PENDAHULUAN
1
2
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perbuatan hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian
dan/atau karena undang-undang.
Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur dilakukan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan
perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(2), dalam hal perbuatan tersebut (Pasal 41 huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-
Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang):
a. merupakan perjanjian dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban
b. pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat;
c. merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang
d. belum jatuh tempo dan atau belum atau tidak dapat ditagih;
e. Dilakukan oleh debitur perorangan,
Dengan atau untuk kepentingan:
1. Suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga;
2. Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak
tersebut, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut
lebih dari sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal di setor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut.
Segala tuntutan hukum yang bertujuan untuk meminta pembatalan dan
pengembalian atas segala sesuatu yang telah diserahkan berdasarkan pembatalan
tersebut harus diajukan sendiri oleh kurator, dalam kapasitasnya sebagai pengurus
harta pailit dan untuk kepentingan harta pailit. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 47 Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan bahwa (1) Tuntutan hak
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46 diajukan oleh kurator ke Pengadilan.
(2) Kreditur berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46 dapat mengajukan bantahan terhadap
tuntutan kurator.
Tuntutan Actio Pauliana gugur apabila kepailitan berakhir dengan
disahkannya perdamaian. Namun apabila perdamaian tersebut berisi pelepasan
atas harta pailit maka tuntutan Actio paulina tidak gugur, untuk itu tuntutan dapat
dilanjutkan atau diajukan oleh para pemberes harta untuk kepentingan kreditur.
Hal ini sebagamana ditentukan dalam Pasal 48 Undang-Undang No 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Pada kasus yang lain Actio Pauliana yang diajukan oleh Kurator yaitu
Sardjana Orba Manulang, kasus ini tentang Actio Pauliana yang diajukan oleh
kurator karena kurator menemukan bukti bahwa debitur yaitu Dayu Handoko
melakukan perbuatan yang telah merugikan harta pailit, yaitu dengan membeli
sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor
13795/Purwomartani,seluas 3.266 m2 (Tiga Ribu Duaratus Enam Puluh Enam
Meter Persegi),dengan diuraikan dengan surat ukur tanggal 15 juni 2014,nomor
00566/Purwomartani/2014,yang diatas namakan Tergugat I adalah harta pailit
yang dapat dimasukkan kedalam daftar beodel pailit nomor
07/pailit/2011/PN.Niaga,Smg;
Menyatakan Perjanjian Kredit Nomor 83,tertanggal 10 November 2017 dan
Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 481/2017 tertanggal 16 November 2017
di hadapan Turut Tergugat I Aloyysius Yossi Ariwibowo, S.T., S.H., M.kn.,
selaku Notaris dan PPAT di kabupaen sleman propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta antar Tergugat I dan Tergugat II,atas persetujuan Debitur Pailit Dayu
Handoko batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
Pada kasus ini Pengadilan Niaga memutuskan menolak permohonan Actio
Pauliana yang diajukan kurator dengan alasan-alasan yang telah diberitahukan
kepada pihak lawan dengan seksama. PT Bank Perkreditan Rakyat Madani
Sejahtera Abadi selaku pihak ketiga adalah kreditor separatis yang sah dari PT
7
8
3. Analisi Hukum
Analisi Hukum yang digunakan Penulis dalam penulisan skripsi ini :
1) Mengumpulkan bahan hukum premier dan sukunder, serta memilah bahan
hukum skunder untuk menjawab rumusan masalah berdasarkan data-data
diatas, serta legal opinion penulis;
2) Melakukan pola pengambilan kesimpulan degan pola piker induktif, yakni
pengambilan kesimpulan dari khusus ke umum;
3) Menarik saran dan kritik atas isu hukum diatas sebagai penutup.
penjualan harta kekayaan debitor yang menurut Pasal 1131 KUHPerdata menjadi
agunan atau jaminan bagi utang-utangnya. Remy Sjahdeini (2003:4)
Selain pengaturan tingkat prioritas dan urutan pelunasan masing-masing
piutang para kreditor dalam KUHPerdata, perlu ada undang-undang lain yang
mengatur tentang bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitor
untuk melunasi piutang-piutang masing-masing kreditor berdasarkan urutan
tingkat prioritasnya, serta pengaturan mengenai siapa yang melakukan pembagian
harta kekayaan debitor dan bagaimana cara melakukan pembagian tersebut.
