Anda di halaman 1dari 11

MATERI HUKUM ACARA PIDANA

BAB I HUKUM ACARA PIDANA

A. Definisi Hukum `
1. Menurut Aristoteles,
“ Laws are something different from what regulates and expresses the form of the constitution; it is their
function to direct the conduct of the magistrate in the execution of his office and the punishment of offenders” (Hukum
adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi
untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap
pelanggar).
2. Menurut Hans Kelsen,
“Law is a coercive order of human behavior. It is the primary norm which stipulates the sanction”(Hukum
adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-
sanksi).
B. Pengertian Hukum Acara Pidana
1. Simon berpendapat bahwa
(Het formele strafrecht regelt hoe de Staat door middel van zijne organen zijn recht tot straffen en
strafoolegging doet gelden, en omvat dus het strafproces). Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal,
yang mengatur bagaimana negara melalui perantara alat-alat kekuasaannya melaksanakan haknya untuk menghukum
dan menjatuhkan hukuman, dan dengan demikian termasuk acara pidananya .
2. Menurut Rusli Muhammad
Keseluruhan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana, baik mengatur
institusi kelembagaannya maupun prosedur penyelesaian perkaranya meliputi laporan dan pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan, hingga pelaksanaan putusan pidana.
3. Menurut pendapat Andi Hamzah
Memiliki ruang lingkup yang lebih sempit yaitu dimulai dari mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan
dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa.
Pengertian hukum acara pidana dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Secara formil
Bahwa hukum acara pidana merupakan serangkaian aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur
penyelesaian perkara pidana.
2. Secara materiil
Bahwa hukum acara pidana merupakan serangkaian aturan hukum yang berkaitan dengan pembuktian. Fokus
pada ketentuan pembuktian, misalnya : dasar atau asa-asas pembuktian, ketentuan tentang beban pembuktian, tentang
kekuatan dan alat-alat bukti.
C. Pembuktian dalam hukum acara pidana
Suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh
suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan
pada diri terdakwa.
Teori-teori pembuktian:
1. Conviction intime;
2. Conviction rasionnee;
3. Positief wettelijk bewijstheorie;
4. Negatif wettelijk bewisjtheorie;
D. Sumber hukum acara pidana:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang terdiri atas 22 bab dan 286 pasal.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdiri
atas 12 bab dan 40 pasal.
E. Tujuan Hukum Acara Pidana
1. Secara sempit :
Mencari dan menemukan kebenaran yakni kebenaran materiil.
a. Secara rinci :
- Mencari dan mendapatkan kebenaran
- Melakukan penuntutan
- Melakukan pemeriksaan dan memberikan keputusan
- Melaksanakan putusan hakim (eksekusi)
b. Secara luas :
Menciptakan ketertiban, ketentraman, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat.
F. Asas - Asas dalam Hukum Acara Pidana
1. Asas-asas umum, asas-asas yang menjadi dasar dan berlaku pada semua tingkatan pemeriksaan yaitu :
a. Asas kebenaran materil
Bahwa dalam pemeriksaan perkara pidana lebih mementingkan pada penemuan kebenaran materiil; aspek
materiil yakni suatu kebenaran yang sungguh-sungguh sesuai dengan kenyataannya.
b. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah
Asas peradilan cepat, Sederhana dan biaya murah: bahwa asas ini menghendaki agar peradilan dilakukan
dengan cepat artinya dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya. Sederhana yakni dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan simpel, singkat dan tidak berbelit-
belit. Biaya murah berarti penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupa agar terjangkau oleh pencari
keadilan, menghindari pemborosan.
c. Asas praduga tak bersalah
Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah suatu asas yang menghendaki agar setip orang
yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahan itu.
d. Asas accusatoir
Asas accusatoir, menunjukkan bahwa tersangka diperiksa sebagai subjek pemeriksaan. Asas ini
memperlihatkan pemeriksaan secara terbuka. Tersangka mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut
umum.
e. Asas equality before the law
Asas equality before the law merupakan manifestasi dari negara hukum sehingga harus adanya perlakuan
bagi setiap orang didepan hukum.
2. Asas-asas khusus : asas yang hanya berlaku dan berkenaan dengan dilakukannya persidangan dipengadilan :
a. Asas legalitas :
Asas yang menghendaki bahwa penuntut umum wajib menuntut semua perkara pidana yang terjadi tanpa
memandang siapa dan bagaimana pelakunya berdasarkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah ada.
b. Asas sidang terbuka untuk umum
Maksud asas ini adalah setiap sidang yang dilaksanakan harus dapat disaksikan oleh umum.
c. Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya
Asas ini menghendaki bahwa tidak ada suatu jabatan yang berhak untuk melakukan peradilan atau
pemeriksaan hingga mengambil keputusan kecuali hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.
d. Asas pemeriksaan langsung
Asas ini menghendaki agar pemeriksaan yang dilakukan itu harus menghadapkan terdakwa di depan sidang
pengadilan, termasuk menghadapkan seluruh saksi-saksi yang ditunjuk. Langsung, artinya hakim dan terdakwa
atau para saksi berada dalam satu sidang yang tidak dibatasi oleh suatu tabir apapun. Dengan demikian, kehadiran
terdakwa dan saksi adalam suatu persidangan pengadilan adalah mutak, dan tanpa kehadirannya berarti sidang
tidak akan mungkin dilakukan.
e. Asas komunikasi dengan tanya jawab langsung
Asas ini menghendaki bahwa di dalam persidangan hakim, terdakwa, dan saksi adalah berhubungan melalui
pertanyaan langsung, lisan tanpa melalui perantara. Dan semua pertanyaan yang muncul baik dari jaksa penuntut
umum maupun penasihat hukum juga harus melalui hakim, kemudian hakim meneruskan pertanyaan itu kepada
terdakwa atau saksi.

