Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Rafli Caesar Prawira

KELAS : B
NPM : 18.4301.149
DOSEN : R. Wawan Darmawan, S.H.,M.H..

1. Wewenang PTUN PTUN memiliki kewenangan untuk memeriksa,


memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara oleh badan atau pejabat tata
usaha negara baik di tingkat pusat maupun daerah. Kewenangan ini
berkembang sejalan dengan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang
juga semakin luas dan timbulnya lembaga negara yang mendukung
terlaksananya pemerintahan. Tugas dan wewenang tersebut dilaksanakan
dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Pengadilan Tata Usaha Negara (“UU 5/1986") sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan
Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara ("UU 9/2004") dan terakhir kali diubah dengan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang- Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (“UU 51/2009") yang mengatur tentang perubahan atas
Undang-Undang tentang peradilan tata usaha negara,

peraturan dan perundang-undangan yang terkait, serta petunjuk yang


diberikan oleh Mahkamah Agung. Tugas dan wewenang yang kedua
adalah meneruskan sengketa yang timbul di bidang tata usaha negara ke
pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.
Peradilan tata usaha negara juga bertugas dan berwenang untuk
memastikan organisasi dan tata kerja kepaniteraan di pengadilan tata
usaha negara sudah dipahami sepenuhnya dan dijalankan dengan baik.
Tugas dan wewenang ini penting untuk diperhatikan karena panitera
adalah salah satu pejabat di pengadilan yang bertanggung jawab untuk
membantu hakim dalam melaksanakan tugas- tugas administratif. Terkait
dengan tugas dan wewenang ini, peradilan tata usaha negara dapat
berpedoman pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor KMA/012/SK/III/1993.
SUMBER :
-https://fjp-law.com/id/kewenangan-pengadilan-tata-usaha-negara/

2. Penjelasan Umum UU Peratun, menyebutkan antara lain pada


Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum
acara yang digunakan Peradilan Umum untuk perkara perdata, dengan
beberapa perbedaan antara lain :
- Pada Peradilan Tata Usaha Negara Hakim berperan lebih aktif dalam
persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan untuk itu
undang-undang ini mengarah kepada ajaran pembuktian bebas;

Ajaran pembuktian bebas atau teori pembuktian bebas adalah ajaran atau
teori yang tidak menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat
hakim, sehingga sejauhmana pembuktian dilakukan diserahkan kepada
hakim;

Sebab mengikuti ajaran pembuktian bebas, menurut pembuat


undang-undang
dimaksudkan untuk memperoleh kebenaran materiil dan bukan kebenaran
formil;

Yang dimaksud dengan hukum pembuktian adalah hukum yang


mengatur tentang tata cara untuk menetapkan terbuktinya fakta yang
menjadi dasar hukum dari pertimbangan dalam menjatuhkan suatu
putusan. Menurut Indroharto fakta tersebut terdiri fakta berikut :
a.Fakta hukum,yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang
eksistensi (keberadaannnnya) tergantung dari penerapan suatu peraturan
perundang-undangan.
b.Fakta biasa, yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang juga
ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu.
Pasal 100 ayat (2) UUPTUN menentukan bahwa kejadian yang telah
diketahui umum,tidak perlu dibuktikan.
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa yang telah diketahui
oleh umum jika dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh hakim dalam
mengambil keputusan, fakta tersebut tidak perlu dibuktikan. Menurut
Indroharto disamping fakta yang diketahui umum ada juga fakta yang
dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusannya yang tidak perlu dibuktikan, yaitu :
a. hal-hal yang menurut pengalaman umum selalu terjadi
b. fakta yang prosesual yang terjadi selama pemeriksaan
c. eksistensi hukum
1. Alat-alat bukti Dalam Pemeriksaan Sengketa Tata Usaha Negara
Pengaturan tentang alat-alat bukti dalam Hukum Acara peradilan Tata
Usaha Negara diatur dalam Pasal 100 sampai pasal 107 UUPTUN.
Menurut Pasal 100 ayat (1) UUPTUN alat bukti adalah:
a. Surat atau tulisan
b. keterangan ahli
c. keterangan saksi
d. pengakuan para pihak
e. pengetahuan Hakim
a. Surat atau Tulisan. Menururt Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud
dengan surat atau tulisan adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda
bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk
menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian.
4 Pasal 101 UU No. 5 tahun1986 Surat sebagai alat bukti terdiri atas 3
jenis yaitu :
a.Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang
pejabat umum yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang
membuat surat yang dimaksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.
b.Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditanda tangan oleh
pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat
bukti tentan peristiwa atau peristiwa hukum yang tercamtum di dalamnya.
SUMBER :
-Power point Peratun Hukum Pembuktian
-Indroharto 1993.Usaha memahami Undang-Undang Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, Buku II, Penerbit Pustaka Sinar Harapan , Jakarta
Cetakan I
- Sudikno Marto Kusumo. 2006, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Edisi Ke TujuhPenerbit Liberty Yogyakarta
3. 1. Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung perbuatan
onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad
(perbuatan melawan hukum)

2. Kedudukan Para Pihak


Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan
seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihk tergugat dan badan
atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Pada hukum acara perdata para
pihak tidakn terikat pada kedudukan.

3. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat
balik), yang artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap
penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka.

4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan


Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam
tenggang waktu 90 Hari.

5. Tuntutan Gugatan
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu
(petitum primair) disertai dengan tuntutan pengganti atau petitum
subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal satu macam tuntutan
poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu dinyatakan batal
atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh
penggugat dikeluarkan oleh tergugat.

6. Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan.
Dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.

7. Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal Pemeriksaan persiapan yang
juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam pemeriksaan
persiapan hakim wajib member nasehat kepada pengugat untuk
memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim memberi
penjelasan kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan.

8. Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak dating pada hari
sidang pertama. Apabila verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan
oleh hakim tanpa kehadiran dari pihak tergugat. Ini terjadi karena
tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal
Verstek.

9. Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN,
pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan
cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila
kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah
pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.

10. Sistem Hukum Pembuktian


Sistem pembuktian vrij bewijsleer) dalam hukum acara perdata
dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam
hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran
materiil (pasal 107 UU PTUN).

11. Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan


Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka hanya terbatas berlakunya
bagi pihak-pihak yang berperkara, sama halnya dalam hukum acara
perdata.
12. Pelaksanaan serta Merta (executie bij voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta
sebagaimana yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada
pasal 115 UU PTUN.

13. Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan


Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau
melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan upaya
emaksa agar putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN
tidak di kenal karena bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan
dalam hukum acara perdata. Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk
membatalkan KTUN yang telah dikeluarkan.

14. Kedudukan Pengadilan Tinggi


Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan tinggi selalu
sebagai pengadilan tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak dapat
langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu
melalui pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum
acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan
tingkat pertama.

15. Hakim Ad Hoc


Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila
diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup
mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN
diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus maka
ketua pengadilan dapat menujuk seorang hakim Ad Hoc sebagai anggota
majelis

-Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem


peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Bentuk
dari sistem Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah
forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang
berlaku di Indonesia.

-Sedangkan peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang


dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa,
memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau
menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum
kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan
diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil,
dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
-peradilan umum, berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

-peradilan tata usaha negara, berwenang memeriksa, mengadili, memutus,


dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
SUMBER:
-http://www.lutfichakim.com/2011/12/perbedaan-hukum-acara-peradilan-
tata.html
-https://fakum.untad.ac.id/perbedaan-peradilan-dan-pengadilan/

Anda mungkin juga menyukai