Undang-Undang tentang kepailitan yang pada saat ini berlaku di Indonesia adalah
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur
beberapa ketentuan mengenai kepailitan dalam Pasal 104 dan Pasal 142. Remy
Sjahdeini (2003:4)
Di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1):
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan beberapa pengertian kepailitan yang diberikan oleh para sarjana di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepailitan mengandung unsurunsur sebagai
berikut :
1. Adanya sita umum atas seluruh kekayaan si debitor;
2. Untuk kepentingan semua kreditur;
3. Debitur dalam keadaan berhenti membayar utang;
4. Debitur tidak kehilangan hak keperdataannya;
5. Terhitung sejak pernyataan pailit,debitur kehilangan hak untuk mengurus
6. harta kekayaannya;
7. merealisasikan asas yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal1132 KUH
Perdata
Subjek hukum dalam hukum perdata terdiri dari manusia biasa (natuurlijke
persoon) dan badan hukum (rechts persoon). Orang yang dimaksud dalam Pasal 1
angka 3 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang adalah orang (persoon) sebagai subjek hukum, yakni manusia biasa dan
badan hukum. Pengaturan mengenai orang (persoon) sebagai debitor diatur dapat
dilihat dalam Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang mengatur bahwa : Dalam hal debitor merupakan badan
hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam
anggarannya. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa Dalam hal permohonan
pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang masih terikat dalam pernikahan yang
sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya. Elsi
Kartika Sari dan Advendi Simanunsong,(2018:10)
Pihak debitor pailit adalah pihak yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan
pernyataan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan niaga. Putusan pernyataan
pailit tersebut dikeluarkan oleh pengadilan niaga setelah adanya permohonan
pernyataan pailit yang diajukan. Debitor yang dapat dinyatakan pailit oleh
pengadilan niaga adalah debitor yang memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua)
kreditor dan tidak membayar setidaknya 1 (satu) utangnya yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih.
c. Hakim Niaga
Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh oleh hakim
tunggal), baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi.
d. Hakim Pengawas
Putusan pernyataan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan niaga juga
mencakup penunjukkan kurator dan hakim pengawas yang menangani perkara
kepailitan terkait. Hakim pengawas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan
pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator.
e. Kurator
Kurator merupakan salah satu pihak yang memegang peranan cukup penting
dalam suatu proses perkara pailit. Hal-hal yang berkenaan dengan kurator diatur
dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 78 Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
f. Panitia Kreditor
Pada prinsipnya, suatu panitia kreditor adalah pihak yang mewakili pihak
kreditor, sehingga panitia kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan
hukum dari pihak kreditor. Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong,(2018:38)
Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit menurut ketentuan Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang adalah debitur, debitur yang dimaksud adalah Orang
perorangan, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun yang
belum menikah. Jika orang-perorangan yang telah menikah maka permohonan
tersebut hanya dapat diajukan dengan ijin suami atau istri yang bersangkutan,
kecuali antara mereka tidak ada percampuran harta;
1. Harta Peninggalan, dari seorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan
pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam
keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat
meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnnya.
2. Perkumpulan Perseroan (Holding Company) dan anak-anak perusahaannnya
dapat diajukan dalam satu permohonan, tetapi dapat juga diajukan terpisah
sebagai dua permohonan.
3. Penjaminan (Guarantor) kewajiban untuk membayar utang debitur pada
kreditur ketika si debitur lalai atau cidera janji. Penjaminan baru menjadi
debitur/kewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya
cidera janji dan harta benda milik debitur utama/debitur yang ditanggung
telah disita dan dilelang terlebih dahulu, tetapi hasilnya tidak mencukupi
untuk membayar utangnya, atau debitur utama lalai/cidera janji sudah tidak
mempunyai harta apapun.