BAB II BENTUK TINDAKAN/ UPAYA PAKSA

A. PENANGKAPAN
1. Pengertian Penangkapan
Penangkapan adalah uatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana (pasal 1 no. 20).
2. Tujuan dan alasan penangkapan
Tujuan penangkapan ditentukan dalam Pasal 16 KUHAP, yakni untuk kepentingan penyelidikan atau untuk
kepentingan penyidikan. Alasan penangkapan adalah adanya dugaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP).
3. Syarat-syarat penangkapan
a. Dengan menunjukkan surat tugas penangkapan yang dikeluarkan oleh penyidik atau penyidik pembantu;
b. Dengan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang mencantumkan identitas tersangka dan
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia
diperiksa;
c. Surat perintah penangkapan tersebut harus dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara RI yang berwenang dalam
melakukan penyidikan di daerah hukumnya;
d. Dengan menyerahkan tembusan surat perintah penangkapann itu kepada keluarga tersangka segera setelah
penangkapan dilakukan (Pasal 18 ayat 1 dan ayat 3).
4. BATAS WAKTU PENANGKAPAN
Batas waktu penangkapan ditentukan dalam Pasal 19 ayat 1, yaitu dilakukan untuk maksimum 1 hari.
B. PENAHANAN

1. pengertian penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum
atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalan KUHAP.
2. Tujuan dan alasan penahanan
Tujuan penahanan yakni untuk kepentingan penyidikan, kepentingan penuntutan dan kepentingan
pemeriksaan hakim.
Alasan objektif, karena UU sendiri yang menentukan tindak pidana mana yang akan dikenakan penahanan,
yakni
- Apabila perbuatan pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
- Perbuatan pidana tertentu.
Alasan subjektif penahanan: adalah alasan yang muncul dari penilaian subjektif pejabat yang
menitikberatkan pada keadaan atau keperluan penahanan itu sendiri, yakni:
- Adanya dugaan keras bahwa tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan
bukti yang cukup;
- Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri;
- Adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti dan,
- Adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa menglangi tindak pidana.
3. Jenis-jenis penahanan
a. Penahanan rumah; yaitu penahanan yang dilakukan dirumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
terdakwa dengan diadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindari segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan (Pasal 22 ayat 2);
b. Penahanan kota; yaitu penahanan yang dilakukan dikota tempat tinggal atau tempat-tempat kediaman tersangka atau
terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa untuk melaporkan diri pada waktu yang ditentukan (Pasal
22 ayat 3)
c. Penahanan rumah tahanan negara.

BAB III BENTUK TINDAKAN / UPAYA PAKSA

A. PENGGLEDAAN
1. Pengertian penggeledaan
Penggeledaan merupakan tindakan penyidik untuk melakukan tindakan pemeriksaan terhadap tersangka
sesuai yang diatur dalam KUHAP.
2. Tujuan penggeledaan
Tujuan penggeledaan adalah untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan.
3. Bentuk penggeledaan
a. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya
untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalan KUHAP.
b. Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka
untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
4. Syarat penggeledaan
a. Penyidik harus mempunyai surat izin dari keua PN setempat
b. Setiap memasuki suatu rumah seorang penyidik harus menunjukkan tanda pengenal
c. Jika penggeledahan itu dilakukan atas perintah tertulis penyidik, penyelidik yang menjalankan perintah itu harus
menunjukkan surat tugas
d. Penyidik harus ditemani oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni itu menyetujuinya. Jika yang
terakhir ini menolak atau tidak hadir, penyidik harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan serta dua
orang saksi.
e. Pelaksanaan dan hasil dari penggeledahan rumah itu, penyidik harus membuat suatu berita acara dalam dua hari
dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
B. PENYITAAN
1. Pengertian penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidikan untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian
dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
2. Tujuan penyitaan
Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang
pengadilan.
3. Syarat penyitaan SARAT PENYITAAN:
a. Harus ada surat izin penyitaan dari ketua PN;
b. Memperlihatkan tanda pengenal;
c. Memperlihatkan benda yang akan disita;
d. Harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang saksi;
e. Membungkus benda sitaan;
f. Membuat berita acara penyitaan;

