EKSEKUSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan - peraturan yang memuat tata cara
bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan tata cara bagaimana
pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan -
peraturan hukum perdata. Hukum acara perdata merupakan hukum formil yang harus dijalani
sesuai dengan apa yang telah diatur didalamnya. Tanpa adanya hukum acara perdata, maka
mustahil hukum perdata materiil dapat dilaksanakan.
Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan
bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah hubungan hukum antara dua
pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa yang ditetapkan itu direalisir, jika
perlu dengan paksaan.
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan
dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa proses yang dilakukan
oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah
tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan secara lebih detail
bagaimana tata cara dan syarat–syarat yang harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah
putusan. Karena apabila terdapat suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan
atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang– undang maka putusan yang dihasilkan menjadi
cacat hukum dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah
dalam suatu Negara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.
Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan
proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari
pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau Rbg. Bagi setiaporang yang
ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi,harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan
yang diatur dalam HIR atau Rbg.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah Susunan dan Isi Putusan dalam Hukum Acara Perdata?
b. Bagaimanakah Kekuatan Dari Putusan Pengadilan?
c. Bagaimanakah Agar Keputusan Yang di Buat Tidak Terdapat Cacat Hukum?
d. Bagaimanakah Tata Cara Eksekusi?
e. Bagaimanakah Sita Eksekusi?
f. Bagaimanakah Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi?
1.3.Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Susunan dan Isi Putusan dalam Hukum Acara Perdata
b. Untuk Mengetahui Kekuatan Dari Putusan Pengadilan
c. Untuk Mengetahui Agar Keputusan Yang di Buat Tidak Terdapat Cacat Hukum
d. Untuk Mengetahui Tata Cara Eksekusi
e. Untuk Mengetahui Sita Eksekusi
f. Untuk Mengetahui Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Jenis – Jenis Putusan Pengadilan dan Eksekusi Dalam Hukum Acara Perdata
a. Jenis Putusan Pengadilan
- Jenis Putusan Pengadilan
Dalam penyusunan Hukum Acara Perdata telah dibuat sedemikian rupa agar prosesnya dapat
berjalan secara cepat, sederhana, mudah dimengerti dan tentunya dengan biaya yang murah.
Menurut bentuknya penyelesaian perkara oleh pengadilan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Putusan / vonis : Suatu putusan diambil untuk memutusi suatu perkara.
2. Penetapan / beschikking : suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu
dalam rangka yang dinamakan “yuridiksi voluntair”.
Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam pengolongan
putusan yakni :
1. Putusan Sela ( Putusan interlokutoir)
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan
tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum
acara dikenal macam putusan sela yaitu Putusan Preparatuir, Putusan Interlocutoir, Putusan
Incidental, Putusan provisional.
2. Putusan Akhir
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan,
meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir
adalah Putusan Declaratoir, Putusan Constitutif, Putusan Condemnatoir.
b. Jenis-Jenis Eksekusi
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur pasal 196 HIR
(Pasal 207 Rbg). Apabila seseorang enggan untuk dengan suka rela memenuhi isi putusan
dimana ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka jika sebelum putusan dijatuhkan telah
dilakukan sita jaminan, maka sita jaminan itu setelah dinyatakan sah dan berharga, secara
otomatis menjadi sita eksekutorial. Kemudian eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang-
barang milik orang yang dikalahkan, sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut
putusan hakim dan ditambah dengan semua biaya sehubungan pelaksanaan putusan tersebut.
Jika sebelumnya belum pernah dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai dengan mensita
sekian banyak barang-barang bergerak, dan apabila diperkirakan masih tidak cukup, juga
dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup
untuk memenuhi pembayaran sejumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya-
biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut.
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.
Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR (Pasal 259 Rbg). Pasal tersebut mengatur pelaksanaan
putusan hakim dimana seorang dihukum untuk melakukan sesuatu perbuatan, misalnya
memperbaiki pagar, saluran air, yang dirusak olehnya, memasang kembali pipa gas yang karena
kesalahannya telah diangkat dan sebagainya. Perbuatan semacam itu tidak dapat dilaksanakan
dengan paksa.