4. Badan Hukum, diwakili oleh organ yang hanya dapat mengikatkan badan
hukum jika tindakan-tindakannya didalam batas wewenangnya yang
ditentukan dalam anggaran dasar, ketentuan-ketentuan lain dan hakikat dari
tujuannya.
5. Perkumpulan bukan badan hukum, harus memuat nama dan tempat kediaman
masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh
utang firma.
6. Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank
Indonesia.
7. Perusahaan Efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Badan Pengawas Pasar Modal.
8. Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik
Negara, permohonan pailit hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Munir Fuady (1999:36).
dalam kepailitan, terdapatnya hakim pengawas dan kurator, serta hukum acara
yang spesifik. Hadi Shubhan(2015:34)
atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai
dengan undang-undang ini. (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).Kemudian keberadaan kurator
dipertegas kembali melalui Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengatur bahwa tugas kurator
adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pasal 69 ayat (2)
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
mengatur bahwa:
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator:
a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor,
meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan
demikian dipersyaratkan;
b. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka
meningkatkan harta pailit.
4. Permohonan Pembatalan Perbuatan Hukum Debitor Pailit
Permohonan pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang tidak wajib
dilakukan debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitor bahwa
perbuatan tersebut dapat merugikan kreditor dapat dimohonkan oleh kurator
kepada pengadilan. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang mengatur bahwa putusan atas permohonan pernyataan pailit
dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini,
diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat
kedudukan hukum debitor.
Kemudian, diperjelas dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “Hal-hal lain” adalah antara lain, Actio pauliana,
perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana debitor,
kreditor, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan
dengan harta pailit termasuk gugatan kurator terhadap direksi yang menyebabkan
saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Akan tetapi, sekarang ini oleh Undang-
Undang Kepailitan diperluas sehingga yang dapat bertindak menjadi kurator
adalah sebagai berikut: (Munir Fuady,2017:41)
a. Balai Harta Peninggalan; atau
b. Kurator lainnya.
Kurator lainnya, selain Balai Harta Peninggalan yang selanjutnya dalam
penelitian ini disebut Balai Harta Peninggalan adalah mereka yang memeliki
persyaratan sebagai berikut:
1. Perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan
harta pailit; dan
2. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator.
Apabila debitor atau kreditor tidak mengajukan usul pengangkatan kurator
kepada pengadilan niaga, maka Balai Harta Peninggalan otomatis bertindak
sebagai kurator debitor pailit. Akan tetapi, apabila diangkat kurator yang bukan
Balai Harta Peninggalan, kurator tersebut haruslah independen dan tidak
mempunyai benturan kepentingan apapun dengan pihak debitor maupun kreditor.
bahwa,dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal putusan
pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas. kurator
mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2
(dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas, mengenai ikhtisar
putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut :
a) Nama, alamat, dan pekerjaan debitor;
b) Nama hakim pengawas;
c) Nama, alamat, dan pekerjaan kreditor;
d) Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditor sementara,apabila telah
ditunjuk; dan
e) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditor.
Kemudian, penjelasan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan 2 (dua) surat kabar harian adalah surat kabar yang beredar secara nasional
dan surat kabar harian lokal yang beredar ditempat domisili debitor.
2. Melakukan Pencocokan Piutang Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa kurator
wajib:
a) Mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh kreditor dengan
catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitor pailit; atau
Berunding dengan kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan yang
diterima.
b) Kemudian, Pasal 117 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang mengatur bahwa kurator wajib memasukkan piutang yang
disetujuinya ke dalam suatu daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan
piutang yang dibantah termasuk alasannya dimasukkan ke dalam daftar
tersendiri.
c) Melakukan Pencocokan Utang Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa setelah
pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan
kepada kreditor untuk membentuk panitia kreditor tetap. Sehingga, berdasarkan
pasal tersebut, kurator memiliki tugas untuk melakukan pencocokan utang.
Melakukan Pencatatan Harta Pailit Berdasarkan pada Pasal 100 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, kurator harus membuat pencatatan harta
pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya
sebagai kurator.