BAB IV Tahap Pemeriksaan Pendahuluan

1. Penyelidikan merupakan suatu bagian kegiatan yang dilakukan oleh pihak kepolisian sebelum dilakukan penyidikan.
Berasal dari kata selidik yang berarti memeriksa dengan saksama, atau mengawasi gerak-gerik musuh sehingga
penyelidikan dapat diartikan sebagai pemeriksaan, penelitian dan pengawasan.
2. Tujuan penyelidikan, adalah untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
3. Antara penyelidikan dan penyidikan
Perbedaan penyelidikan dan penyidikan dilihat dari pejabat yang melaksanakannya. Penyelidik yang
melaksanakannya adalah pejabat polri saja tanpa ada pejabat lain. Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang terdiri atas
pejabat polri dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu.
Perbedaan lain dari segi penekanannya. Penyelidikan penekanannya pada tindakan “mencari dan
menemukan peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana. Penyidikan penekananya pada tindakan
“mencari serta mengumpulkan barang bukti” agar tindak pidana yang ditemukan menjadi terang, serta agar dapat
menemukan dan menentukan pelakunya.
4. Tujuan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana untuk memperoleh keterangan berupa:
a. Jenis dan kualifikasi tindak pidana yang terjadi
b. Waktu tindak pidana dilakukan
c. Tempat terjadinya tindak pidana
d. Dengan apa tindak pidana dilakukan
e. Alasan dilakukannya tindak pidana
f. Pelaku tindak pidana
5. Proses penyidikan
a. Diawali dengan adanya bahan masukan suatu tindak pidana berupa pengetahuan atau persangkaan telah terjadinya
suatu perbuatan pidana yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu:
 Laporan
 Pengaduan
 Tertangkap tangan
 Diketahui sendiri oleh aparat penegak hukum dari hasil penyelidikan
b. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian
c. Pemanggilan dan pemeriksaan tersangka dan saksi (Pasal 7 ayat (1) KUHAP)
d. Melakukan upaya paksa yang diperlukan (Pasal 16 – Pasal 49 KUHAP)
e. Pembuatan berita acara penyidikan
f. Penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum
6. Penghentian penyidikan
Penyidik dapat menghentikan penyidikan jika ternyata perkara tersebut tidak terdapat cukup bukti karena
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, sebagaimana
tersebut dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
Konsekuensi yuridis dari perkara yang dihentikan penyidikannya, maka seseorang yang dihentikan
penyidikannya tersebut diberi hak oleh undang-undang untuk:
a. Mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan
yang telah dilakukan penyidik terhadapnya (Pasal 80 KUHAP)
b. Mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk mendapat ganti rugi sebagai akibat dari sahnya
penghentian penyidikan yang telah ia ajukan kepada ketua pengadilan negeri tersebut (Pasal 81 KUHAP)

BAB V Tahap Penuntutan


Penuntutan adalah serangkaian kegiatan penuntut umum sejak ia menerima berkas perkara dari penyidik untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan. Serangkaian kegiatan tersebut terdapat pada Pasal 14 KUHAP.
Tujuannya adalah untuk mendapat penetapan dari penuntut umum tentang adanya alasan cukup untuk untuk
menuntut seorang terdakwa dimuka hakim.
Hal-hal yang harus dilakukan jaksa:
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan segera mengembalikan berkas kepada
penyidik dengan memberikan petunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan
3. Memberikan penahanan dan perpanjangan penahanan
4. Membuat surat dakwaan
5. Melimpahkan perkara kepengadilan
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan persidangan, baik kepada terdakwa maupun saksi-
saksi
7. Melaksanakan putusan hakim
Prapenuntutan adalah tindakan jaksa penuntut umum untuk memeriksa dan meneliti kembali keseluruhan berkas
perkara yang disampaikan oleh penyidik termasuk tindakan mempersiapkan surat dakwaan sebagai persiapan dan
kelengkapan JPU sebelum melakukan penuntutan perkara kesidang pengadilan.
Tujuan prapenuntutan tidak hanya berkaitan dengan kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan penyidik tetapi
juga untuk:
a. Untuk mengetahui berita acara pemeriksaan yang diajukan/dikirim oleh penyidik, apakah sudah lengkap atau belum
b. Untuk mengetahui berkas perkara itu telah memenuhi persyaratan atau belum untuk dilimpahkan ke pengadilan
c. Untuk menentukan sikap penuntut umum apakah akan segera menyusun surat dakwaan sebagai kelengkapan berkas
untuk dilimpahkan kepengadilan.
Bentuk-bentuk Penuntutan. Penuntutan suatu perkara dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada berat
ringannya suatu perkara yang terjadi yakni:
a. Penuntutan dengan cara biasa, jika ancaman pidananya diatas 1 tahun dan ditandai dengan adanya berkas perkara yang
lengkap dan rumit. Ciri utamanya yakni selalu disertai dengan surat dakwaan yang lengkap.
b. Penuntutan dengan cara singkat, jika perkaranya diancam pidana lebih ringan yakni tidak lebih dari 1 tahun. Berkas
perkaranya tidak begitu rumit.
c. Penuntutan dengan cara cepat, jenis in terjadi pada perkara ringan yang ancamannya tidak lebih dari 3 bulan. Cirinya
utamanya yakni tidak dibuat surat dakwaan.

