Secara umum hukum pidana dibagi menjadi dua, hukum pidana materiil dan hukum
pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang perbuatan apa yang disebut
dengan perbuatan pidana, kesalahan dan ancaman pidananya. Sedangkan Hukum
Pidana Formil merupakan sekumpulan aturan yang mengatur tentang tata cara atau
aturan main (rule of the games) guna menegakkan Hukum Pidana Materiil.
Wirjono Prodjodikoro
Mengungkapkan hukum acara pidana:
“Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu
merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan
harus bertindak jika terjadi pelanggaran.
Selain ketiga asas tersebut di atas, terdapat asas asas lain yang diatur
dalam KUHAP Indonesia sebagai berikut:
1. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Beberapa referensi dalam KUHAP yang mengatur tentang Asas
peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan antara lain
Pasal 50 ayat (1):
“Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik
dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.”
Pasal 67 juga dapat dimaknai adanya asas peradilan cepat,
sederhana, dan biaya ringan yang menyebutkan
“Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding
terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap
putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut
masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan
dalam acara cepat.”
2. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap,
salah tahan, dan salah tuntut (remedy and rehabilitation).
Tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya berhak menuntut
ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa
alasan yang sah menurut undang-undang atau kekeliruan orangnya
atau kekeliruan terhadap hukum yang diterapkan.
3. Asas oportunitas.
Asas Oportunitas merupakan suatu asas dimana penuntut umum
tidak diwajibkan untuk menuntut seseorang jika penuntutannya akan
merugikan kepentingan umum. Ketentuan pengesampingan ini
diatur dalam Pasal 35 c UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
yang menyebutkan: “Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara
berdasarkan kepentingan umum.”
8. Asas Akusator.
Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan
tersangka/terdakwa sebagai subjek bukan sebagai objek dari setiap
tindakan pemeriksaan. Asas ini merupakan asas yang dianut KUHAP
yang berbeda dengan asas inkuisatoir yang masih menempatkan
kedudukan tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan.
Terdapat dalam Pasal 52 KUHAP : “Dalam pemeriksaan pada
tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa
berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik
atau hakim.”
1. “Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka dan terdakwa);
5. Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.”
tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan terhadap suatu
pelanggaran hukum dan selanjutnya minta pemeriksaan dan putusan pengadilan
guna menetukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
untuk menyatakan seseorang bersalah atau tidak haruslah melalui suatu proses
penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan. Dengan kata lain, hanya putusan
Hakimlah yang bisa menyatakan seseorang itu bersalah atau tidak.
3. Melaksanakan Putusan Hakim
2. Sifat Hukum Acara Pidana mempunyai dimensi perlindungan terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM).
Konsekuensi logis dari Negara Hukum (Rechtstaat), Hukum Acara Pidana juga
bersifat melindungi kepentingan dari hak-hak orang yang dituntut
(tersangka/terdakwa). Sebagai contoh, keharusan didampingi oleh penasihat hukum
mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan peradilan sebagaimana ketentuan
Pasal 54-62 KUHAP.
KESIMPULAN
serangkaian peraturan yang mengatur tentang seluruh proses dan prosedur dalam
beracara pada sistem peradilan pidana, sejak tingkat penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di persidangan, pengambilan putusan oleh hakim, upaya
hukum yang dapat ditempuh pasca adanya putusan pengadilan, yang terbagi
menjadi upaya hukum biasa dan luar biasa, hingga pada klimaksnya yaitu
pelaksanaan penetapan atau putusan pengadilan.
Tujuan utama hukum acara pidana adalah mencari kebenaran materiil, kebenaran
yang selengkap-lengkapnya melalui seperangkat ketentuan yang harus diterapkan
guna menjatuhkan pidana bagi orang yang dapat dipersalahkan menurut hukum.
Melalui tujuan ini, terkandung pula tujuan diterapkannya KUHAP guna menjaga hak
tersangka dan terdakwa, untuk menghindari penghukuman terhadap orang yang
tidak layak dipersalahkan.