Anda di halaman 1dari 5

HUKUM ACARA PIDANA

NAMA : JOANA ADELA NATALIA DO CARMO


NIM : 51118063
KEL/SEM : B/V

Soal Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan banding

→ Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan
Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana
putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan
Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum
mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali
terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
DASAR HUKUM
Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura)
dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).
Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang
Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan
diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan
Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan
pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan
upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
2. Apakah terhadap semua putusan perkara pidana dapat dimohonkan pemeriksaan
banding

→ Terhadap semua putusan perkara pidana terutama pada putusan bebas dan putusan
lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan
peninjauan kembali, namun bisa dilakukan upaya hukum kasasi berdasarkan pasal
244 KUHAP.

3. Apakah dalam tingkat banding dapat dimungkinkan pendengaran terdakwa atau


saksi atau PU
→ Dalam pasal 67 KUHAP mengatur bahwa pihak yang berhak mengajukan
banding adalah terdakwa atau penuntut umum. Terdakwa atau penuntut umum
dapat meminta banding. Selama pengadilan tinggi belum memeriksa suatu
perkara dalam tingkat banding baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut
umum dapat mengajukan atau menyerahkan memori banding atau kontra memori
banding kepada pengadilan tinggi.

4. Dalam hal pemeriksaan tingkat pertama ternyata terdapat kelalaian dalam


penerapan hokum acara, apa pendapat pengadilan tinggi?
→ Pendapat pengadilan tinggi jika terdapat kelalaian dalam dalam penerapan hukum
acara, pendapat pengadilan tinggi sebagai berikut: jika pengadilan tinggi
berpendapat bahwadalam pemeriksaan tingkat pertama ada kelalaian dalam
penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka
pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negri
untuk memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukanya sendiri. (KUHAP
pasal 240 ayat 1)

5. Siapa yang berhak untuk memohonkan kasasi?


→ Orang yang dapat memohonkan kasasi adalah: kasasi adalah salah satu upaya
hukum adalah: Dalam pasal 67 KUHAP mengatur bahwa pihak yang berhak
mengajukan banding adalah terdakwa atau penuntut umum. Terdakwa atau
penuntut umum dapat meminta banding. biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pengadilan tinggi.
Para pihak dapat dapat mengajukan kasasi apabila merasa tidak puas dengan isi
putusan pengadilan tinggi kepada Mahkama Agung.
6. Kekuasaan MA untuk melakukan kasasi terbatas hanya pada apa saja?
→ Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 248 ayat (3) KUHAP tersebut di atas,
alasan untuk mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung itu hanya
terbatas pada tiga hal yaitu:
a. Jika suatu peraturan hukum itu ternyata telah tidak diterapkan atau telah
diterapkan tidak sebagaimana mestinya oleh pengadilan yang memeriksa perkara
terdakwa;
b. Jika cara pengadilan mengadili terdakwa itu ternyata tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang;
c. Jika pengadilan ternyata telah melampaui batas wewenangnya
7. Bagaimana macam putusan MA yang memeriksa permohonan kasasi, jika:
a. MA memutuskan mengabulkan permohonan kasasi
b. MA memutuskan menolak permohonan kasasi

→ Macam putusan yg memeriksa permohonan kasasi jika

 MA memutuskan mengabulkan permohonan kasasi: sepanjang mengenai


pertimbangan dan alasan yang dimuat dalam putusan dapat disetujui dan dinaggap
tepat oleh pengadilan tinggi. Terhadap pertimbangan putusan pengadilan negri,
pengadilan tinggi, menganggapnya tepat.
 MA memutuskan menolak permohonan kasasi:
Pasal 30 ayat (1) Undang-undang nomor 5 tahun 2004 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkama Agung: MA dalam
tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari
semua lingkungan peradilan karena:
 Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
 Salah menerapkan syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
Mahkama Agung menolak putusan adalah bahwa MA menolak permohonan
kasasi yang diajukan oleh pemohon namun, putusan yang diberikan ditingkat
pd tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain MA itu dibuat perbaikanya oleh
Mahkama Agung.

8. Siapakah yang berwenang untuk mengajukan permintaan pemeriksaan tingkat


kasasi demi hukum

→ Yang berhak mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah jaksa agung
karena jabatanya ( pasal 259 ayat 1) KUHAP dan pasal 32 d undang-undang
nomor 5 tahun 1991. Putusan kasasi demi hukum tidak boleh merugikan pihak
yang berkepentingan (pasal 259 KUHAP ayat 2)

9. Apakah yang menjadi dasar atau alas an peninjauan kembali

→ Peninjauan Kembali

Memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali (“PK”) adalah salah


satu tugas dan wewenang Mahkamah Agung yang terdapat dalam Pasal 28 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (“UU MA”) sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang
berbunyi:
 
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan
peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
 
Peninjauan Kembali dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap oleh terpidana atau ahli warisnya kepada
Mahkamah Agung. Tetapi permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat
dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
[6]

 
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
a.   apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan;
b.   apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c.    apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
 
Dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP:
 
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu
kali saja.
 
Ketentuan di atas juga dipertegas dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan
Kehakiman”) yang menyebutkan bahwa terhadap putusan PK tidak dapat
diajukan PK kembali. 
 
Ketentuan ini juga dipertegas Mahkamah Agung (“MA”) dengan
menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan
Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana yang mengatur bahwa
PK hanya bisa dilakukan satu kali.

Anda mungkin juga menyukai