BAB VI Tahap Pemeriksaan di Persidangan


Kompetensi Pengadilan, disebut juga wewenang pengadilan yakni kewenangan untuk mengadili perkara pidana
yang terjadi dan diajukan kepadanya. Kompetensi pengadilan terbagi atas:
a. Kompetensi absolut; kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara didasarkan atas tingkatan pengadilan dan
ruang lingkup badan-badan peradilan berdasarkan jenis perkara yang terjadi.
b. Kompetensi relatif; kewenangan pengadilan mengadili perkara pidana berdasarkan wilayah kekuasaan hukumnya.
Wilayah kekuasaan hukum bagi suatu pengadilan negeri disesuaikan dengan luas wilayah kabupaten dimana pengadilan
itu berada.
Acara pemeriksaan perkara di sidang pengadilan
Pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga acara pemeriksaan
perkara yaitu :
1. Acara pemeriksaan biasa, proses pemeriksaan dengan acara biasa disidang pengadilan dilaksanakan dengan melalui
beberapa tahap yaitu:
a. Tahap pemanggilan
b. Tahap pembukaan dan pemeriksaan identitas terdakwa
c. Tahap pembacaan surat dakwaan
d. Tahap eksepsi (nota keberatan)
e. Tahap pembuktian
f.Tahap requisitoir/tuntutan pidana; suatu kesimpulan jpu dari hasil pemeriksaan dipersidangan yang disertai dengan
permohonan kpd hakim untuk menjatuhkan putusannya
g. Tahap pledoi/pembelaan
h. Tahap replik dan duplik
i. Tahap putusan hakim
2. Acara pemeriksaan singkat
Proses pemeriksaan perkara pidana dengan acara singkat hampir sama dengan proses pemeriksaan biasa. Hanya saja
penuntut umum tidak perlu membuat surat dakwaan secara tertulis, dakwaan disampaikan secara lisan kepada terdakwa di
muka persidangan.
3. Acara pemeriksaan cepat
Pada pemeriksaan ini dilakukan oleh hakim tunggal dan saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim
menganggap perlu. Pemeriksaan dapat dilakukan sekalipun terdakwa tidak hadir atau yang mewakilinya tidak hadir.

BAB VII Pembuktian


A. Pengertian pembuktian:
Pembuktian yaitu Suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna
memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya
kesalahan pada diri terdakwa.
1. Teori-teori pembuktian:
a. Conviction intime; pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka. Teori ini memberi kebebasan kepada hakim
untuk menjatuhkan suatu putusan. Tidak ada alat bukti yang dikenal selain alat bukti berupa keyakinan seorang
hakim.
b. Conviction rasionnee; sistem pembuktian yang tetap menggunakan keyakinan hakim, tetapi keyakinan hakim
berdasarkan pada alasan-alasan yang rasional. Dalam sistem ini hakim tidak lagi memiliki kebebasan untuk
menentukan keyakinannya, keyakinannya harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinan itu, dan
alasan itu pun harus dapat diterima oleh akal pikiran.
c. Positief wettelijk bewijstheorie; teori pembuktian berdasarkan alat bukti menurut undang-undang secara positif.
Untuk menentukan ada tidaknya kesalahan seseorang, hakim harus mendasarkan pada alat-alat bukti yang tersebut
di dalam undang-undang. Jika alat-alat bukti tersebut telah terpenuhi. Hakim sudah cukup beralasan untuk
menjatuhkan putusannya tanpa harus timbul keyakinan hakim atas kebenaran alat-alat bukti yang ada. Keyakinan
hakim dalam teori ini tidak diberi kesempatan dalam menentukan ada tidaknya kesalahan terdakwa, keyakinan
hakim harus dihindari dan tidak dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan kesalahan seseorang.
d. Negatif wettelijk bewisjtheorie; pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif adalah pembuktian yang
selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang, juga menggunakan keyakinan
hakim. Sekalipun menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang
ditentukan oleh undang-undang.pasal 183
2. Alat-alat bukti, berdasarkan Pasal 184 KUHAP dikenal 5 macam alat-alat bukti yang sah, yakni:
Keterangan saksi, menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP yang dimaksud keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam
perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, lihat, dan alami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Syarat sah keterangan saksi:
a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji (Pasal 160 ayat 3);
b. Keterangan saksi harus mengenai peristiwa yang ia lihat, dengar, dan alami sendiri dengan menyebutkan alasan
pengetahuannya;
c. Keterangan saksi harus diberikan dimuka sidang pengadilan (kecuali yang ditentukan pada pasal 162 KUHAP);
d. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa (Pasal 185 ayat 2).
3. Hal yang harus diperhatikan hakim dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi:
a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. Persesuaian antara keterangn saksi dengan alat bukti yang lain;
c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu;
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya
keterangan itu dipercaya.
B. Keterangan ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP yang dimaksud keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah dapat dilakukan dengan 2 cara yakni:
1. Secara tertulis, dengan cara meminta keterangan ahli pada taraf penyidikan (Pasal 133 KUHAP), keterangan ahli
diberikan secara tertulis melalui surat. Ahli menerangkan hasil pemeriksaannya dalam bentuk laporan.
2. Secara lisan, Pasal 179 dan Pasal 186 KUHAP, yaitu keterangan ahli diberikan secara lisan dan langsung di
pengadilan.
Syarat sahnya keterangan ahli:
1. Keterangan diberikan kepada ahli
2. Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu
3. Menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya
4. Diberikan dibawah sumpah
Macam-macam alat bukti yaitu:
a. Alat bukti surat; menurut Pasal 187 KUHAP, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah adalah yang dibuat
atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan sumpah.
b. Alat bukti petunjuk; menurut Pasal 188 alat bukti petunjuk yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan yang mempunyai
persesuaian antara satu dan lain atau dengan tindak pidana itu sendiri menunjukkan adanya suatu
c. Alat bukti keterangan terdakwa; Pasal 189 KUHAP , keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang
tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri

