Soal Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan banding
→ Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan
Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana
putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan
Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum
mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali
terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
DASAR HUKUM
Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura)
dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).
Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang
Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan
diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan
Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan
pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan
upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
2. Apakah terhadap semua putusan perkara pidana dapat dimohonkan pemeriksaan
banding
→ Terhadap semua putusan perkara pidana terutama pada putusan bebas dan putusan
lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan
peninjauan kembali, namun bisa dilakukan upaya hukum kasasi berdasarkan pasal
244 KUHAP.
→ Yang berhak mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah jaksa agung
karena jabatanya ( pasal 259 ayat 1) KUHAP dan pasal 32 d undang-undang
nomor 5 tahun 1991. Putusan kasasi demi hukum tidak boleh merugikan pihak
yang berkepentingan (pasal 259 KUHAP ayat 2)
→ Peninjauan Kembali
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP:
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu
kali saja.
Ketentuan di atas juga dipertegas dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan
Kehakiman”) yang menyebutkan bahwa terhadap putusan PK tidak dapat
diajukan PK kembali.
Ketentuan ini juga dipertegas Mahkamah Agung (“MA”) dengan
menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan
Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana yang mengatur bahwa
PK hanya bisa dilakukan satu kali.