Anda di halaman 1dari 9

Alvin Wardhana

2001110051

Hukum Acara Pidana

Ringkasan BAB I dan BAB III

BAB I : Pengertian, Istilah Hukum Acara Pidana

A. Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum Acara Pidana dalam bahasa Belanda disebut dengan Formeel

Straftrecht atau Strafprosesrecht. Wiryono Projodikoro, member pengertian

tentang hukum acara pidana sebagai berikut: Hukum acara pidana berhubungan

erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkalan

peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang

berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan harus bertindak guna mencapai

tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.

B. Ilmu Pembentukan Hukum Acara Pidana

Ada beberapa ilmu pengetahuan yang lain yang membantu Hukum Acara

Pidana: Logika, Psychologie, Kriminalistik, Psychiartrie, Kriminologi.

C. Beberapa Pembaharuan di dalam KUHAP

KUHAP sebagai hukum nasional telah diusahakan sedemikian rupa agar

hukum acara pidana tersebut cukup menjamin perlindungan hak asasi manusia dan

kepastian hukum dengan membuat ketentuan-ketentuan yang lebih rinci baik

mengenai hak-hak tersangka/terdakwa dan pelaksanaan upaya paksa.

Dalam rangka perlindungan hak asasi tersebut telah diadakan lembaga hukum yang

baru:

a. Penyelidikan

b. Hak-hak tersangka dan terdakwa


c. Praperadilan

d. Ganti kerugian dan rehabilitasi

e. Pengawasan dan pengamanan pelaksanaan putusan pengadilan

D. Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana

Ada berbagai asas yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana. Asas-asas

tersebut ada yang berasal dari:

1) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (Undang-Undang No. 14 Tahun

1970) sejak tanggal 15 Januari 2004 telah diganti dengan Undang-Undang No. 4

Tahun 2004

2) Asas-asas umum hukum.

Di dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 6 Tahun 1981 disebutkan ada

10 asas yang berasal dari Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang

dijabarkan ke dalam KUHAP, diantaranya:

a. Asas kedudukan yang sama dalam hukum (equality before the law)

b. Asas tertulis pelaksanaan upaya jaksa.

c. Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence)

d. Asas peradilan cepat dan biaya ringan

e. Asas peradilan terbuka untuk umum (public hearing)

f. Asas pembelaan diri (right of self defence)

Asas-asas umum hukum ini adalah asas-asas yang tidak berasal dari suatu

aturan dari satu aturan hukum tertentu. Tetapi merupajan suatu pemekiran awal

(dasar pemikiran) untuk penyusunan aturan-aturan hukum yang konkrit.

a. Asas opportunitas dan asas legalitas


Asas opportunitas ini adalah asas dimana penuntut umum wajib tidak

menuntut suatu perkara pidana yang mempunyai bukti yang cukup demi

kepentingan umum.

b. Asas larangan menghakimi sendiri (Verbod van eigen richting)

Asas ini adalah asas yang paling pokok dalam pembentukan hukum acara

pidana. Dari asas ini timbul pemikiran agar ada aturan hukum yang mengatur

prosedur untuk meneyelesaikan suatu perkara baik pidana maupun perdata

c. Asas inquistoir dan accusatoir

Prinsip ini berhubungan dengan system pemeriksaan.

Hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh

negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana mengenai

1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran

2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu

3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pelaku dan kalau

perlu menahannya

4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti yang telah diperoleh pada penyidikan

kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim

tersebut

5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan

kepada terdakwa dan tertih

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut

7. akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib.


BAB III : Penyelidikan dan Penyidikan

A. Penyelidik Polri

Pasal 1 butir 4 : penyelidik adalah pejabat kepolisian negara Republik

Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan

penyelidikan. Sesuai dengan yang dijelaskan pada pasal 4, yang berwenang

menjalankan fungsi penyelidikan adalah setiap pejabat polisi negara Republik

Indonesia. Tegasnya : penyelidik adalah setiap pejabat Polri. Jaksa atau pejabat

yang lain tidak berwenang melakukan penyelidikan. Penyelidikan monopoli

tunggal bagi Polri. Alasan dari Kemanunggalan fungsi dan wewenang penyelidikan

ini, yaitu :

• Menyederhanakan dan memberi kepastian kepada masyarakat slapa yang berhak

dan berwenang melakukan penyelidikan.

• Menghilangkan kesimpang-siuran penyelidikan oleh aparat penegak hukum,

sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih penyelidikan seperti yang dialami pada

masa HIR,

• Merupakan efisiensi tindakan penyelidikan baik ditinjau dari segi pemborosan

penyelidikan itu jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun terhadap orang yang

diselidiki.

B. Fungsi dan Wewenang Penyelidik

Fungsi dan wewenang penyelidik meliputi ketentuan yang diperinci pada

pasa 5 KUHAP, yang dapat dipisahkan ditinjau dari sudut:

1. Fungsi dan wewenang berdasarkan hukum.

Diatur pada pasal 5 KUHAP. Berdasakan ketentuan ini fungsi dan wewenang

apparat penyelidik:

a. Meneirma laporan atau pengaduan


b. Mencari keterangan dan barang bukti

c. Menyuruh berhentu orang yang dicurigai

d. Tindakan lain menurut hukum

2. Kewenangan berdasasrkan perintah penyidik

Berupa Tindakan-tindakan:

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan

b. Pemeriksaan dan penyitaan surat

c. Mengambil sidik jari, dan memotret seseorang

d. Membawa dan menghadapi seseorang pada penyidik

3. Kewajiban penyelidik untuk membuat dan menyampaikan laporan

Penyelidik menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan sepanjang tindakan yang

menyangkut hal yang disebur pada pasal 5 ayat 1 huruf a dan b.