BAB VIII PUTUSAN PENGADILAN


Pengambilan putusan harus melalui musyawarah jika hakim terdiri atas hakim majelis (Pasal 182 KUHAP). Bentuk-
bentuk putusan pengadilan (Pasal 1 butir 11 KUHAP), putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
cara yang diatur dalam UU HAP.
Pasal 191 KUHAP, putusan pengadilan digolongkan ke dalam 3 macam:
1. Putusan bebas dari segala tuduhan hukum (diperjelas dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP); adalah putusan pengadilan
yang dijatuhkan kepada terdakwa karena dari hasil pemeriksaan sidang kesalahan atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dakwaan tidak terbukti berarti apa yang diisyaratkan
oleh Pasal 183 KUHAP tidak terpenuhi.
2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum; adalah putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa yang setelah melalui
pemeriksaan ternyata menurut pendapat pengadilan, perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Pelepasan dari segala tuntutan hukum
dijatuhkan apabila terdapat hal-hal yang menghapuskan pidana, misalnya pada Pasal 44, 48, 49, 50, 51 KUHP.
3. Putusan yang mengandung pemidanaan; adalah putusan yang membebankan suatu pidana kepada terdakwa karena
perbuatan yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan itu (Pasal 193 ayat (3) KUHAP.
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum tetap apabila diucapkan di sidang terbuka
untuk umum (Pasal 195 KUHAP). Jika keputusan tersebut tidak diucapkan di sidang terbuka untuk umum, maka putusan
tersebut dinyatakan batal demi hukum sehingga menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
A. Pertimbangan hakim dalam putusan (Pasal 197):
1. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang
terungkap didalam persidangan dan oleh UU telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan. Hal-hal
yang dimaksudkan adalah: dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti,
dan pasal-pasal peraturan hukum pidana.
2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis: latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri
terdakwa, keadaan sosial ekonomi terdakwa, dan faktor agama terdakwa
B. Hal-hal yang meringankan dan memberatkan
Dalam KUHP hanya terdapat 3 hal yang dijadikan sebagai alasan memberatkan pidana, yaitu sedang memangku
suatu jabatan (Pasal 52 KUHP), residive atau pengulangan , gabungan atau samenloop (Pasal 65 dan 66 KUHP).
Berdasarkan fakta yang terdapat dalam putusan pengadilan, hal yang memberatkan:
1. Berbelit-belit dalam memberikan jawaban
2. Tidak menyesali perbuatannya
3. Mengingkari perbuatannya
4. Perbuatannya keji dan tidak berperikemanusiaan
5. Berpendidikan/ berstatus dimasyarakat
6. Perbuatan merugikan dan berbahaya pada masyarakat
7. Melarikan diri setelah melakukan kejahatan
8. Berbuat dengan sengaja
9. Telah menikmati hasil
Menurut KUHP hal-hal yang dapat meringankan pidana, yaitu percobaan (Pasal 53 ayat (2 dan 3)), membantu
(Pasal 57 ayat (1 dan 2)), dan belum dewasa (Pasal 47). Dalam putusan selama ini dipengadilan, hal-hal yang meringankan
pidana:
1. Usia muda
2. Belum pernah melakukan kejahatan
3. Mengaku terus
4. Menyesali perbuatannya
5. Keluarga dan lingkungan yang rusak
6. Masih bekerja/kuliah
7. Berlaku sopan
8. Usia lanjut dan fisik lemah
9. Menanggung tanggungan anak

