Anda di halaman 1dari 5

UAS Hukum Tata Usaha Negara

Nama : Vitco Perdana.H


NIM : 201010250075
Kelas : 05HUKE004
Dosen : ABDUL HAYY NASUTION S.Ag. SH. MH

1. Uraikan secara ringkas acara Pemeriksaan Dismissal Proses (rapat Permusyawaratan)?

PROSES DISMISSAL

Pasal 62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana mekanisme pemeriksaan


terhadap gugatan yang masuk dalam proses dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum acaranya,
Mahkamah Agung dalam SEMA No.2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan
Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Romawi II,
antara lain mengatur sebagai berikut :

a) Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk seorang Hakim sebagai
reporteur (raportir).
b) Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di dalam kamar Ketua) atau
dilaksanakan secara singkat.
c) Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan keterangan para pihak sebelum
menentukan Penetapan Dismissal apabila dianggap perlu.
d) Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dan
Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil
Ketua Pengadilan dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua
Pengadilan berhalangan.
e) Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan
ditentukan, dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkan.
f) Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka
dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut (dismissal
parsial).
g) Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal
berlaku juga dalam hal ini.
h) Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan tidak terlalu mudah
menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali mengenai Pasal 62 ayat (1) butir a dan e.

2. Uraikan secara ringkas acara Pemeriksaan biasa?

Dalam pemeriksaan sengketa TUN dengan acara biasa, tahapan penanganan sengketa adalah:

1. Prosedur dismissal
Pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah suatu gugatan dapat diterima atau
tidak dapat diterima.
2. Pemeriksaan persiapan
Pada tahap ini dimaksudkan untuk melengkapai gugatan yang kurang jelas.
3. Pemeriksaan di sidang pengadilan
3. Sebutkan alat bukti dalam acara Pembuktian di Peradilan TUN?

PEMBUKTIAN (Pasal 100 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)

Yang Dapat Dijadikan Alat Bukti Dalam Persidangan Adalah Sebagai Berikut :

 Surat atau Tulisan;


 Keterangan Ahli;
 Keterangan Saksi;
 Pengakuan Para Pihak;
 Pengetahuan Hakim.

4. Sebutkan Proses cara Pengambilan Putusan hakim dalam Peradilan TUN serta teori yang
diterapkan majelis hakim dalam pembuktian di PTUN?

Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 UU PERATUN)

a. Putusan dalam Musyawarah Majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan
hasilPemufakatan Bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai
permufakatan bulat Putusan diambil dengan suara terbanyak

b. Apabila Musyawarah Majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) UU PERATUN tidak dapat
menghasilkan Putusan, Permusyawaratan ditunda sampai Musyawarah Majelis berikutnya

c. Apabila dalam Musyawarah Majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara
terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan.

1. Teori Pembuktian Bebas

Teori ini tidak menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian
pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim. Teori ini dikehendaki jumhur/pendapat
umum karena akan memberikan kelonggaran wewenang kepada hakim dalam mencari kebenaran.
Teori ini menghendaki agar penilaian Hakim sedapat mungkin mendekati keadilan, sehingga hakim
tidak terlalu terikat dengan alat bukti yang diajukan pihak yang berperkara. Misalnya hakim tidak
terikat dengan keterangan saksi, walaupun di persidangan diajukan 100 saksi, dapat saja hakim
menilai masih belum terbukti. Dalam hal ini tidak mustahil adanya perbedaan penilaian hasil
pembuktian antara sesama hakim, sehingga teori ini mengandung kelemahan, yaitu tidak menjamin
adanya kepastian hukum dalam hal penilaian terhadap hasil pembuktian.

2. Teori Pembuktian Terikat

Artinya hakim terikat dengan alat pembuktian yang diajukan oleh pihak berperkara, jadi harus
memberikan putusan selaras dengan alat-alat bukti yang diajukan di persidangan. Teori ini
menghendaki agar penilaian hakim sedapat mungkin memberikan kepastian hukum, misalnya hakim
terikat dengan alat bukti sumpah (utamanya sumpah pemutus), artinya apabila pihak sudah
bersumpah, maka ia dimenangkan perkaranya, sedangkan bila ia menolak sumpah maka ia
dikalahkan. Demikian pula alat bukti surat otentik hanya bisa digugurkan karena terdapat kepalsuan.
Juga dalam menilai keterangan seorang saksi saja sebagai “Unus Testis Nullus Testis”.Kelemahan teori
ini adalah tidak menjamin adanya keadilan. Teori ini dibagi menjadi 2 macam:
a. Teori Pembuktian Negatif

Teori ini hanya menghendaki ketentuan-ketentuan yang mengatur laranganlarangan kepada hakim
untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian. Jadi hakim disini dilarang dengan
pengecualian (ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW).

b. Teori Pembuktian Positif

Disamping adanya larangan, teori ini menghendaki adanya perintah kepada hakim. Disini hakim
diwajibkan, tetapi dengan syarat (ps. 165 HIR, 285 Rbg, 1870 BW).

c. Teori Pembuktian Gabungan

Artinya Hakim bebas dan terikat dalam menilai hasil pembuktian, misalnya Hakim bebas menilai
suatu alat bukti permulaan, sehingga hakim masih perlu adanya sumpah tambahan. Bila sumpah
tambahan dilakukan, maka hakim terikat menilainya, apabila tidak disertai sumpah tambahan maka
hakim bebas menilai alat bukti permulaan itu.

