Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA

BANDING, KASASI, PK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu:
Widya Ari Susanti, M.H.I

Disusun oleh:
1. Melinda Dwi A (C91219122)
2. Novi Lailiyah (C91219138)
3. Prabasiwi M.S (C91219140)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Banding, Kasasi, PK ini tepat pada waktunya.Untuk itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dosen yang telah menunjukkan referensi
kepada penulis, sehingga dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Makalah pada  mata kuliah Hukum Acara Perdata. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang  Hukum Acara Perdata bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada Ibu dosen
dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar
penyusunan makalah ini lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca
makalah ini.

Sidoarjo, 30 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Banding..................................................................................................................5
B. Kasasi.....................................................................................................................7
C. PK (Peninjauan Kembali).......................................................................................9
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
Simpulan......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam
pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidak di
kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatan yang
diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan. Misalnya saja seseorang
yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia mempunyai hak untuk
mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan tinggi.

Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU, misalnya saja
ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan atau bahkan
membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama atau pengadilan
negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu yang jika melewati
batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau pengadilan tingkat
pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh pengadilan.

Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskan salah satu
pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan tersebut dapat
mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan Mahkamah Agung (MA)
dalam bentuk kasasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Banding?
2. Apa yang dimaksud dengan Kasasi?
3. Apa yang dimaksud dengan Peninjauan Kembali (PK)?

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Banding
Banding atau dalam Bahasa Belanda disebut appel adalah upaya
hukum biasa yang pertama terhadap penetapan atau putusan pengadilan
tingkat pertama untuk diajukan atau dimohonkan pemeriksaan ulangan
dipengadilan tingkat banding. Pemeriksaan perkara dalam pengadilan
tingkat banding adalah pemeriksaan ulang secara keseluruhan. Dalam
hukum, banding adalah salah satu jenis upaya hukum bagi terpidana atau
jaksa penuntut umum unutuk meminta pada pengadilan yang lebih tinggi
agar melakukan pemeriksaan ulang atas putusan pengadilan negeri karena
dianggap putusan tersebut jauh dari keadilan atau karena adanya
kesalahan-kesalahan di dalam pengambilan keputusan.1
Dasar hukum Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk
daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah
di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU
No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR
dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang
Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya
keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena
terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak
putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan
putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam
pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985.
Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No.
14 tahun 1985.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka
terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan
Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan
dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.
Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969,
tanggal 25 Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang diajukan
melalmpaui tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima
dan surat-surat yang diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan
banding tidak dapat dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara

1
Ila Gusmawati, Banding dalam Hukum Acara Perdata, vol : 1

5
perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang
permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang
pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk
kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan bandingnya tidak
dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).
Alasan Permintaan Banding Undang-undang tidak merinci alasan
yang dapat dipergunakan terdakwa atau penuntut umum untuk
mengajukan permintaan banding. Berbeda dengan permintaan kasasi,
Pasal 253 ayat 1 merinci alasan yang dapat dikemukakan oleh pemohon
kasasi. Atas landasan itu, alasan pokok permintaan pemeriksaan tingkat
banding atas putusan pengadilan tingkat pertama pemohon tidak setuju
dan keberatan atas putusan yang dijatuhkan dan alasan keberatan dan
ketidak setujuan atas putusan itu, dapat diinformsi atau dikemukakan sebai
berikut :2
a) Dapat dikemukakan pemohon secara umum
b) Dapat dikemukakan secara terperinci
c) Permintaan banding dapat ditujukan terhadap hal tertentu.
Akibat permintaan banding yang diajukan terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama
a) Putusan menjadi mentah kembali inilah akibat hukum yang pertama,
permintaan banding, mengakibatkan putusan menjadi mentah. Seolah-
olah putusan itu tidak mempunyai arti apa-apa lagi. Formal putusan itu
tetap ada, tetapi nilai putusan itu lenyap dengan adanya permintaan
banding.
b) Segala sesuatu beralih menjadi tanggung jawab yuridis dengan adanya
permintaan banding, segala sesutu yang berhubungan dengan perkara
tersebut beralih menjadi tanggug jawab yuridis.
c) Pengadilan Tinggi sebagai pengdilan tingkat banding putusan yang
dibanding tidak mempunyai daya eksekusi
Akibat lain yang timbul karena permintaan banding, menyebkan hilang
eksekusi putusan, karena dengan adanya permintaan banding putusan
menjadi mentah kembali
Kewenangan tingkat banding bertitik tolak dari kedua landasan diatas,
wewenang pengadilan tingkat bandingmemeriksa putusn pengadilan
tingkat pertama sebai berikut :