BAB IX Upaya Hukum Banding


A. Pengertian dan tujuan Upaya hukum banding
Menurut Andi Hamzah, “banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan
dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi serta untuk menguji ketepatan
penerapan hukum dari putusan pengadilan tingkat pertama”.
Tujuannya adalah untuk menguji kembali pemeriksaan yang telah dilakukan oleh PN sehingga putusan yang
nyata-nyata telah keliru dilakukan dapat diperbaiki dan terhadap putusan yang mencerminkan keadilan dan kebenaran
tetap dipertahankan.
B. Alasan permintaan banding
1. Alasan terdakwa
a. Adanya kelalaian penerapan hukum acaranya atau ada kekeliruan atau ada yang kurang lengkap.
b. Dakwaan dari penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak cukup bukti sehingga harus
bebas dari segala tuduhan hukum
c. Perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan tindak pidana, sehingga harus lepas dari segala tuntutan
hukum
d. PN yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkaranya karena bukan wilayah hukumnya
e. Lamanya hukuman yang dijatuhkan PN dianggap terlalu berat dan tidak memenuhi rasa keadilan
f. Pengadilan kurang mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa.
2. Alasan penuntut umum
a. Ditemukan bukti baru, yang dapat memberatkan terdakwa
b. Putusan PN terhadap terdakwa dianggap terlalu ringan jika dibandingkan dengan tuntutan dari penuntut umum
c. Pengadilan kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan
terdakwa terhadap korban
d. Untuk mempertahankan tuntutan .
Memori banding diartikan sebagai suatu penjelasan yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang
dijatuhkan oleh PN dengan menyebutkan alasan-alasan yang mendasari. Memori banding bukan merupakan kewajiban
melainkan hak, sehingga sekalipun tidak disertakan dalam permohonan tidak akan berakibat ditolaknya permohonan.
C. Tata Cara mengajukan banding
Tata cara mengajukan banding, diatur dalam Pasal 233 sampai dengan Pasal 237 KUHAP antara lain
menentukan:
1. Permintaan banding diajikan ke PT oleh terdakwa atau penuntut umum
2. Permintaan banding yang diajukan diterima oleh panitera PN selambat-lambatnya 7 hari setelah putusan dijatuhkan.
3. Panitera membuatkan surat keterangan yang ditandatangani olehnya dan pemohon.
4. Panitera memberitahukan kepada para pihak tentang adanya banding.
5. Banding dapat dicabut sewaktu-waktu dengan ketentuan belum dilakukan pemeriksaan oleh PT dan setelah dicabut
tidak dapat dimintakan banding lagi. Pihak yang mencabut permohonan bandingnya dikenakan biaya.
6. Selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan banding diterima oleh panitera, salinan putusan disertai berkas
perkara sudah harus dikirimkan ke PT.
7. Wewenang penahanan beralih pada pengadilan tinggi.
D. Pemeriksaan perkara ditingkat banding
1. Pemeriksaan oleh majelis hakim. Sebelum maelis hakim PT yang terdiri dari 3 orang mengadakan sidang untuk
musyawarah pengambilan putusan, terlebih dahulu masing-masing hakim mempelajari atau melakukan pemeriksaan
permulaan.
2. Prosedur pemeriksaan berkas perkara. Pada pemeriksaan tingkat banding yang diperiksa hanya berkas perkara dan
tidak bertatap muka langsung dengan para pihak. Berkas perkara yang diperiksa:
a. Berita acara pemeriksaan penyidik
b. Berita acara pemeriksaan di sidang PN
c. Semua surat yang timbul selama pemeriksaan di PN
d. Putusan yang dijatuhkan PN
E. Prosedur pemeriksaan perkara di PT
1. Ketua majelis hakim yang telah menerima berkas terlebih dahulu mempelajari dan memeriksa berkas tersebut, setelah
selesai ketua majelis hakim membubuhkan paraf dan menyerahkan kembali kepada panitera muda pidana
2. Panitera muda menyampaikan kepada hakim anggota I untuk dipelajari, setelah selesai memeriksa, membubuhkan
parafnya dan menyerahkan ke panitera
3. Panitera menyampaikan berkas kepada hakim anggota II untuk dipelajari, setelah selesai, membubuhkan parafnya dan
menyerahkan kembali kepanitera.
4. Jika para hakim anggota telah menerima berkas perkara, panitera menyerahkan kembali berkas perkara yang siap
disidangkan kepada ketua majelis hakim.
5. Setelah ketua majelis hakim menerima berkas perkara yang siap disidangkan, maka ketua menentukan waktu dan
memberitahukan pelaksanaan sidang kepada hakim anggota dan panitera yang telah ditunjuk.
6. Sebagai akhir dari pemeriksaan perkara ini adalah dilakukannya sidang untuk mengambil putusan. Ketentuan cara
pengambilan putusan tidak berbeda dengan pengambilan putusan di pengadilan tingkat pertama

