuktikan melalui perjanjian-perjanjian kerja sebagai berikut:

a. PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tertanggal 26 Oktober

2015

b. PKWT No. Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tanggal 25 Oktober 2016

c. PKWT No. Dokumen 34/PKWT/PBS/HO/IX/2017 tanggal 20

Oktober 2017

d. Surat Keputusan Direktur Nomor: 015/Dir-HRD/I/2018 tentang

Pengangkatan Saudari Even Megawati Pegawai Tetap

tertanggal 1 November 2018

12. Bahwa seluruh ketentuan-ketentuan hukum dalam Perjanjian Kerja

Waktu Tertentu diatas, telah mengatur tentang mekanisme dan

besaran Gaji dan Tunjangan yang ditentukan dalam PKWT No.

Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tertanggal 26 Oktober 2015, PKWT No.

Dokumen: PBSS/F/HRD/07 tanggal 25 Oktober 2016, dan PKWT No.

Dokumen 34/PKWT/PBS/HO/IX/2017 tanggal 20 Oktober 2017 yang

seharusnya memiliki kekuatan hukum mengikat bagi PENGGUGAT

dan TERGUGAT sehingga harus dipatuhi oleh para pihak.

11
13. Bahwa kekuatan hukum mengikat PKWT No. Dokumen:

PBSS/F/HRD/07 tertanggal 26 Oktober 2015, PKWT No. Dokumen:

PBSS/F/HRD/07 tanggal 25 Oktober 2016, dan PKWT No. Dokumen

34/PKWT/PBS/HO/IX/2017 tanggal 20 Oktober 2017 yaitu berdasarkan

Pasal 1338 ayat (1) KUHPer yang pada pokoknya menyatakan “semua

perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya” sehingga pada kenyataannya

PENGGUGAT tidak boleh atau tidak dapat melanggar ketentuan

hukum yang telah disepakati dalam perjanjian-perjanjian kerja tersebut

dengan mengajukan tuntutan ganti rugi dikemudian hari sebagaimana

yang telah didalilkan dalam Gugatan PENGGUGAT.

14. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil PENGGUGAT

pada poin 14, 15, 16, 17, dan 18 dalam Gugatannya yang pada

pokoknya mendalilkan upah atau gaji yang disepakati/ditentukan oleh

PENGGUGAT bersama-sama dengan TERGUGAT adalah melanggar

ketentuan-ketentuan hukum dalam Pasal 88, 89, 90, Pasal 91 dan Pasal

97 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

15. Bahwa pada kenyataannya selain Undang-Undang Nomor 11 tahun

2020 tentang Cipta Kerja yang telah menghapuskan Pasal 88, 90, 91,

dan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, kemudian seluruh ketentuan dalam Perjanjian Kerja

antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT yang secara nyata telah

disepakati oleh para pihak untuk menentukan bagaimana realisasi dan

12
persyaratan serta ketentuan dalam suatu perjanjian maka itu tidak

dilarang, sebab pada prinsipnya pada Hukum Perjanjian dikenal asas-

asas hukum antara lain yaitu Asas Kebebasan Berkontrak.

Sebagaimana Majelis Hakim Yang Terhormat ketahui dalam Asas

Hukum ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan

kepada para pihak untuk:

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;


2. Kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin
membuat perjanjian;
3. Kebebasan untuk memilih causa perjanjian yang akan
dibuatnya;
4. Kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian;
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; dan
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan
undang-undang yang bersifat opsional

16. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada kenyataannya Upah/Gaji

dan Tunjangan Pokok telah sesuai dengan ketentuan yang disepakati

oleh PENGGUGAT bersama-sama TERGUGAT dalam perjanjian kerja,

sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian kerja dimaksud telah

dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam hukum

perjanjian maka Majelis Hakim Yang Terhormat memiliki alasan yang

cukup menurut hukum guna menolak Gugatan PENGGUGAT atau

setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvalenlijke

Verklaard).

