Selanjutnya Pasal 109 ayat (2) UU No 5 tahun 1986 memberi penegasan bahwa dengan
tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
menyebabkan batalnya putusan Pengadilan.
Terhadap sengketa TUN yang diajukan ke PTUN, putusan Pengadilan TUN biasanya
berisi tentang sebagai berikut :
1) Gugatan ditolak. Putusan yang berupa gugatan ditolak adalah putusan yang
menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN yang menimbulkan
sengketa Tata Usaha Negara (TUN) adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
yang dinyatakan sah atau dinyatakan tidak batal.
2) Gugatan dikabulkan. Putusan yang berupa gugatan dikabulkan adalah putusan yang
menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menimbulkan
sengketa Tata Usaha Negara (TUN) adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
yang dinyatakan tidak sah atau dinyatakan batal.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat
ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara, yakni berupa:
(a) Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
(b) Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan
Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
(c) Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3
(lihat Pasal 3)
Berkaitan dengan gugatan dikabulkan, maka dalam ketentuan Pasal 97 ayat (10)
dinyatakan bahwa kewajiban yang dilakukan oleh Tergugat tersebut dapat disertai
pembebanan ganti kerugian.
3. Gugatan tidak diterima.
Putusan yang berupa gugatan tidak diterima adalah putusan yang
menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh
gugatan yang diajukan oleh penggugat
4. Gugatan gugur.
Putusan yang berupa gugatan gugur adalah putusan yang dijatuhkan hakim karena
penggugat tidak hadir dalam beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan
patut atau penggugat telah meninggal dunia.
Pelaksanaan Putusan PTUN
Menurut Sudikno Mertokusumo pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada
hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk
memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut
Dalam Pasal 115 UU PTUN bahwa hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Putusan pengadilan yang belum memperoleh
kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi.
Upaya Paksa bagi Pejabat TUN yg Tidak Melaksanakan Putusan PTUN
Berdasarkan kenyataan yang ada sekarang eksistensi PTUN masih belum memenuhi
harapan masyarakat pencari keadilan. Banyaknya putusan PTUN yang tidak dapat
dieksekusi. Kondisi ini merupakan suatu fakta memprihatinkan bahwa keberadaan PTUN
belum dapat member jaminan bagi para masyarakat pencari keadilan di bidang
administratif pemerintahan. Hal yang bisa dibayangkan apabila suatu putusan PTUN
tidak memiliki kekuatan eksekutorial, bagaimana mungkin hukum dan masyarakat dapat
mengawasi jalannya pemerintah.
Salah satu yang menyebabkan lemahnya pelaksanaan putusan PTUN adalah karena tidak
terdapatnya lembaga eksekutorial dan kekuatan memaksa dalam pelaksanaan putusan
PTUN sehingga pelaksanaan putusan PTUN tergantung dari kesadaran dan inisiatif dari
pejabat TUN. Kehadiran UU No 9 tahun 2004 tentang Perubahan Pertama UU No 5
tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan jawaban atas problem tidak
dapat dilaksanakannya putusan PTUN.
Perubahan yang mendasar dalam perubahan Pertama UU No 5 tahun 1986 yakni
dengan UU No 9 tahun 2004 terletak pada Pasal 116 ayat (4) dan ayat (5) yaitu
adanya penjatuhan uang paksa bagi pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap berupa pembayaran uang paksa (dwangsom)
dan/atau sanksi administratif serta publikasi di media cetak. Pemberlakuan uang
paksa merupakan salah satu tekanan agar orang atau pihak yang dihukum mematuhi
dan melaksanakam hukuman.