BAB X Upaya Hukum Kasasi


A. Pengertian dan tujuan kasasi
Kasasi adalah hak yang diberikan kepada terdakwa dan penuntut umum untuk meminta kepada MA agar
dilakukan pemeriksaan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada pengadilan tingkat bawahnya.
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang
bertentangan dengan undang-undang yang keliru dalam menerapkan hukum.
B. Alasan Kasasi
Alasan kasasi berdasarkan Pasal 253 ayat (1) KUHAP:
1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya
2. Apakah benar cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan UU
3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Dipertegas lagi dalam UU No. 5 tahun 2004 tentang MA :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu
dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Diluar ketiga hal itu tidak dibenarkan, oleh karena itu pemohon dalam menyusun memori kasasinya harus
memperlihatkan ketiga alasan itu. Penentuan alasan- alasan kasasi dengan sendirinya membatasi masuknya perkara dalam
tingkat kasasi, yang terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut.
C. Syarat-syarat dan tata cara pengajuan kasasi
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam permintaan pemeriksaan kasasi:
1. Permintaan kasasi sudah harus disampaikan dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan disampaikan
kepadanya (Pasal 245 ayat 1)
2. Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali (Pasal 247 ayat 4)
3. Permohonan kasasi harus menyerahkan memori kasasi yang memuat alasan-alasan sebagaimana tersebut dalam Pasal
253 ayat 1.
Tata cara mengajukan kasasi, adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 245 KUHAP yakni:
1. Mengajukan permohonan kasasi yang disampaikan kepada panitera pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat
pertama dalam jangka waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada
pemohon.
2. Setelah permintaan kasasi diajukan, baik terdakwa maupun penuntut umum, oleh panitera ditulis dalam sebuah surat
keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dilampirkan pada berkas perkara (Pasal 245 ayat 2).
3. Kemudian panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi dari pihak yang satu kepada pihak lain (Pasal 245 ayat
3).
Memori kasasi adalah suatu risalah yang memuat uraian-uraian tentang alasan-alasan yang mendorong seseorang
mengajukan permohonan kasasi agar MA dapat membatalkan putusan yang dimintakan kasasi tersebut.
D. Penyelesaian perkara pidana di tingkat kasasi
1. Tahap pertama adalah penerimaan perkara
Tahap ini ditangani oleh staf tersendiri dari TU Biro Hukum MA. Semua pengiriman berkas perkara ditujukan kepada
panitera MA RI. Kemudian menyerahkan kepada direktorat yang bersangkutan. Direktorat harus menyelesaikan
pendaftaran secara administratif terhadap berkas perkara yang telah lengkap persyaratannya dalam waktu 1 bulan sejak
diterimanya berkas perkara tersebut. Kemudian memberitahukan berkas perkara itu kepada Ketua MA, untuk
menentukan tim yang akan menangani perkara tersebut. Pada setiap tim, oleh ketua tim dapat dibentuk minimal 1
majelis hakim dan maksimal 3 majelis hakim yang mempunyai tugas untuk memeriksa dan memutus perkara kasasi
dan atau PK.
2. Tahap kedua adalah penyerahan berkas perkara
Direktorat-direktorat menyerahkan berkas perkara yang telah ditentukan oleh ketua MA kepada masing-masing ketua
tim. Para asisten kordinator mencatat berkas perkara yang diterimanya dalam buku penerimaan berkas perkara dan
melaporkannya ketua tim. Para ketua tim paling lambat dalam waktu 2 minggu harus sudah dapat melakukan
pembagian berkas perkara dengan menunjuk majelis hakim yang menangani. Asisten koordinator berkewajiban
membuat daftar berkas perkara yang ditandatangani oleh majelis untuk diserahkan kepada ketua majelis. Setelah ketua
tim menentukan pembagian perkara, asisten koordinator membagi secara rata berkas-berkas perkara tersebut kepada
masing-masing asisten hakim agung dengan mencatat dalam daftar penyerahan. Asisten berkewajiaban menyimpan
lembar daftar dan menyampaikan berkas perkara tersebut.
3. Tahap ketiga adalah resume
Pada tahap ini asisten hakim agung berkewajiban membuat resume atas perkara yang diserahkan. Semua berkas
perkara harus dapat selesai selambat-lambatnya dalam 1 bulan. Dan berkas perkara yang telah diresume diserahkan
kepada hakim agung pembaca pertama melalui asisten hakim agung tersebut dengan mencatat dalam daftar
penyerahan. Hakim agung yang menerima berkas perkara yang telah dilengkapi dengan resume harus mencatat
tanggal penerimaan berkas tersebut dan dengan segera memberikan pendapatnya yang dicatat dalam daftar pendapat
serta mencatat pula tanggal pengembalian berkas tersebut kepada asisten hakim agung. Hakim agung baik sebagai
pembaca pertama maupun sebagai ketua majelis dalam hal menerima atau menyerahkan berkas perkara wajib
mencatat dalam buku penerimaan dan penyerahan berkas perkara yang ada padanya.
4. Tahap terakhir adalah tahap persidangan
Tahap ini adalah tahap pengambilan keputusan melalui musyawarah. Sebelum musyawarah dimulai, terlebih dahulu
hakim agung pembaca pertama telah memberikan pendapatnya yang dicatat dalam lembar pendapat atas seluruh
berkas perkara yang diterimanya, paling lama dalam waktu 1 bulan setelah berkas-berkas perkara tersebut
disampaikan oleh asisten hakim agung. Demikian halnya oleh hakim agung pembaca kedua. Setelah itu ketua majelis
harus sudah dapat menetapkan hari musyawarah dalam waktu 1 bulan. Setelah musyawarah selesai dan majelis telah
memutuskan perkara , panitera pengganti berkewajiban untuk membuat konsep putusan, untuk kemudian diserahkan
pada hakim agung pembaca pertama untuk dikoreksi. Konsep putusan yang telah selesai dikoreksi oleh hakim agung
pembaca pertama , diserahkan oleh asisten hakim agung kepada majelis melalui asisten ketua majelis. Ketua majelis
setelah meneliti konsep putusan tersebut harus sudah dapat menetapkan hari persidangan untuk ucapan putusan paling
lambat dalam waktu 1 bulan.
Setelah putusan dibacakan dan ditandatangani oleh ketua majelis dan hakim anggota serta panitera pengganti,
asisten koordinator menyerahkan kembali berkas perkara tersebut dengan mencatat dalam buku penyerahan berkas
perkara kepada direktorat yang bersangkutan paling lambat 1 minggu. Direktorat yang bersangkutan mencatat penerimaan
kembali berkas perkara tersebut dalam buku penerimaan kembali berkas. Kemudian direktorat yang bersangkutan
mengirim kembali berkas perkara tersebut kepada pengadilan tingkat pertama, paling lambat dalam waktu 2 minggu.
Dengan dikembalikannya berkas perkara kepengadilan tingkat pertama, maka berakhirlah keseluruhan tahap penyelesaian
perkara di tingkat kasasi.