3. Eksekusi Riil
Yaitu eksekusi yang dilaksanakan secara nyata (riil) misalnya eksekusi pengosongan
rumah/tanah, dan penjualan lelang barang-barang tetap atau tidak tetap milik tergugat yang
kalah. Yang dimaksudkan dengan eksekusi riil oleh Pasal 1033 Rv ialah pelaksanan putusan
hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Apabila orang yang dihukum untuk
mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi surat perintah hakim, hakim akan
memerintahkan dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan panitera pengadilan dan
kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara, agar barang tetap itu dikosongkan oleh orang
yang dihukum beserta keluarganya. HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang
(Pasal 200 ayat 11 HIR, Pasal 218 ayat 2 Rbg).
BAB III
PEMBAHASAN
Terhadap sita eksekutorial, baik yang mengenai barang tetap maupun barang bergerak, pihak
yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan (Pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan ini dapat
diajukan baik secara tertulis maupun lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan
dan tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali kalau Ketua Pengadilan
Negeri memberi perintah untuk menangguhkan pelaksanaan. Suatu bantahan mengenai pokok
perkara yang telah diputuskan dalam putusan hakim tidak dapat digunakan untuk melawan sita
eksekutorial.
Seseorang yang mengaku sebagai pemilik barang yang disita secara eksekutorial dapat
mengajukan perlawanan terhadap sita eksekutorial atas barang tersebut. (persidangan 208 HIR,
228 Rbg). Dalam Yurisprudensi, pemilikan diartikan luas, termasuk hak sende. HIR tidak
mengatur tentang perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir. Perlawanan terhadap
eksekusi rill tidak diatur dalam HIR, sekalipun demikian dapat diajukan. Pihak yang kalah
sebagai termohon eksekusi (dari pemohon eksekusi) didasarkan atas:
3. Melanggar larangan yang ditentukan pasal 197 (8) HIR/211 RBg yaitu tentang sita harta benda
bergerak di tangan pihak ke tiga; dan sita atas hewan atau perkakas rumah tangga atau yang
dipergunakan sungguh-sungguh sebagai mata pencahariannya. Perlawanan Tereksekusi terhadap
sita eksekusi ini baik terhadap barang bergerak atau barang tetap:
Pada azasnya perlawanan tersebut tidak menangguhkan eksekusi, Pasal 207 (3) HIR /227
Rbg dan terhadap putusan dalam perkara tersebut, maka permohonan banding dibolehkan.
Meskipun pada azasnya perlawanan Tereksekusi itu tidak menangguhkan/ menunda eksekusi,
akan tetapi sebaiknya eksekusi haruslah ditangguhkan apabila segera tampak bahwa perlawanan
tereksekusi tersebut beralasan, sebagai pelawan yang baik dan benar (jujur), ataupun eksekusi
ditangguhkan dulu (paling tidak) menunggu sampai dijatuhkannya putusan perlawanan tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri dan
menyelesaikan suatu perkara sengketa antar pihak. Putusan yang dibuat oleh hakim haruslah
mengikuti tata cara yang disyahkan oleh perundang - undangan yang ada, melalui yurisprudensi,
kebiasaan –kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis.
Sistematika atau susunan putusan harus mengacu pada ketentuan yang ada, untuk itu dalam
edaran S.E.M.A telah diberikan semacam guidance atau petunjuk agar sebelum hakim
membacakan putusan agar terlebih dahulu membuat konsep putusan tersebut, hal ini
dimaksuudkan agar pada saat pembacaan putusan tidak terjadi kesalahan yang fatal yang dapat
berakibat cacat sebuah putusan.
Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak
yang kalah dalam perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan Pengadilan. 2 bentuk
eksekusi ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam
putusan pengadilan, yaitu melakukan suatu tindakan nyata atau tindakan riil, sehingga eksekusi
semacam ini disebut eksekusi riil, dan melakukan pembayaran sejumlah uang.
4.2. Saran
Mudah – mudahan makalah ini dapat membawa manfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca umumnya, guna menambah pengetahuan yang telah ada. Mengingat keterbatasan
pengetahuan penulis, kiranya kritik dan saran amat penulis perlukan untuk perbaikan pada masa
– masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT. Rineka Cipta
coret-anku.blogspot.com/2012/02/putusan-pengadilan-dalam-hukum-acara.html
wikayudhashanty.blogspot.com/2013/05/putusan-hakim-dalam-perkara-perdata.html