Kurator menginventarisasi atau melakukan pencatatan atas harta pailit yang
dimiliki oleh debitor pailit dan memisahkan barang-barang yang cepat rusak atau
membusuk agar dapat secepatnya dijual (dengan persetujuan hakim pengawas),
sehingga tidak akan terjadi kerugian atas harta pailit.
3. Memanggil Para Kreditor
Pasal 86 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang mengatur bahwa dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima)
hari setelah putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas,
kurator wajib memberitahukan penyelenggaraan rapat kreditor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau
melalui kurir, dan dengan iklan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian,
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
Kurator memanggil para kreditor dan debitor dari debitor pailit untuk
melakukan penagihan atau pembayaran terhadap piutang atau utangnya dengan
membawa bukti-bukti tagihan, sehingga kurator dapat membuat daftar utang-
piutang debitor pailit. Melaksanakan Rapat Verifikasi Pasal 113 ayat (1) Undang-
Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur
bahwa paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit
diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan:
a) Batas akhir pengajuan tagihan;
b) Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
c) Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan
piutang.
Pasal 114 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa kurator
paling lambat 5 (lima) hari setelah penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
113 wajib memberitahukan penetapan tersebut kepada semua kreditor yang
alamatnya diketahui dengan surat dan mengumumkannya paling sedikit dalam 2
(dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) Pasal 113
ayat (1) dan Pasal 114 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU merupakan
ketentuan yang mendasari tugas kurator untuk mengadakan rapat verifikasi atau
rapat pencocokan piutang. Kurator dapat mengajukan hari, tanggal dan tempat
rapat verifikasi kepada hakim pengawas untuk ditetapkan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
Kurator dapat melakukan hal-hal lain yang dapat memperlancar proses
pengurusan harta pailit debitor dengan seizin hakim pengawas. Hal-hal lain yang
dimaksud antara lain sebagai berikut:
a) Melakukan pemanggilan debitor pailit untuk meminta keterangan mengenai
sebab-sebab pailit, ada atau tidaknya perjanjian perkawinan, dan lain
sebagainya berkenaan dengan status dari debitor pailit;
b) Mengirimkan surat kepada kantor-kantor pengiriman surat, agar setiap surat
yang ditujukan kepada debitor pailit dikirimkan ke alamat kurator, hal ini dapat
dilakukan oleh kurator mengingat dalam Pasal 105 ayat (3) diatur bahwa
perusahaan pengiriman surat dan telegram memberikan kepada kurator, surat
dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit;
c) Membuat daftar kreditor dan debitor sementara;
d) Membuat daftar tetap utang-piutang debitor pailit (dalam keadaan insolven)
yang terdaftar dan diakui debitor pailit yang disahkan oleh hakim pengawas;
e) Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian,
rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan
perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven. (Pasal
178 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU)
kuasa atau izin dari hakim pengawas tetapi ternyata kuasa atau izin tersebut tidak
diperolehnya atau kurator dalam melakukan perbuatan tersebut tidak
mengindahkan ketentuan Pasal 83 dan Pasal 84 Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka perbuatan terhadap pihak ketiga
tersebut dapat dikatakan sah, namun sebagai konsekuensinya kurator harus
bertanggung jawab sendiri secara pribadi terhadap debitor pailit dan kreditor.
Sebagai konsekuensi ketentuan Pasal 72 dan Pasal 78 Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU, kurator dapat digugat dan wajib membayar ganti kerugian
apabila karena kelalaiannya, lebih-lebih lagi karena kesalahannya (dilakukan
dengan sengaja) telah menyebabkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
harta pailit,terutama tentunya adalah para kreditor konkuren, dirugikan.