2
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan KUHP, Sinar Grafik, Jakarta, 2000, hal : 428-430

6
d) Menjadi seluruh pemeriksaan dan putusan pengadilan tingkat pertama,
pengadilan tingkat tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dalam
melaksanakan fungsi sebagai pengadilan tingkat banding.
e) Berwenang meninjau segala segi pemeriksaan dan putusan oleh karena
wewenang pemeriksaan tingkat banding memeriksa ulang perkara
secara keseluruhan dan dia berwenang meninjau dan menilai segala
sesuatu yang berhubungan dengan pemeriksaan dan putusan.
f) Memeriksa ulang perkara secara keseluruhan seandainya pengajuan
banding terhadap hal tertentu saja misalnya permintaan banding hanya
ditujuksn terhadap hukuman atau barang bukti saja, sama sekali tidak
dapat menyampingkan wewenang pengadilan tingkat baning untuk
memeriksa tingkat perkara secara keseluruhan.
Prosedur untuk mengajukan permohonan banding adalah sebagai berikut :
1. Dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dimana putusan
tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya
permohonan banding.
2. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU
No. 20/1947) oleh yang berkepentingan maupun kuasanya.
3. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang
memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan
ditandatangani oleh panitera dan pembanding. Permohonan
banding tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara Perdata dan
Register Banding Perkara Perdata.
4. Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada
pihak lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan banding
diterima.
5. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas
perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
6. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan
memori banding sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan
kontra memori banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada
jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum
diputus oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan MARI No. 39
k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
7. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-
undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi
pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.
B. Kasasi
Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta
oleh salah satu atau kedua belah pihak (terdakwa atau penuntut) terhadap

7
suatu putusan pengadilan tinggi. Terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan
pengadilan tinggi kepada mahkamah agung. Kasasi berasal dari bahasa
Prancis yaitu cassation yang berarti memecah atau membatalkan. Kasasi
bertujuan memeriksa sejauh mana penerapan hukum yang dilaksanakan
pengadilan yang memutuskan sebelumnya (judex factie) apakah telah
terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim pengadilan sebelumnya
telah memutus perkara dengan melampaui kekuasaan kehakiman yang
dimilikinya, atau hakim yang memutuskan sebelumnya itu nyata keliru
atau khilaf dalam menerapkan aturan hukum mengenai perkara
bersangkutan, maka dalam pengertian seperti itulah yang dimaksudkan
mengapa kasasi bisa langsung diajukan atas putusan bebas (vrijspraak)
oleh hakim pengadilan negeri.3
Alasan-Alasan Mengajukan Kasasi Diatur dalam Pasal 30 UU No. 14
Tahun 1985 jo Pasal 30 UU No.5 Tahun 2005 Tentang MA jo Pasal 30
UU No.4 Tahun 2004 antara lain :
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak berwenang yang
dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan,
sedang melampaui batas wewenang bisa terjadi bila pengadilan
mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud
disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun
hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum
yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum
tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.
Prosedur dan Tengang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi
1) Permohonan kasasi disampaikan baik secara tertulis atau lisan kepada
Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan
melunasi biaya kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah relas
pemberitahuan putusan banding diterima Pemohon Kasasi (Pasal. 46-47
UU No. 14/1985).

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasasi dikutip pada tanggal 26 Mei 2021 Pukul 19.05.