BAB XI Upaya Hukum PK


A. Pengertian dan tujuan peninjauan kembali
PK adalah suatu upaya hukum yang dipakai untuk memperoleh penarikan kembali atau perubahan terhadap
putusan hakim yang pada umumnya tidak dapat diganggu gugat lagi. Berdasarkan bunyi Pasal 263 ayat (1) KUHAP,
dapat diartikan PK dimaksudkan untuk memperoleh perubahan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.
Tujuan PK adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pihak dalam suatu perkara untuk mengajukan
permohonan agar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat diperbaiki.
B. Syarat-syarat peninjauan kembali
Dalam KUHAP penjelasan mengenai pihak-pihak yang mengajuan PK terdapat dalam Pasal 263 ayat (1)
KUHAP, yakni terpidana dan ahli warisnya. Dan syarat-syaratnya untuk mengajukan permohonan PK terdapat dalam
Pasal 263 ayat (2 dan 3) KUHAP yaitu:
1. Apabila terdapat keadaan baru (novum), suatu hal baru yang timbul kemudian sesudah adanya putusan pengadilan
yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya, memang sebelumnya tidak pernah dipersoalkan di dalam
pemeriksaan dipengadilan. Novum yang dimaksudkan adalah keadaan baru yang menjadi alasan untuk menjatuhkan
putusan bebas, lepas dari tuntutan hukum, dan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan, juga dapat dijadikan
alasan untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.
2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan , dalam artian apabila putusan-putusan yang saling
bertentangan itu berasal dari pengadilan yang berbeda terhadap tindak pidana yang berlainan diwaktu yang
bersamaan diwilayah masing-masing yang tidak berdekatan.
3. Alasan terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan, hakim sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan dan
kekeliruan. Kekeliruan tersebut bisa terjadi pada semua tingkat peradilan. Padahal tujuan upaya hukum tingkat
banding ataupun kasasi untuk meluruskan dan memperbaiki serta membenarkan kembali kekeliruan yang diperbuat
pengadilan dibawahnya.
C. Tata cara permohonan peninjauan kembali
Dalam tata cara permohonan PK kepada MA terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terdapat pada
Pasal 264 ayat (1 sampai 5) KUHAP:
1. Permintaan PK oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 1 diajukan kepanitera pengadilan yang
telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat 2 berlaku juga bagi permintaan PK. Permohonan PK oleh
panitera PN ditulis dalam sebuah surat keterangan yang disebut akta permintaan PK yang ditandatangani oleh panitera
serta pemohon PK, dimana kemudian akta tersebut dilampirkan dalam berkas perkara.
3. Permintaan PK tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu. Tidak ada batas tenggang waktu untuk mengajukan
permintaan PK, kapan saja boleh diajukan. Yang penting ada atau tidak alasan yang mampu mendukung permohonan
PK tersebut.
4. Dalam hal permohonan PK adalah terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima
permintaan PK wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera
membuatkan surat permintaan PK.
5. Ketua pengadilan segera mengirimkan surat permintaan PK beserta berkas perkaranya ke MA disertai suatu catatan
penjelasan.
Selanjutnya , setelah menerima permohonan PK, ketua PN segera menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkala
semula untuk diperiksa apakah memenuhi alasan atau tidak.
Kemudian pemohon dan jaksa ikut hadir dan menyampaikan pendapatnya, yang mana atas pemeriksaan tersebut
kemudian dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim ,jaksa,pemohon dan panitera.
Kemudian panitera membuat berita acara pendapat yang merupakan pendapat dan kesimpulan yang berisi
penjelasan dan saran dari PN. Biasanya berupa usulan PN agar permohonan PK ditolak ataupun diterima (Pasal 265 ayat
3).
Kemudian ketua PN segera melanjutkan permohonan PK yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara
pemeriksaan , dan berita acara pendapat kepada MA. Ditangan MA permohonan PK tersebut akan diterima atau ditolak.
Jika ditolak, sampai di situ dan eksekusi tetap berjalan. Selanjutnya, jika permohonan PK diterima, dalam arti diterima
untuk diperiksa, maka ada 2 kemungkinan:
a. MA akan mengirim berkas-berkas PK tersebut kepada PN yang memeriksa perkara semula untuk dilakukan
pemeriksaan ulang yang diinginkan oleh MA. Setelah itu berkas tersebut dikirim kembali ke MA untuk diputus.
b. Jika MA menganggap dirasa tidak perlu pemeriksaan ulang, permohonan PK tersebut akan langsung diputus oleh MA.
D. Putusan MA pada persidangan PK:
1. Permohonan PK tidak dapat diterima, apabila permohonan PK tidak memenuhi ketentuan;(bkn pihak yg brkepentingan
dan dianggap tdk memenuhi syarat formal)
2. Permohonan PK ditolak, apabila tidak memenuhi alasan (Pasal 263 ayat 2);(tdk ada novum,tdk ada pertentangan, dan
tdk ada kekeliruan hakim)
3. Permohonan PK dibenarkan alasan, apabila Ma membenarkan alasan pemohon, MA membatalkan putusan dan
menjatuhkan putusan berupa:
a. putusan bebas, jika kesalahan terpidana tidak terbukti,
b. putusan lepas dari segala tuntutan hukum jika ,terbukti bkn merupakan kejahatan,
c. putusan tidak menerima tuntutan penuntut umum jika terdapat kesalahan dalam penerapan hukum selama
pemeriksaan dan
d. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan jika dlm perkara yang surat dakwaannya bersifat
alternatif.
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang
dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang sama.
Yurisprudensi lahir karena adanya peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya,
sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara

Anda mungkin juga menyukai