Boedel Pailit bisa juga disebut sebagai harta pailit, seperti definisi di atas,
adalah kekayaan seseorang atau organisasi yang telah dinyatakan pailit. Pada
akhirnya harta tersebut dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan. Selanjutnya harta
peninggalan kepailitan ini akan dibereskan oleh kurator dibawah pengawasan
hakim pengawas. Pelaksanaan pemberesan baru dapat dilakukan setelah debitor
pailit benar-benar dalam keadaan tidak mampu membayar setelah adanya putusan
pernyataan pailit atau dikenal dengan istilah insolvency. Parulian Aritohang,
(2012:2)
eksekusi penjualan menjadi tidak sah, dan di depan hukum status asset tersebut
secara sah dan meyakinkan masih termasuk asset boedel pailit,”
Mengutip pasal 189 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, setiap tindakan dalam
pengurusan dan pemberesan aset termasuk rencana daftar pembagian hasil
penjualan boedel pailit harus mendapatkan persetujuan hakim pengawas. Jika
kurator tetap menjual aset pailit dengan status non-boedel pailit, hakim pengawas
seharusnya bisa melaporkan masalah itu ke hakim pemutus perkara. Termasuk
mengusulkan penggantian kurator.
Putusan hakim pengawas wajib dilaksanakan kurator. Kurator wajib
menyampaikan segala tindakan yang diambil kepada hakim pengawas dalam
periode tertentu. Kurator tak mempunyai kewenangan menerbitkan penetapan
terhadap bodel pailit yang berakibat pada pihak ketiga. Meskipun demikian,
hakim pengawas tidak boleh aktif mengatur pembagian hasil pengurusan bodel
pailit. Pembuatan daftar pembagian adalah tugas kurator. Hakim pengawas
berwenang mengubah nilai pembagian tersebut, tetapi tetap tidak lazim seorang
hakim pengawas bersifat aktif.
Tugas pokok seorang hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan
pemberesan harta pailit. Dalam praktik, kurator membuat pencatatan harta pailit,
untuk kemudian dinyatakan sebagai daftar boedel pailit. Hakim pengawas
menyatakan dan mengesahkan daftar bodel itu lewat penetapan tertulis. Penetapan
seorang hakim pengawas bukan atas nama hakim pribadi, karena ia mewakili
institusi pengadilan. Oleh karena itu, “hakim pengawas tidak diperbolehkan
memberikan persetujuan secara tidak tertulis atau lisan”. Parulian Aritohang,
(2012:3)
Fakta bahwa hakim pengawas menerima laporan penjualan boedel pailit
dengan status non-boedel menunjukkan adanya persetujuan diam-diam. Sikap
hakim yang membiarkan tindakan kurator menjual boedel dengan status non-
boedel patut diduga merupakan tindakan keberpihakan kepada salah satu pihak
yang bersengketa Parulian Aritohang,(2012:3)
41
42
bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis
bentukan lembaga perundang-undangan (undang-undang dasar, kodifikasi,
undang-undang, peraturan pemerintah, dan seterusnya) dan norma hukum positif
tertulis bentukan lembaga peradilan (judgemade law), serta hukum tertulis positif
buatan pihak-pihak yang berkepentingan (kontrak, dokumen hukum, catatan
hukum, dan rancangan Undang-Undang).
Penelitian ini memiliki objek kajian yang meliputi norma hukum positif
tertulis bentukan lembaga peradilan (judgemade law), yakni Putusan Nomor 461
PK/Pdt.Sus-Pailit/2019. Objek penelitian ini akan dianalisis dengan berdasarkan
pada norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan,
khususnya Undang-Undang Kepailitan dan Peundaan Kewajibaan Pembayaran
Utang.
putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata);
c) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
d) Putusan Nomor : 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019.
3.5.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks karena buku teks
berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan
klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. (Peter Mahmud Marzuki
2011:22)
Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi:
a) Buku-buku ilmiah dibidang hukum
b) Makalah-makalah
c) Jurnal ilmiah
d) Artikel ilmiah
Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini
bahan hukum tertier yang digunakan meliputi:
a) Kamus Besar Bahasa Indonesia
b) Kamus Hukum
dipublikasikan secara umum, tetapi diperbolehkan untuk diketahui (dalam hal ini
putusan pengadilan). Studi dokumen yang dilakukan adalah mengkaji sekaligus
melakukan Studi Kasus Putusan Nomor 461 PK/Pdt.Sus-Pailit/2019.