8
2) Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar,
dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada
berkas (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985.
3) Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera
Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan
(Pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985), dan selanjutnya dalam tenggang
waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar
pemohon kasasi wajib membuat Memori Kasasi yang berisi alasan-alasan
permohonan kasasi (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
4) Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan Memori Kasasi pada
lawan paling lambat 30 hari (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
5) Pihak lawan berhak mengajukan Kontra Memori Kasasi dalam tenggang
waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (Pasal 47
ayat (3) UU No. 14/1985) 6) Setelah menerima Memori Kasasi dan Kontra
Memori Kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Agama
harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (Pasal 48
ayat (1) UU No. 14/1985). 4

C. PK (Peninjauan Kembali)
Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang
dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu
kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dalam system peradilan di Indonesia. Permohonan
Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan dalam kasus perkara Perdata
maupun Perkara Pidana.
Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap
(Inkracht Van Gewijsde) berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No.
22 Tahun 2007 Tentang Grasi  ialah Putusan Pengadilan Negeri yang tidak
diajukan upaya banding, Putusan Pengadilan Tinggi  yang tidak
diajukan kasasi (upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung), atau putusan
kasasi Mahkamah Agung (MA). PK tidak dapat ditempuh terhadap
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan
tersebut menyatakan bahwa terdakwa bebas.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab
XVIII UU Nomor 8 Tahun1981, peninjauan kembali merupakan salah satu
upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. Upaya
hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu
4
Syahrul Sitorus, “UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi,
Peninjauan Kembali Dan Derden Verzet)”, Jurnal Hikmah, (Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018),
Hal.68.

9
persidangan di Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan
Tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.5
Dalam upaya hukum biasa, kasasi Mahkamah Agung merupakan upaya
terakhir yang dapat ditempuh untuk mendapatkan keadilan bagi para pihak
yang terlibat dalam suatu perkara. Putusan kasasi Mahkamah Agung
bersifat akhir, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap. PK dapat diajukan
terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung apabila pada putusan
sebelumnya diketahui terdapat kesalahan atau kekhilafan hakim dalam
memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah
diungkapkan dalam persidangan.
Bahwa berdasarkan Pasal 67 Undang – undang Nomor 5 tahun 1985 6
tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Permohonan peninjauan
kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:7
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Putusan yang diminta PK didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan dengan kata lain, putusan yang diminta PK
merupakan produk pengadilan yang mengandung kebohongan atau
tipu muslihat. Kebohongan atau tipu muslihat itu baru diketaui setelah
perkara diputus. Selama proses pemeriksaan berlangsung mulai dari
tingkat pertama, banding dan kasasi, kebohonan atau tipu muslihat itu
tidak diketahui, dan baru diketahui setelah putusan berkekuatan hukum
tetap.
Dalam praktik peradilan, alasan PK kebohongan atau tipu muslihat,
jarang ditemukan. Sulit mewujudkan secara konkret dan objektif
adanya kebohongan atau tipu muslihat dalam suatu putusan, kecuali
apabila telah ada putusan pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum
Tetap menyatakan alat bukti yang digunakan pihak lawan adalah palsu
setelah putusan perdata Berkekuatan Hukum Tetap.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud di atas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan

5
Dikutib dari web https://new.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4a0bd93d0f7ac/tentang-pk-
peninjauan-kembali-/, pada 17 Mei 2021
6
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
7
Herri Swantoro, 2017. “Harmonisasi Keadilan dan Kepastian Dalam Peninjauan Kembali”. Depok :
Prenadamedia Group, 79.

10
hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan;
Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang
merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan
akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta dibawah
tangan. Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan,
yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan.
Praktek peradilan menyebut alasan PK dengan nama “novum”.
Apabila pengertian novum sama dengan “bukti baru” atau fresh
Fact maupun alasan yang baru muncul, maka penggunaan kata novum
terhadap alasan PK dianggap kurang tepat. Sebab menurut ketentuan
itu, pada dasarnya yang dimaksud dengan surat bukti itu bukan bukti
baru, tetapi surat bukti yang telah ada sebelum perkara diperiksa, akan
tetapi tidak ditemukan selama proses pemeriksaan berlangsung. Surat
bukti itu baru ditemukan setelah putusan perkara yang bersangkutan
Berkekuatan Hukum Tetap.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud di atas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak ditemukan surat-surat bukti, yang
hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah
dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari
pada yang dituntut;
Alasan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Putusan mengabulkan suatu hal, sedangkan hal itu
sama sekali tidak ada diminta penggugat dalam
gugatan.
2) Putusan melebihi dari apa yang dituntut. Hakim
dilarang memberikan atau mengabulkan melebihi
dari apa yang dituntut. Ketentuan ini melanggar
prinsip ultra petitum partium atau ultra petita.
Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi dari apa
yang dituntut dalam petitum gugatan.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan memperoleh kekuatan