C. PENGGUGAT TIDAK DAPAT MENUNTUT UPAH KEPADA

TERGUGAT PADA SAAT TIDAK MELAKUKAN PEKERJAAN

13
17. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil-dalil PENGGUGAT

pada poin 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25 yang pada pokoknya

mendalilkan PENGGUGAT berhak atas upah lebih dari 3 (tiga) bulan

berturut-turut selama dirumahkan oleh TERGUGAT yang padahal

kenyataannya PENGGUGAT sedang tidak melakukan pekerjaan

kepada TERGUGAT, oleh karena TERGUGAT tidak memiliki

kewajiban hukum untuk memberikan Upah kepada PENGGUGAT

berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun

2021 tentang Pengupahan yang pada pokoknya menegaskan Upah

tidak dibayar apabila Pekerja tidak melakukan pekerjaan, yang kami

kutip sebagai berikut:

“Pasal 40
(1) Upah tidak dibayar apabila Pekerja/Buruh tidak masuk bekerja
dan/atau tidak melakukan pekerjaan.

18. Bahwa dengan TERGUGAT tidak memberikan Upah kepada

PENGGUGAT selama lebih 3 (tiga) bulan pada saat PENGGUGAT

tidak bekerja/tidak melakukan pekerjaan di kantor TERGUGAT adalah

suatu hal yang sesuai dengan ketentuan hukum dalam Pasal 40 ayat

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan

diatas dan juga berdasarkan asas hukum “No Work No Pay” dalam

Hukum Ketenagakerjaan.

19. Bahwa selanjutnya, alasan utama TERGUGAT merumahkan

PENGGUGAT adalah semata-mata akibat pandemic covid-19 yang

sampai dengan saat ini telah sangat memberi dampak negatif terhadap

Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Keuangan pada seluruh

14
pelaku ekonomi di dunia termasuk di Negara Indonesia, sebagaimana

kemudian dampak negative tersebut juga berdampak secara nyata

kepada TERGUGAT yang bergerak di bidang usaha kontraktor

dimana beberapa proyek yang dikerjakan oleh TERGUGAT harus

gagal/ditutup oleh karena adanya akibat dari Pandemic covid-19 ini,

maka demi kelangsungan usahanya telah mencoba beritikad baik

untuk merumahkan sementara beberapa Karyawan termasuk

TERGUGAT berdasarkan Surat Nomor: 135/PBS-HRD/I/2022

tertanggal 23 Januari 2022 perihal Konfirmasi Karyawan Dirumahkan

yang telah disebutkan keterangan sebagai berikut:

“Sehubungan dengan kondisi perusahaan dimana proyek ditutup hingga saat


ini dan juga slow down (diperlambat) sehingga pekerjaan semakin berkurang.
Hal ini menjadi beban bagi kelangsungan perusahaan untuk mengakomodir
jumlah karyawan yang ada saat ini, maka dengan ini kami informasikan
berdasarkan keputusan manajemen untuk merumahkan saudari sampai
dengan situasi dan kondisi perusahaan membaik. Selama dirumahkan
karyawan masih berstatus karyawan tetap dan situasi ini sifatnya sementara.
Situasi dan kondisi ini telah menimbulkan ketidaknyamanan bagi saudari.
Hal ini terpaksa ditempuh guna keberlangsungan perusahaan. Efektif
Februari 2022, Perusahaan memutuskan untuk karyawan yang dirumahkan
maka Upah dan Tunjangan lainnya Tidak dibayarkan.

20. Bahwa kemudian, sangat disayangkan tidak lama dari diterbitkannya

Surat Nomor: 135/PBS-HRD/I/2022 tertanggal 23 Januari 2022

PENGGUGAT ternyata mengajukan upaya hukum kepada

TERGUGAT yaitu dengan mengajukan Gugatan aquo ke Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang

dengan demikian PENGGUGAT seakan-akan tidak memperdulikan

kondisi perekonomian dan kelangsungan usaha TERGUGAT yang

15
sedang mengalami kesulitan, serta lagipula seorang karyawan

dirumahkan oleh Perusahaan pada saat pandemi ini adalah bukan

suatu perbuatan yang melanggar hukum yang mana dapat dibuktikan

melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia

Nomor 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja

Selama Masa Pandemi Covid-19 yang dalam salah satu ketentuannya

guna mencegah dan menanggulangi Covid-19 dengan

mempertimbangkan kelangsungan usaha maka ketentuan perubahan

besaran maupun cara pembayaran karyawan yang dirumahkan dapat

dilakukan penyesuaian.