47
48
4.2 Pembahasan
4.2.1 Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur
Melalui Actio Pauliana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun
2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Hutang
Salah satu upaya perlindungan terhadap kepentingan kreditor dalam
Undang-Undang Kepailitan adalah mencegah kecurangan yang dilakukan oleh
debitor.Kecurangan yang dapat dilakukan oleh debitor misalnya seseorang yang
beriktikad tidak baik membuat sebanyak mungkin utang untuk selanjutnya
mengajukan permohonan pernyataan pailit agar tidak membayar utang-utangnya
itu dengan terlebih dahulu menyembunyikan kekayaannya. Contoh lainnya,
2. Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila
dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor, dan
pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan
kerugian bagi Kreditor.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian
dan/atau karena undang-undang.
Ketentuan pasal 42 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang
Apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditor dilakukan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan
perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitor, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(2), dalam hal perbuatan tersebut:
1. Merupakan perjanjian dimana kewajiban Debitor jauh melebihi kewajiban pihak
dengan siapa perjanjian tersebut dibuat;
2. Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum
jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih;
3. Dilakukan oleh Debitor perorangan, dengan atau untuk kepentingan:
a. Suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga;
b. Suatu badan hukum dimana Debitor atau pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak
tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut
lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam
pengendalian badan hukum tersebut.
4. Dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk
kepentingan:
a. anggota direksi atau pengurus dari Debitor, suami atau istri, anak angkat,
atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus
tersebut;
b. perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak
angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung
atau tidak langsung dalam kepemilikan pada Debitor lebih dari 50% (lima
puluh persen) dari modal disetor atau dalam, pengendalian badan hukum
tersebut;
c. perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai
derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan pada Debitor lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal
disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
5. Dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk
kepentingan badan hukum lainnya, apabila:
a. Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut
adalah orang yang sama;
b. Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari
perorangan anggota direksi atau pengurus Debitor yang juga merupakan
anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;
c. Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas
pada Debitor, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai
derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung
atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari
50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan
hukum tersebut, atau sebaliknya;
d. Debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya,
atau sebaliknya;
e. Badan hukum yang sarna, atau perorangan yang sama baik bersama, atau
tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan
keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak
langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50%
(lima puluh persen) dari modal yang disetor;
6. Dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap
badan hukum lain dalam satu grup dimana Debitor adalah anggotanya;
Ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang
Hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalan kepada
Pengadilan, apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut
dilakukan Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.
Ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang
Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut
mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan Kreditor, apabila hibah tersebut
dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan penyertaan pailit
diucapkan. Ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang
Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan
apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan
penyertaan pailit Debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut
merupakan akibat dari persekongkolan antara Debitor dan Kreditor dengan maksud
menguntungkan Kreditor tersebut melabihi Kreditor lainnya.
Ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang
1. Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, pembayaran yang
telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk yang karena
hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran,
pembayaran tersebut tidak dapat diminta kembali.
2. Dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat diterbitkannya surat
pengganti atau surat atas tunjuk, wajib mengembalikan kepada harta pailit jumlah
uang yang telah dibayar oleh Debitor apabila:
a. dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitan surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan mengetahui bahwa permohonan
pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan; atau
harta kekayaannya menyebabkan debitor menjadi pailit, atau jika debitor telah
pailit ketika penjualan harta kekayaan yang tidak masuk akal itu dilakukan oleh
debitor.