11
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
Dalam suatu putusan hakim diperintahkan untuk mengadili atau
memutus tentang semua bagian gugatan. Misalnya tidak diputus
apakah ditolak atau dikabulkan gugatan provisi, permintaan sita atau
permintaan putusan serta merta tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya. Kelalaian dan pengabulan yang demikian dapat dijadkan
alasan permohonan PK oleh pihak penggugat, karena hal itu
merugikan kepentingannya.
Dalam praktiknya, kasus yang seperti ini jarang terjadi. Jika terjadi
kelalaian yang seperti itu oleh pengadilan tingkat pertama, pada
umumnya akan dikoreksi dan diluruskan oleh pengadilan tingkat
banding. Kalau tingkat banding lalu memutus seluruh bagian perkara,
akan dikoreksi dan diluruskan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.
Pada umumnya, melalui fungsi dan kewenangan koreksi yang dimiliki
tingkat banding dan kasasi berdasarkan mekanisme intansional, jarang
dijumpai putusan Berkekuatan Hukum Tetap yang lalai memutus
semua bagian tuntutan.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
Supaya alasan ini memiliki validitas, harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Terdapat dua atau lebih putusan yang saling
bertentangan. Hal ini merupakan syarat mutlak
lahirnya putusan yang saling bertentangan antara
yang satu dengan yang lain. Paling tidak harus ada
dua putusan. Baru bisa terjadi saling bertentangan
antara putusan yang satu dengan yang lain.
2) Pihak yang telibat dalam Putusan perkara yang
saling bertentangan tersebut adalah sama.
3) Mengenai soal atau dasar yang sama. Kedua
putusan yang saling bertentangan itu terkandung

12
soal yang sama atau dasar yang sama. Kalau soal
atau dasar masalahnya berbeda, meskipun pihak-
pihaknya sama, tidak memenuhi alasan Peninjauan
Kembali.
4) Oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya.
5) Putusan yang terakhir dan bertentangan itu telah
Berkekuatan Hukum Tetap, dan telah diberitahukan
putusan itu kepada pihak yang berperkara. jadi, agar
terpenuhi syarat tersebut, maka harus saling
berhadapan dua atau lebih putusan yang sama-sama
Berkekuatan Hukum Tetap.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
Alasan PK yang paling sering dan paling besar frekuensinya dalam
praktik adalah kekhilafan atau kekeliruan nyata. Alasan ini dianggap
sangat luas jangkauannya. Apa saja pertimbangan dan pendapat yang
tertuang dalam putusan, dapat dikonstruksi dan direkayasa sebagai
kekhilafan atau kekeliruan nyata tanpa batas.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para
pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang
secara khusus dikuasakan untuk itu dan apabila selama proses
peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

13
BAB III

PENUTUP

Simpulan

Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta


oleh salah satu atau kedua belah pihak (terdakwa atau penuntut) terhadap
suatu putusan pengadilan tinggi. Terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan
pengadilan tinggi kepada mahkamah agung. Kasasi berasal dari bahasa
Prancis yaitu cassation yang berarti memecah atau membatalkan.
Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum
yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam
suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dalam system peradilan di Indonesia.
Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan dalam kasus
perkara Perdata maupun Perkara Pidana.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dikutib Dari Web


Https://New.Hukumonline.Com/Klinik/Detail/Ulasan/Lt4a0bd93d0f7ac/Tentang-
Pk-Peninjauan-Kembali-/, Pada 17 Mei 2021
Gusmawati, Ila., “Banding dalam Hukum Acara Perdata”, vol 1
Harahap, Yahya., 2000, “Pembahasan Permasalahan KUHP”, Jakarta : Sinar
Grafik.
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Kasasi Dikutip Pada Tanggal 26 Mei 2021 Pukul
19.05.
Sitorus, Syahrul., “Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata (Verzet, Banding,
Kasasi, Peninjauan Kembali Dan Derden Verzet)”, Jurnal Hikmah, (Volume 15,
No. 1, Januari – Juni 2018).
Swantoro, Herri., 2017. “Harmonisasi Keadilan Dan Kepastian Dalam Peninjauan
Kembali”. Depok : Prenadamedia Group.
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

15

Anda mungkin juga menyukai