5. Uraikan secara ringkas Prosedur pelaksanaan (eksekusi) Peradilan TUN?

Proses / tahapan – tahapan pelaksanaan putusan diatur dalam Pasal 116 Undang – Undang No. 51
Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang – Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara yang berbunyi sebagai berikut :

1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap, dikirimkan


kepada para pihakdengan surat tercatat oleh panitera pengadilansetempat atas perintah
ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat – lambatnyadalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja.
2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukumtetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) hurufa,
keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakankewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 ayat(9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90(sembilan puluh) hari kerja
ternyata kewajiban tersebuttidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan
memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatanhukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa
pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diumumkan padamedia massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya
ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (3).
6. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan
putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi
pengawasan.
7. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara
pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diaturdengan peraturan
perundangundangan. Bahwa dari hal tersebut di atas sebagaimana ketentuan pasal 116 ayat
3 ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan oleh Tergugat secara sukarela

6. Jelaskan Pengembangan Kewenangan PTUN yang diatur dalam UU No. 30/2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan?

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang


diundangkan pada Tanggal 17 Oktober 2014 membawa perubahan yang signifikan terhadap
kewenangan PTUN diperluas. Perluasan kewenangan tersebut terkait dengan diperluasnya makna
keputusan yang menjadi objek sengketa di PTUN serta penambahan kewenangan baru berupa
kewenangan mengadili tindakan pemerintahan, kewenangan pengujian ada tidaknya
penyalahgunaan wewenang, kewenangan memutus permohonan atas keputusan fiktif positif, serta
adanya pengalihan kewenangan memutus perkara pasca Upaya adminsitratif yang sebelumnya
merupakan kewenangan. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara menjadi kewenangan Pengadilan Tata
Usaha Negara Tingkat Pertama

7. Jelaskan Yang Tidak Menjadi Kewenangan PTUN mengadilinya yang termasuk katagori
Penyelenggara Tugas Eksekutif?

PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengadili perkara-
perkara yang masuk ke dalam kategori penyelenggaraan tugas eksklusif. Penyelenggaraan tugas
eksklusif merujuk pada tugas atau wewenang yang secara eksklusif diberikan kepada suatu lembaga
atau instansi tertentu oleh undang-undang, sehingga hanya lembaga atau instansi tersebut yang
berwenang melaksanakannya.

Dalam konteks ini, PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara-perkara yang
merupakan penyelenggaraan tugas eksklusif. Beberapa contoh dari kategori penyelenggaraan tugas
eksklusif yang biasanya dikecualikan dari yurisdiksi PTUN adalah:

1. Keputusan politik:
PTUN tidak berwenang mengadili keputusan politik yang diambil oleh pemerintah atau
badan legislatif, karena keputusan politik tersebut merupakan domain keputusan yang
bersifat politis.
2. Keputusan terkait kebijakan umum pemerintah:
PTUN tidak berwenang mengadili kebijakan umum pemerintah yang ditetapkan melalui
undang-undang, peraturan pemerintah, atau kebijakan yang bersifat nasional dan bersifat
umum.
3. Keputusan terkait keamanan negara:
PTUN tidak berwenang mengadili keputusan atau tindakan yang berkaitan dengan keamanan
negara, seperti kebijakan pertahanan, intelijen, atau tindakan dalam rangka penegakan
hukum yang melibatkan aspek keamanan negara.

4. Keputusan terkait kebijakan moneter dan fiskal:


PTUN tidak berwenang mengadili keputusan terkait kebijakan moneter dan fiskal yang
merupakan kewenangan Bank Indonesia atau lembaga keuangan negara.
8. Jelaskan Upaya Hukum Putusan PTUN yang tidak dapat diajukan Kasasi?

putusan PTUN yang tidak dapat diajukan kasasi memiliki upaya hukum yang disebut dengan upaya
peninjauan kembali (PK). PK merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap, termasuk putusan PTUN yang tidak dapat diajukan kasasi.

Berbeda dengan kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung, PK diajukan ke Mahkamah Agung atau
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Peninjauan Kembali (PK-PK). Upaya PK memiliki persyaratan-
persyaratan yang ketat, dan hanya dapat diajukan dalam beberapa alasan yang diatur dalam undang-
undang.

Di Indonesia, PK diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 263.
Beberapa alasan yang dapat menjadi dasar PK antara lain:

1. Ada putusan yang berlaku tetap yang telah dikeluarkan oleh pengadilan sebelumnya yang
berlaku secara melawan hukum.
2. Ada fakta atau bukti baru yang tidak diketahui pada saat persidangan dan jika diketahui pada
saat itu dapat mempengaruhi putusan.
3. Ada kekeliruan penafsiran atau penerapan hukum yang berpengaruh terhadap putusan.

Dalam konteks putusan PTUN, PK biasanya dilakukan jika terdapat alasan-alasan seperti kesalahan
dalam penerapan hukum administrasi, adanya fakta atau bukti baru yang muncul setelah putusan
PTUN, atau kekeliruan dalam tafsir atau penerapan hukum administrasi yang berpengaruh pada
putusan PTUN.

9. Jelaskan Pengertian obyek hukum di PTUN yang sifatnya Piktif Positif?

Keputusan Fiktif Positif secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu permohonan terhadap
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikabulkan secara hukum akibat dari tidak ditanggapinya
permohonan tersebut hingga batas waktu yang telah ditentukan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

10. Jelaskan Pengertian Aasz Preies Ermessen Dalam HTN?

freies Ermessen merupakan kebebasan administasi negara pemerintah berdasarkan penilaian sediri.
Menurut (Marbun, 2000) istilah freies Ermessen artinya kewenangan yang sah untuk turut campur
dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas- tugas penyelenggaraan kepentingan umum

Anda mungkin juga menyukai