Dengan demikian, constructive fraud termasuk didalamnya adalah
melakukan bisnis yang undercapitalized. Selanjutnya fraudulent transfer juga
termasuk actual fraud, yang terjadi apabila debitor berniat untuk menghalangi
atau menunda pembayaran utangnya kepada kreditor. Apabila debitor melakukan
perbuatan-perbuatan itu, maka perbuatannya dapat dibatalkan. Berdasarkan
Bankruptcy Code dan undang-undang lain yang berlaku di Amerika Serikat, tidak
jelas apakah kreditor yang menerima jasa dari debitor yang dilakukan tanpa
mengurangi atau merugikan harta kekayaannya harus mengembalikan nilai dari
jasa yang telah diterimanya. John D. Donell,(2010:37)
Ketidak jelasan ini berasal dari pengaturan fraudulent transfer yang hanya
berhubungan dengan transfer harta kekayaan, dan bukan transfer jasa. Dengan
demikian, pertanggungjawabannya pun berkaitan dengan transfer harta kekayaan,
dan bukan transfer jasa. Namun demikian Bankruptcy Court mengkategorikan
jasa sebagai harta kekayaan sebagai objek fraudulent transfer law, sehingga
kreditor mempunyai kekuasaan untuk menagih nilai jasa tersebut kepada pihak
ketiga sebagai penerima transfer jasa. Penentuan apakah jasa dianggap harta
kekayaan, berdasarkan fraudulent transfer law dapat diuji oleh Pengadilan dengan
menggunakan salah satu tujuan Undang-Undang Kepailitan yaitu apakah
maksimalisasi aset debitor untuk keuntungan kreditor terpenuhi.D. Donell,
(2010:37)
Pada kasus yang lain actio pauliana diajukan oleh kurator, karena kurator
menemukan bukti debitor melakukan perbuatan yang telah merugikan harta pailit.
Namun, Mahkamah Agung menolak memeriksa actio pauliana yang diajukan
oleh kurator, sebab actio pauliana sebagai pembatalan perbuatan hukum debitor
yang telah dinyatakan pailit dengan pihak ketiga, merupakan suatu sengketa yang
penyelesaiannya harus dilakukan melalui suatu gugatan perdata kepada
Pengadilan Negeri, dan suatu permohonan tidak lah merupakan suatu sengketa.
Dalam praktik penegakan Undang-Undang Kepailitan, ternyata ketentuan actio
pauliana belum sepenuhnya dapat melindungi kepentingan kreditor dengan
beberapa alasan. Pembuktian dalam actio pauliana tidak dapat dilakukan secara
sederhana. Pembuktian actio pauliana berbeda dengan pembuktian sederhana
dalam kepailitan. Apabila hal ini diperiksa di Pengadilan Negeri, dapat saja
penyelesaian kepailitan menjadi berlarutlarut. Padahal, umumnya debitor
langsung memindahkan harta-harta bergerak termasuk rekening-rekeningnya yang
ada di bank setelah adanya pernyataan pailit, dengan tujuan untuk menghindari
pemberesan harta oleh kurator. Khusus untuk harta debitor yang berbentuk badan
hukum yang pemilikannya atas nama pribadi tetap dipertahankan atas nama
pemegang saham, dan dilakukan perikatan-perikatan tertentu dengan pihak lain
secara back date. Transaksi semacam ini mudah terjadi karena lemahnya
penegakan hukum dalam bidang yang berkaitan dengan ketentuan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, khususnya
kewajiban penyampaian laporan keuangan audit tahunan. (Pasal 42 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang)
Pembuktian terhadap permohonan actio pauliana pada umumnya adalah
tidak sederhana, sehingga pembuktian sederhana dalam Undang- Undang
Kepailitan tidak mudah diterapkan. Namun, pendapat Mahkamah Agung yang
menyatakan bahwa actio pauliana bukan kewenangan Pengadilan Niaga tidak lah
tepat, karena akan memperlama proses pemberesan harta pailit. Di samping
pembuktiannya yang tidak sederhana, kendala lain dalam penyelesaian
permohonan actio pauliana antara lain perbuatan hukum yang dilakukan oleh
debitor yang merugikan para kreditor sulit dideteksi, terbatasnya kewenangan
curator untuk mengungkapkan hal tersebut, dan kurangnya kerjasama teknis
dengan instansi penegak hukum lain dalam mengungkapkan actio pauliana. Agar
perlindungan terhadap kepentingan kreditor melalui actio pauliana dapat
dilakukan, maka diperlukan peraturan pelaksana tentang hukum acara pembuktian
actio pauliana yang implementatif.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan
dan penundaan kewajiban pembayaran utang maka yang dapat menjadi pemohon
dalam suatu perkara kepailitan adalah salah satu dari pihak berikut ini :
1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditornya;
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh
kejaksaan untuk kepentingan umum;
3. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Bank Indonesia;
4. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan
pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
5. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan
publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri
Keuangan.
