NIM : 201912056 Semester/Unit : 4/3 Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Jawaban UAS
1. a. Pengertian hukum Pidana dan Ruang Lingkupnya
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tata cara mempertahankan dan menyelenggarakan hukum pidana materil dalam persidangan. Pada dasarnya hukum acara pidana adalah hukum formal. Artinya hukum yang digunakan untuk menegakkan hukum pidana materil. Ruang Lingkup hukum acara pidana, yaitu mulai dari proses tingkat penyelidikan dan penyidikan, prapenuntutan dan penuntutan sampai pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan hakim (eksekusi), demikian pula telah diatur tentang upaya hukum biasa (banding dan kasasi) dan upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali/herziening) dan kasasi demi kepentingan hukum.
b. Beberapa istilah hukum acara pidana
Penyelidikan (initial investigation) adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penyidikan (investigation) adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penuntutan (closing address) adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan. Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung. Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan tersebut menyatakan bahwa terdakwa bebas. c. Pra peradilan Pra peradilan (pretrial hearing) adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
2. Fungsi dan tujuan dari Hukum Acara Pidana
Fungsi Hukum Acara Pidana : 1) Sebagai sarana untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum pidana. 2) Sebagai sarana dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dalam mewujudkan kehidupan yang tertib dan tenteram dalam masyarakat. 3) Sebagai fungsi represif dan preventif. 4) Mencari dan Menemukan Kebenaran. 5) Pegambilan putusan oleh hakim. 6) Pelaksanaan daripada putusan yang telah diambil Tujuan Hukum Acara Pidana : Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP tahun 1982, menyebutkan Tujuan dari hukum acara pidana adalah : 1) Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat. 2) Untuk mencari siapa pelakunya yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. 3) Setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala upaya hukum telah dilakukan dan akhirnya putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka hukum acara pidana mengatur pula pokok acara pelaksanaan dan pengawas-an dari putusan tersebut.
Menurut Yahya Harahap, sebagai berikut :
1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
2) Meningkatkan sikap mental aparat penegak hukum 3) Tegaknya hukum dan keadilan ditengah-tengah kehidupan masyarakat bangsa, 4) Melindungi harkat dan martabat manusia 5) Menegakkan ketertiban dan kepastian hukum
3. Sejarah kelahiran Hukum Acara Pidana di Indonesia :
Sebelum adanya KUHAP, Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia adalah Het Herziene Inlandsh Reglement atau H.I.R (Staatsblad Tahun 1941 No. 44). Didalam HIR, proses pembuktian secara umum lebih ditekankan pada pengakuan tersangka semata, sehingga pencarian alat bukti lain kurang dilaksanakan. Akibat penekanan pencarian alat bukti atas pengakuan tersangka, sering terjadi salah tangkap atau tersangka mengaku akibat keterpaksaan atas dasar tidak tahan menerima siksaan dari Penyidik, hal ini telah melanggar Hak-hak Asasi tersangka. Belajar dari pengalaman ini, Pemerintah dan MPR menetapkan dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 Bab IV Bidang Hukum sebagai cerminan pelaksanaan GBHN untuk meningkatkan atau menyempurnakan Produk Hukum dengan cara kodifikasi dan unifikasi Hukum dibidang-bidang tertentu, sehingga pada tanggal 31 Desember 1981 diberlakukanlah Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia sebagai Dasar Alat-alat Negara Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) melaksanakan wewenangnya. Istilah KUHAP dalam Bahasa Belanda disebutWetboek van Strafvordering dan kalau diterjemahkan menjadi Kitab Undang- undang TuntutanPidana, maka berbeda apabila dipakai istilah “Wetboek van Strafprocesrecht” (Belanda) atau “Procedure of criminal” (Inggris) yang terjemahan dalam bahasa Indonesia “Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana”.
4. Hakim boleh membebaskan atau menghapus hukuman seorang terdakwa atau
menghukum dengan yang sangat ringan Merupakan asas in dubio pro reo. Asas in dubio pro reo ini digunakan bila hakim berdasarkan alat bukti yang ada masih memiliki keragu-raguan mengenai bersalah atau tidaknya terdakwa. Bila hakim masih memiliki keraguan tersebut, maka berlaku Pasal 183 KUHAP yang melarang hakim menjatuhkan pidana bila berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia tidak memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Bahkan, dalam KUHAP juga dibuka peluang, apabila keragu-raguan muncul dari hakim saat ingin menjatuhkan pidana, sesuai Pasal 191 KUHAP hakim harus memutus terdakwa bebas dari dakwaan. Pasal itu berbunyi, “jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.
5. Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 1
(1) dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, Pasal 27 dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas, sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.