21. Bahwa selanjutnya, pandemic covid-19 jelas dan nyata telah menjadi

bencana nasional sehingga nyata-nyata telah memberikan dampak

negative bagi kelangsungan usaha TERGUGAT adalah bersifat suatu

keadaan memaksa (force majeure) yang bencana nasional dimaksud

bersifat suatu keadaan memaksa (force majeure) dapat dibuktikan

melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang

Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019

(Covid-19) Sebagai Bencana Nasional yang dalam poin kesatu

menyatakan”Menyatakan bencana nonalam yang diakibatkan oleh

penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19/ sebagai bencana

nasional.” yang sampai dengan saat ini masih berlanjutnya dengan

ditetapkan status faktual pandemi covid-19 berdasarkan Surat

Keputusan Presiden RI Nomor 24 tahun 2021 tentang Penetapan Status

Faktual Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Indonesia.

16
22. Bahwa dalam kondisi demikian akan tetapi PENGGUGAT tetap

menuntut upah selama lebih dari 3 (tiga) bulan kepada PENGGUGAT

padahal PENGGUGAT tidak melakukan pekerjaan apapun kepada

TERGUGAT yang mana tuntutan tersebut akan semakin memberatkan

kelangsungan usaha milik TERGUGAT maka tuntutan tersebut adalah

tidak patut dan tidak berdasarkan hukum berdasarkan Pasal 40 ayat

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan

dan asas hukum “No Work No Pay” maka dengan demikian Majelis

Hakim Yang Terhormat memiliki alasan yang cukup untuk menolak

Gugatan PENGGUGAT atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat

diterima (Niet Onvalenlijke Verklaard).

D. TUNTUTAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

PENGGUGAT TIDAK BERDASARKAN FAKTA HUKUM YANG ADA

22. Bahwa dalam Gugatan aquo PENGGUGAT pada pokoknya

mendalilkan berhak atas Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja

sebagaimana didalilkan pada poin 13 (tiga belas) sampai dengan poin

21 (dua puluh satu) di Gugatan aquo, namun ternyata tuntutan

PENGGUGAT tersebut tidak sesuai fakta hukum yang ada oleh karena

hubungan hukum antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT saat ini

berdasarkan Surat Keputusan Direktur Nomor: 015/Dir-HRD/I/2018

tentang Pengangkatan Saudari Even Megawati Pegawai Tetap

tertanggal 1 November 2018.

17
23. Bahwa oleh karena kelangsungan usaha TERGUGAT telah berdampak

negative akibat adanya pandemic covid-19 yang masih terjadi sampai

dengan saat ini yang adalah suatu force majeure atau keadaan memaksa

sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 12

tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona

Virus Disease 2019 (Covid-19) jo. Surat Keputusan Presiden RI Nomor 24

tahun 2021 tentang Penetapan Status Faktual Pandemi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19) Di Indonesia maka seharusnya PENGGUGAT

mengajukan tuntutan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja sesuai

dengan ketentuan dalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih

Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan

Kerja yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 45
(1). ….
(2). Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap
Pekerja/Buruh karena alasan keadaan memaksa (force majeure) yang tidak
mengakibatkan Perusahaan tutup maka Pekerja/Buruh berhak atas:
a. uang pesangon sebesar 0,75 (nol koma tujuh puluh lima) kali
ketentuan Pasal 40 ayat (2);
b. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40
ayat (3); dan
c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4)

24. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, telah jelas kiranya bahwa

tuntutan PENGGUGAT akan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja

adalah keliru dan tidak berdasar. Karenanya, telah cukup alasan bagi

Majelis Hakim Yang Terhormat untuk menolak seluruh gugatan

PENGGUGAT.

18
Bahwa Berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan tersebut diatas, maka mohon

kiranya Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara aquo agar kiranya

berkenan memutuskan perkara sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI :

 Menerima Eksepsi TERGUGAT untuk seluruhnya;

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya

menyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvalenlijke Verklaard) ;

2. Menghukum PENGGUGAT untuk membayar biaya perkara aquo;

SUBSIDIER :

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, agar memberikan putusan yang

seadil-adilnya ( Ex aequo Et Bono ).

Hormat kami,

Kuasa Hukum TERGUGAT

SANRIKO ALFRIUS BERNADO, S.H.

19

Anda mungkin juga menyukai