Kreditor yang mengajukan permohonan kepailitan bagi debitor harus
memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau
pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara
sederhana, yang merupakan dasar hukum bagi suatu kepailitan adalah sebagai
berikut:
1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
2. KUH Perdata, misalnya, Pasal 1134, 1139, 1149, dan lain-lain.
3. KUH Pidana, misalnya, Pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520, dan lain-lain.
4. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tenang Perseroan Terbatas.
5. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.
6. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1996 tentang jaminan Fidusia.
7. Perundang-undangan di Bidang pasar Modal, Perbankan, BUMN, dan lain-lain.
Perlindungan yang diberikan kepada kreditor dan stake holders-nya tidak
boleh merugikan kepentingan stake holders debitor. Kendatipun Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004 memperbolehkan permohonan pernyataan pailit diajukan
oleh salah satu kreditor saja, namun demi kepentingan para kreditor lain, tidak
seyogyanya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang membuka kemungkinan diucapkannya
5.2 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka kesimpulan yang dapat
ditarik dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
5.1.1 Bahwa didalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
kepailitan, tidak menjelaskan secara rinci tentang perlindungan kepada debitur
atas kesalahan kurator tetapi hanya menjelaskan beberapa debitur yang
mendapatkan perlindungan. Kurator akan bertanggung jawab apabila
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas pengurusan dan
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit, dan juga akan
memberikan perlindungan kepada kreditur apabila terjadi kesalahan atau
kelalian kurator dalam menjalankan tugasnya.
5.1.2 Kesesuian dasar pertimbangan hakim terhadap putusan kasasi pailit terkait
putusan Nomor 461K/Pdt.sus-pailit/2019 dengan Undang-Undang Nomor 37
tahun 2004 tentang kepailitan secara garis besar telah sesuai, namun ada satu
persepsi Mahkamah Agung yang harus disamakan tentang actio pauliana
bukan kewenangan pengadilan Niaga. Padahal pengadilan Niaga mempercepat
proses pemberesan harta pailit, dan pasal 7 Undang-undang kepailitan
menjelaskan bahwa “pengadilan adalah pengadilan niaga dalam lingkungan
peradilan umum”.
5.2 Saran
Berdasarkan atas penjelasan kesimpulan diatas, maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut :
5.2.1 Perlu dibuat perbaikan aturan dalam Undang-Undang Kepailitan yang lebih
komprehensif, dimana mewajibkan segala perbuatan hukum debitor
terhadap segala aset yang berhubungan dengan kreditor dicatat dan
dilaporkan kepada para kreditornya sebagai laporan pertanggungjawaban.
Bila hal tersebut direalisasikan, maka bukan hanya pembuktian menjadi
mudah untuk mengungkap perbuatan hukum yang termasuk dalam actio
pauliana, tetapi juga sebagai tindakan preventif agar para pihak yang
65
66
DAFTAR PUSTAKA
Elijana, et. al., 2000 Penelitian Hukum tentang Penyelesaian Sengketa melalui
Peradilan Niaga, Jakarta: BPHN dan Depkeh dan HAM,
Fred B.G. Tumbuan,2008 “Mencermati Pokok-pokok Undang-Undang Kepailitan
Douglas G. Baird & Thomas H. 2008, Jackson,Comprehensive Business Law
Prinsiples and Cases, Boston: Kent Publishing Company,
Shubhan,M Hadi. 2009 Hukum Kepailitan: Prisip, norma, dan Praktik di
Peradilan. Jakarta: Kencana
Nating, Imran. 2005, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan
Dan Pemberesan Kepailitan. Jakarta : Raja Grafindo Persada,
JURNAL HUKUM
Sonata, Depri Liber. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakter
Khas dari Metode Meneliti Hukum. Fiat Justisia Jurnal Hukum Volume 8 No. 1
Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2014
Siti Anisah, 2009., “Perlindungan Terhadap Kepentingan Kreditor Melalui Actio
Pauliana”, dalam Jurnal Hukum
UNDANG-UNDANG
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang Putusan Nomor : Nomor 749 K/Pdt.Sus-
Pailit/2019