C. Pengertian penyidik

Penyidik adalah Pejabat POLRI atau pejabat pegawai negeri "tertentu" yang

diberi wewenang khusus oleh Undang-undang. Sedang penyidikan berarti

serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai cara yang diatur

dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukri, dan dengan bukti

tadi membuat atau menjadi terang tindak pidana terjadi serta sekaligus menemukan

tersangkanya ataupelaku tindak pidananya.

D. Pejabat Penyidik

Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak sebagai

penyidik baik ditnjau dari seg' instansi maupun segi kepangkatan, ditegaskan dalam

pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi maupun segi

kepangkatan seorang pejabat penyidik. Dan bertitik tolak dari ketentuan dari pasal

6 dimaksud, yang berhak diangkat sebagi penjabat penyidik :


a. Pejabat Penyidik kepolisian (pasal 6 ayat 1 huruf a)

b. Penyidik PNS (Pasal 6 ayat 1 huruf b)

E. Wewenang Penyidik

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana,

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempar kejadian

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memerilksa tanda pengenal dari

tersangka

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan,

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, f.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi,

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara,

i. Mengadakan penghentian penyidikan,

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

F. Kedudukan Penasehat Hukum

kedudukan penasehat hukkum pada pemeriksaan penyidikan olen sementara

golongan dianggap merupakan pasal ketentuan yang paling reaktif dan cacad rela yang

menodai kehadiran KUHAP. Itu sebabnya R.O. Tambunan menilai ketentuan didalam

pasal 115 sebagai salah satu cacad. Karena belum memberikan dan meletakkan

landasan persamaan derajat dan kedudukan antara penyidik dan penasehat hukum.

Beliau beranggapan, undang-undang ini sendiri belum memberi tempat yang wajar bagi

lembaga bantuan hukum. Penasehat hukum masih dicurigai sebagai orang-orang yang

menganggd kelancaran pemeriksaan.sedangkan bagi Adnan Buyung Nasution,

ketentuan pada pasal 115 masih bersifat fakultatif. Belum dapat dikatakan sebagai hak
darii penasehat hukum untuk mendampingi tersangka kedalam pemeriksaan

penyidikan. Sekurang-kurangnya ketentuan pasal 115 belum memberi "hak yang utuh"

bagi penasehat hukum. Pasal 115 telah menganulir pasal-pasal sebelumnya.

G. Tata cara pemeriksaan penyedikan

1. Pemeriksaan terhadap tersangka

Sehubungan denganbpemeriksaan tersangka, kepadanya undang-undang

memberi beberapa hak yang bersifat perlindungan terhadap hak asasinya serta

perlindungan terhadap haknya untuk mempertahankan kebenaran dan pembelaan

seperti yang diatur pada Bab VI, pasal 50 sampai pasal 68. Tentang hali inipun

sudah sering dibicaraan pada pembahasan terdahulu.

2. Pemeriksaan terhadap saksi

Sekedar hal-hal yang penting dalam tatacara pemeriksaan saksi dan ahli dapat

diuraikan seperti berikut:

- Dalam hal memberikan keterangan kepada penyidik, harus terlepas dari segala

macam tekanan baik yang berbentuk apapun dan dari siapapun juga.

- Saksi seperti halnya terangka dapat diperiksa oleh penyidik ditempat kediaman

saksi, dengan jalan penyidik datang ke tempat kediamannya.

- Seorang saksi yang hendak diperiksa, tapi bertepat tinggal atau bertempat

kediaman di luar wilayah hukum penyidik yang hendak melakukan pemeriksaan

terhadap dirinya, penyidik yang bersangkutan dapat membebankan pelaksanaan

pemeriksaan kepada pejabat penyidik diwilayah hukum tempat ktinggal/

kediaman saksi.

- Saksi diperiksa tanpa sumpah


- Saksi diperiksa sendiri-sendiri

- Keterangan yang dikemukakan saksi dalam pemerksaan penyidikan, dicatat

dengan seteliti-telitinya oleh penyidik dalam berita acara pemeriksaan.

- Berita acara yang berisi keterangan saksi ditandatangani oleh pihak penyidik

dan saksi.

3. Pemeriksaan terhadap ahli

Ada 2 cara:

1) berupa keterangan langsung di hadapan penyidik

2) bentuk keterangan tertulis (pasal 133)

4. Pengentian penyidikan

Pasal 109 ayat 2 telah menegaskan adanya pemberian wewenang penghentian ini

dapat dikemukan anatara lain:

- Untuk menegakkan prinsip penegakan hukum yang cepat, tepat dan biaya

ringan, dan sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam hidup

bermasyarakat.

- Supaya penyidikan terhindar dari kemungkinan tuntut ganti kerugian. Sebab

kalau peerkaranya nati diteruskan, tapi belakangan ternyata tidak cukup bukti atau

alasan untuk menuntut ataupn menghukum, dengan sendirinya memberi hak

kepada tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan pasal 95

KUHAP

5. Alasan penghentian penyidikan (pasal 109 ayat 2).

Alasan-alasan penghentian penyidikan adalah sebagai berikut :


a. Tidak diperoleh bukti yang cukup (pasal 184 KUHAP)

b. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana,

c. Penghentian penyidikan demi hukum (pasal 76, 77, 78 KUHP)

d. Tersangka meninggal dunia (pasal 77 KUHP)

e. Karena kadarluasa (pasal 78 KUHP)

Anda mungkin juga menyukai