Anda di halaman 1dari 18

UPAYA HUKUM

Dosen Pengampu: Robi Rendra Tribuana, M.H

Disusun Oleh:

Kelompok 8
1. Lia Hazari (2132068)
2. Ibnu Hadits (2132069)
UPAYA HUKUM

01 02 03
BANDING KASASI PENINJAUAN
KEMBALI
PENGERTIAN UPAYA HUKUM
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu
untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak
yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa
keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat
melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau
memihak salah satu pihak.
Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah
untuk memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum
tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim
belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena
putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan
tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan kekilafan
itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan,
terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang.
1. UPAYA BANDING
• Apabila salah satu pihak yang berperkara merasa bahwa
putusan hakim tidak (belum) memenuhi rasa keadilan,
para pihak dapat mengajukan keberatan atas putusan
hakim pada tingkat pertama (I), untuk diperiksa kembali
oleh pengadilan (peradilan) di tingkat yang lebih tinggi.
Yaitu Melalui:
• Upaya hukum biasa; banding dan Kasasi
• Upaya hukum luar biasa: Peninjauan Kembali
PENGERTIAN BANDING
Banding ialah permohonan yang diajukan oleh salah satu
pihak yang terlibat dalam perkara, agar penetapan atau
putusan yang dijatuhkan pengadilan diperiksa ulang dalam
pemeriksaan tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi, karena
merasa belum puas dengan putusan Pengadilan tingkat
pertama.
TATA CARA DAN DASAR HUKUM
Berdasarkan Pasal 7-15 UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan, maka tata cara
permohonan banding adalah:
1. Tenggang waktu permohonan banding:
• 14 hari setelah putusan diucapkan, apabila waktu putusan di ucapkan pihak pemohon
banding hadir sendiri di Persidangan
• 14 hari sejak putusan diberitahukan apabila pemohon banding tidak hadir pada saat putusan
diucapkan di Persidangan.
• Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan dari Pengadilan
Tinggi kepada pemohon banding (Pasal 7 ayat 3)
2. Permohonan banding disampaikan kepada panitera Pengadilan yang memutus perkara Pengadilan
yang hendak di banding.
3. Yang berhak mengajukan : a) Pihak berperkara; b) kuasanya setelah mendapat kuasa khusus.
4. Bentuk permintaan banding : a) dengan lisan; b) secara tertulis
LANJUTAN
5. Biaya banding : dibebankan kepada pemohon bukan kepada pihak Termohon
6. Panitera bertugas :
a. Meregistrasi (mendaftar) permohonan
b. Membuat akta banding
c. Melampirkan akta banding dalam berkas perkara sebagai bukti dari Pengadilan Tinggi.
7. Juru sita menyampaikan pemberitahuan permohonan banding kepada pihak lawan.
8. Penyampaian pemberitahuan (inzage) oleh juru sita :
d. Selambat-lambatnya dalam tempo 14 hari dari tanggal permohonan banding
e. Pemberitahuan (inzage) disampaikan kepada kedua belah pihak yang berperkara
9. Penyampaian memori banding:
Memori banding bukan syarat formal, seperti di tegaskan dalam Putusan MA tanggal 14 Agustus Tahun 1957 No.
143K/Sip/1956.
a. Tenggang waktu mengajukan memori banding tidak terbatas.
b. Harus memberitahu dengan jelas adanya memori banding kepada pihak lawan.
c. Harus memberitahu dengan jelas adanya kontra memori banding kepada pemohon banding.
d. Memori banding, kontra memori banding dan jelas pemberitahuan dilampirkan dalam berkas perkara.
10. Satu bulan sejak tanggal permohonan banding, berkas perkara harus dikirim ke Pengadilan Tinggi (Pasal 11 ayat 2
UU tahun 1947).
PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING
1. Dilakukan berdasar berkas perkara: Pemeriksaan pada Tingkat banding
dilakukan melalui Berita Acara Pemeriksaan Pengadilan Tingkat Pertama,
yaitu “berdasar berkas perkara”
2. Apabila dianggap perlu dapat melakukan “Pemeriksaan tambahan”, melalui
proses:
• Pemeriksaan tambahan berdasar Putusan Sela, sebelum menjatuhkan
putusan akhir; atau putusan ditangguhkan menunggu hasil pemeriksaan
tambahan.
• Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan sendiri oleh Pengadilan Tinggi.
• Pelaksanaan pemeriksaan tambahan diperintahkan kepada pengadilan
yang semula memeriksa dan memutus pada tingkat pertama.
• Pemeriksaan tingkat banding dilakukan dengan majelis; Pasal 11 ayat 1
Lembaran Negara No. 36 Tahun 1955, di pertegas dalam Pasal 15 UU
No. 14 Tahun 1970
Dasar-dasar Hukum Pemeriksaan Banding
dalam UU No. 7 Tahun 1989
 Penjelasan umum angka 2 (dua) alinea 1 dan alinea 8  Pasal 10 ayat 2 pimpinan PT terdiri dari seorang Ketua dan
dinyatakan bahwa : Kekuasaan Kehakiman di lingkungan seorang Wakil Ketua.
Peradilan dalam UU ini dilaksanakan oleh Pengadilan dan PT  Pasal 12 Pembinaan dan pengawasan terhadap Hakim sebagai
yang berpuncak pada Mahkamah Agung. PT merupakan Pegawai Negeri dilakukan oleh Menteri Agama.
Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang  Pasal 13 Syarat-syarat Menjadi Hakim Pengadilan.
diputus oleh Pengadilan dan merupakan Pengadilan tingkat 1  Pasal 14 ayat 1 untuk dapat di angkat menjadi Hakim pada PT,
dan terakhir mengenai sengketa mengadili antara Pengadilan di seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
daerah hukumnya. a. Syarat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13
 Pasal 4 ayat 2 PT berkedudukan di Ibu Kota Propinsi, dan ayat 1 huruf a s/d i. (lihat perubahan menurut UU No.
daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. 3 Tahun 2006)
 Pasal 6 butir 2 Pengadilan terdiri dari : b. Berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun.
a. Pengadilan , yang merupakan Pengadilan Tingkat c. Berpengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai
Pertama. Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan atau 15 tahun
b. Pengadilan Tinggi yang merupakan Pengadilan Tingkat sebagai Hakim Pengadilan.
Banding.
 Pasal 8 PT dibentuk dengan UU.
 Pasal 9 ayat 2 susunan PT terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anggota, Panitera dan Sekretaris.
LANJUTAN

 Pasal 51 ayat 1 PT bertugas dan berwenang mengadili perkara


yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
banding. Pasal 51 ayat 2 PT bertugas dan berwenang mengadili
di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antara Pengadilan di daerah hukumnya.
 Pasal 53 ayat 2 PT melakukan pengawasan terhadap jalannya
Peradilan di tingkat Pengadilan dan menjaga agar Peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
 Pasal 61 atas Penetapan dan putusan Pengadilan dapat di
mintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila
UU menentukan lain.
2. UPAYA KASASI
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi
adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua
lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan yang
diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding.
Kasasi adalah suatu upaya hukum biasa yang kedua, yang diajukan
oleh pihak yang merasa tidak puas atas penetapan dan putusan di
bawah Mahkamah Agung mengenai :
a. Kewenangan Pengadilan.
b. Kesalahan penerapan hukum yang dilakukan pengadilan
bawahan (Tingkat I/II) Dalam memeriksa dan memutus perkara.
c. Kesalahan atau kelalaian dalam cara-cara mengadili menurut
syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
SYARAT-SYARAT KASASI
Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi adalah:
a. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
b. Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi
c. Putusan atau penetapan judex, factie, menurut hukum dapat
dimintakan kasasi.
d. Membuat memori kasasi
e. Membayar panjar (uang muka) biaya kasasi.
f. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan yang bersangkutan.
Berbeda dengan permohonan banding di mana
pemohon banding tidak wajib membuat memori banding, memori
kasasi merupakan syarat mutlak untuk dapat diterimanya
permohonan kasasi.
LANJUTAN

 Pasal 51 ayat 1 PT bertugas dan berwenang mengadili perkara


yang menjadi kewenangan Pengadilan dalam tingkat banding.
Pasal 51 ayat 2 PT bertugas dan berwenang mengadili di
tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antara Pengadilan di daerah hukumnya.
 Pasal 53 ayat 2 PT melakukan pengawasan terhadap jalannya
Peradilan di tingkat Pengadilan dan menjaga agar Peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
 Pasal 61 atas Penetapan dan putusan Pengadilan dapat di
mintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila
UU menentukan lain.
PROSEDUR (TATA CARA) PERMOHONAN KASASI

 Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi:


a. 14 hari sejak tanggal pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi disampaikan
secara resmi oleh Juru Sita kepada yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam
Pasal 46 ayat 1 dan ayat 2.
 Permohonan kasasi disampaikan kepada Panitera Pengadilan yang memutus perkara.
 Yang berhak mengajukan:
a. Pihak yang beperkara, atau
b. Wakil yang secara khusus diberi kuasa. (Pasal 44 ayat 1 UU No.14 Tahun
1985).
3. UPAYA PENINJAUAN KEMBALI

Peninjauan kembali atau request civiel yaitu memeriksa dan mengadili atau memutus
kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
diketahui terdapat hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui, yang apabila terungkap
maka keputusan hakim akan menjadi lain.
Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa yang diajukan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung (Pasal 21 UU No.
14 Tahun 1970, selanjutnya diatur dalam Bab IV Bagian ke-IV UU No. Tahun 1985,
Pasal 66-76.

Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-


undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan
pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. [pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU
no 5/2004]
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN PENINJAUAN
KEMBALI
Syarat-syarat Permohonan Peninjauan Kembali ialah:
a. Diajukan oleh pihak yang beperkara, ahli warisnya, atau
wakilnya yang secara khusus diberi kuasa untukitu.
b. Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-
alasannya.
d. Diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua
Pengadilan yang memutus perkara dalam tenggang waktu 180
hari (atau sesuai alasan yang disebutkan).
e. Membayar panjar (uang muka) biaya peninjauan kembali.
PROSEDUR (TATA CARA) PERMOHONAN
PENINJAUAN KEMBALI
 Permohonan diajukan oleh Pemohon (ahli warisnya, atau  Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya satu
wakilnya) kepada Mahkamah Agung melalui Ketua kali (Pasal 66 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.
Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama  Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau
(Pasal 70 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985). menantikan pelaksanaan putusan (Pasal 66 ayat (2) UU No.
 Permohonan diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan 14 Tahun 1985).
menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar  Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan
permohonan. yang memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau
 Apabila pemohon tidak dapat menulis maka ia menguraikan Pengadilan Tinggi (tingkat banding) mengadakan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala hal keterangan
yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau Hakim serta pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud (Pasal
yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat 73 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985).
catatan tentang permohonan tersebut. (Pasal 71 UU No. 14  Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama
Tahun 1985). belum diputus.
 Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan
sekurang-kurangnya dengan tiga orang hakim (Pasal 40 ayat
(1) UU No. 14 Tahun 1985).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai